STROKE ISKEMIK
Disusun Oleh :
A. LATAR BELAKANG
Stroke adalah penyakit yang menjadi masalah besar bagi manusia di seluruh
dunia, dimana terjadi defisit neurologis yang bersifat mendadak dan aliran suplai
darah ke otak terhenti sehingga berakhir pada kematian otak. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan terganggunya aliran darah di otak antara lain adalah terbentuknya
sumbatan pada pembuluh darah (stroke iskemik) ataupun pecahnya pembuluh darah
(stroke hemoragik), keduanya dapat menyebabkan aliran suplai darah ke otak terhenti
dan muncul gejala kematian otak (Trinita, Okta & Florentianus, 2014).
Stroke adalah penurunan sistem saraf pusat secara tiba-tiba yang berlangsung
selama 24 jam dan dapat berakhir kematian (Fagan & Hess, 2019). Di Indonesia,
diperkirakan penduduk yang terdiagnosa stroke sekitar 500.000 orang setiap
tahunnya, kemudian sekitar 125.000 orang meninggal dunia dan sisanya mengalami
kecacatan akibat serangan stroke (Siti & Chatarina, 2016). Hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan di tahun 2018 menunjukan adanya
peningkatan prevalensi kejadian stroke di Indonesia dari 7 per 1000 penduduk pada
tahun 2013 meningkat menjadi 10,9 per 1000 penduduk pada tahun 2018 berdasarkan
diagnosis dokter (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Berdasarkan penyebab
terjadinya, stroke terbagi atas stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik
disebabkan oleh pembentukan trombus lokal atau emboli yang terjadi pada arteri
serebral. Hal tersebut menyebabkan kurangnya aliran darah sehingga oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan otak juga berkurang. Angka kejadian stroke iskemik
mencapai 87% yang merupakan angka tertinggi dari seluruh kasus stroke lainnya
(Fagan & Hess, 2019).
Secara garis besar stroke dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik. Dinegara barat dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80%
merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik.
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah
dan oksigen di otak (Glen, Rizal & Mieka 2015).
Salah satu faktor risiko untuk terjadinya stroke iskemik yaitu hipertensi.
Stroke iskemik juga di sebabkan oleh faktor genetik, jenis kelamin, usia, dan gaya
hidup seperti merokok (Boehme, Esenwa & Elkind, 2017). Pasien yang menderita
stroke mengalami ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sehingga bergantung pada keluarga untuk memenuhi aktivitas seharihari (Chafjiri,
Navabi, Shamsalinia & Ghaffari, 2017).
Pada penderita pasca stroke banyak ditemukan gejala sisa yang diakibatkan
karena fungsi otak yang belum membaik sepenuhnya. Beberapa diantaranya yaitu
gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi, kelumpuhan pada satu sisi tubuh,
gangguan bahasa, gangguan mental dan hilangnya rasa (Nabyl, 2012).
Kelemahan satu sisi tubuh (hemiparise) atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh
dari salah satu bagian tubuh seperti wajah, lengan dan tungkai (hemiplegia)
merupakan gangguan fisik yang sering terjadi pada penderita stroke. Hal ini
mengakibatkan terjadinya gangguan bicara, hambatan pada rentang gerak dan
penurunan aktivitas seharihari (Hinkle & Cheever, 2014).
Salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik yang menjadi tanggung jawab
seorang apoteker adalah evaluasi penggunaan obat (EPO), dimana salah satu yang
perlu dievaluasi yaitu penggunaan obat guna memberikan terapi yang efektif, efisien
dan aman bagi pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui studi kasus yang
diderita oleh pasien stroke iskemik, mengetahui tentanag riwayat penyakit, riwayat
pengobatan, pemeriksaan fisik, kondisi klinis, data laboratorium, terapi pasien dam
problem mediknya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut WHO, Stroke adalah suatu keadaan dimana ditemukan tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat berupa defisit neurologik fokal dan global, yang dapat
memberat dan berlangsung lama selama 24 jam atau lebih dan atau dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular
(Kemenkes RI. 2022).
Stroke terjadi akbat pembuluh darah yang membawa oksigen dan darah ke otak
mengalami penyumbatan dan rupture, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi
kontrol gerakan tubuh yang dikendalikan otak tidak berfungsi (American Heart
Association (AHA), 2015).
