PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagimasyarakat modern saat ini
menjadi masalah serius yang dihadapi di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan Stroke adalah
penyebab kematian ketiga terbanyak setelah penyakit jantung koroner dan kanker. Stroke
merupakan suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak
yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan bahkan kematian (Batticaca B Fransisca,2011). Yang dimana pada
tahun 2013, diperkirakan 6,4 juta kematian (11,8%dari semua kematian) disebabkan oleh
stroke (Kim, Cahill, & Cheng, 2015).
Stroke dibagi dalam dua kategori mayor yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak terhambat akibat aterosklorosis atau
pembekuan darah. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah
otak sehingga menyebabkan terhambat aliran darah ke otak, darah merembas ke area otak
dan merusaknya(Batticaca B Fransisca, 2011). Otak sangat bergantung pada oksigen dan
tidak mempunyai cadangan oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena
thrombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosisi
mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian disebut infark, hal ini menyebabkan
terjadinya infark pada otak yang akan mempengaruhi kontrol motorik karena neuron dan
jalur medial atau venteral berperan dalam kontrol otot-otot (Wijaya & Putri, 2013) Amerika
serikat, stroke merupakan penyebab utama kecacatan orang dewasa jangka Panjang dan
penyebab kematian nomor lima dengan 795.000 peristiwa setiap tahun. Diperkirakan akan
meningkat prevalensi stroke oleh 3,4 juta orang antara tahun 2012 dan 2030 (A. Boehme, C.
Esenwa, 2018).
Prevalensi penyakit stroke tertinggi didunia adalah china dengan prevalensi stroke 69,6%,
perdarahan intraserebral 23,8% dan 15,8%, perdarahan subarachnoid 4,4% dan 4,4%, dan
tipe yang tidak ditentukan 2,1% dan 2,0%, dengan hipertensi 88%, merokok 48%, dan
penggunaan alcohol 44% (Wang et al., 2017).
Penyakit Stroke di Indonesia merupakan terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia.
Jumlah kematian yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60
tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. Wilayah Kalimantan Timur merupakan
wilayah tertinggi pengidap penyakit stroke dengan (14,7%), diikuti Di Yogyakarta (14,3%)
Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing (11,4%) dan Bali berada pada posisi 17
dengan (10,8%) (RISKESDAS 2018).
Stroke tidak hanya menyerang masyarakat berkecukupan tapi juga warga sosial ekonomi
rendah. Di Indonesia diperkirakan tiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan
stroke dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal sedangkan sisanya mengalami
kecacatan (Ratna, 2011). Begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stroke,
factor risiko terjadinya stroke terbagi lagi menjadi faktor risiko yang dapat dirubah dan
faktor risiko yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan dikontrol
pengaruhnya terhadap kejadian stroke, diantaranya yaitu faktor keturunan, ras, umur dan
jenis kelamin. Sedangkan faktor risiko yang dapat dirubah yaitu hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus, merokok, alcohol, peningkatan kolestrol, dan obesitas
(Wijaya & Putri, 2013). Sebagian besar penderita stroke hemoragik cenderung akan
mengalami gangguan mobilitas fisik, pasien stroke dengan gangguan mobilisasi hanya
berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah posisi karena keterbatasan tersebut yang
menyebabkan munculnya masalah keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik (Mubarak,
Indrawati, & Susanto, 2015).
Menurut PPNI, gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih esktremitas secara mandiri. Menurut PPNI, kriteria mayor untuk diagnosa
keperawatan gangguan mobilitas fisik adalah mengeluh sulit menggerakan ekstremitas,
kekuatan otot menurun dan rentang gerak (ROM) menurun (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengangkat kasus stroke ini dikarenakan
melihat dari penderita stroke yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dan tergolong
penyakit yang beresiko tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien SH dengan gangguan mobilitas
fisik di Ruang Jambu RSUD Klungkung tahun 2020”
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Asuhan Keperawatan
pada Pasien Stroke Hemoragik dengan Gangguan mobilitas fisik.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian pada pasien Stroke Hemoragik dengan Gangguan mobilitas fisik
bertujuan untuk:
a. Mendeskripsikan pengkajian pada Pasien Stroke Hemoragik dengan Gangguan
mobilitas fisik.
b. Mendeskripsikan diagnosis keperawatan pada Pasien Stroke Hemoragik dengan
Gangguan Mobilitas Fisik
c. Mendeskripsikan rencana keperawatan pada Pasien Stroke Hemoragik dengan
Gangguan Mobilitas Fisik.
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada Pasien Stroke Hemoragik dengan
Gangguan Mobilitas Fisik.
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada Pasien Stroke Hemoragik dengan
Gangguan Mobilitas Fisik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil dari penelitian diharapkan bisa menjadi bahan untuk memperdalam ilmu
keperawatan dan menambah pengetahuan penelitian mengenai asuhan
keperawatan pada pasien stroke hemoragic dengan Gangguan Mobilitas Fisik.
b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian yang
terkait dengan asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragic dengan
Gangguan Mobilitas Fisik.
