N
DENGAN STROKE HEMORAGIK DI RUANG IGD
RS. OTAK DR. DRS. M.HATTA BUKITTINGGI TAHUN 2022
Disusun Oleh :
1. AISEPMA, S.Kep
2. ADE FERDINA ADY, S.Kep
3. LOLA MORICA, S.Kep
4. MARESA KAMORA, S.Kep
5. MELI ANTARI, S.Kep
6. NINING WAHYUNI, S.Kep
7. AYUBUDIARTI AGUSDINA, S.Kep
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsumg selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tampa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (Wardani, 2021). Stroke merupakan kondisi yang
menjelaskan perubahan neorologi yang disebabkan oleh gangguan dalam
sirkulasi darah kebagian otak. Stroke merupakan penyakit gangguan
fungsional otak akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena pendarahan
(hemoragik) ataupun sumbatan (iskemik) (Riskesdas tahun 2018).
Stroke hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya peredaran darah intra serebral atau peredaran darah
intra serebral atau perdarahan subarakhoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (ariani, 2012).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya. Stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah otak, sehingga menimbulkan perdarahan di otak
(Ariani,2016).
Stroke merupakan penyebab umum kematian urutan ketiga di negara
maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Setiap tahun lebih 700.000
orang Amerika mengalami stroke, 25% diantara berusia dibawah 65 tahun ,
dan 150.000 orang yang meninggal akibat stroke atau akibat komlikasi setelah
stroke. Setiap saat 4,7 juta orang Amerika Serikat pernah mengalami stroke,
mengakibatkan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan stroke
mengeluarkan biaya melebihi $18 milyar setiap tahun (Goldszmit & Caplain,
2017 dalam Nababan &Giawan,2019).
2
Cara mengatasi masalah ini diperlukan strategi penanggulangan stroke
yang mencakup aspek promotif, proventif, kuratif dan rehabilitative dengan
menggunakan system asuhan keperawatan yang komprehensif dan
berkesinambungan. Aspek promotif antara lain seperti tindakan penyuluhan
tentang stroke, penyebab dan tanda gejala. Untuk tindakan preventif yaitu bisa
dilakukan dengan menyarankan kepada masyarakat supaya merupakan pola
hidup sehat dan rajin cek tekanan darah. Tindakan kuratif yaitu penangana
stroke yang cepat, tepat dan akurat di rumah sakit yang maksimal dan untuk
tindakan rehabilitasi yaitu pemulihan aktivitas pasca stroke yang bisa
berkolaborasi dengan terapis (Wardani,2016).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, provelensi penyakit stroke di
indonesia mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
antara lain, dari 7% menjadi 10,9%, berdasarkan data Riskesdas tahun 2018
diatas stroke merupakan peringkat ke 2 setelah hipertensi.
Sumatera barat merupakan provinsi di indonesia dengan prevalensi
penyakit tidak menular yang cukup tinggi. Stroke merupakan penyakit di
Sumatera Barat dengan provalensi penyakit yaitu 10,9% (Riskesdas, 2018).
Bukittinggi pada tahun 2018 merupakan kota dengan pravelensi penyakit
menular yang cukup tinggi. Dengan hipertensi berada diperingkat ke 4
diprovinsi Sumatera Berat dengan prevalensi 31,2%, stroke dengan prevalensi
7.4% (Kemenkes RI Rakerkasda Provinsi Sumatera Barat, 2018)
Dengan prevalensi penyakit stroke yang cukup tinggi di Sumatera
Barat dan merupakan penyakit pembuluh darah otak yang mengakibatkan
gejala gangguan saraf bahkan kematian. Stroke terjadi apabila pembuluh sarah
otak mengalami penyumbatan atau pecah maka akibat sebagian otak tidak
mendapat pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga
mengalami kematian sel/jaringan (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data yang didapat dari kasus stroke rawat inap di Rumah
Sakit Otak DR.Drs.Moh.Hatta Bukittinggi tahun 2022 dari bulan Januari
sampai Mei, didapatkan sebanyak 1245 pasien Stroke, untuk laki-laki
sebanyak 793 orang dan perempuan sebanyak 452 orang. Dan untuk kasus
3
Stroke Hemoragik sebanyak 189 pasien. Stroke hemoragik laki-laki 106 orang
dan pasien perempuan 83 orang.
Berdasarkan data diatas kelompok tertarik dan termotivasi untuk
menyusun laporan seminar kasus sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan siklus keperawatan gawat darurat di RS Otak DR.Drs. M.Hatta
Bukittinggi tahun 2022 dengan judul Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
pada Tn. Z dengan Stroke Hemoragik diruangan IGD RS Otak DR. Drs.
M.Hatta Bukittinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah dalam kasus ini
adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada
Tn. Z dengan Stroke Hemoragik diruangan IGD RS Otak DR. Drs. M.Hatta
Bukittinggi”.
C. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu melakukan Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Kegawatdaruratan pada Tn. Z dengan Stroke Hemoragik
dirungan IGD RS Otak DR. Drs. M. HATTA Bukittinggi
2. Tujuan Khusus
a. Kelompok melakukan pengkajian data pada Tn. Z dengan kasus Stroke
Hemoragik di ruaangan IGD RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
b. Kelompok mampu mmenganalisa dan menegakkan diagnosa atau
masalah keperawatan pada Tn. Z dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaangan IGD RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
c. Kelompok mampu mempelajari dan menentukan intervensi
keperawatan secara menyeluruh pada Tn. Z dengan kasus Stroke
Hemoragik di ruaangan IGD RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
4
d. Kelompok mampu mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan pada Tn.Z dengan kasus Stroke Hemoragik di ruangan
IGD RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
e. Kelompok mampu mengevaluasi, sebagai tolak ukur guna menerapkan
asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaangan IGD RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Gambar 2.1
2
Anatomi otak terbagi dalam 3 bagian utama, yaitu otak besar
Otak besar
berada pada salah satu belahan otak yang kemudian akan menjadi bagian
sentuhan
3
Lobus temporal, yang terletak di bagian samping dan berfungsi
penyimpanan memori
Batang otak
Pons, yaitu bagian terbesar dari batang otak yang terlibat dalam
dan keseimbangan
Otak kecil
okspital dan di belakang batang otak. Meski berukuran kecil, otak kecil
4
menyumbang lebih dari 5 0% dari jumlah total neuron atau unit kerja
halus. Misalnya, gerakan jari saat melukis atau melakukan operasi. Selain
pada tubuh.
Di dalam sistem saraf terdapat jutaan neuron atau sel saraf. Tiap
memiliki dua jenis cabang, yaitu dendrit dan akson. Dendrit menerima
atau kepada sel otot. Sel saraf memiliki kemampuan komunikasi yang
efisien dan sangat cepat karena saling terhubung satu sama lain.
5
3. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi menurut
Muttaqin (2016) yaitu :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdaraha.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan
mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
6
4. Patofisiologi dan Pathway
a. Patofisiologi
7
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak (Ariani, 2016).
8
5. Manifestasi Klinis
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
diantaranya sebagai berikut :
a. Daerah arteri serebri media
1) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
2) Hemianopsi homonim kontralateral
3) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
4) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
b. Daerah arteri karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
c. Daerah arteri serebri anterior
1) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
2) Incontinentia urinae
3) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
d. Daerah arteri posterior
1) Hemianopsi homonim kontralateral ( gangguan lapang pandang)
2) Daerah makula karena daerah ini mendapat suplay darah dari
arteri serebri media.
3) Nyeri talamik atau CPSP ( Central Pain Post Stroke)
4) Hemibalisme
5) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
e. Daerah vertebrobasiler
1) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang
otak
2) Hemiplegi alternans atau tetraplegi
3) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
9
6. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan bergagai komplikasi
menurut Muttaqin (2016):
a. Infark Serebri
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus
normotensif
c. Fistula caroticocavernosum
d. Epistaksis
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik menurut Ariani (2016),
antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central
jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih
bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan
sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa
dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol/memperbaiki
disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1) Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada fase akut.
2) Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik/emobolik.
3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
d. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran
darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
10
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.
e. Craniotomi
Operasi ini adalah sebuah operasi pada otak yang dilakukan dengan
cara mengangakat flap tengkorak untuk sementara, dan akan
langsung mengembalikannya pada saat operasi telah selesai
dilakukan. Hal, ini sangat berbeda dengan operasi kraniektomi yang
pernah kita bahas sebelumnya. Jika kraniotomi akan
mengembalikan flap tulang secara langsung namun, pada
kranektomi justru flap tulang tidak akan dikembalikan dengan
secepatnya. Pasien akan melakukan penantian untuk beberapa saat
sebelum flap tersebut dikembalikan. Perbedaan ini sendiri juga
disebabkan karena penyebab atau alasan kenapa operasi tersebut
dilakukan.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ariani (2016) pemeriksaan penunjang untuk klien
dengan stroke hemoragik yaitu :
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
11
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
12
PATHWAY -HIPERTENSI
ANEURISMA
-GG.JANTUNG
-DM
-OBESITAS
-MEROKOK
13
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada klien stroke hemoragik adalah sebagai
ARTEROSKLEROSIS
berikut :
a. Anamnesis (Khaira, 2018)
SNH STROKE
1) Identitas Klien
a) Umur
STROKE HEMORAGIK
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai
pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya
berlipat ganda setiap
Resikokurun
perfusiwaktu sepuluh tahun. Pada stroke
Perdarahan intra cerebral tidak Perdarahan ekstra
hemoragik
cerebral dengan perdarahan intraserebral lebih
cerebral (SAH) sering
efektif
ditemukan pada usia 45-60 tahun, sedangkan stroke hemoragik
Masukdengan
ke otak perdarahan subarachnoid lebih sering ditemukan pada usia
Disfungsi otak Disfungsi
20-40 tahun. global otak fokal
b) Jenis Kelamin
Hematoma
cerebral
Laki-laki lebih cenderung
Penurunan terkena stroke lebih tinggi
Nyeri kepala
Kesadaran
dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada
Peningkatan TIK
usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki
yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun
Afasia
Penurunan Hemisensori
Nyeri kepala Hernia kemungkinan
cerebral terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita
kesadaran
hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena Gg.Bicara Penurunan reflek
stroke iskemik
Penurunan kapasitas mengunyah
sedangkan wanita lebih sering menderita stroke hemoragic
adaptif intra kranial Gg.Komunika
subarachnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan
si verbal Reflek menelan
laki-laki. menurun
Gg.Fungsi
Gg.Fungsi Gg.c)Fungsi
Pekerjaan cerebrum/
thalamus Brainstem
cerebellum
Stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya dan beberapa ahli Tersedak
Akumulasi
menyebutkan bahwa stroke cenderung dideritacairan olehdigolongan
Depresi Depresi pusat
dengan sosial ekonomi yang tinggiHemiparise rongga dengan Obstruksi
karena berhubungan
pusat pernafasan
pencernaan mulut jalan nafas
pola hidup, pola makan, istirahat dan aktivitas. Hasil penelitian
Pola nafas tidak
menunjukkan sebagaian besar (50%) Defisit
berpendidikan sarjana, yang
Gg.Mobilitas
Mual, efektif
fisik adanya perubahan
memiliki kecenderungan perawatangaya dan pola hidup
muntah Bersihan jalan nafas
diri
yang dapat memicu terjadinya stroke.