B. TANDA DAN GEJALA
Menurut (Dewi 2017), menyebutkan bahwa tanda dan gejala dari stroke adalah
hilangnya kekuatan salah satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah,
lengan atau tungkai, hilangnya sensasi disuatu bagian tubuh, terutama disatu sisi,
hilangnya penglihatan total, tidak mampu berbicara dengan benar, hilangnya
keseimbangan, serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing, kesulitan
menelan, kebingungan, gangguan daya ingat, nyeri kepala yang terlalu parah dan
perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang.
Gejala-gejala yang timbul kemungkinan bervariasi, bergantung pada
penyebabnya, akibat pengentalan darah atau perdarahan. Selain itu lokasi pengentalan
darah atau perdarahan serta luas kerusakan area otak juga mempengaruhi gejala.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi stroke berbeda berdasarkan jenis stroke, iskemik dan hemorhagik
yaitu (Permana, 2018) :
a. Stroke iskemik
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Nilai kritis
CBF adalah 23 ml/100 gr/mnt, dengan nilai normal 50 ml/100 gr/mnt. Penurunan
CBF di bawah nilai normal dapat menyebabkan infark. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa nilai CBF pada pasien dengan infark adalah 4,8-8,4 ml/100
gr/mnt. Patofisiologi stroke iskemik dibagi menjadi dua bagian yaitu vaskular dan
metabolisme. Iskemia disebabkan karena terjadi oklusi vaskular. Oklusi vaskular
yang menyebabkan iskemia ini dapat disebabkan oleh emboli, thrombus, plak,
dan penyebab lainnya. Iskemia menyebabkan hipoksia dan akhirnya kematian
jaringan otak. Oklusi vaskular yang terjadi menyebabkan terjadinya tanda dan
gejala pada stroke iskemik yang muncul berdasarkan lokasi terjadinya iskemia.
Sel-sel pada otak akan mati dalam hitungan menit dari awal terjadinya oklusi. Hal
ini berujung pada onset stroke yang tiba-tiba Gangguan metabolisme terjadi pada
tingkat selular, berupa kerusakan pompa natrium-kalium yang meningkatkan
kadar natrium dalam sel. Hal ini menyebabkan air tertarik masuk ke dalam sel
dan berujung pada kematian sel akibat edema sitotoksik. Selain pompa natrium-
kalium, pertukaran natrium dan kalsium juga terganggu. Gangguan ini
menyebabkan influks kalsium yang melepaskan berbagai neurotransmiter dan
pelepasan glutamat yang memperparah iskemia serta mengaktivasi enzim
degradatif. Kerusakan sawar darah otak (membran pemisah sirkulasi darah dari
cairan ekstraselular otak) juga terjadi, disebabkan oleh kerusakan pembuluh
darah oleh proses di atas, yang menyebabkan masuknya air ke dalam rongga
ekstraselular yang berujung pada edema. Hal ini terus berlanjut hingga 3-5 hari
dan sembuh beberapa minggu kemudian. Setelah beberapa jam, sitokin terbentuk
dan terjadi inflamasi. Akumulasi asam laktat pada jaringan otak bersifat
neurotoksik dan berperan dalam perluasan kerusakan sel. Hal ini terjasi apabila
kadar glukosa darah otak tinggi seehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam
keadaan iskemia. Stroke iskemik dapat berubah menjadi stroke hemorhagik.
Pendarahan yang terjadi tidak selalu menyebabkan defisit neurologis. Defisit
neurologis terjadi apabila perdarahan yang terjadi luas. Hal ini dapat disebabkan
oleh rusaknya sawara darah otak, sehingga sel darah merah terekstravasasi dari
dinding kapiler yang lemah.
