Anda di halaman 1dari 37

ANALISA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI

PEMBERIAN POSISI HEAD UP 30 DERAJAT TERHADAP


PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN STROKE

DI RUANG IGD

Disusun Oleh:

Adin Nur Viqi

(G3A020013)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2020
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada berbagai belahan dunia, proporsi populasi yang bertahan
hingga usia 50 dan 60 tahun meningkat. Tren ini akan memiliki efek yang
sangat besar pada struktur demografi masyarakat. Populasi global
berusia di atas 65 tahun meningkat sebesar 9 juta setahun, dan pada
tahun 2025 akan ada lebih dari 800 juta orang berusia di atas 65
tahun di dunia. Hal tersebut berefek pada meningkatnya penyakit
serebrovaskuler salah satunya adalah penyakit stroke (WHO, 2015).
Stroke merupakan defisit neurologis yang mempunyai awitan
tiba – tiba, berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh penyakit
serebrovaskuler. Stroke atau cidera cerebrovaskuler merupakan
hilangnya fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah
ke bagian otak. Stroke menyebabkan terjadinya gangguan
fungsi syaraf lokal atau global, munculnya mendadak, progresif dan
cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik Stroke merupakan
penyebab kematian nomor tiga dan penyebab kecacatan nomor satu
di seluruh dunia, sebanyak 80-85% merupakan stroke non hemoragik
(Hafid, 2012).
Jumlah penderita stroke di Indonesia menduduki peringkat
pertama terjadi sebagai negara terbanyak yang mengalami stroke di
seluruh Asia. Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000
populasi. Angka prevalensi ini meningkat dengan meningkatnya usia.
Data nasional Indonesia menunjukkan bahwa stroke merupakan
penyebab kematian tertinggi, yaitu 15,4%. Didapatkan sekitar
750.000 insiden stroke per tahun di Indonesia, dan 200.000 diantaranya
merupakan stroke berulang. Prevalensi stroke di Jawa Tengah pada
umur ≥ 15 tahun mencapai 12,3% (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data dari Rekam Medis RSUD Dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri, jumlah kasus stroke sebanyak 939
orang pada tahun 2015, sedangkan pada bulan Januari sampai
Juni sebanyak 462 orang jumlah tersebut meningkat dari bulan Juli
sampai Desember sebanyak 465 kasus pada tahun 2016,
sehingga dapat dilihat bahwa jumlah penyakit stroke mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Saturasi oksigen adalah persentase oksigen yang telah
bergabung dengan molekul hemoglobin dimana oksigen bergabung
dengan hemoglobin dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, pada saat yang sama oksigen dilepas untuk
memenuhi kebutuhan jaringan. Gambaran saturasi oksigen dapat
mengetahui kecukupan oksigen dalam tubuh sehingga dapat membantu
dalam penentuan terapi lanjut (Sunarto, 2015).
Aliran darah yang tidak lancar pada pasien stroke
mengakibatkan gangguan hemodinamik termasuk saturasi oksigen. Oleh
karena itu diperlukan pemantauan dan penanganan yang tepat
karena kondisi hemodinamik sangat mempengaruhi fungsi
pengantaran oksigen dalam tubuh yang pada akhirnya akan
mempengaruhi fungsi jantung. Pemberian posisi head up 30 derajat
pada pasien stroke mempunyai manfaat yang besar yaitu dapat
memperbaiki kondisi hemodinamik dengan memfasilitasi peningkatan
aliran darah ke serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan
serebral (Sunarto, 2015).

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
posisi head up30 derajat terhadap saturasi oksigen pada pasien
stroke.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menggambarkan pengkajian pada klien dengan stroke.
b. Mampu menggambarkan diagnosa keperawatan pada klien
dengan stroke.
c. Mampu menggambarkan dalam merencanakan tindakan
keperawatan pada klien dengan stroke.
d. Mampu menggambarkan tindakan keperawatan pada klien
dengan stroke.
e. Mampu menggambarkan evaluasi tindakan keperawatan pada
klien stroke.
f. Mampu menggambarkan dalam mendokumentasikan
asuhan keperawatan pada klien stroke.

C. METODE PENULISAN
Pada metode penulisan makalah ini saya mengumpulkan referensi
yang relevan dari perpustakaan dan internet.

D. SITEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari poin-poin
yang penting, diantaranya yaitu;

BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan


penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II Konsep dasar berisi konsep penyakit Stroke dan konsep asuhan
keperawatan
BAB III Laporan kasus berisi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
pathways keperawatan, dan intervensi pasien Stroke
BAB IV Aplikasi Evidence Based Nursing Practice Pemberian Posisi Head up 30
derajat Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen pada Pasien Stroke
Di Ruang IGD
BAB V Pembahasan terkait aplikasi evidence based nursing riset yang diterapkan
BAB VI Penutup berisi kesimpulan dan saran

BAB II KONSEP DASAR


A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena
berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. Jaringan
otak yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi.
Kadang pula stroke disebut dengan CVA (cerebrovaskular accident).
Orang awam cederung menganggap stroke sebagai penyakit.
Sebaliknya, para dokter justru menyebutnya sebagai gejala klinis yang
muncul akibat pembuluh darah jantung yang bermasalah, penyakit
jantung atau secara bersamaan (Auryn, Virzara, 2009).
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah kebagian dari otak. Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik
dan hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan
akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena trombosis
(pengumpulan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh darah)
atau embolik (pecahnya gumpalan darah /benda asing yang ada
didalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah
kedalam otak) ke bagian otak. Perdarahan kedalam jaringan otak atau
ruang subaraknoid adalah penyebab dari stroke hemoragik (Joyce and
Jane, 2014).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan
akut dalam beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang
berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai
daerah yang terganggu (Irfan, 2012).

2. Etiologi
Seperti yang sudah disinggung di atas, stroke terjadi karena adanya
gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut, sehingga
menyebabkan pembuluh darah otak menjadi tersumbat (iskemic stroke)
atau pecah (hemoragik stroke). Secara sederhana stroke terjadi jika
aliran darah ke otak terputus. Otak kita sangat tergantung pada pasokan
yang berkesinambungan, yang dialirkan oleh arteri (Irfan, 2012).
Asupan oksigen dan nutrisi akan dibawa oleh darah yang mengalir
kedalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju ke sel-sel otak.
Apabila aliran darah atau aliran oksigen dan nutrisi itu terhambat
selama beberapa menit saja maka dapat terjadi stroke. Penyempitan
pembuluh darah menuju sel-sel otak menyebabkan aliran darah dan
asupan nutrisi ke otak akan berkurang. Selain itu, endapan zat-zat
lemak tersebut dapat terlepas dalam bentuk gumpalan-gumpalan yang
suatu saat dapat menyumbat aliran darah ke otak sehingga sel-sel otak
kekurangan oksigen dan nutrisi itulah penyebab mendasar bagi
terciptanya stroke.
Selain itu, hipertensi juga dapat menyebabkan tekanan yang lebih
besar sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh
darah akan mudah pecah. Hemoragik stroke dapat juga terjadi pada
mereka yang menderita penyakit hipertensi (Auryn, Virzara 2009).
Sedangkan Menurut Widyanti & Triwibowo 2013 yaitu faktor resiko
terjadinya stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak
dapat diubah dan dapat diubah.
a. Faktor yang tidak dapat diubah: umur, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, riwayat transient Ishemic Attack (TIA) atau stroke,
penyakit jantung.
b. Faktor yang dapat diubah: Hipertensi, kadar hemotokrit tinggi,
diabetes, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol,
kontrasepsi oral, hematokrit meninggi dan hiperurisehol.
3. Tanda gejala
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang
terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak
yang terkena, keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang
terkena selain bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral
(Hartono, 2009).
Menurut Oktavianus (2014) manifestasi klinis stroke sebagai
berikut :
a. Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
1) Transient ischemic attack (TIA)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai
beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa
pengobatan. Serangan bisa muncul lagi dalam wujud
sama, memperberat atau malah menetap.
2) Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND)
Gejala timbul lebih dari 24 jam.
3) Progressing stroke atau stroke inevolution
Gejala makin lama makin berat (progresif) disebabkan
gangguan aliran darah makin lama makin berat
4) Sudah menetap atau permanen

b. Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan
daerah otak yang terkena.

1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik,


kesadaran menempatkan posisi.
2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi
indra dan memori
3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental,
emosi, fungsi fisik, intelektual.

Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Adapun beberapa


gangguanyang dialami pasien yaitu :
a. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, confuse.
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan
sentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan, hemiplegi
(lumpuh tubuh sebelah).
c. Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa),
disartria (bicara tidak jelas)
4. Patofisiologi
Otak kita sangat sensitif terhadap kondisi penurunan atau
hilangnya suplai darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral
karena tidak seperti jaringan pada bagian tubuh lain, misalnya otok,
otak tidak bisa menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi
kekurangan oksigen atau glukosa. Otak diperfusi dengan jumlah yang
banyak dibandingkan dengan orang lain yang kurang vital untuk
mempertahankan metabolisme serebral. Iskemik jangka pendek dapat
mengarah pada penurunan sistem neurologi sementara atau TIA
(transient Ishemic Attack). Jika aliaran darah tidak diperbaiki, terjadi
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada jaringan otak atau infrak
dalam hitungan menit. Luasnya infrak bergantung pada lokasi dan
ukuran arteri yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi kolateral ke arah
yang disuplai. Iskemik dengan cepat bisa mengganggu metabolisme.
Kematian sel dan perubahan yang permanen dapat terjadi dalam waktu
3-10 menit. Dalam waktu yang singkat pasien yang sudah kehilangan
kompensasi autoregulasi akan mengalami manifestasi dari gangguan
neurologi. Beberapa proses reaksi biokimia akan terjadi dalam
hitungan menit pada kondisi iskemik serebral. Reaksi-reaksi tersebut
seperti neurotoksin, oksigen radikal bebas, mikrooksidasi. Hal ini
dikenal dengan perlukaan sel-sel saraf sekunder. Bagian neuropenubra
paling dicurigai terjadi sebagai akibat iskemik serebral. Bagian yang
membengkak setelah iskemik bisa mengarah kepada penurunan fungsi
saraf sementara. Edema bisa berkurang dalam beberapa jam atau hari
klien bisa mendapatkan kembali beberapa fungsi-fungsinya (Joyce and
Jane 2014).
5. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mengetahui jenis
serangan stroke, letak penyumbatan pembuluh darah, letak perdarahan
serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan (Indrawati, 2016).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
a. CT scan, yang merupakan pemeriksaan yang paling cepat dan
paling efektif, untuk menentukan lokasi perdarahan otak yang
terjadi.
b. MRI scan, yang dapat membantu dalam memberikan informasi
mengenai aliran darah ke otak.
c. Angiografi otak, yang dapat dilakukan sebagai pemeriksaan
tambahan, untuk mengetahui perkembangan perdarahan yang
terjadi.
d. Pemeriksaan cairan serebrospinal, yang dilakukan dengan
mengambil cairan dari area otak dan tulang belakang, dapat
dilakukan jika hasil CT scan atau MRI belum cukup untuk
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan ini sangat jarang dilakukan.
6. Pathways
B. KONSEP ASUHAN KEGAWAT DARURATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan, adanya sumbatan jalan
nafas.
 Bunyi nafas gargling, snoring
b. Breathing
 Distress pernafasan : takipneu/bradipneu, gasping.
 Kesulitan bernafas : sianosis
 Apnea
c. Circulation
 Peningkatan tekanan darah sistemik
 Sakit kepala hebat
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
 Papiledema
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
konia.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
e. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga
penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
f. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan
ronkhi.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien
stroke.Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan
dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya menurun dan perdarahan otak, adanya
sumbatan pembuluh darah otak, vasospasme serebral,
edema otak, terhambatnya sirkulasi serebral. Pada sensori
klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Kesulitan berkomunikasi, pada
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berfikir. Status mental koma, kelemahan pada ekstremitas,
paraliase otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan
pendengaran.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mungkin
mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan syaraf V
yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot – otot
pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan
menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
3. Diagnosis Keperawatan yang Muncul
a. Perfusi cerebral tidak efektif
Intervensi :
1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK
2) Monitor tanda gejala peningkatan TIK
3) Monitor MAP
4) Berikan posisi semi fowler
5) Hindari pemberian cairan IV hipotonik
6) Pertahankan suhu tubuh normal
7) Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan jika perlu
8) Kolaborasi pemberian deuretik osmosis
9) Kolaborasi pemberian pelunak tinja
b. Resiko aspirasi
1) Monitor tingkat kesadaran
2) Monitor status pernafasan
3) Monitor bunyi nafas terutama setelah makan/ minum
4) Posisikan semi fower 30-40 derajat 30 menit sebelum
pemberian asupan oral
5) Pertahankan kepatenan jalan nafas
6) Anjurkan makan secara perlahan
7) Ajarkan teknik mengunyah atau menelan
c. Devisit nutrisi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi makanan
3) Monitor asupan makanan
4) Lakukan oral hygin sebelum makan
5) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
6) Berikan makanan tinggi kalori dan protein
7) Ajarkan diit yang diprogramkan
8) Kolaborasi dengan ahli gizi
d. Devisit perawatan diri
1) Monitor tingkat kemandirian
2) Siapkan keperluan pribadi
3) Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
4) Anjurkan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
e. Gangguan mobilitas fisik
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum ambulasi
3) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
4) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
BAB III

