Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit pembuluh darah otak (cerebrovacular) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak, hal ini disebabkan karena adanya
penyempitan, penyumbatan serta pecahnya pembuluh darah ke otak sehingga
pasokan nutrisi dan oksigen ke otak berkurang dan menimbulkan reaksi biokimia
yang merusak atau mematikan sel-sel saraf (neuron) otak. Stroke dapat juga terjadi
akibat dari gangguan fungsi sistem saraf yang terjadi mendadak dan akibat gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf akan terganggu bila aliran darah otak
turun. Bila gangguan aliran darah berkepanjangan dapat terjadi kematian jaringan
saraf yang disebut infark (Pinzon, 2010).
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
kanker, dan merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia. Data WHO
menunjukkan bahwa lebih dari 60% pasien stroke di dunia dan di negara
berkembang. Peningkatan kejadian stroke di beberapa negara Asia (China, India, dan
Indonesia) ditengarai akibat pengaruh perubahan pola hidup, polusi, dan perubahan
pola konsumsi makanan (Barr, 2006).
Angka kejadian stroke meningkat akibat peningkatan faktor risiko stroke
misalnya hipertensi, merokok, kadar kolesterol darah yang tinggi, dan diabetes.
Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa ada 3 juta warga Amerika yang
terkena penyakit pembuluh darah (penyakit jantung, stroke, dan pembuluh darah
tepi) dan 150.000 diantaranya meninggal setiap tahunnya. Kejadian stroke berulang
umum pula dijumpai, 33% pasien stroke yang selamat akan mengalami stroke ulang
dalam waktu 5 tahun (Pinzon, 2010).
Penelitian di Thailand menunjukkan bahwa hanya 20,2% pasien stroke yang
datang ke RS dalam waktu kurang dari 24 jam. Penelitian di Australia
memperlihatkan bahwa 41% datang ke RS kurang dari 3 jam setelah gejala muncul,
dan 15% antara 3-6 jam. Ada sekitar 25% pasien yang datang lewat dari 24 jam
setelah serangan stroke. Jumlah ini sudah relatif lebih baik setelah adanya kampanye
nasional tentang 'brain attack' (Barr, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun

1
terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (Pinzon, 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh di ruang Merak II RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru, jumlah pasien stroke pada tahun 2009 sebanyak 227 orang (33,89%),
tahun 2010 sebanyak 286 (47,81%) dan tahun 2011 sebanyak 397 orang (55,75%).
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan
masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk
mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang
mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah
menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat
dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat, tepat dan
akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis
menyusun makalah mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu
pemicu kematian tertinggi di Indonesia. Menurut data dasar rumah sakit di Indonesia,
seperti diungkapkan Yayasan Stroke Indonesia, angka kejadian stroke mencapai 63,52
per 100.000 pada kelompok usia 65 tahun ke atas. Secara kasar, setiap hari dua orang
Indonesia terkena stroke.
Berdasarkan latarbelakang diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengambil
judul tentang asuhan keperawatan pada Tn.I dengan stroke di Ruangan Merak II
(Syaraf) RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep dasar medis stroke,
dan mampu melaksanakanasuhan keperawatan pada Tn.I dengan stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar medis stroke meliputi Pengertian,
Anatomi fisiologi Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manefestasi Klinis,
Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan, Komplikasi
b. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien dengan stroke
c. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
dengan stroke

2
d. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang didapat pada klien dengan stroke
e. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan
stroke
f. Mahasiswa mengetahui evaluasi pada pasien dengan stroke.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi
secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke
atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan Suddarth,
2002 ).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
( Elizabeth J. Corwin, 2002 ).
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran otak non traumatic (Mansjoer 2002)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis,
ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002).
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat.
Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah
gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu.
2. Klasifikasi
Menurut Lumbantobing (2002) kelainan yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah. Stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Infark Iskemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya
penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua
yaitu : stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik,
yang disebabkan oleh embolus.