D. PENEGAKAN DIAGNOSA
Pencitraan otak dan neurovaskular diperlukan untuk diagnosis. Standar yang
ada saat ini adalah computerized tomography (CT) kepala tanpa kontras karena cepat
dan tersedia secara luas. Jika diinterpretasikan oleh seorang ahli, CT kepala dapat
menentukan diagnosis stroke hemoragik (perdarahan intraserebral atau subarachnoid)
dengan akurasi lebih dari 95%. CT kepala juga dapat menentukan diagnosis stroke
mayor pada sekitar dua pertiga kasus yang menunjukkan adanya perubahan iskemik,
namun hal ini sangat tidak sensitif terhadap diagnosis stroke ringan. Perubahan
iskemik volume kecil tidak dapat diselesaikan. dari CT; oleh karena itu, pemindaian
“normal” dalam skenario stroke ringan tidak mengkonfirmasi atau mengecualikan
iskemia. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) memiliki resolusi spasial yang lebih
besar untuk mendeteksi iskemia otak pada serangan iskemik transien atau stroke
iskemik ringan dan merupakan modalitas pilihan untuk membuat diagnosis pencitraan
inklusif pada stroke ringan dalam kasus dengan defisit yang sangat ringan.
Untuk semua gejala sindrom stroke, kami merekomendasikan CT angiografi
segera setelah CT kepala nonkontras. Identifikasi pembuluh darah intrakranial yang
tersumbat dan evaluasi karotis ekstrakranial, vertebra ekstrakranial, lengkung aorta,
dan pembuluh darah besar proksimal diperlukan untuk penatalaksanaan keduanya
yang bersifat sementara. serangan iskemik atau stroke ringan dan stroke iskemik
mayor, jika tidak segera maka dalam beberapa hari berikutnya Dalam kasus stroke
hemoragik, CT angiografi intrakranial akan mengidentifikasi aneurisma intrakranial
sebagai penyebab perdarahan subarachnoid atau menunjukkan sumber perdarahan
pada perdarahan intraserebral sebagai tanda “spot”. Meskipun MRI memiliki
sensitivitas yang lebih besar untuk iskemia volume kecil yang diamati pada serangan
iskemik transien atau stroke ringan, MRI hanya digunakan dalam situasi di mana
tidak ada tekanan waktu untuk menawarkan pengobatan, biasanya sebagai pencitraan
tindak lanjut. Berbeda dengan situasi pada sindrom koroner akut, dimana troponin
serum dan elektrokardiografi (EKG) merupakan biomarker diagnostik yang berguna,
tes darah atau tes elektrofisiologi sederhana yang serupa tidak tersedia pada stroke.
Pencitraan adalah biomarkernya.
Untuk memastikan diagnosis, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan berupa :
1. Tes darah, untuk mengetahui kadar gula darah, tanda-tanda infeksi, dan
kecepatan pembekuan darah
2. CT scan kepala, untuk memeriksa kerusakan otak, perdarahan otak, tumor,
atau gangguan kesehatan lain
3. MRI, untuk mendeteksi tanda-tanda perdarahan dan sel-sel yang rusak akibat
stroke iskemik
4. USG karotis, untuk mendeteksi aterosklerosis di arteri besar leher (arteri
karotis)
5. Elektrokardiografi, untuk memeriksa irama jantung dan mendeteksi penyakit
jantung atau aritmia
6. Ekokardiografi, untuk mendeteksi sumber gumpalan darah di jantung yang
dapat menjadi penyebab emboli.
E. FAKTOR RISIKO
Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor atau yang sering
disebut multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke dibagi
menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk
factors) dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors). Faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, ras, gender, genetic atau riwayat
keluarga yang menderita stroke. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi
berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, alkohol, dan
dislipidemia (Dewi 2017).
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya
adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena
arteriosklerosis merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi
lemak, dan kurang berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko
yang dapat dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat
dikendalikan, yaitu antara lain :
1. Faktor Risiko Tidak Terkendali
a. Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia
55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua
pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas
65 tahun. Tetapi itu, tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang
lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena
stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi
serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat
kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih
jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih
tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
c. Genetik
Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah.
Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke.
Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor
genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko
stroke yang lain.
d. Ras dan etnik
Orang asia memiliki kecenderungan terkena stroke lebih besar dari
orang eropa, hal ini ada kaitannya dengan lingkungan hidup, pola makan
dan sosial ekonomi. Makanan asia lebih banyak mengandung minyak dari
pada makanan orang eropa. Menurut data kesehatan di amerika serikat,
penduduk yang berasal dari keturunan afrika-amerika beresiko terkena
serangan stroke 2 kali lebih besar dari penduduk keturunan eropa.