RESUME ASKEP

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Identitas
IDENTITAS PASIEN

Nama Ny. Z
Alamat Semarang

Umur 49 tahun
Agama Islam
Pendidikan SMA
Pekerjaan Wiraswasta
Status Kawin
Perkawinan
Hari, Tanggal & Jam Masuk Selasa, 12 Januari 2021 Pukul 10.15

Identitas
Penanggung Jawab

Nama Tn. Y
Alamat Semarang

Umur 27 tahun
Agama Islam
Pendidikan SMA
Pekerjaan Swasta
Hubungan Anak
Dengan Klien
2. Pengkajian Primer
Pengkajian Primer
Pasien
Airway Jalan nafas terdapat sumbatan, terdapat cairan muntahan
pasien, terdengar suara gurgling dan snoring

Ventilasi tidak adekuat, respiratory rate 24 kali/menit,


Breathing
SPO2 64%

Circulation
Tekanan darah : 234/123 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Suhu : 36,6 oC
Akral dingin, tidak terjadi sianosis

Disability Glasgow coma Scale : E1M1V1, kesadaran comateus,


reaksi pupil anisokor OD 3mm OS 1 mm.

3. Pengkajian Skunder
a. Keluhan utama : Keluarga mengatakan kesadaran klien menurun
secara mendadak saat sedang melayani pelanggan di warung.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Keluarga mengatakan kesadaran klien
menurun secara mendadak saat sedang melayani pelanggan di
warung. Sebelumnya klien mengeluh pusing dan muntah
menyembur (+) dan dalam jumlah yang banyak, kejang (-),
keluarga kemudian memberikan minum dan pasien tampak batuk
sebelum akhirnya kesadarannya mulai menurun.
c. Riwayat kesehatan dahulu: Keluarga mengatakan pasien memiliki
Riwayat hipertensi.
d. Riwayat kesehatan keluarga: dari keluarga pasien tidak ada yang
memiliki riwayat HT.
e. Pengkajian Psikospiritual: menurut keluarga pasien mempunyai
kebiasaan marah- marah, pasien sering jengkel dengan anak nya
jika susah diatur. Pasien mengerjakan sholat 5 waktu.
f. Tanda – tanda vital : TD : 234/123 mmHg, N : 88 x/menit, RR :
25 x/menit, S : 36,6̊ C, SpO2 64%
g. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala : rambut bersih warna hitam, kepala bersih, tidak
ada hematom
2) Mata : ukuran pupil unisokor kanan/kiri
(3mm/1mm), rangsangan cahaya pupil kanan/kiri (+/+).
3) Mulut : terdapat sisa muntahan dibibir dan mulut.
4) Hidung : tidak ada polip, bersih, tidak ada nafas cuping
hidung.
5) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
6) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada peningkatan JVP
7) Dada : Paru – paru
I : pengembangan dada simetris
Pal : tidak ada kelainan pada dinding dada
Per : Sonor
A : vesikuler
8) Ekstremitas : akral dingin
Ekstremitas atas : CRT <3 detik, tidak ada edema
Ekstremitas bawwah : tidak ada edema
h. Pemeriksaan 6 B

Pemeriksaan Fisik 6 B Pasien


Breathing Ventilasi pasien tidak adekuat
RR = 25x/mnt
Terdengar suara nafas gurgling dan
snoring
I : pengembangan dada simetris
Pal : tidak ada kelainan pada dinding
dada
Per : Sonor
A : vesikuler

