Anda di halaman 1dari 4

INKOTENINSIA ALVI Pendahuluan Inkontinensia alvi sering digambarkan sebagai peristiwa yang tidak menyenangkan tapi tidak terelakkan,

berkaitan dengan usia lanjut. Sebenarnya, seperti halnya dengan ulkus dekubitus, inkontinensia alvi seringkali terjadi akibat sikap dokter dan tindakan keperawatan yang kurang tepat. Dengan diagnosis dan pengobatan yang sesuai, inkontinensia alvi pada usia lanjut hampir seluruhnya dapat dicegah. inkontinensia alvi lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin. Tiga puluh lima persen pasien dengan inkontinensia urin, juga menderita inkontinensia alvi. Keadaan ini menunjukkan mekanisme patofisiologi yang sama antara inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Untuk sebagian orang lanjut usia, inkontinensia alvi dapat mengakibatkan pengurangan aktivitas fisis, kehilangan kontak sosial, dan lebih jelek lagi sampai diisolasi. Inkontinensia alvi saat ini merupakan penyebab kedua di Amerika Serikat untuk memasukkan orang usia lanjut di rumah-rumah perawatan. Sekitar 7% dari populasi usia lanjut mengalami inkontinensia alvi paling sedikit sekali seminggu, dan sampai 50% dari mereka yang dirawat di rumah-rumah perawatan bagi usia lanjut, menderita inkontinensia alvi. Kebanyakan pasien tidak pernah melaporkan masalah ini pada dokternya. Pria usia lanjut lebih sering mengalami inkontinensia alvi dibandingkan perempuan usia lanjut, dan bentuk inkontinensianya lebih sering cair daripada bentuk padat. Pengaturan Defekasi Normal Defekasi, seperti halnya berkemih, adalah suatu proses fisiologis yang melibatkan: Koordinasi susunan saraf pusat dan perifer serta sistem refleks Kontraksi yang baik dari otot-otot polos dan serat lintang yang terlibat Kesadaran dan kemampuan untuk mencapai tempat buang air besar Di daerah rektum dan anus sendiri, ada tiga hal yang penting untuk mekanisme pengaturan buang air besar, yang tugasnya mempertahankan penutupan yang baik dari saluran anus, yaitu: Sudut anorektal yang dipertahankan pada posisi yang palung ideal, dibawah 100% oleh posisi otot-otot pubo-rektal. Sfingter anus eksterna yang melindungi terutama terhadap kenaikan mendadak dari tekanan intra-abdominal, misalnya batuk, bersin, olahraga, dan sebagainya Bentuk anus sendiri yang seakan menguncup berbentuk katup, dengan otot-otot serta lipatan mukosa yang saling mendukung Gambaran Klinis Klinis inkontinensia alvi tampak dalam dua keadaan: 1. Feses yang cair atau belum terbentuk, sering bahkan selalu keluar merembes 2. Keluarnya feses yang sudah terbentuk, sekali atau dua kali per hari, di pakaian atau di tempat tidur. Perbedaan dari penampilan klinis kedua macam inkontinensia alvi ini dapat mengarahkan pada penyebab yang berbeda dan merupakan petunjuk untuk diagnosis. Penyebab dari inkontinensia alvi dapat dibagi menjadi 4 kelompok: 1. inkontinensia alvi akibat konstipasi

2. inkontinensia alvi simptomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada usus besar 3. inkontinensia alvi akibat ganggu kontrol persarafan dari proses defekasi (inkontinensia neurogenik) 4. inkontinensia alvi karena hilangnya refleks anal Selanjutnya akan dibicarakan masing-masing tipe dari inkontinensia dan pengelolaannya inkontinensia alvi akibat kontipasi Batasan dari kontipasi (obstipasi) masih belum tegas. Secara teknis dimaksudkan untuk buang air besar kurang dari tiga kali per minggu, tetapi banyak pasien sudah mengeluhkan konstipasi bila ada kesulitan mengeluarkan feses yang keras atau merasa kurang puas saat buang air besar. Konstipasi sering kali dijumpai pada usia lanjut dan merupakan penyebab utama pada inkontinensia alvi pada usia lanjut. Obstipasi bila berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari massa feses yang keras (skibala). Massa feses yang tidak dapat dikeluarkan ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari sudut anorektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merembes keluar. Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum sehingga akan diproduksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia alvi. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, antara lain meraba adanya skibala pada colok dubur. Dari anamnesis didapatkan keterangan keluarnya feses yang tidak berbentuk atau lunak sekali, beberapa kali sehari dan penderita hampir selalu basah tercemar. Pada colok dubur bila didapatkan massa feses yang keras akan mendukung diagnosis konstipasi sebagai penyebab inkontinensia alvi, tetapi dapat juga massa feses yang lunak sebagai penyebab. Pengelolaan yang sesuai untuk konstipasi akan menyembuhkan inkontinensia alvi. Langkah pertama adalah mengidentifikasi semua kemungkinan penyebabnya. Secara umum diet yang kurang baik, imobilitas, kebiasaan buang air besar yang tidak tertib dan penggunaan laksans yang tidak tepat merupakan penyebab paling sering untuk inkontinensia pada usia lanjut. Pemberian diet tinggi serat dengan cairan cukup dan meningkatkan aktivitas/mobilitas merupakan langkah pertama yang harus diperhatikan. Buang air besar secara teratur dengan menyesuaikan refleks gaster-kolon yang timbul beberapa menit setelah selesai makan harus dimanfaatkan, dengan mengatur waktu untuk buang air besar pada saat itu. Tempat buang air besar yang tenang dan pribadi juga akan mendukung. Bila konstipasi merupakan keluhan yang baru saja dialami dan ada perubahan dari buang air besar, maka macam-macam kelainan/penyakit kolo-rektal harus dicari. Demikian juga kelainan metabolik, misalnya neuropati diabetik, kelainan-kelainan neurologis lain seperti stroke, gangguan medula spinalis, depresi dan lain-lain. Akhirnya tidak boleh dilupakan adalah efek samping yang penggunaannya kurang tepat. Beberapa golongan obat-obatan memang sering dimanfaatkan untuk pengobatan konstipasi, dengan catatan digunakan secara rasional sesuai konstipasi yang dihadapi. Bila indikasi tidak sesuai, obat tersebut bahkan dapat berakibat konstipasi. Misalnya penggunaan secara berlebihan dapat menyebabkan atoni kolon, sehingga dianjurkan pemakaian tidak lebih dari tiga kali seminggu.

Obat-obatan yang disebut sebagai laksans atau pencahar tersebut, kerjanya antara lain dengan menambah volume feses, atau dengan cara melunakkan dan melicinkan permukaan feses hingga mudah keluar, meningkatkan pembentukkan cairan dalam lumen usus, menstimulasi pergerakan usus dan meningkatkan refleks buang air besar. Inkontinensia alvi simptomatik inkontinensia alvi simptomatik dapat merupakan penampilan klinis dari berbagai macam kelainan patologis yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair. Beberapa penyebab diare yang mengakibatkan inkontinensia alvi simtomatik ini antara lain gastroenteritis, diverkulitis, proktitis, kolitis iskemik, kolitis ulseratif, karsinoma kolon-rektum. Semua pertimbangan diagnosis di atas, menunjukkan perlunya pemeriksaan tambahan misalnya kolonoskopi dan foto kolon dengan barium enema. Penyebab lain dari inkontinensia alvi simtomatik misalnya kelainan metabolik, seperti diabetes melitus, kelainan endokrin, seperti tirotoksikosis, kerusakan sfingter anus sebagai komplikasi dari operasi hemoroid yang kurang berhasil, dan prolapsrektum. Akhirnya jangan dilupakan penyebab paling umum dari diare pada usia lanjut adalah obat-obatan, antara lain yang mengandung unsur besi atau memang akibat kerja pencahar. Pengobatan dari inkontinensia alvi simtomatik adalah terhadap kelainan penyebabnya, dan bila tidak dapat diobati dengan cara tersebut, maka diusahakan terkontrol dengan obat-obatan yang menyebabkan obstipasi. inkontinensia alvi neurogenik inkontinensia alvi neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung /gaster, akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desende ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena ada inhibisi/hambatan dari pusat korteks serebri. Bila buang air besar tidak memungkinkan, maka hal ini tetap ditunda dengan inhibisi yang disadari terhadap kontraksi rektum dan sfingter eksternanya. Pada usia lanjut dan terutama pada pasien dengan penyakit cerebrovasculer, kemampuan untuk menghambat proses defekasi ini dapat terganggu bahkan hilang. Karakteristik inkontinensia neurogenik ini tampak pada penderita dengan infark serebri multipel atau penderita dementia. Gambaran klinisnya ditemukan satu-dua potong feses yang sudah terbentuk di tempat tidur, dan biasanya setelah minum panas atau makan. Pengelolaan inkontinensia alvi neurogenik kadang-kadang dengan cara yang sederhana dan cukup baik hasilnya, tetapi sering dilupakan. Penderita disiapkan pada suatu komodo(commode), duduk santai dengan ditutup kain sebatas lututnya, kemudian diberi minuman hangat, relaks dan dijaga ketenangannya sambil ditunggu sampai feses keluar. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, diberikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi, tetapi dipastikan diikuti evaluasi usus bagian bawah satu atau

dua kali seminggu dengan supositoria atau enema. Cara ini membutuhkan penyesuaian individual yang hati-hati dan teliti, agar tidak mengubah inkontinensia menjadi konstipasi sesungguhnya. inkontinensia alvi akibat hilangnya refleks anal inkontinensia alvi ini terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot serat lintang. Parks, Henry, dan Swash dalam penelitiannya, menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter dan puborektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleks anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia alvi pada peningkatan tekanan intra-abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia ini sebaiknya diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya.

Anda mungkin juga menyukai