Defisit b. Keluhan Utama
nutrisi
14
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran (Gefani, 2017).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain (Rahmayanti, 2019).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan. Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu juga ditemukan
riwayat tinggi kolesterol, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang
disertai hipertensi dan meningkatnya kadar estrogen, dan riwayat
konsumsi alkohol (Khaira, 2018).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
(Khaira, 2018).
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah
2) Muka
Inspeksi : Umumnya tidak simetri, bell’s palsy, wajah pucat, alis
mata simetris,
3) Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak odem.
4) Telinga
15
Inspeksi : Biasanya telinga sejajar kanan dan kiri
5) Hidung
Inspeksi : Biasanya simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
6) Mulut dan Faring
Inspeksi : Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,mukoso bibir
kering.
7) Leher
Inspeksi : Biasanya pada pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan
8) Thorax
a. Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal vremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
b. Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
c. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
9) Sistem Integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor akan jelek. Di samping itu perlu
juga di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
16
menonjol karena klien Stroke Hemoragik Bleeding harus bed rest
2-3 minggu.
10) Ekstremitas Atas dan bawah : Keadaan rentang gerak biasanya
terbatas, CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.
11) Genetalia dan sekitarnya
Terkadang terdapat inkontenensia atau retensio urin Status
System neurologi:
g. Tingkat Kesadaran
Gonce (2012) tingkat kesadaran merupakan parameter untama yang sangat
penting pada penderita stroke. Perlu dikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan
stroke. Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas:
Metoda Tingkat Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang dinyatakan
pemeriksa dengan baik
2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya
3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi srta meronta-ronta
4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali
5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
17
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan
respons terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari
penilaian GCS klien :
BAB 1
PEENDAHULUAN
D. Latar Belakang
Stroke sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsumg selama 24 jam
18
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tampa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (Wardani, 2021). Stroke merupakan kondisi yang
menjelaskan perubahan neorologi yang disebabkan oleh gangguan dalam
sirkulasi darah kebagian otak. Stroke merupakan penyakit gangguan
fungsional otak akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena pendarahan
(hemoragik) ataupun sumbatan (iskemik) (Riskesdas tahun 2018).
Stroke hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya peredaran darah intra serebral atau peredaran darah
intra serebral atau perdarahan subarakhoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (ariani, 2012).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya. Stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah otak, sehingga menimbulkan perdarahan di otak
(Ariani,2016).
Stroke merupakan penyebab umum kematian urutan ketiga di negara
maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Setiap tahun lebih 700.000
orang Amerika mengalami stroke, 25% diantara berusia dibawah 65 tahun ,
dan 150.000 orang yang meninggal akibat stroke atau akibat komlikasi setelah
stroke. Setiap saat 4,7 juta orang Amerika Serikat pernah mengalami stroke,
mengakibatkan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan stroke
mengeluarkan biaya melebihi $18 milyar setiap tahun (Goldszmit & Caplain,
2017 dalam Nababan &Giawan,2019).
Cara mengatasi masalah ini diperlukan strategi penanggulangan stroke
yang mencakup aspek promotif, proventif, kuratif dan rehabilitative dengan
menggunakan system asuhan keperawatan yang komprehensif dan
berkesinambungan. Aspek promotif antara lain seperti tindakan penyuluhan
tentang stroke, penyebab dan tanda gejala. Untuk tindakan preventif yaitu bisa
dilakukan dengan menyarankan kepada masyarakat supaya merupakan pola
hidup sehat dan rajin cek tekanan darah. Tindakan kuratif yaitu penangana
stroke yang cepat, tepat dan akurat di rumah sakit yang maksimal dan untuk
19
tindakan rehabilitasi yaitu pemulihan aktivitas pasca stroke yang bisa
berkolaborasi dengan terapis (Wardani,2016).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, provelensi penyakit stroke di
indonesia mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
antara lain, dari 7% menjadi 10,9%, berdasarkan data Riskesdas tahun 2018
diatas stroke merupakan peringkat ke 2 setelah hipertensi.
Sumatera barat merupakan provinsi di indonesia dengan prevalensi
penyakit tidak menular yang cukup tinggi. Stroke merupakan penyakit di
Sumatera Barat dengan provalensi penyakit yaitu 10,9% (Riskesdas, 2018).
Bukittinggi pada tahun 2018 merupakan kota dengan pravelensi penyakit
menular yang cukup tinggi. Dengan hipertensi berada diperingkat ke 4
diprovinsi Sumatera Berat dengan prevalensi 31,2%, stroke dengan prevalensi
7.4% (Kemenkes RI Rakerkasda Provinsi Sumatera Barat, 2018)
Dengan prevalensi penyakit stroke yang cukup tinggi di Sumatera
Barat dan merupakan penyakit pembuluh darah otak yang mengakibatkan
gejala gangguan saraf bahkan kematian. Stroke terjadi apabila pembuluh sarah
otak mengalami penyumbatan atau pecah maka akibat sebagian otak tidak
mendapat pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga
mengalami kematian sel/jaringan (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data yang didapat dari kasus stroke rawat inap di Rumah
Sakit Otak DR.Drs.Moh.Hatta Bukittinggi tahun 2022 dari bulan Januari
sampai Mei, didapatkan sebanyak 1245 pasien Stroke, untuk laki-laki
sebanyak 793 orang dan perempuan sebanyak 452 orang. Dan untuk kasus
Stroke Hemoragik sebanyak 189 pasien. Stroke hemoragik laki-laki 106 orang
dan pasien perempuan 83 orang.