Blood TD : 234/123 mmHg

Brain Kesadaran pasien comateus


GCS E1M1V1
Pupil unisokor OD 3mm OS 1 ml,
reflek cahaya +

Bladder Pasien mengompol

Bowel Pasien muntah proyektil

Bone Kelemahan ekstremitas belum bisa


dikaji
Tidak ada dikubitus

4. Pengkajian AMPLE
a. Alergi : pasien tidak memiliki alergi apapun
b. Medikasi : pasien sebelum dibawa ke RS tidak mengkonsumsi
obat apapun
c. Postilness : pasien memiliki riwayat hipertensi
d. Lastmeal : pasien makan tadi pagi ± 4 jam sebelum dibawa
ke rumah sakit, terakhir pasien mengkonsumsi nasi dengan sayur,
kemudian baru saja pasien diberikan minum air putih kemudian
pasien batuk dan mengalami penurunan kesadaran.
e. Environment : pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang
memiliki usaha warung makan, dan setiap hari melayani pembeli
dan memasak diwarung.
5. Data penunjang
a. Hasil pemeriksaan laboratorium pH 7,324; pCO2 51,4 mmHg;
pO2 48,2 mmHg; HCO3 26,1; BE -0,4; Kalium 3,4, Leukosit
18.900.
6. Terapi
Terapi: Terpasang OPHA nomor 19, Oksigen NRM 10 lpm.
Terapi Obat-obatan: Perdipin 0,5 mcg/KgBB, loading Manitol 200 cc
IV.
7. Data Fokus

No. Analisa Data Etiologi Problem

1 DS : - Benda asing Bersihan jalan


DO : dalam jalan nafas nafas tidak efektif
- RR: 25 x/menit
- Pernafasan pasien tidak
adekuat, terdengar suara
napas gurgling dan
snoring
- Tidak mampu batuk
- Terdapat sisa muntahan di
mulut
2 DS : - Hipertensi Resiko Perfusi
DO : cerebral tidak
TD : 234/123 mmHg efektif
SpO2 64%
MAP 160

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Benda asing dalam jalan nafas
2. Resiko Perfusi cerebral tidak efektif b.d Hipertensi
C. PATHWAYS KEPERAWATAN KASUS

Stroke Hemoragik

Peningkatan Tekanan Sistemik

Pecahnya pembuluh darah otak

Hematoma cerebral aliran darah terganggu

PTIK

Depresi Midbrain Depresi medula Depresi Pons


Oblongata

Penurunan kesadaran muntah proyektil ventilasi tidak adekuat

Pangkal Lidah jatuh O2 turun


Kebelakang, Reflek batuk –,
Saturasi O2 turun
Bersihan jalan nafas
tidak efektif Resiko perfusi jaringan
cerebral tidak efektif
D. FOKUS INTERVENSI

No. Tujuan Intervensi Keperawatan TTD


Dx
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor bunyi napas tambahan Viqi
keperawatan 1x10 menit 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
bersihan jalan nafas dengan pemasangan moun tube
meningkat dengan KH : 3. Posisikan semi-Fowler head up 30
a. Gurgling menurun derajat
b. Snoring menurun 4. Lakukan suction 15 detik
c. Frekuensi nafas 5. Berikan oksigen MNR 10 liter/mnt
membaik RR=
20x/mnt
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK Viqi
keperawatan 1x 30 menit 2. Posisikan semi-Fowler head up 30
perfusi Cerebral meningkat derajat
dengan kriteria hasil: 3. Monitor MAP
a. Tingkat kesadaran 4. Pertahankan suhu tubuh normal
meningkat 5. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
b. MAP membaik
c. Tekanan sistolik
membaik
d. Tekanan diastolik
membaik
e. Reflek saraf membaik

BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. IDENTITAS KLIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama Ny. Z
Alamat Semarang

Umur 49 tahun
Agama Islam
Pendidikan SMA
Pekerjaan Wiraswasta
Status Kawin
Perkawinan
Hari, Tanggal & Jam Masuk Selasa, 12 Januari 2021 Pukul 10.00

Identitas
Penanggung Jawab

Nama Tn. Y
Alamat Semarang

Umur 27 tahun
Agama Islam
Pendidikan SMA
Pekerjaan Swasta
Hubungan Anak
Dengan Klien