Keadaan ini makin meningkatkan hampir 4 kali lipat pada umur sekitar 50
tahun, namun pada usia sekitar 65 tahun penduduk amerika yang terkena
stroke sama dengan keturunan afrika-amerika
1
Dalam kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan
kolesterol.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling
mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan
perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik,
terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko
subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab
nyata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda
ketimbang usia tengah baya atau lebih tua.
Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah berhenti
merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti
merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen
(faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis. Pada pasien perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke
jauh lebih parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem
pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini
menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai akibat
bila terjadi stroke tahap kedua.
f. Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan
darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun
hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan dapat
mengurangi daya penggumpalan platelet dalam darah,
seperti halnya aspirin.
g. Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko
yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh
darah. Kokain juga meyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias)
atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing menyebabkan
pembentukan gumpalan darah.
h. Infeksi
1
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan factor risiko lain
dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan
tubuh biasanya melakukan perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk
meningkatkan peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada darah.
Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan
dalam darah yang memicu risiko stroke embolik-iskemik.
F. KLASIFIKASI
Sistem klasifikasi utama stroke biasanya membagi stroke menjadi dua kategori
berdasarkan penyebab terjadinya stroke, yaitu stroke iskemik dan hemoragik.
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat adanya bekuan atau
sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat disebabkan oleh tumpukan
thrombus pada pembuluh darah otak, sehingga aliran darah ke otak menjadi
terhenti. Stroke iskemik merupakan sebagai kematian jaringan otak karena
pasokan darah yang tidak kuat dan bukan disebabkan oleh perdarahan. Stroke
iskemik biasanya disebabkan oleh tertutupnya pembuluh darah otak akibat
adanya penumpukan penimbunan lemak (plak) dalam pembuluh darah besar
(arteri karotis), pembuluh darah sedang (arteri serebri), atau pembuluh darah
kecil (Arya, 2011). Arya (2011) menyatakan bahwa stroke iskemik secara
patogenesis dibagi menjadi:
a. Stroke trombolitik
Stroke iskemik yang disebabkan karena trombosis pada arteri karotik
interna secara langsung masuk ke arteri serebri madia.
b. Stroke embolik
Stroke iskemik yang disebabkan karena embolik yang pada umumnya
berasal dari jantung.
2. Stroke Hemoralgik
Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak, sehingga
menimbulkan perdarahan di otak dan merusaknya. Stroke hemoragik
biasanya terjadi akibat kecelakaan yang mengalami benturan keras di kepala
dan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak. Stroke hemoragik juga
bisa terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Pecahnya pembuluh
darah ini menyebabkan darah menggenangi jaringan otak di sekitar pembuluh
darah yang menjadikan suplai darah terganggu, maka fungsi dari otak juga
1
menurun. Penyebab lain dari stroke hemoragik yaitu adanya penyumbatan
pada dinding pembuluh darah yang rapuh (aneurisme), mudah
menggelembung, dan rawan pecah, yang umumnya terjadi pada usia lanjut
atau karena faktor keturunan. Menurut Arya (2011), stroke hemoragik dibagi
menjadi dua kategori, yaitu:
a. Stroke Hemoragik Intraserebral (SHI)
SHI yaitu pendarahan terjadi dalam jaringan otak. Adapun gejala klinis
dari SHI ini beragam. Nyeri kepala berat, lemah, muntah, dan adanya
darah pada rongga subarakhnoid pada pemeriksaan fungsi lumbal
merupakan gejala penyerta yang khas. Penyebab yang paling utama dari
SHI pada lansia yaitu hipertensi, robeknya pembuluh darah, rusaknya
formasi/bentuk pembuluh darah, tumor, gangguan pembekuan darah, dan
sebab lain yang tidak diketahui. Pada perdarahan intrakranial, bisa terjadi
penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau
kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau
bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan
terutama pada usia lanjut.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
PSA merupakan keadaan yang akut. Pendarahan ini terjadi pada ruang
subarakhnoid (ruang sempit antar permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak). Darah di rongga subarakhnoid merangsang selaput
otak dan menimbulkan meningitis kimiawi. Darah yang sampai pada
ventrikel (rongga-rongga kecil) dapat menggumpal dan mengakibatkan
hidrosefalus akut. Penderita PSA mengeluh nyeri kepala yang hebat, juga
dijumpai nyeri di punggung, rasa mual, muntah dan rasa takut. Dampak
yang paling mencelakakan dari PSA yaitu apabila perdarahan pembuluh
darah itu menyebabkan cairan yang mengelilingi otak dan mengakibatkan
pembuluh darah di sekitarnya menjadi kejang, sehingga menyumbat
pasokan darah ke otak.