Berdasarkan data diatas kelompok tertarik dan termotivasi untuk
menyusun laporan seminar jasus sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan siklus keperawatan gawat darurat di RS Otak DR.Drs. M.Hatta
Bukittinggi tahun 2022 dengan judul kasus Asuhan Keperawatan pada NY.E
dengan Stroke Hemoragik diruanganHCU RS Otak DR. Drs. M.Hatta
Bukittinggi.
20
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah dalam kasus ini
adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada NY.E dengan
Stroke Hemoragik diruangan HCU RS Otak DR. Drs. M.Hatta Bukittinggi”.
F. Tujuan Penulis
3. Tujuan Umum
Kelompok mampu melakukan Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada Ny.E dengan Stroke Hemoragik dirungan HCU RS
Otak DR. Drs. M. HATTA Bukittinggi
4. Tujuan Khusus
f. Kelompok melakukan pengkajian data pada NY E dengan kasus
Stroke Hemoragik di ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
g. Kelompok mampu mmenganalisa dan menegakkan diagnosa atau
masalah keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaanganHCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
h. Kelompok mampu mempelajari dan menentukan intervensi
keperawatan secara menyeluruh pada NY.E dengan kasus Stroke
Hemoragik di ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
i. Kelompok mampu mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di ruaangan
HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
j. Kelompok mampu mengevaluasi, sebagai tolak ukur guna menerapkan
asuhan keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21
Gambar 2.1
22
Anatomi otak terbagi dalam 3 bagian utama, yaitu otak besar
Otak besar
berada pada salah satu belahan otak yang kemudian akan menjadi bagian
sentuhan
23
Lobus temporal, yang terletak di bagian samping dan berfungsi
penyimpanan memori
Batang otak
Pons, yaitu bagian terbesar dari batang otak yang terlibat dalam
dan keseimbangan
Otak kecil
okspital dan di belakang batang otak. Meski berukuran kecil, otak kecil
24
menyumbang lebih dari 5 0% dari jumlah total neuron atau unit kerja
halus. Misalnya, gerakan jari saat melukis atau melakukan operasi. Selain
pada tubuh.
Di dalam sistem saraf terdapat jutaan neuron atau sel saraf. Tiap sel
memiliki dua jenis cabang, yaitu dendrit dan akson. Dendrit menerima
atau kepada sel otot. Sel saraf memiliki kemampuan komunikasi yang
efisien dan sangat cepat karena saling terhubung satu sama lain.
25
11. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi menurut
Muttaqin (2016) yaitu :
f. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
g. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdaraha.
h. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
i. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan
mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
j. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
26
12. Patofisiologi dan Pathway
b. Patofisiologi
27
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak (Ariani, 2016).
28
13. Manifestasi Klinis
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
diantaranya sebagai berikut :
f. Daerah arteri serebri media
5) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
6) Hemianopsi homonim kontralateral
7) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
8) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
g. Daerah arteri karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
h. Daerah arteri serebri anterior
4) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
5) Incontinentia urinae
6) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
i. Daerah arteri posterior
6) Hemianopsi homonim kontralateral ( gangguan lapang pandang)
7) Daerah makula karena daerah ini mendapat suplay darah dari
arteri serebri media.
8) Nyeri talamik atau CPSP ( Central Pain Post Stroke)
9) Hemibalisme
10) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
j. Daerah vertebrobasiler
4) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang
otak
5) Hemiplegi alternans atau tetraplegi
6) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
29
14. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan bergagai komplikasi
menurut Muttaqin (2016):
f. Infark Serebri
g. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus
normotensif
h. Fistula caroticocavernosum
i. Epistaksis
j. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
30
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.
f. Craniotomi
Operasi ini adalah sebuah operasi pada otak yang dilakukan dengan
cara mengangakat flap tengkorak untuk sementara, dan akan
langsung mengembalikannya pada saat operasi telah selesai
dilakukan. Hal, ini sangat berbeda dengan operasi kraniektomi yang
pernah kita bahas sebelumnya. Jika kraniotomi akan mengembalikan
flap tulang secara langsung namun, pada kranektomi justru flap
tulang tidak akan dikembalikan dengan secepatnya. Pasien akan
melakukan penantian untuk beberapa saat sebelum flap tersebut
dikembalikan. Perbedaan ini sendiri juga disebabkan karena
penyebab atau alasan kenapa operasi tersebut dilakukan.