B. DATA FOKUS KLIEN

No. Analisa Data Etiologi Problem

1 DS : - Benda asing Bersihan jalan


DO : dalam jalan nafas nafas tidak efektif
- RR: 25 x/menit
- Pernafasan pasien tidak
adekuat, terdengar suara
napas gurgling dan
snoring
- Tidak mampu batuk
- Terdapat sisa muntahan di
mulut
2 DS : - Hipertensi Resiko Perfusi
DO : cerebral tidak
TD : 234/123 mmHg efektif
SpO2 64%
MAP 160

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN


JURNAL EBN RISET YANG DIAPLIKASIKAN

No. Analisa Data Etiologi Problem

1 DS : - Hipertensi Resiko Perfusi


DO : cerebral tidak
TD : 234/123 mmHg efektif
SpO2 64%
MAP 160

D. EBN PRACTICE YANG DITERAPKAN PADA PASIEN


Pemberian posisi head up 30 derajat terhadap peningkatan saturasi
oksigen pada pasien stroke.

E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI / ALASAN PENERAPAN EBN


PRACTICE (DALAM BENTUK SKEMA)
Stroke Hemoragik

Posisi Head up 30 derajat


Bertujuan untuk mempengaruhi
venus return menjadi maksimal,
sehingga aliran ke otak lancar.

Saat aliran darah ke otak lancar,


maka oksigenasi maksimal

Oksigenasi maksimal maka SpO2


meningkat

(Pertami, 2019)

F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EBN PRACTICE


Komplikasi stroke yaitu gangguan sirkulasi serebral sehingga akan
menyebabkan beberapa gejala diantaranya yaitu hipoksia jaringan serebral
dan gangguan kualitas tidur. Berdasarkan studi empiris oleh
Ekacahyaningtyas, et al (2017) membuktikan aliran darah yang tidak
lancar pada pasien stroke mengakibatkan gangguan hemodinamik
termasuk saturasi oksigen. Oleh karena itu perlu diperlukan pemantauan
yang tepat karena kondisi hemodinamik sangat mempengaruhi
penghantaran oksigen ke seluruh tubuh akhirnya akan mempengaruhi
fungsi jantung (Hermawati, 2017).
Intervensi terapi nonfarmakologi berupa tindakan elevasi kepala,
posisi kepala yang paling umum yaitu menaikkan kepala dari tempat tidur
sekitar 30 derajat, intervensi ini dilakukan pada pasien pasca serangan
stroke. Elevasi kepala tujuannya untuk memepengaruhi venous return
menjadi maksimal sehingga aliran darah ke serebral menjadi lancar,
meningkatkan metabolisme jaringan serebral dan memaksimalkan
oksigenasi jaringan otak, sehingga otak dapat bekerja sesuai fungsinya
(Corwin, dkk., 2009).
Menurut hasil penelitian (Ekacahyaningtyas et al, 2017) ditarik

kesimpulan bahwa terdapat pengaruh posisi elevasi kepala 30 o terhadap


saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik maupun non hemoragik
karena dapat memfasilitasi peningkatan aliran darah ke serebral dan
memaksimalkan oksigenasi ke jaringan serebral.

BAB V

PEMBAHASAN
A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN EBN
PRACTICE
Stroke termasuk kasus kegawat daruratan dan membutuhksn
pertolongan cepat dan tepat. Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara
mendadak dan akut dalam beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa
jam yang berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda
sesuai daerah yang terganggu (Irfan, 2012).
Penanganan stroke harus dilakukan dengan cepat dan tepat karena
jika semakin lama stroke tidak segera ditangani maka tingkat keparahan
stroke semakin tinggi, dan resiko kecacatan yang akan didapat makin
memburuk karena meluasnya sel neuron yang mati dan daerah infark pada
otak semakin meluas, bahkan dapat menyebabkan gangguan kesadaran dan
kematian (Pertami, 2019).