2. Manfaat praktis
a. Manajemen keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan untuk referensi dalam penyusunan
Standar Asuhan Keperawatan pada pasien stroke hemoragic dengan Gangguan
Mobilitas Fisik.
b. Bagi perawat pelaksana
Dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan
pada pasien stroke hemoragic dengan Gangguan Mobilitas Fisik. Hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat menjadi umpan balik bagi perawat pelaksana tentang
dokumentasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagaian sel – sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Aliran darah yang berhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan
ke otak juga berhenti, sehingga sebagaian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya (Agromedia, 2009).
Penyakit stroke termasuk penyakit pembuluh darah otak (cerebrovaskuler) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang disebabkan
berkurangnya aliran darah dan oksigen di otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa disebabkan adanya sumbatan, penyempitan, atau pecahnya
pembuluh darah sehingga mengakibatkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat
merusak atau mematikan sel – sel otak (Agromedia, 2009). Matinya jaringan otak
dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan otak tersebut.
Apabila tidak ditangani secara tepat, penyakit ini dapat berakibat fatal dan berujung
pada kematian. Meskipun dapat diselamatkan, kadang – kadang si penderita
mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, menghilangnya sebagaian ingatan,
atau menghilangnya kemampuan berbicara. Bentuknya dapat berupa lumpuh
sebelah (hemiplegia), berkurangnya kekuatan sebelah anggota tubuh (hemiparesis),
gangguan bicara, serta gangguan rasa di kulit wajah, lengan, atau tungkai
(Agromedia, 2009).
2. Klasifikasi Penyakit Stroke
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemorragik. Berikut penjelasan kedua jenis stroke tersebut (Agromedia,
2009)
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada sel – sel otak yang mengalami kekurangan oksigen
dan nutrisi yang disebabkan penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh
darah (ateriosklerosis). Arteriosklerosis terjadi akibat timbunan lemak pada
arteri yang menyebabkan luka pada dinding arteri. Luka ini menimbulkan
gumpalan darah (thrombus) yang mempersempit arteri. Gumpalan ini dapat
juga terbawa aliran darah dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih kecil
dan menyebabkan penyumbatan. Hampir sebagaian besar pasien atau sebesar
83% pasien stroke mengalami stroke iskemik. Stroke iskemik menyebabkan
aliran darah ke sebagaian atau keseluruhan otak menjadi terhenti (Agromedia,
2009).
Berikut jenis – jenis stroke iskemik berdasarkan mekanisme penyebabnya.
1) Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan terbentuknya
thrombus yang membuat penggumpalan.
2) Stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupnya
pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan
denyut jantung.
b. Stroke Hemorragik
Stroke hemorragik adalah stroke perdarahan yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah di otak. Darah yang keluar dari pembuluh darah yang pecah
mengenai dan merusak sel – sel otak di sekitarnya. Selain itu, sel otak juga
mengalami kematian karena aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi
terhenti. Stroke jenis ini terjadi sekitar 20% dari seluruh pasien stroke. Namun,
80% dari orang yang terkena stroke hemorragik mengalami kematian dan
hamper 70% kasus stroke hemorragik terjadi pada penderita hipertensi
(Agromedia, 2009).
Menurut letaknya, stroke hemorragik dibagi menjadi dua jenis, sebagai berikut :
1) Hemorragik intraserebral, yakni perdarahan terjadi di dalam jaringan otak.
2) Hemorragik subaraknoid, yakni perdarahan terjadi di ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala stroke terbagi menjadi tiga, sebagai berikut :
a. Bagian system saraf pusat, yaitu kelemahan otot (hemiplegia), kaku, dan
menurunnya fungsi sensorik.
b. Batang otak, yang terdapat 12 saraf kranial.
Gejalanya yaitu lidah melemah; kemampuan membau, mengecap, mendengar,
melihat secara parsial atau keseluruhan menjadi menurun; serta kemampuan
reflex, ekspresi wajah, pernafasan, dan detak jantung menjadi terganggu.
a. Cerebral cortex
Cerebral cortex merupakan permukaan luar cerebrum, apabila Cerebral
cortex ini mengalami gangguan akan menyebabkan tidak bisa berbicara
(afasia), kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan yang
bertujuan (apraksia), daya ingat menurun, kegagalan melaksanakan sebuah
fungsi sebagaian badan (hemiparese), dan kebingungan. Jika tanda – tanda
dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Tensient Ischemic Attack (TIA), yang merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke. Keadaan ini sangat menguntungkan karena penderita
bisa sembuh 100%. Namun, penderita harus tetap waspada terhadap gejala
– gejala stroke yang mungkin timbul (Agromedia, 2009).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia gejala dan tanda –
tanda stroke adalah dengan slogan “SeGeRa Ke RS” yang terdiri dari :
1) Se, Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan
air minum secara tiba – tiba
2) Ge, Gerak separuh anggota tubuh melemah secara tiba – tiba
3) Ra, Bicara pelo / tiba – tiba tidak dapat bicara / tidak mengerti kata –
kata / bicara tidak nyambung
4) Ke, Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh
5) R, Rabun, pandangan satu mata kabur terjadi secara tiba – tiba
6) S, Sakit kepala hebat yang muncul tiba – tiba dan tidak pernah dirasakan
sebelumnya, gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar,
gerakan sulit dikoordinasi.