31
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
j. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
32
PATHWAY -HIPERTENSI
ANEURISMA
-GG.JANTUNG
-DM
-OBESITAS
-MEROKOK
33
Konsep Asuhan Keperawatan
2. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada klien stroke hemoragik adalah sebagai
ARTEROSKLEROSIS
berikut :
h. Anamnesis (Khaira, 2018)
SNH STROKE
2) Identitas Klien
d) Umur
STROKE HEMORAGIK
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai
pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya
berlipat ganda setiap
Resikokurun
perfusiwaktu sepuluh tahun. Pada stroke
Perdarahan intra cerebral tidak Perdarahan ekstra
hemoragik
cerebral dengan perdarahan intraserebral lebih
cerebral (SAH) sering
efektif
ditemukan pada usia 45-60 tahun, sedangkan stroke hemoragik
Masukdengan
ke otak perdarahan subarachnoid lebih sering ditemukan pada usia
Disfungsi otak Disfungsi
20-40 tahun. global otak fokal
e) Jenis Kelamin
Hematoma
cerebral
Laki-laki lebih cenderung
Penurunan terkena stroke lebih tinggi
Nyeri kepala
Kesadaran
dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada
Peningkatan TIK
usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki
yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun
Afasia
Penurunan Hemisensori
Nyeri kepala Hernia kemungkinan
cerebral terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita
kesadaran
hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena Gg.Bicara Penurunan reflek
stroke iskemik
Penurunan kapasitas mengunyah
sedangkan wanita lebih sering menderita stroke hemoragic
adaptif intra kranial Gg.Komunika
subarachnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan
si verbal Reflek menelan
laki-laki. menurun
Gg.Fungsi
Gg.Fungsi Gg.f)Fungsi
Pekerjaan cerebrum/
thalamus Brainstem
cerebellum
Stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya dan beberapa ahli Tersedak
Akumulasi
menyebutkan bahwa stroke cenderung dideritacairan olehdi golongan
Depresi Depresi pusat
dengan sosial ekonomi yang tinggiHemiparise rongga dengan Obstruksi
karena berhubungan
pusat pernafasan
pencernaan mulut jalan nafas
pola hidup, pola makan, istirahat dan aktivitas. Hasil penelitian
Pola nafas tidak
menunjukkan sebagaian besar (50%) Defisit
berpendidikan sarjana, yang
Gg.Mobilitas
Mual, efektif
fisik adanya perubahan
memiliki kecenderungan perawatangaya dan pola hidup
muntah Bersihan jalan nafas
diri
yang dapat memicu terjadinya stroke.
Defisit
nutrisi
34
i. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran (Gefani, 2017).
j. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain (Rahmayanti, 2019).
k. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan. Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu juga ditemukan
riwayat tinggi kolesterol, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang
disertai hipertensi dan meningkatnya kadar estrogen, dan riwayat
konsumsi alkohol (Khaira, 2018).
l. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
(Khaira, 2018).
m. Pemeriksaan Fisik
12) Kepala
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah
13) Muka
Inspeksi : Umumnya tidak simetri, bell’s palsy, wajah pucat, alis
mata simetris,
14) Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak odem.
35
15) Telinga
Inspeksi : Biasanya telinga sejajar kanan dan kiri
16) Hidung
Inspeksi : Biasanya simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
17) Mulut dan Faring
Inspeksi : Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,mukoso bibir
kering.
18) Leher
Inspeksi : Biasanya pada pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan
19) Thorax
d. Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal vremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
e. Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
f. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
20) Sistem Integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor akan jelek. Di samping itu perlu
juga di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
36
menonjol karena klien Stroke Hemoragik Bleeding harus bed rest
2-3 minggu.
21) Ekstremitas Atas dan bawah : Keadaan rentang gerak biasanya
terbatas, CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.
22) Genetalia dan sekitarnya
Terkadang terdapat inkontenensia atau retensio urin Status
System neurologi:
n. Tingkat Kesadaran
Gonce (2012) tingkat kesadaran merupakan parameter untama yang sangat
penting pada penderita stroke. Perlu dikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan
stroke. Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas:
Metoda Tingkat Responsivitas
8) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang dinyatakan
pemeriksa dengan baik
9) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya
10) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi srta meronta-ronta
11) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali
12) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
13) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
37
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
14) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam,
memberikan respons terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari
penilaian GCS klien :
38
Respon motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat ransangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
No respon 1
3. Reflek Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi melalui
stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak dibutuhkan untuk terjadinya
reflek. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke
atas ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain,
39
4. Perubahan Pupil Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang jauh dalam
ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu tangannya sejajar
dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah satu mata dan
perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan
bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor
(pupil yang tidak sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau
mungkin menjadi indikasi adanya disfungsi neural.
6. Saraf Kranial
II. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca
tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus
diperhatikan.
40
VI. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya
mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
VII. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua
pertiga anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi
wajah. Tipe yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
XII. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan
menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor
dan atropi. Jika ada deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan
mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
41
2. Diagnosa Keperawatan
42
3. Intervensi Keperawatan
21
intrakranial 3. Monitor MAP, CVP, PAWP,
menurun d) PAP, ICP, dan CPP, jika perlu
Kesadaran 4. Monitor gelombang ICP 5.
membaik Monitor status pernapasan
6. Monitor intake dan output
cairan 7. Monitor cairan
serebro-spinal Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
7. Pertahankan suhu tubuh
normal Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja
3. Pola Nafas tidak kriteria hasil: Observasi
Efektif b/d hambatan 1. Frekuensi napas 1. Monitor pola napas
upaya napas membaik (frekuensi, kedalaman,usaha
2. Kedalaman napas)
napas membaik 2. Monitor bunyi napas
3. Ekskursi dada tambahan(mis: wheezing)
membaik Terapeutik
1. Posisikan semi fowler atau
22
fowler
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas dengan headtilt dan chin-
lift
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,mukolitik.
4. Bersihan jalan nafas Kriteria Hasil : Pemantauan Respirasi
tidak efektif b/d spasme
1. Batuk efektif Observasi
jalan napas, disfungsi
meningkat 1. Monitor frekuensi, irama,
neuromuskuler dan
sekresi yang tertahan.