4
Harsono (2002) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk
klinisnya antara lain :
1) Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic Neurologik
Defisit (RIND). Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak lebih dari
seminggu.
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragi)
Terjadi pecahnya pembuluh darah otak. Stroke yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu :
1) Hemoragik Intraserebral : Pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
2) Hemoragik Subaraknoid : Pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).(Harsono, 2002)
3. Etiologi
Stroke non haemoragi merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia
menengah dan dewasa tua karena adanya penyempitan atau sumbatan vaskuler
otak yang berkaitan erat dengan kejadian.
a. Trombosis Serebri
Merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40%
dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya
berkaitan erat dengan kerusakan fokal dinding pembuluh darah akibat
anterosklerosis.

5
b. Embolisme
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari
penyakit jantung.
Sedangkan menurut price (2002) mengatakan bahwa stroke haemoragi
disebabkan oleh perdarahan serebri. Perdarahan intracranial biasanya
disebabkan oleh ruptura arteria serebri. Ekstravasali darah terjadi dari daerah
otak dan atau subaracnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan
tergeser. Perdarahan ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan.
Menurut Harsono ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya
perdarahan antara lain:
a. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Kira-kira ¾ harus perdarahan sub arachnoid disebabkan oleh pecahnya
seneusisma 5-6% akibat malformasi dari arteriovenosus.
b. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Penyebab yang paling sering adalah hipertensi, dimana tekanan diastolik
pecah.
Harsono (2002) membagi faktor risiko yang dapat ditemui pada klien
dengan Stroke yaitu:
1) Faktor risiko utama
a) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka
aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian.
b) Diabetes Mellitus
Debetes mellituas mampu ,menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu
kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan
kematian sel- sel otak.

6
c) Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan strok.
Dikemudian hari seperti Penyakit jantung reumatik, Penyakit jantung
koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut
janung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan
atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel
/ jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.
c. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi berkali- kali dalam
seminggu. Makin sering seseorang mengalami TIA maka kemungkinan untuk
mengalami stroke semakin besar.
d. Faktor Resiko Tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida.
Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya
asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti
penurunan elastisitas pembuluh darah.
2) Kegemukan atau obesitas
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan
mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan kekentalan darah.
4) Riwayat keluarga dengan stroke
5) Lanjut usia
Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia dapat
menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker
darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.
6) Kadar asam urat darah tinggi
7) Penyakit paru- paru menahun.
4. Patofisiologi
a. Stroke Hemoragik
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar

7
duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragi
subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam
substansi otak (hemoragi intraserebral).
1) Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
2) Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama
dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya
jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih
lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda dan gejala.
3) Hemoragi subrachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,
tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area
sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di
dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
4) Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada orang yang lebih muda
dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi
arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe
patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi
(antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.
Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan
perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
b. Stroke Non Hemoragic
Terbagi atas 2 yaitu :

8
1) Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin
menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancer. Penurunan aliran arah
ini menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu
72 jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan
terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah di
percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan
dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat.
2) Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari
bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di
pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah
percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah
atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli
akan menyebabkan iskemik.(Hurlock, 2004)
5. Manefestasi Klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
a. Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh.
b. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara
defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya)
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-
spasial, kehilangan sensori
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
e. Disfungsi kandung kemih(Harsono, 2003).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke
antara lain adalah:

9
a. Angiografi
Angiografi adalah tehnik pemberian zat kontras.Sedangkan angiografi koroner
adalah prosedur diagnostik dengan tehnik pemberian zat kontras ke arteri
koroner yang dilakukan untuk mendapatkan hasil / kelainan dari pembuluh
darah arteri koroner baik itu presentase, letak lumen, jumlah kondisi dari
penyempitan lumen, besar kecilnya pembuluh darah, ada tidaknya kolateral
dan fungsi ventrikel kiri.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah
yang mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(Harsono, 2003)
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan umum stroke
1) Penatalaksanaan awal selama fase akut dan mempertahankan fungsi tubuh
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan
stroke di Indonesia, 2001 mengemukakan hal-hal berikut:
a) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan
oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
b) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
2) Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Asia Pacific Consensus on Stroke Manajement, 2001, mengemukakan
bahwa peningkatan tekanan darah yang sedang tidak boleh diobati pada fase
akut stroke iskemik. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia,