1
sampai beberapa jam. Stroke ini bersifat sementara, namun jika tidak
ditanggulangi akan berakibat pada serangan yang lebih fatal.
2. Progresif atau inevolution (stroke yang sedang berkembang), yaitu perjalanan
stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stroke di mana deficit
neurologisnya terus bertambah berat atau gangguan pada sistem saraf pusat
mengalami gangguan.
3. Stroke lengkap/completed, yaitu gangguan neurologis maksimal sejak awal
serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke di mana fungsi sistem saraf
menurun pada saat onset/serangan lebih berat. Stroke ini dapat menyebabkan
kelumpuhan permanen jika tidak segera ditanggulangi.
G. KOMPLIKASI
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara dini pada
stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional, dan defisit
sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki komorbiditas yang dapat
meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik selama pemulihan stroke. Komplikasi
medis sering terjadi dalam beberapa minggu pertama serangan stroke. Pencegahan,
pengenalan dini, dan pengobatan terhadap komplikasi pasca stroke merupakan aspek
penting. Beberapa komplikasi stroke dapat terjadi akibat langsung stroke itu sendiri,
imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini memiliki pengaruh besar pada luaran pasien
stroke sehingga dapat menghambat proses pemulihan neurologis dan meningkatkan
lama hari rawat inap di rumah sakit. Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli
vena, demam, nyeri pasca stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah
komplikasi sangat umum pada pasien stroke (Mutiarasari, 2019).
H. TUJUAN TERAPI
Melihat tingginya risiko akibat serangan stroke, penatalaksanaan terapi yang
cepat dan tepat sangat penting, karena stroke memiliki angka kecacatan dan kematian
yang cukup tinggi. Penatalaksanaan terapi yang tepat dapat meningkatkan
keberhasilan terapi dan meminimalkan resiko efek yang tidak dikehendaki. tujuan
penatalaksanaan stroke adalah untuk mengembalikan aliran darah pada otak yang
tersumbat dengan cepat,mengurangi angka kematian, mencegah terjadinya sumbatan
ulang dan kejadian keterulangan stroke pada masa mendatang
I. TERAPI FARMAKOLOGI
1
Terapi yang digunakan untuk penatalaksanaan stroke iskemik adalah sebagai
berikut :
1
antiplatelet dalam 24 jam pertama setelah terapi untuk menghindari risiko
pendarahan.
2. Antikoagulan
Unfractionated heparin (UFH) dan lower molecular weight heparin (LMWH)
termasuk dalam golongan obat ini. Obat golongan ini seringkali juga diresepkan
untuk pasien stroke dengan harapan dapat mencegah terjadinya kembali stroke
emboli, namun hingga saat ini literatur yang mendukung pemberian antikoagulan
untuk pasien stroke iskemik masih terbatas dan belum kuat. Salah satu meta-
analisis yang membandingkan LMWH dan aspirin menunjukkan LMWH dapat
menurunkan risiko terjadinya tromboembolisme vena dan peningkatan risiko
perdarahan, namun memiliki efek yang tidak signifikan terhadap angka kematian,
kejadian ulang stroke dan juga perbaikan fungsi saraf. Oleh karena itu
antikoagulan tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin untuk penggunaan
rutin pada pasien stroke iskemik. Terapi antikoagulan dapat diberikan dalam 48
jam setelah onset gejala apabila digunakan untuk pencegahan kejadian
tromboemboli pada pasien stroke yang memiliki keterbatasan mobilitas dan
hindari penggunaannya dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik. Bukti yang ada
terkait penggunaan antikoagulan sebagai pencegahan kejadian tromboembolik
atau DVT (deep vein thrombosis) pada pasien stroke yang mengalami paralisis
pada tubuh bagian bawah, dimana UFH dan LMWH memiliki efektifitas yang
sama tapi juga perlu diperhatikan terkait risiko terjadinya pendarahan.