2. Produksi kedalaman dan upaya napas.
sputum menurun 2. Monitor pola napas
3. Frekuensi napas 3. Monitor kemampuan batuk
dan pola napas efektif
membaik 4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil X-Ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
23
pemantauan Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
5. Gangguan mobilitas kriteria hasil : Dukungan mobilisasi
fisik b/d gangguan 1. Pergerakan Observasi
neuromuskuler dan ekstremitas 1. Identifikasi adanya nyeri
kelemahan anggota meningkat atau keluhan fisik lainnya
gerak 2. Kekuatan otot 2. Identifikasi toleransi fisik
meningkat melakukan pergerakan
3. Rentang 3. Monitor frekuensi jantung
gerak( ROM) dan tekanan darah sebelum
meningkat 4. memulai mobilisasi
Kelemahan fisik 4. Monitor kondisi umum
menurun selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu( mis; duduk
diatas tempat tidur
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan 3. Libatkan
keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
24
dilakukan (mis: duduk diatas
tempat tidur)
6. Gangguan kriteria hasil: Promosi komunikasi lterna
komunikasi verbal 1. Kemampuan bicara Observasi
b/d penurunan berbicara 1. Monitor frustasi, marah,
sirkulasi serebral, meningkat depresi, atau hal lain yang
dan gangguan 2. Kemampuan mengganggu bicara 2.
neuromuskuler mendengar Identifikasi perilaku emosional
meningkat dan fisik sebagai bentuk
3. Kesesuaian komunikasi Terapeutik
ekspresi wajah/ 1. Gunakan metode komunikasi
tubuh meningkat lternative(mis: menulis, mata
4. Pelo menurun berkedip, isyarat tangan)
5. Pemahaman 2. Berikan dukungan psikologis
komunikasi 3. Ulangi apa yang
membaik disampaikan pasien 4. Gunakan
juru bicara
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk keahli patologi bicara
atau terapis
25
7. Defisit nutrisi b/d Kriteria Hasil: Manajemen nutrisi
ketidakmampuan 1. Porsi makanan Observasi
menelan makanan yang dihabiskan 1. Identifikasi status nutrisi
meningkat 2. Identifikasi alergi dan
2. Kekuatan otot toleransi makanan
mengunyah 3. Identifikasi makanan yang
meningkat disukai
3. Kekuatan otot 4. Identifikasi kebutuhan kalori
menelan dan jenis nutrisi
meningkat 4. Berat 5. Monitor asupan makanan
badan membaik 6. Monitor berat badan
5. Frekuensi Terapeutik
makan membaik 1. Lakukan oral hygiene
6. Nafsu mkan 2. Berikan makanan tinggi serat
membaik untuk mencegah konstipasi
7. Membran 3. Berikan makanan tinggi
mukosa membaik kalori dan tinggi protein
4. Berikan suplemen makanan
5. Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan( mis:
peredanyeri, antiemetik)
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
26
8 Defisit perawatan Kriteria Hasil: Dukungan perawatan diri
diri b/d gangguan 1. Kemampuan Observasi
neuromuskuler dan mandi meningkat 1. Monitor tingkat kemandirian
kelemahan 2. Kemampuan 2. Identifikasi kebutuhan alat
mengenakan bantu kebersihan diri,
pakaian meningkat berpakaian, berhias, dan makan
3. Kemampuan Terapeutik
makan meningkat 1. Sediakan lingkungan yang
4. Verbalisasi terapeutik ( mis: suasana rileks,
keinginan privasi)
melakukan 2. Siapkan keperluan pribadi
perawatan diri (mis: sikat gigi, sabun mandi)
meningkat 3. Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
4. Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
5. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri Edukasi
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan.
27
4. Evaluasi
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan
hiperkolesteronemia membaik
2. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis membaik
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan membaik
4. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
anggota gerak membaik
5. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan
gangguan neuromuskuler membaik
6. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral membaik
7. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan membaik
8. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas membaik
9. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
membaik
28
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
No respon 1
3. Reflek Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi melalui
stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak dibutuhkan untuk terjadinya
reflek. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke
atas ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain,
4. Perubahan Pupil Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang jauh dalam
ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu tangannya sejajar
dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah satu mata dan
perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan
bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor
29
(pupil yang tidak sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau
mungkin menjadi indikasi adanya disfungsi neural.
6. Saraf Kranial
II. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca
tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus
diperhatikan.
VI. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya
mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
VII. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua
pertiga anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi
wajah. Tipe yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
30
VIII. Akustikus : Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan
vestibular, yang secara berurutan mengontrol pendengaran dan keseimbangan.
Saraf koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan udara. Saraf vestibular
mungkin tidak diperiksa secara rutin namun perawat harus waspada, terhadap
keluhan pusing atau vertigo dari pasien.
XII. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan
menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor
dan atropi. Jika ada deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan
mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
2. Diagnosa Keperawatan
31
k. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis.
l. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan.
m. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
anggota gerak
n. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan
gangguan neuromuskuler
o. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
p. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
32
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas Klien
Nama : Tn. N
Umur : 57 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat :
33
dinding dada simetris kiri dan kanan suara napas vesikuler dan tidak
menggunakan otot bantu napas, SPO2 98%.
3. Circulation
Saat dilakukan pengkajian didapatkan TD : 180/110 mmHg N : 86 x/
menit dengan kuat dan teratur, kulit Tn. N tidak pucat, tidak ada
perdarahan, turgor kulit baik, CRT < 3 detik dan akral hangat.
D. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien masuk IGD RSOMH Bukittinggi pada hari Sabtu tanggal 2
Juli 2022 pada jam 08:45 WIB dengan keluhan: lemah anggota gerak kiri
2 hari sebelum masuk rumah sakit,lemah terasa ketika sedang bekerja,
lidah terasa berat, bicara pelo, menelan masih bisa.
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien masuk IGD RSOMH Bukittinggi pada hari Sabtu tanggal 2
Juli 2022 jam 08.45 WIB, dengan mengalami kelemahan anggota gerak
kiri. Saat dilakukan pemeriksaan ttv di dapatkan TD : 180/110 mmHg, N:
86x/menit RR: 20 x/menit, T: 36,6 C, SPO2 98%.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 2 Juli 2022 pada jam 8.45
WIB, pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri , tekanan darah
pasien tinggi dan pasien tampak gelisah. Pasien terpasang IVFD Nacl 0,9
14 tpm, terpasang O2 3 liter dengan nasal kanul, dan terpasang kateter.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada saat dilakukan pengkajian pada pasien, pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang lalu. Pasien mengatakan pasien
tidak teratur minum obat dan pasien tidak pernah di rawat d rumah sakit
sebelumnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat dilakukan pengkajian pada keluarga pasien, ada anggota
keluarga pasien yang mengalami penyakit hipertensi.
34
E. Pemeriksaan Fisik Umum
1. Disability
GCS 15. E=4 V=5 M=6 dengan kesadaran composmetis , pupil kanan
isokor dan pupil kiri isokor, motorik lemah sebelah kiri.
TD : 180/110 mmHg, N: 86x/menit, RR : 20x/menit, SPO2 98%.
2. Eksposure
Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada Tn. N tidak ditemukan ada
jejas, tidak ada bekas trauma, dan tidak ada luka pada bagian tubuh.
3. Kepala dan Leher
a. Kepala
I = Kulit kepala bersih, tidak ada pedikulus, warna rambut hitam,
lurus, tidak ada kerontokan, bentuk kepala simetris, tidak ada
pembengkakan.
Pe = Hasil ct-scan didapatkan bahwa terdapat cairan 250 cc dalam
rongga kepala pasien.
b. Wajah
I = Bentuk wajah simetris, kulit wajah tidak pucat.
P= Tidak ada lesi atau pembengkakan.
c. Mulut
I= Membran mukosa mulut tampak lembab, tidak ada kelainan
pada bibir dan langit-langit (tidak sumbing). Gigi pasien masih
lengkap, tidak ada caries gigi dan tidak ada sariawan.
d. Mata
I= Mata tampak simetris ka/ki, konjungtiva ananemis, skelera
anikterik, pupil kanan isokor, pupil kiri isokor, reflex terhadap
cahaya positif, dan tidak ada udema pada pelpebra.
e. Leher
I= Warna kulit leher sawo matang, tidak ada lesi atau
pembengkakan, tidak ada bantuan otot napas.
P= Tidak di temui adanya pembengkakan atau pembesaran kelenjar
tiroid dan tidak ada distensi vena jugularis.
35
4. THT
a. Telinga
b. Hidung
5. Thoraks
I= Thoraks Tn. N tampak simetris, tidak ada pembengkakan atau
kelaianan dan adanya pergerakan dinding dada simetris kiri dan
kanan.
P= tidak ada massa
P= Sonor
A= Suara napas vesikuler (20 x permenit) pola teratur
6. Jantung
I = Ictus cordiks tidak tampak
P = Ictus cordiks tidak teraba
P = Sonor
A= Tidak ada bunyi tambahan pada jantung
7. Abdomen
I = Turor kulit baik, tidak ada distensi abdomen, tidak ada tonjolan,
tidak kembung, tidak ada bekas luka, dan tidak ada asites
A = Bising usus 8 x permenit
P = Tidak ada pembengkakan, turgor kulit baik
P = Pada saat diperkusi abdomen Tn.N terdapat suara timpani
36
8. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Tangan Tn. N lengkap kiri dan kanan, tidak ada kecacatan, akral
hangat, Crt <3 detik, tidak ada pembengkakan dan sianosis, serta
kelemahan anggota gerak sebelah kiri, terpasang infus Nacl 0,9 %
14 tpm di sebelah kanan.
b. Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah Tn.N lengkap kiri dan kanan tidak ada
kecacatan , serta kelemahan anggota gerak kiri.
c. Jenis kelumpuhan Tn.N Hemiparese sinistra
d. Kekuatan Motorik
5555 4444
5555 4444
9. Genetelia
I = Genetelia Tn. N bersih, tidak ada pembengkakan, BAB normal.
37
3. Eliminasi (BAK dan BAB)
1. Bride monitor
Klien tidak terpasang monitor
2. Infusion
Klien terpasang infusion jenis cairan Nacl, 0,9 % 14 tpm
3. Syaring pump
Klien tidak terpasang syiring pump
4. Ventilator
Klien tidak terpasang ventilator
I. Data Pengetahuan
38
K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan pada hari Jumat tanggal 2 Juli 2022.
Darah lengkap
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Pemeriksaan rontgen
Thorax AP
Kesan : tidak ada kelainan
Pemeriksaan CT Scant
Kesan : intra cerebral hemorogik
L. Pengobatan / Terapi
39
M. Analisa Data
5555 4444
3. DS Disfungsi otak fokal Gangguan
- Klien mengatakan lidah komunikasi verbal
terasa berat sudah 2 hari
SMRS Penurunan sirkulasi
DO serebral
- Bicara pelo berat
- Bicara tidak jelas
40
- Sulit mengungkapkan Gangguan
kata-kata komunikasi verbal
41
3. Intervensi Keperawatan
42
mobilitas fisik b/d 1. Pergerakan ekstremitas
gangguan meningkat Observasi
neuromuskuler dan 2. Kekuatan otot 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
kelemahan anggota meningkat fisik lainnya
gerak 3. Rentang gerak( ROM) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
meningkat 4. Kelemahan pergerakan
fisik menurun 3. Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu( mis; duduk diatas tempat
tidur
2. Fasilitasi melakukan pergerakan 3.
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis: duduk diatas
tempat tidur)
3. Gangguan kriteria hasil: Promosi komunikasi deficit bicara
komunikasi verbal 1. Kemampuan berbicara Observasi
b/d penurunan meningkat 1. Monitor frustasi, marah, depresi, atau
sirkulasi serebral, 2. Kemampuan hal lain yang mengganggu bicara 2.
dan gangguan mendengar meningkat Identifikasi perilaku emosional dan fisik
neuromuskuler 3. Kesesuaian ekspresi sebagai bentuk komunikasi Terapeutik
43
wajah/ tubuh meningkat 1. Gunakan metode komunikasi
4. Pelo menurun lternative(mis: menulis, mata berkedip,
5. Pemahaman komunikasi isyarat tangan)
membaik 2. Berikan dukungan psikologis
3. Ulangi apa yang disampaikan pasien
4. Gunakan juru bicara
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk keahli patologi bicara atau
terapis
4. Evaluasi
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri, tumor otak, cidera
kepala, infark miokard akut, hipertensi dan hiperkolesteronemia membaik
2. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan anggota gerak
membaik
3. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan gangguan
neuromuskuler membaik
44
NURSING CARE PLAN
Terapeutik
45
6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
46
2. Gangguan mobilisasi kriteria hasil : Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi
fisik berhubungan
dengan penurunan 1. Pergerakan Observasi
kekuatan otot
ekstremitas meningkat
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Kekuatan otot 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
meningkat 3. Monitor frekuensi nadi dan TD sebelum mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
3. Rentang gerak
Terapeutik
(ROM) meningkat
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu( mis;
4. Kelemahan fisik
duduk diatas tempat tidur
menurun
2. Fasilitasi melakukan pergerakan
3. Libatkan keluarga membantu pasien meningkatkan
pergerakan
Edukasi
47
3 Gangguan komunikasi Kriteria hasil: Promosi komunikasi Promosi komunikasi
verbal b/d penurunan
Observasi
sirkulasi serebral, dan 1. Kemampuan
gangguan 1. Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang
neuromuskuler berbicara meningkat
mengganggu bicara
2. Kemampuan 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
mendengar meningkat komunikasi
3. Kesesuaian ekspresi
Terapeutik
wajah/ tubuh
1. Gunakan metode komunikasi alternative(mis: menulis,
meningkat
mata berkedip, isyarat tangan)
4. Pelo menurun 2. Berikan dukungan psikologis
3. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Pemahaman
4. Gunakan juru bicara
komunikasi membaik
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk keahli patologi bicara atau terapis
48
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Kolaborasi
49
1. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
Gangguan mobilisasi fisik Dukungan mobilisasi S : Keluarga klien mengatakan klien lemah anggota
berhubungan dengan gerak kiri sudah 2 hari SMRS
penurunan kekuatan otot Observasi
O:
1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya - GCS: E= 4 V=5 M = 6
- Kesadaran CM
2. Mengidentifikasi toleransi fisik
- KU : Lemah
melakukan pergerakan - Motorik
3. Memonitor frekuensi nadi dan TD
5555 4444
sebelum mobilisasi
4. Memonitor kondisi umum selama 5555 4444
Edukasi
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
50
2. Mengajarkan mobilisasi sederhana
Gangguan komunikasi Promosi komunikasi S : Klien mengatakan lidah masih berat
verbal b/d penurunan
Observasi
sirkulasi serebral, dan O : Mulut mencong (+), bicara pelo (+)
gangguan neuromuskuler 1. Memonitor frustasi, marah, depresi,
A : Masalah belum teratasi
atau hal lain yang mengganggu bicara
2. Mengidentifikasi perilaku emosional P : Intervensi dilanjutkan di ruang rawat
dan fisik sebagai bentuk komunikasi
Terapeutik
1. Menggunakan metode komunikasi
alternative(mis: menulis, mata berkedip,
isyarat tangan)
2. Memberikan dukungan psikologis
3. Mengulangi apa yang disampaikan
pasien
Edukasi
1. Menganjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
51
1. Rujuk keahli patologi bicara atau
terapis bila perlu
52
Catatan Pasien Keluar UGD:
Terpasang alat:
1. Pasang Infus
2. EKG
3. Pasang Oksigen
4. TTV
ORAL INTRAVENA
Simvstatin 1x20 mg IVFD Nacl 0,9%/12 jam
Neurodex 1x1 Ranitidin 2x1
Capcam 2x1 Citicoline 2x500
Manitol Loading 250cc
Pasien Keluar:
DAFTAR PUSTAKA
53
Adib, M. (2015). Konsep Teori Stroke Hemoragik. Jakarta: EGC.
Anurugo. 2014. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Aru W. Sundoyo. 2019. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid Ii, Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc
Kemenkes RI Raheskesda Provinsi Sumatera Barat. 2020. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat
Mutaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, A. (2016). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Salemba Medika.
Nur, A, H & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Riset Kesehatan Dasar (Riskedas). 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI Tahun 2013. Diakses 19 Oktober 2014
Riset Kesehatan Dasar (Riskedas). 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
54
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervnsi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
55