10
2002, mengemukakan bahwa tekanan darah diturunkan pada stroke iskemik
akut bila terdapat salah satu hal berikut :
a) Tekanan sistolik > 220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit.
b) Tekanan diastolik > 120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit.
c) Tekanan darah arterial rata-rata > 130-140 mmHg pada dua kali
pengukuran selang 30 menit.
d) Disertai infark miokard akut/ gagal jantung atau ginjal akut.\
Pada umumnya peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke
diakibatkan oleh:
 Stress daripada stroke
 Jawaban fisiologis dari otak terhadap keadaan hipoksia
 Tekanan intrakranial yang meninggi.
 Kandung kencing yang penuh
 Rasa nyeri.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat
yang tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan
bila penderita dibiarkan beristirahat.
e) Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke,
disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam
serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui
bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran
infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus
diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin. Konsensus
nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa
hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips
kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera
dengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan
diobati penyebabnya.

11
f) Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik
atau kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit
saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C
memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free
radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan
sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam
sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk
pemberian obat terapeutik.
g) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran
menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
h) Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan
intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang
mengandung glukosa murni atau hipotonik.
i) Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
a) Antikoagulasi dan dekstran dapat diberikan pada stroke non
haemoragic, diberikan sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan
diberikan secara intravena seperti : Aspirin, sulfinpirazon, dipiridamol,
tiklopidin.
b) Obat antiplatelet obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini
kontraindikasi pada stroke haemorhagic, seperti : aspirin,
Thienopyridine derivatives, cilostazol, dipyridamole, dan yang terakhir
adalah Glycoprotein.
c) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah Seperti : Atenolol, Metoprolol,
Propanolol, Karvedilol, Labetalol.
d) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke
jaringan otak yang mengalami iskemik.

12
1) Kebutuhan psikososial
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi
merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke.
Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan
perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke.
Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun
pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran
perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang
perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi
perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan,
memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah
pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif
untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta
memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar
kembali satu ketrampilan.
2) Rehabilitasi selama di rumah sakit
Rehabilitasi di rumah sakit memerlukan pengkajian yang
sistematik dan evaluassi dari defisit dan perbaikan fungsi pasien. Fokus
perawatan adalah langsung membantu pasien belajar kembali
kehilangan keterampilan yang dapat membentu kembali kemungkinan
kemandirian pasien. Pada fase ini pasien dimonitor secara hati-hati
untuk mencegah berkembangnya komplikasi yang lebih lanjut. Adapun
intervensi yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut :
a) Anjurkan pasien untuk mengerjakan sendiri ”personal Hygiene”
semampunya.
b) Ajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan menghargai cara
pasien mengkompensasi ketidakmampuan pasien.
c) Anjurkan pasien untuk latihan di tempat tidur.
d) Berikan spesial perawatan kulit.
e) Berikan privacy dengan menggunakan penutup jika ia belajar
keahlian baru seperti belajar makan sendiri.

13
f) Berikan support emosional.
g) Berikan empati pada perasaan klien.anjurkan keluarga untuk
berpartisipasi.
3) Perencanaan pasien pulang
Untuk mencegah kembalinya klien ke rumah sakit, diperlikan
suatu program untuk membimbing klien dan keluarga yang tercakup
dalam perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan segera
setelah klien masuk rumah sakit, yang dilakukan oleh semua anggota
tim kesehatan. Perencanaan pulang yang baik adalah perencanaan
pulang yang tersentralisasi, terorganisir, dan melibatkan berbagai
anggota tim kesehatan.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan mutlak harus
mengikuti dan berperan aktif dalam mementukan rencana pemulangan
klien, sehingga klien mendapatkan pelayanan yang holistik dan
komprehensif.
Tujuan perencanaan pulang :
a) Mempersiapkan klien untk menyesuaikan diri dengan rumah dan
masyarakat.
b) Agar klien dan keluarga mempunyai pengetahuan dan ketrampilan
serta sikap dalam memperbaiki dan mempertahankan status
kesehatannya.
c) Agar klien dan keluarga dapat menerima keadaan diri klien jika
terdapat gejala sisa ( cacat )
d) Membantu merujuk klien ke pelayanan kesehatan lain.
Mengingat banyaknya informasi dan pendidikan yang harus
diterima oleh klien selama perawatan maupun dalam persiapan untuk
pulang, maka prinsip belajar mengajar juga harus diperhatikan dalam
proses rencana pemulangan.
Informasi untuk klien dan keluarga :
a) Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
b) Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan perawatan.