Penelitian yang dikutip Khandelwal,dkk (2016) menambahkan


elevasi kepala 30 derajat adalah dengan memposisikan pasien dengan
punggung lurus dan elevasi kepala 30 derajat dengan tujuan untuk
keamanan pasien dalam kelancaran pemenuhan oksigenasi. Menurut
peneliti pengukuran saturasi oksigen dapat diukur dengan menggunakan
alat oxymetri. Yang mana cara pemakaiannya alat tersebut dijepitkan
disalah satu ujung jari. Berdasarkan dari hasil yang diperoleh tersebut
sudah jelas terlihat bahwa saturasi oksigen pada setiap orang berbeda dan
banyak faktor yang mempengaruhi, seperti faktor usia, jenis kelamin, dan
pola aktivitas. Hal ini berhubungan dengan pengantaran oksigen ke
jaringan menjadi tidak adekut. Sehingga akan mempengaruhi saturasi
oksigen pada responden. Namun teori tersebut dapat diatasi dengan

intervensi elevasi kepala 300 pada pasien stroke untuk mengatasi masalah
gangguan saturasi oksigen. Pada penelitian ini hasil observasi pada pasien

stroke yang mengalami hipoksia setelah diberikan intervensi 30 0 terdapat


peningkatan nilai saturasi oksigen, dibandingkan dengan pada kelompok
yang tidak diberikan intervensi 300 yang mayoritas mengalami penurunan
nilai saturasi oksigen.

Salah satu terapi non farmakologi yang efektif untuk meningkatkan


saturasi O2 pada pasien stroke adalah dengan meninggikan kepala 30
derajat. Dengan tindakan tersebut aliran darah akan lancar sehingga
pasokan oksigen yang akan dibawa ke otak meninggat, maka saturasi O2
juga meningkat.

B. MEKANISME PENERAPAN EBN PRACTICE PADA KASUS


Sop Memberikan Posisi Head Up 30 Derajat
1. Pengertian
Head Up adalah suatu posisi menaikkan kepala dari tempat tidur
sekitar 15 derajat – 30 derajat.
2. Tujuan
Untuk menurunkan TIK tanpa menurunkan CCP, jika elevasi 30
derajat maka tekanan perfusi otak akan turun.
3. Indikasi
a. Menurunkan TIK pada kasus trauma kepala, lesi otak, atau
gangguan neurologi.
b. Memfasilitasi venos drainage dari kepala
4. Kontra indikasi
Pasien hipotensi, pasien curiga fraktur cervikal.

5. Prosedur kerja

NO ASPEK
A PRA INTERAKSI
1 Mempersiapkan alat:
- Blok Pengganjal tempat tidur atau tempat tidur yang
bisa distel
2 Memverifikasi data

B FASE INTERAKSI
1 Memberi salam/ Menyapa klien
2 Meperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan prosedur
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menanyakan kesiapan klien

C. HASIL YANG DICAPAI

No Inisial pasien RR RR SpO2 SpO2


Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 Ny. Z 25x/menit 20x/menit 64% 95%

Dari kasus diatas disimpulkan bahwa menaikkan kepala 30 derajat dapat


menurunkan RR dan meningkatkan SpO2 pada pasien Stroke dan PTIK.
Peningkatan tersebut signifikan dengan ditambah adanya tindakan
pembebasan jalan nafas dengan memasang mountube dan tindakan
suctioning, sehingga Oksigen yang masuk kedalam paru- paru dapat
maksimal.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN / HAMBATAN YANG


DITEMUI SELAMA APLIKASI EBN
Kelebihan dari teknik Head up 30 derajat ini adalah bahwa teknik

ini dapat dilakukan dimana saja, hanya bermodal pengetahuan bagaimana

langkah-langkahnya saja. Perawat dapat meminimalkan nyeri kepala hebat

akibat PTIK penanganan pertama. Intervensi keperawatan ini juga harus

mendapat dukungan dari keluarga, karena dukungan dari keluarga adalah

salah satu motivasi dan bagian dari tingkat keberhasilan terapi ini ketika

pasien merasakan keluhan dan mulai mengalami penurunan kesadaran.


Namun, selain terdapat kelebihan terapi ini juga memiliki

kekurangan yang mana berdasarkan fenomena dilapangan, pasien bisa saja

berontak dan tidak kooperatif saat dilakukan terapi ini, karena pasien

dengan Stroke dan PTIK biasanya datang ke IGD dalam kondisi gelisah

bahkan mengalami penurunan kesadaran.

BAB VI

PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan BAB sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa :

1. Gambaran umum klien yang mengalami Stroke dan PTIK adalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan Resiko ketidakfektifan

perfusi jaringan cerebral yang memerlukan penanganan secara

farmakologik dan non farmakologik untuk penanganan pada saat

serangan.

2. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien adalah

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Benda asing dalam jalan

nafas dan Resiko Perfusi cerebral tidak efektif b.d Hipertensi.