Berdasarkan analisis efektivitas biaya LMWH lebih efektif dan risiko
trombositopenia lebih kecil dibandingkan dengan UFH.
3. Antiplatelet
Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk pencegahan stroke
ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi platelet. Aspirin merupakan salah
satu antiplatelet yang direkomendasikan penggunaannya untuk pasien stroke.
Penggunaan aspirin dengan loading dose 325mg dan dilanjutkan dengan dosis
75- 100mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah gejala stroke. Penggunaannya
tidak disarankan dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik. Sedangkan klopidogrel
hingga saat ini masih belum memiliki bukti yang cukup kuat penggunaannya
untuk stroke iskemik jika dibandingkan dengan aspirin. Pada salah satu kajian
sistematis yang membandingkan terapi jangka panjang antiplatelet monoterapi
(aspirin atau klopidogrel) dan kombinasi antiplatelet (aspirin dan klopidogrel)
1
pada pasien stroke iskemik menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dalam
keterulangan stroke antara kombinasi dan aspirin tunggal [RR], 0.89 [95% CI,
0.78 to 1.01], klopidogrel tunggal (RR, 1.01 [CI, 0.93 to 1.08]), demikian juga
dengan risiko pendarahan intrakranial yang tak berbeda bermakna namun lebih
tinggi pada kombinasi aspirin dan klopidogrel (RR, 1.46 [CI, 1.17 to 1.82],
dengan demikian penggunaan antiplatelet tunggal efektif dengan risiko
perdarahan yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi pada pasien
dengan stroke iskemik. Oleh karena itu pada pedoman terapi stroke iskemik oleh
American Heart Association/American Stroke Association tahun 2013 tidak
direkomendasikan kombinasi antiplatelet karena masih belum kuatnya bukti dan
masih merekomendasikan penggunaan antiplatelet tunggal dengan aspirin.
4. Antihipertensi
Peningkatan nilai tekanan darah pada pasien dengan stroke iskemik akut
merupakan suatu hal yang wajar dan umumnya tekanan darah akan kembali turun
setelah serangan stroke iskemik akut. Peningkatan tekanan darah ini tidak
sepenuhnya merugikan karena peningkatan tersebut justru dapat menguntungkan
pasien karena dapat memperbaiki perfusi darah ke jaringan yang mengalami
iskemik, namun perlu diingat peningkatan tekanan darah tersebut juga dapat
menimbulkan risiko perburukan edema dan risiko perdarahan pada stroke
iskemik. Oleh karena itu seringkali pada pasien yang mengalami stroke iskemik
akut, penurunan tekanan darah tidak menjadi prioritas awal terapi dalam 24 jam
pertama setelah onset gejala stroke, kecuali tekanan darah pasien >220/120
mmHg atau apabila ada kondisi penyakit penyerta tertentu yang menunjukkan
keuntungan dengan menurunkan tekanan darah, hal ini dikarenakan peningkatan
tekanan darah yang ekstrim juga dapat berisiko terjadinya ensefalopati,
komplikasi jantung dan juga insufisiensi ginjal. Salah satu penelitian
menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah 10 mmHg pada pasien
stroke yang masuk rumah sakit dengan tekanan darah sistolik ≤180 mmHg dan
juga peningkatan tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk dengan
tekanan darah sistolik > 180 mmHg dalam 24 jam pertama setelah gejala stroke
iskemik akut dapat berakibat pada perburukan fungsi neurologis (penurunan ≥ 1
poin pada Canadian stroke scale yang mengukur beberapa aspek seperti
kesadaran dan fungsi motorik) dan outcome yang lebih buruk pada pasien stroke
iskemik akut. Target penurunan tekanan darah pada pasien yang tidak menerima
1
terapi rtPA adalah penurunan tekanan darah 15% selama 24 jam pertama setelah
onset gejala stroke dengan disertai monitoring kondisi neurologis. Pilihan
antihipertensi yang dapat digunakan pada pasien stroke iskemik akut dapat dilihat
pada tabel 4, sedangkan setelah post stroke semua agen antihipertensi dapat
digunakan dan untuk pilihannya disesuaikan dengan penyakit penyerta dan
komplikasi masing-masing pasien.
5. Obat neuroprotetif
Golongan obat ini seringkali digunakan dengan alasan untuk menunda terjadinya
infark pada bagian otak yang mengalami iskemik khususnya penumbra dan
bukan untuk tujuan perbaikan reperfusi ke jaringan. Beberapa jenis obat yang
sering digunakan seperti citicoline, flunarizine, statin, atau pentoxifylline.
Citicoline
merupakan salah satu obat yang menjadi kontroversi penggunaannya hingga saat
ini untuk pasien dengan stroke iskemik, dimana penggunaan obat ini diharapkan
dapat melindungi sel membran serta stabilisasi membran sehingga dapat
mengurangi luas daerah infark. Namunmenurut beberapa penelitian terbaru
termasuk ICTUS trial menunjukkan bahwa penambahan citicoline tidak
memberikan manfaat dibandingkan dengan plasebo. Penggunaan flunarizine juga
tidak menunjukkan adanya manfaat pada pasien stroke berdasarkan penelitian
terdahulu dan belum ada data penelitian terbaru terkait efektifitasnya pada stroke
iskemik.9 Demikian juga halnya dengan penggunaan golongan statin berdasarkan
salah satu kajian sistematis menunjukkan belum adanya bukti yang cukup kuat
1
terkait efektifitasnya pada stroke iskemik.13 Namun pada pasien yang sudah
menggunakan statin sebelumnya, statin sebaiknya tetap dilanjutkan dan tidak
ditunda penggunaannya. Salah satu penelitian pada pasien stroke iskemik yang
sudah menggunakan statin sebelumnya dan statin dihentikan saat terjadi stroke
iskemik akut selama 3 hari meningkatkan risiko kematian 4,7 kali lebih tinggi
dalam 3 bulan ke depan. 9,14Oleh sebab itu pedoman terapi yang ada
menyatakan bahwa statin dapat dilanjutkan penggunaannya pada pasien stroke
iskemik akut yang sudah menggunakan statin sebelumnya. Penggunaan
pentoxifylline yang tergolong methylxanthine berdasarkan salah satu kajian
sistematis belum menunjukkan bukti yang kuat terkait efektifitas maupun
keamanannya pada pasien stroke iskemik.
1
relaksasi yang optimal melalui penurunan gelombang otak dari gelombang beta
ke gelombang alpha. Pernapasan dengan irama yang teratur akan menenangkan
gelombang otak serta merelaksasikan seluruh otot dan jaringan tubuh.
B. Teknik Massase
Menurut (Wijanarko.et.al, 2010), teknik masase yang digunakan yaitu:
a. Effleurage (Menggosok)
Teknik masase ini digunakan sebagai manipulasi pembuka dan penutup.
Pelaksanaanya adalah jari-jari tangan rapat mencakup otot, gosokan menuju
arah jantung dan dilakukan secara berirama dan kontinyu.
b. Petrissage (Memijat)
Petrissage dapat dilakukan dengan satu tangan atau kedua tangan dengan
gerakan bergelombang, berirama, tidak terputus-putus.
c.Vibration (Menggetarkan)
Getaran ini dapat diberikan melalui ujung jari, dua jari atau tiga jari yang
dirapatkan. Caranya dengan sikap membengkok siku, jari-jari ditekankan pada
tempat yang dikehendaki, kemudian kejangkan seluruh lengan tersebut.
Kontraindikasi masase kakiadalah masase tidak dapat dilakukan pada
seseorang yang mengalami phlebitis, trombosis, reaksi imflamasi, selulitis,
gangguan perdarahan serta yang memiliki luka terbuka atau kerusakan pada
kaki (Turner & Merriman, 2005 dikutip Ramadhani, 2011).
C. Intervensi Bekam
Berbekam adalah menghisap darah dan mengeluarkannya dari permukaan
kulit dengan jarum, kemudian ditampung dalam gelas bekam, sehingga
menyebabkan pemusatan dan penarikan darah (Yasin, 2007). Bekam adalah
pengeluaran darah dengan cara pengekopan dibagian tertentu pada tubuh
(Mustaqim, 2010)
2
PROGRAM STUDI S1 FARMASI Nama/Kelompok :
BAB III
I. IDENTITAS PASIEN
Komplikasi :-
Diagnosa Sekunder: Hipertensi, Displidemia
Alergi :-
2
- Kesemutan anggota gerak kanan
- Pelo
- Stroke
- Hipertensi
- Hiperlipidemia
- Hipertensi
- Strees
- Tinggal Sendiri
2
2.6 Riwayat Pengobatan (Medication History)
Lama
No Nama Obat Nama Generik Indikasi Rute Dosis Frekuensi Efek/kesulitan
Penggunaan
1 Kaptopril Kaptopril Hipertensi po 25 mg 2x1 - Pusing
2 Aspilet Aspilet Antikoagulan po 80 mg 2x1 - -
3 Simvastatin Simvastatin Antihiperlipidemia po 10 mg 1x1 - -
III. OBYEKTIF
3. 1 Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)
Nadi 90 84 84 84 84
RR 16 18 20 20 20
3. 2. Kondisi Klinis
Pusing √ √ √ √ -
Mual √ - - - -
Belum BAB √ √ √ - -
6
3. 3. Data Laboratorium
a. Hematologi
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan
20/09/23
Eritrosit
(Sel Darah Merah)
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit
Hitung Jenis
Basofil
Batang1
Monosit
Retikulosist
Leukosit
(Sel Darah Putih)
MCH/HER
MCHC/KHER
MCV/VER
Trombosit
Prothrombin time/PT
Fibrinogen
D-Dimer
International Normalized
Ratio/INR
b. Fungsi Hati
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan
ALT (SGPT)
AST (SGOT)
Alkalin Fosfatase
Bilirubin Total
Bilirubin Langsung
Protein Total
Albumin
7
c. Elektrolit
Kalium
BUN
Ca2+
Asam Urat
Mg2+
d. Analisa Gas Darah (AGD)
Ph
CO2
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan
20/09/23
Amilase
CRP
X-ray
8
IV. ASSESMENT
Tanggal
Frekue
Nama Obat Rute Dosis 20/09/23 21/09/23 22/09/23 23/09/23 24/09/23
nsi
pg si ma pg si ma pg si ma pg si ma pg si ma
Amlodipin Po 10 mg 1x1 √ √ √ √
Aspilet Po 80 mg 1x1 √ √ √
Proneuron Po 2x1 √
op
9
4.3 Problem Medik dan Drug Related Problems
4.3.1.Problem Medik
Subyektif,
Problem Medik Terapi Analisis DRP Rekomendasi Monitoring
Obyektif
Subyektif,
Problem Medik Terapi Analisis DRP Rekomendasi Monitoring
Obyektif
10
V. TERAPI OBAT PULANG
Dewi, Risty Tegar Anita. 2017. “Pengaruh Latihan Bola Lunak Bergerigi Dengan Kekuatan
Genggam Tangan Pada Pasien Stroke Non Hemorargik Di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.” 9–4
Kemenkes RI. 2022. “Stroke.” Retrieved
(https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/620/stroke)
Agustina, wahyuni T., & Pratama, J. E. (2019). Profil Terapi Pasien Stroke Iskemik Di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pindad Turen. 2019, 1–13.
Hikayati, Flora, R., & Purwanto, S. (2013). Penatalaksanaan Non Farmakologis Terapi Pada
Penderita Hipertensi Primer Di Kelurahan Indralaya Mulya Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal
Pengabdian Sriwijaya, 124–131.
Permatasari, D., Juwita, D. A., Yosmar, R., Fajar, J., Illahi, R., Farmakologi, B., & Klinis, F.
(2021). Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Neuroprotektif pada Pasien Stroke
Iskemik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Rationality of Neuroprotective
Drug Use in Ischemic Stroke Patients at the Bukittinggi National Stroke Hospital.
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, 8(2), 162.
Presley, B. (2014). Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. Buletin Rasional,
12(1), 6–8. http://repository.ubaya.ac.id/21378/1/Rasional Vol 12 No 1.pdf
Faula Monasti Maqfirah & Riski Amalia, N. S. (2022). Asuhan keperawatan pada stroke
iskemik diruang saraf pria: suatu studi kasus. JIM FKep, 1(2), 175–183.
11