14
c) Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis, jika klien bisa
membaca.
d) Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut selama
perawatan dan pengobatan.
e) Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yabg harus dilaporkan
kepada tim kesehatan.
f) Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan dan
perawatan klien.
g) Berikan keluarga nomor penting yang dapat dihubungi bila klien
perlu pertolongan medis.
8. Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002 yaitu :
a. Hipoksia Serebral
b. depresi
Inilah dampak yang paling menyulitkan penderitaan dan orang-orang
yang berada di sekitarnya.oleh karena itu terbatasnya akibat lumpuh sulit
berkomunikasi dan sebagianya,penderita stroke sering mengalami depresi.
a. darah beku
Darah beku mudah berbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki
sehingga menyebabkan pembengkakan yang menggangu,selain itu
pembekuaan darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke
paru-paru(embelio paru-paru)sehingga penderita sulit bernafas dan dalam
beberapa kasus mengalami kematian.
b. otot mengerut dan sendi kaku
Kurang gerak dapatr menyebabkan sendi menjadi kaku dan nyeri.misalnya
jika otot-otot betis mengerut kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan
rumit menyentuh lantai.hal ini biasanya di tangani fisiotrapi.

15
B. ASKEP
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
ditemukannya kelemahan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan
dengan teori kasus yaitu Terjadinya gangguan penglihatan sedangkan pada
klien tidak hal ini dikarenakan karena stroke yang terjadi pada pasien tidak
mengenai pada nervus kranial pada klien dan ditemukan nyeri sedangkan
pada pasien tidak hal ini dikarenakan pada anggota tubuh pasien.
b. Sirkulasi
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-
sama terdapat gejala hipertensi dan sama-sama terjadi kelemahan otot.
Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu
Ditemukannya penyakit jantung sedangkan pada pasien tidak mengalami
akan apa terjadi (penyakit jantung) hal ini dikarenakan tidak ada faktor
penujang yang mengrahkan kepenyakit itu, baik dilihat dari riwayat kesehatan
sekarang,dahulu maupun keluarga.
c. Integritas Ego
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-
sama adanya rasa putus asa dari exspresi/ raut wajah klien. Sedangkan pada
teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu Pada pasien
emosinya tidak terkontrol sedangakan dari tanda dan gejalanya dalam teory
tidak, hal ini dikarenakan pola pikir pasien yang selalu positif ( possitive
thinking ).
d. Eliminasi
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-
sama mengalami pola berkemih inkontenesia urine sehingga dipasang DC/
kateter. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus
Tidak ada perbedaan.
e. Makanan/Cairan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Jika dilihat
dari tandanya sama-sama sulit menelan hal ini ditemukan sesuai dengan

16
kondisi pasien. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori
kasus yaitu Jika dilihat dari gejalanya tidak sama, hal ini dikarenakan pada
kasus Tn. I kerusakan nervus bukan karena dari TIK.
f. Neuronsesori
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-
sama terdapatnya kelemahan dan sama-sama ditemukan Sinkope/pusing.
Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu
Dalam teory didapatkan penglihatan menurun, sedangkan pada pasien tidak
ditemukan karena pada pasien tidak didapatkannya kerusakan nervus.
g. Nyeri/Kenyamanan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Tidak ada
persamaan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori
kasus yaitu Pada teory didapatkan nyeri sedangkan pada pasien tidak hal ini
dikarenakan ambang nyeri pasien tidak terkaji, atau dengan kata lain tidak
ditemukan nyeri pada diri pasien itu sendiri.
h. Pernapasan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Tidak ada
persamaan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori
kasus yaitu didalam teory didapatkan pola nafasnya mengalami hambatan,
sedangkan pada kasus Tn. I tidak hal ini dikarenakan pola nafasnya lancar
tidak adanya hambatan dan masih dalam keadaan normal.
i. Keamanan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-
sama sulit untuk menelan sesui dengan teory. Sedangkan pada teoritis
ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu Dalam teory didapatkan
kerusakan penglihatan, ketidak mampuan mengenali objek ,warna,
sedangakan pada pasien tidak ditemukan hal ini dikarenakan syaraf kranial/
nervus masih dalan keadaan normal sehingga tidak ditemukan.
j. Interaksi Sosial
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-
sama mempunyai masalah tidak dapat bicara, serta ketidak kemampuan

17
berkomunikasi. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan
teori kasus yaitu Tidak ada.
k. Penyuluhan/Pembelanjaran
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-
sama mempunyai riwayat hipertensi. Sedangkan pada teoritis ditemukannya
perbedaan dengan teori kasus yaitu Tidak ada.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya
suplai darah serebral, meningkatnya tekanan intrakranial, menurunnya
oksigenisasi serebral
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
meningkatnya tekanan intrakranial
c. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas, reflek
batuk tidak adekuat.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran,
paresis/plegia.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan disfagia,
kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan.
f. Gangguan menelan berhubungan dengan hilangnya fungsi motorik.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik,
immobilisasi, inkontensia, perubahan status nutrisi.
h. Perubahan pola eliminasi urin: inkontinen fungsional berhubungan dengan
kerusakan motorik, immobilisasi, kerusakan komunikasi.
i. Perubahan pola eliminasi feses: konstipasi, diare, inkontinen berhubungan
dengan pemasukan cairan dan makanan, hilangnya pengontrolan volunteer,
gangguan komunikasi, perubahan peristaltik, intoleran terhadap makanan.
3. Intervensi dan Rasional
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tiak adekuatnya
suplai darah serebral, meningkatnya tekanan intracranial, menurunnya
oksigenisasi serebral.
Rasional : Klin akan memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi :

18
 Observasi status neurologi klien meliputi status mental, pupil, gerakan
mata, fungsi sensorik dan motorik, respon verbal setiap 1-4 jam untuk
mendeteksi perubahan-perubahan yang berindikasi adanya gangguan
fungsi serebral.
 Monitor tanda-tanda vital setiap 1-4 jam
 Berikan obat antihipertensi dan pantau pengaruhnya
 Pertahankan jalan napas dan ventilasi secara adekuat.
Kriteria Evaluasi :
 Mendemonstrasikan perubahan atau memperbaiki status neurologi
 Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
meningkatnya tekanan intracranial
c. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas, reflek
batuk tidak adekuat
Rasional : klien akan mepertahankan potensi jalan napas dengan ventilasi
paru yang adekuat; akan mengeluarkan sekresi bronchial yang
terakumulasi, akan terhindar dari hipoksia kongestio paru.
Intervensi :
 Observasi kemampuan klien untuk mempertahankan jalan nafas yang
terbuka
 Jaga jalan napas yang adekuat dengan memberikan posisi semo fowles dan
penghisapan sekresi.
 Monitor frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman setiap 1-4 jam
 Auskultasi suara napas setiap 4 jam untuk mennetukan adekuat tindakan
penghisapan sekresi.
Kriteria Evaluasi :
 Memiliki pertukaran udara dalam paru kanan dan kiri adekuat
 Memiliki frekuensi pernapasan antara 12-14 kali/menit
 Memiliki nilai gas arteri dalam batas normal
 Tidak terjadi tanda-tanda hipoksia

19
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran,
paresis/plegia.
Rasional : klien akan mepertahankan kekuatan otot klien, akan terhindar dari
komplikasi immobilisasi.
Intervensi :
 Observasi fungsi motorik klien, sensasi dan reflek pada seluruh
ekstremitas untuk menetapkan kemampuan dan keterbatasan.
 Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik yang meliputi kepala, bahu, dan
sendi panggung pada mattress dengan papan tempat tidur
 Berikan footboard dan mattress untuk mecegah penekanan dan mencegah
footdrop dan kerusakan kulit.
 Letakkan sendi-sendi pada posisi fungsional: siku sedikit fleksi,
pergelangan tangan ekstensi, handroll untuk menjaga posisi menggenggam
dan untuk mengontrol spasme, lengan ditinggikan untuk mencegah edema.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan disfagia,
kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan
f. Gangguan menelan berhubungan dengan hilangnya fungsi motorik.
Rasional : klien akan mempertahankan status nutrisi, pemasukan cairan dan
keseimbangan cairan secara optimal.
Intervensi :
 Observasi gag reflek. Kemampuan menelan, adanya praralisis wajah,
fungsi sensorik dan motorik ekstremitas atas klien untuk menetapkan
kemampuan fungsional klien untuk makan.
 Monitor pemasukan dan pengeluaran dan pemasukan diet untuk
menetapkan deficit
 Monitor elektrolit (pemasukan secara peroral yang buruk dan kurangnya
cairan dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit)
 Berikan cairan IV
Kriteria Evaluasi :
 Berat badannya lebih kurang 10% dari berat badan ideal
 Mentoleransi terhadap nutrisi parenteral, makanan cair dengan residu
minimal, tidak diare, elektrolit seimbang.

20
 Menelan makanan yang lunak tanpa aspirasi
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik,
immobilisasi, inkontensia, perubahan status nutrisi
h. Perubahan pola eliminasi urin: inkontinen fungsional berhubungan dengan
kerusakan motorik, immobilisasi, kerusakan komunikasi
i. Perubahan pola eliminasi feses: konstipasi, diare, inkontinen berhubungan
dengan pemasukan cairan dan makanan, hilangnya pengontrolan volunteer,
gangguan komunikasi, perubahan peristaltik, intoleran terhadap makanan

4. Pathway

21
BAB III
PEMBAHASAN

Pada tinjauan teoritis di temukan gejala stroke yaitu :


a. trombosis cerebri yang berkaitan dengan keusakan fokal didnidng pembuluh
darah akibat anterosklerosis.
b. Embolisme yaitu kebanyakan dari embolis cerebri berasal dari suatu flowess
dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan
perwujudan dari penyakit jantung.
Sedangkan pada kasus ditemukan gejala stroke pada pasien yang bernama Tn. I
klien tidak bisa menelan makanan dan minuman serta terasa pusing dan
mengalami kelemahan pada bagian ekstremitas kanan
A. Diagnosa Keperawatan
Dalam teory ditemukan sembilan ( 9 ) diagnosa keperawatan dalam
Doengoes sedangkan pada kasus Tn. I ditemukan tiga diagnosa ( 3) yaitu:
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyumbatan lumen
pembuluh darah ke otak
2. Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ekstremitas kanan.
Hal ini disebabkan karena pada saat pengkajian tidak ditemukan data-
data yang menunjang untuk ditegakkan masalah keperawatan yang lainnya.
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
Secara keseluruhan intervensi yang ada di teoritis semuanya sama
dengan yang dikasus, dan tidak ada perbedaan antara diteory dan dikasus.
Semua tindakan intervens yang telah dilakukan sesuai.
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada kasus ini dilakukan sama sesuai pada
teoritis, jadi tidak ditemukan perbedaan.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
Dari ketiga masalah keperawatan pada pasien Tn.I semua masalahnya teratasi.

22
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembuatan makalah ini saya dapat menyimpulkan bahwa


didalam dunia kesehatan itu, khususnya dalam keperawatan medikal bedah sangat
banyak sekali yang dilakukakan apalagi dalam melakukan tindakan dan pemberian
asuhan keperawatan khususnya dalam oprerasi dan dalam keperawatan medikal
bedah ini pun beraneka ragam kasus yg ditangani.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya
pembuluh darah.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih
merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya.
Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang
mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan dan bisa
digunakan sebagai acuan dalam melakukan tindakan keperawatan medik bedah
pemilihan secara tepat dan baik dikalangan dunia kesehatan khususnya dibagian
keperawatan.
1. Untuk Perawat
Saran yang dapat diberikan kepada perawat adalah agar mampu mendiagnosis
stroke secara cepat dan tepat serta mampu melakukan tatalaksana gawat darurat
pada pasien dengan stroke.

23
2. Untuk Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan proses belajar mengajar serta
dapat dijadikan sebagai bahan bacaan, perpustakaan dan masukan untuk
pengembangan pembuatan makalah yang akan datang.
3. Untuk Pasien
Saran yang dapat diberikan kepada pasien ini, terutama kepada keluarga pasien
adalah agar keluarga pasien dapat kooperatif dalam pemberian terapi pasien dan
membantu dalam menjalankan terapi seperti membantu pasien untuk
memposisikan kepala setinggi 30° dengan menambahkan bantal, membantu
memiringkan pasien untuk mencegah timbulnya dekubitum, dan menemani
pasien selama terapi dijalankan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ancowitz, A. 2002. The Stroke Book. New York : William Morrow and
Company, inc.
Depkes. 2002. Menjaga hidup sehat. Jakarta: Salemba medika
Elizabet, j, corwin. 2001. Seputar stroke. Jakarta: Paradigma
Harsono. 2002. Penyakit stroke. Jakarta: Hipokrates
Hudak Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.
Lumbantobing. 2002. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjor. 2002. Stroke. Jakarta: Binarupa aksara
Mardjono.2002. ciri-ciri stroke. Yogyakarta: salemba medika
Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : EGC.
Prince. 2002. All about stroke. New York: saddow inc
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth vol 3. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth.2002, Keperawatan Medikal-Bedah vol.2. Jakarta :
EGC.
Doengoes M. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Batricaca, B.Fransisca.2008.Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Ners,anda.2010.Askepstroke,:Http://Andaners.Wordpress.Com/2009/01/06/
Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Stroke/

25
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan “Makalah Asuhan
Keperawatan dengan Pasien Stroke” ini tepat pada waktunya.
Salawat dan salam kami ucapkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad
SAW yang telah mengantarkan ilmu, iman, akhlaq dan islam, sehingga kami dan semua
manusia berada dalam lindungan Allah SWT.
Kami menyadari bahwa penulisan Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu segala kritik, saran serta masukan perbaikan demi sempurnanya Makalah ini
kami terima dengan tangan terbuka.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Devi Syafiawati, S.Kep sebagai dosen
pembimbing dalam pembuatan Makalah ini. Dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan Makalah ini.
Akhirnya kami sekali lagi mengucapkan terima kasih serta maaf, kepada semua
kalangan yang telah mendukung penulisan dan selesainya Makalah ini. Semoga apa
yang ditulis ini sebagai amal shaleh disisi Allah SWT. Amin ya Rabbal Alamin.

Bima, 2023

Penulis

ii
26
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medis................................................................................4
1. Pengertian 4
2. Klasifikasi 4
3. Etilogi 5
4. Patofisiologi 7
5. Manifestasi Klinis...............................................................................9
6. Pemeriksaan Penunjang......................................................................9
7. Penatalaksanaan..................................................................................10
8. Komplikasi 15
B. Askep.......................................................................................................16
1. Pengkajian 16
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................18
3. Intervensi dan Rasional......................................................................18
4. Pathway 21
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan......................................................................22
B. Perencanaan.......................................................................................22
C. Penatalaksanaa...................................................................................22
D. Evaluasi..............................................................................................22
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................23
B. Saran..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

iii
27
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Dosen Pembimbing : Muhtar S.Kep,.Ns,.M.Kep

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

1. ARDIANSYAH ( P00620221044 )
2. NURISA PUSPITA SARI (P00620221069 )
3. ITA APRILIANI (P00620221058 )
4. RITA JULIATI (P00620221073 )

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2023

28

Anda mungkin juga menyukai