Kriteria hasil untuk intervensi keperawatan Resiko perfusi cerebral

tidak efektif adalah perfusi cerebral meningkat.

3. Implementasi yang dilakukan pada masalah keperawatan resiko

perfusi cerebral tidak efektif yang terjadi pada pasien yaitu

Identifikasi penyebab peningkatan TIK, Posisikan semi-Fowler

head up 30 derajat, Monitor MAP, Pertahankan suhu tubuh normal,

Kolaborasi pemberian diuretik osmosis.

4. Intervensi inovasi adalah memposisikan pasien dengan posisi head

up 30 derajat. Posisi head up 30 derajat termasuk teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi masalah Resiko perfusi cerebral

tidak efektif pada pasien stroke. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan, terjadi penurunan Respiratori rate (RR) dan

peningkatan Pulse Oxygen Saturation (SpO2). Hasilnya

menunjukkan adanya pengaruh posisi head up 30 derajat terhadap


penurunan Respiratori rate (RR) dan peningkatan Pulse Oxygen

Saturation (SpO2) pada pasien Stroke.

B. SARAN
1. Bagi Klien

Posisi head up 30 derajat termasuk teknik nonfarmakologi untuk

mengurangi masalah ketidakefektifan perfusi pada pasien stroke.

2. Bagi Perawat

Posisi head up 30 derajat ini dapat diaplikasikan pada pasien yang

mengalami serangan stroke. Namun dalam aplikasinya perlu

dikombinasikan dengan penggunaan obatobatan.

3. Bagi Rumah Sakit

Bagi tatanan rumah sakit, posisi head up 30 derajat ini sebaiknya

dibuat SOP agar dapat diaplikasikan sesuai prosedur yang telah

ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Auryn, virzara. 2009. Mengenal dan Memahami Strok. Jogjakarta : Kata Hati

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Ed.3. Jakarta: EGC.


Ekacahyaningtyas, M, dkk. 2017. Posisi Head Up 300 Sebagai Upaya Untuk
Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke Hemoragik Dan Non
Hemoragik. Surakarta: (https://akper-
adihusada.ac.id/jurnal/index.php/AHNJ/ article/view/98) diakses pada tanggal 12
Januari 2021.

Hafid, MA. (2012). Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Stroke di


RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar. Jurnal Kesehatan Volume VII
No.1/2014. Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Kesehatan UIN Alauddin
Makassar. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/kesehatan/article/download/941/908 . Diakses tanggal 12
Januari 2021.

Hermawati. (2017). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke


Dengan Intervensi Inovasi Pemberian Posisi Elevasi Kepala Untuk Meningkatkan
Nilai Saturasi Oksigen Di Ruang Unit Stroke Rsud Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2017. Stikes Muhammadiyah Samarinda:
(https://dspace.umkt.ac.id) diakses pada 12 Januari 2021.

Indrawati, Lili. 2016. Care Your Self Stroke Cegah dan Obati Sendiri. Jakarta:
Penebar Plus.

Irfan, Muhammad. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Joyce and Jane. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia : CV Pentaseda.

Khandelwal, et al. 2016. Head-Elevated Patient Positioning


DecreasesComplication of Emergent Tracheal Intubation in the Word and
Intensive Care Unit, Anesthesia & Analgesia 122 (4)
(https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5q=khandelwal+head+up&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p
%3DlzFTkOfamYAJ diakses 13 Januari 2021.

Pertami, S.B, et al. (2019). Pengaruh Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap


Saturasi Oksigen Dan Kualitas Tidur Pasien Stroke. Department of Nursing,
Polytechnic of Health of Malang Ministry of Health Republic of Indonesia.
(http://stikbar.org/ycabpublisher/index.p hp/PHI/index) diakses pada 12 januari
2021.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
Diakses tanggal 11 Januari 2021.

Sunarto. (2015). Peningkatan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke


Menggunakan Model Elevasi Kepala. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume
4, Nomor 1. Kementrian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan
Keperawatan. http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/115 .
Diakses tanggal 11 Januari 2021.

WHO (2009). The WHO Stepwise Approach to Stroke Surveillance.


http://www.who.int/ncd_surveillance/en/steps_stroke_manual_v1.2.pdf diakses
tanggal 12 Januari 2021.

Widyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Disease (trend penyakit saat ini). Jakarta:
CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai