Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN.

N DENGAN NON
HEMORAGIC STROKE DI RUANG PERAWATAN IBIS
RS BHAYANGKARA MAKASSAR
DOSEN PEMBIMBING : Fransiska Anita, Ns., M.Kep. Sp. KMB

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK RS BHAYANGKARA

NICOLAS KASPAR AFITU PIDELVIA PASAPAN


NIMSIANI TANDUNGAN PRICILIA LEKATOMPESSY
NOVIANA INA KII PUTRI MAGAFIRA
OCTHAVYANI EMBONG BULAN PUTRI MASARRANG
ODELIA FLAVIANA EZROM RAHAYU PATRICIA
PAETRICK PIETER SIMSON D.F. RATNA SARI
PASKALINA NATALIA RATNA TITHA NANGGALI
PEBRIANI ANTAURI RENATA MARIA RENYA F.
PENI SUDDIN REZKI MENTODO

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN STELLA MARIS MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
karuniNya kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Tn. N Dengan Non Hemoragic Stroke Di Ruang Perawatan Ibis RS Bhayangkara
Makassar”.
Dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini, kami banyak mendapatkan bantuan,
pengarahan, dan bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa asuhan keperawatan ini sangat jauh dari kata kesempurnaan. Oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun guna untuk menyempurnakan asuhan keperawatan ini. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Makassar, Oktober 2022

Kelompok RS Bhayangkara
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di
dunia hingga saat ini. Menurut laporan World Health Organization (WHO),
kematian akibat penyakit degeneratif diperkirakan akan terus meningkat
diseluruh dunia. Peningkatan terbesar akan terjadi dinegara – negara
berkembang dan negara miskin. Dalam jumlah total, pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun atau naik 14 juta jiwa dari
38 juta jiwa pada tahun ini. Lebih dari dua per tiga (70%) dari populasi global
akan meninggal akibat penyakit degeneratif (Buletin Kesehatan, 2011).
Beberapa penyakit degeneratif yang banyak terjadi dimasyarakat adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, stroke dan kanker. Penyakit
degeneratif seperti stroke juga sudah mulai ditemui tidak hanya oleh orang
yang berusia lanjut namun juga di kalangan umur muda (Indrawati, 2009).
Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak
baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Di Indonesia sendiri,
stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung
dan kanker. Dari data nasional yang didapat, angka kematian yang diakibatkan
oleh penyakit stroke sebesar 15,4%. Dari data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Kementerian Kesehatan Indonesia diketahui bahwa prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkanyang terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar
0,7% (Depkes, 2013). Faktor resiko terjadinya stroke tidak hanya selalu pada
pola makan saja. Ada berbagai macam faktor pencetus munculnya penyakit
stroke seperti stress baik itu stress psikologi maupun stress pekerjaan dimana
stress meningkatkan resiko terjadinya stroke 10% kali.
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat adalah
sebagai Educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health
Education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat
pencegahan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga,
perawat dapat menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada
upaya promotif dan preventif. Maka dari itu, peranan perawat dalam
penanggulangan Dengue haemorhagic fever yaitu perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit,
pemulihan dari penyakit, memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan
stroke non hemoragic. Manfaat pendidikan kesehatan bagi keluarga antara lain
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang sakitnya hingga pada akhirnya
akan meningkatkan kemandirian keluarga (Sutrisno, 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Non-Hemoragic Stroke ?
2. Apa saja klasifikasi dari Non-Hemoragic Stroke ?
3. Apa saja etiologi dari Non-Hemoragic Stroke ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari Non-Hemoragic Stroke ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Non-Hemoragic Stroke ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Non-Hemoragic Stroke ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Non-Hemoragic Stroke ?
8. Apa saja komplikasi dari Non-Hemoragic Stroke ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dari Non-Hemoragic Stroke ?

C. Tujuan
1. Agar mengetahui definisi dari Non-Hemoragic Stroke
2. Agar mengetahui klasifikasi dari Non-Hemoragic Stroke
3. Agar mengetahui etiologi dari Non-Hemoragic Stroke
4. Agar mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Non-Hemoragic Stroke
5. Agar mengetahui bagaimana patofisiologi dari Non-Hemoragic Stroke
6. Agar mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari Non-Hemoragic
Stroke
7. Agar mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dari Non-Hemoragic
Stroke
8. Agar mengetahui apa saja komplikasi dari Non-Hemoragic Stroke
9. Agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Non-Hemoragic
Stroke
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Stroke atau cerebral vaskuler accident (CVA) adalah gangguan dalam
sirkulasi Intraserebral yang berkaitan vascular insuffisiency, trombosis, emboli,
atau perdarahan (Muliati, 2018).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang di sebabkan karena penyumbatan
pembuluh darah di otak oleh thrombosis maupun emboli sehingga suplai glukosa
dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang
disuplai (Nggebu, 2019).
Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum
atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh (Ratnasari, 2020).

B. Klasifikasi
Menurut Lusiana (2019) klasifikasi stroke dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk didalam pembuluh darah otak atau pembukuh
darah organ distal. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik
primer termasuk ateroslerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan penyakit
jantung strukural. Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme yang sering
merupakan respons vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara
araknoid dan piameter meningen. Sebagian stroke iskemik tidak menimbulkan
nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh darah
besar dileher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri sehingga cedera
pada pembuluh-pembuluh darah ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan
nyeri kepala.
Menurut Prakasita (2015) berdasarkan perjalanan klinis, stroke
iskemik dikelompokkan menjadi :

a) TIA (Transient Ischemic Attack)


Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan
oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.

b) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)


Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang
dari 21 hari.
c) Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d) Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.

2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20 % dari seluruh kasus stroke. Pada
stroke ini, lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan di subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Perdarahan
dapat secara cepat menimbulkan gejala neurogenik karena tekanan pada
struktur-struktur saraf di 12 dalam tengkorak. Biasanya stroke hemoragik
secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran.

C. Etiologi

Faktor risiko yang dapt menjadi penyebab stroke adalah sebagai berikut:

a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)

b. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)

c. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan


perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara
atau permanen gerakan, berpikir, memori , bicara atau sensasi .

1. Faktor Predisposisi

a) Jenis Kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen
yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause
dan sebagai proteksi atau pelindung pada proses ateroskerosis. Namun
setelah perempuan tersebut mengalami menopouse , besar risiko terkena
stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama (Ummaroh, 2019).

b) Usia
Stroke dapat menyerang siapa saja, semakin tua usia seseorang maka
semakin besar kemungkinan orang tersebut terkena stroke. Penderita stroke
lebih banyak terjadi pada usia diatas 50 tahun dibandingkan dengan yang
berusia dibawah 50 tahun. Dimana pada usia tersebut semua organ tubuh
termasuk pembuluh darah otak menjadi rapuh (Ratnasari, 2020).

c) Riwayat Stroke dalam Keluarga


Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar
penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya.
Keturunan dari penderita stroke diketahui menyebabkan perubahan
penanda aterosklerosis awal, yaitu proses terjadinya timbunan zat lemak
dibawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya
stroke. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan bahwa
riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara faktor
genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah dalam
arteri koronaria (Ummaroh, 2019).

2. Faktor Presipitasi

a) Hipertensi
Hipertensi, merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting
untuk stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada keadaan hipertensi,
pembuluh darah mendapat tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembilih
darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat
menyebabkan arterosklerosis dan penyempitan diameter pembuluh darah
sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak (Nasution, 2013).

b) Penyakit Jantung
Faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit
yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut
jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri
ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain
jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah
yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-
orang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama
kematian pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi
pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat bentuk
jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari
dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke
leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke (Juwani, 2013).

c) Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan resiko terjadinya stroke
iskemik. Seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus jika pemeriksaan
gula darah puasa > 140 mg/dL, atau pemeriksaan 2 jam post prandial > 200
mg/dL Penderita diabetes cenderung menderita obesitas, obesitas dapat
mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, dimana keduanya
merupakan faktor resiko stroke (Ratnasari, 2020).

d) Obesitas
Stroke terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolestrol dalam
darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL yang (Low-
Density Lipoprotein) lebih tinggi dibandingkan kadar HDL (High-Density
Lipoprotein).

e) Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan
peningkatan plak pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat
sirkulasi darah. Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai
empat kali ini berlaku untuk semua jenis rokok dan untuk semua tipe
stroke, terutama perdarahan subaraknoid karena terbentuknya aneurisma
dan stroke iskemik. Asap rokok mengandung beberapa zat yang bahaya
yang disebut dengan zat oksidator. Dimana zat tersebut menimbulkan
kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat penimbunan lemak, sel
trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri diseluruh tubuh
termasuk otak, jantung dan tungkai. Sehingga merokok dapat menyebabkan
terjadinya arteriosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan
darah menggumpal sehingga resiko terkena stroke (Ratnasari, 2020).

f) Dislipidemia
Kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan kolesterol total yang
tinggi mengakibatkan resiko stroke sampai dua kali lipat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa angka kejadian stroke 23 meningkat pada pasien
dengan kadar kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7
mg% menaikkan angka stroke 25% sedangkan kenaikan HDL (High
Density Lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan angka stroke
setinggi 47% (Ratnasari, 2020).

g) Life Style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu
berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif maupun usia
lanjut. Salah satu contoh life style yaitu berkaitan dengan pola
makan.Generasi muda biasanya sering menerapkan pola makan yang tidak
sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang serat lemak
dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya mengonsumsi
makanan yang digoreng atau makanandengan kadar gula tinggi dan
berbagai jenis makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis dan
lain-lain. Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu
sedentary life style atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga. Hal
ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam
pembakaran zat-zat makanan yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko
membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah
yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat
pembuluh darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan jantung
dan stroke (Ummaroh, 2019).

h) Stress
Stres yang bersifat konstan dan terus menerus memengaruhi kerja
kelenjar adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon adrenalin, tiroksin,
dan kortisol sebagai hormon utama stres akan naik jumlahnya dan
berpengaruh secara signifi kan pada sistem homeostasis. Adrenalin yang
bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatis berpengaruh terhadap
kenaikan denyut jantung dan tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan
Basal Metabolism Rate (BMR) juga menaikkan denyut jantung dan
frekuensi nafas. Peningkatan denyut jantung inilah yang akan memperberat
aterosklerosis. Stress dapat merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memacu jantung untuk berdetak lebih cepat dan lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat (Ramadhani & Adrian, 2015).

i) Cedera Kepala dan Leher


Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan
pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti
pada stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya
tulang punggung atau pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran
leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan
penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia
muda (Juwani, 2013).

j) Konsumsi Kopi
Konsumsi kopi dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke iskemik,
di sebabkan oleh denyut jantung yang meningkat beberapa saat setelah
mengkonsumsi segelas kopi, yang dapat terjadinya aliran darah ke otak
tidak stabil akibatnya kerja jantung yang meningkat sehingga kapasitas
pembuluh darah bertambah dan akan beresiko terjadinya penyumbatan
didalam Arteri (Juwani, 2013).

k) Konsumsi Alkohol
Makin banyak konsumsi alkohol maka kemungkinan stroke. Makin
tinggi karena alkohol dapat menaikan tekanan darah, memperlemah
jantung, mengentalkan darah dan menyebabkan kejang arteri. konsumsi
alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga
mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus ke
perdarahan di otak serta memperbesar risiko stroke iskemik (Udani, 2013).

D. Manifestasi Klinis

Menurut Ginting (2017) gejala umum yang sering terjadi dan mudah dilihat
adalah penderita merasakan lemah dan mati rasa atau bebal pada bagian wajah,
tangan, atau kaki terutama salah satu bagian tubuh. Gejala stroke dapat disingkat
FAST untuk memudahkan masyarakat dalam mengenali gejala tersebut:
1. F (face/wajah)
Minta orang tersebut untuk tersenyum. Wajah akan terlihat tidak simetris
(asimetris), sebelah sudut mulut tertarik ke bawah dan lekukan antara hidung
ke sudut mulut tampak mendatar.

2. A (arms drive/gerakan lengan)


Minta orang tersebut untuk mengangkat kedua lengan. Lengan diangkat lurus
sejajar kedepan dengan sudut 900 dan telapak tangan keatas selama 30 detik.
Jika kelumpuhan lengan ringan dan tanpa disadari penderita, maka lengan
lumpuh akan turun (menjadi tidak sejajar lagi) sedangkan kelumpuhan yang
berat, lengan tersebut tidak bisa diangkat lagi dan tidak dapat digerakkan.
3. S (speech/bicara)
Minta orang tersebut mengulangi kalimat sederhana. Maka akan terlihat gangguan

berbicara (artikulasi terganggu) atau sulit berbicara (gagu) atau bisa bicara tetapi
mengalami gangguan pemahaman atau sulit mengerti.

4. T (time/waktu )
Segera memanggil ambulans atau ke rumah sakit jika menemukan tiga
gejala diatas seperti perubahan wajah, kelumpuhan dan bicara atau disertai
gejala seperti :
a. Kehilangan kesadaran (pingsan)
b. Pusing berputar (vertigo)
c. Kesemutan separuh badan
d. Penglihatan tiba-tiba kabur pada kedua atau salah satu mata.

Menurut Katrisnani (2019) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik,


bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya
refleks tendon dalam atau penurunan 30 kekuatan otot untuk melakukan
pergerakkan, apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali biasanya dalam
waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan spastisitas atau peningkatan
tonus otot abnormal pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat (Afandy,
2018).

2. Kehilangan Komunikasi
Menurut Katrisnani (2019) fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.

c) Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari


sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.

3. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-
spasial dan kehilangan sensori (Katrisnani, 2019).

4. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek Psikologik


Menurut Afandy (2018) gangguan persepsi sensori merupakan
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Gangguan persepsi
sensori pada stroke meliputi:
a) Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara
mata dan korteks visual. Kehilangan setengah lapang pandang terjadi
sementara atau permanen (homonimus hemianopsia). Sisi visual yang
terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala penderita
berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cendrung mengabaikan bahwa
tempat dan ruang pada sisi tersebut yang disebut dengan amorfosintesis.
Pada keadaan ini penderita hanya mampu melihat makanan pada setengah
nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
b) Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial sering terlihat pada penderita dengan
hemiplegia kiri. Penderita tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau berat dengan kehilangan propriosepsi yaitu kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

5. Disfungsi kandung kemih


Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan (Katrisnani, 2019).

E. Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Nggebu 2019).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah, terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat, menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro
vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada
falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh
kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika
sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Nggebu,
2019).

F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Murtiningsih (2019) pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke,


yaitu:

1. Radiologi

a) CT-Scan
Pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik adanya
edema, adanya hematoma, iskemia dan adanya infark pada stroke.
Hasil pemeriksaan tersebut biasanya terdapat pemadatan di vertikel
kiri dan hiperdens lokal.

b) Elektroensefalogram (EEG)
Mengidentifikasi penyakit yang didasarkan pada pemeriksaan
pada gelombang otak dan memungkinkan memperlihatkan daerah
lesi yang spesifik. Pada pasien stroke biasanya dapat menunjukkan
apakah terdapat kejang yang menyerupai dengan gejala stroke dan
perubahan karakteristik EEG yang menyertai stroke yang sering
mengalami perubahan (Hello sehat, 2018).
c) Sinar X
Menggambarkan pada perubahan kelenjar lempeng pineal
pada daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi
karotis internal yang terdapat pada trombosis serebral.

d) Angiografi Serebral
Pemeriksaan ini membantu untuk menentukan penyebab
stroke secara spesifik antara lain perdarahan, obstruksi arteri,
olkusi/rupture.

e) Fungsi Lumbal
Tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli dan TIA
(Transient Ischaemia Attack). Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
trombosis berhubungandengan proses inflamasi.

f) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnetik dengan
menentukan besar atau luas perdarahan yang terjadi pada otak. Hasil
dari pemeriksaan ini digunakan untuk menunjukan adanya daerah
yang mengalami infark, hemoragik, dan malinformasi arteriovena.

g) Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis/ aliran darah/ muncul plaque/aterosklerosis).

h) Pemeriksaan Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung dan menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari masa
yang meluas.
2. Laboratorium

a) Pemeriksaan Darah Lengkap


Seperti Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Semua itu
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia,
sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Jika kadar
leukosit pada pasien diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang
sedang menyerang.
b) Test Darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari 4 pemeriksaan yaitu pothromin time, partial
thromboplastin (PTT), Internasional Normalized Ratio (INR) dan

agregasi trombosit. Keempat tes ini berguna untuk mengukur


seberapa cepat darah mengumpal. Pada pasien stroke biasanya
ditemukan PT/PTT dalam keadaan normal.
c) Tes Kimia Darah
Tes ini digunakan untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat dll. Seseorang yang terindikasi penyakit stroke
biasanya memiliki yang gula darah yang tinggi. Apablia seseorang
memiliki riwayat penyakit diabetes yang tidak diobati maka hal
tersebut dapat menjadi faktor pemicu resiko stroke.

G. Penatalaksanaan Medis

Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia terjadi


karena adanya edema otak. Edema otak timbul dalam beberapa jam setelah
stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Edema otak mula-mula
cytofosic karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian
terdapat edema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk
menurunkan edema otak, dilakukan hal-hal sebagai berikit :
a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30o

b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan


hipotonik.
Adapun penatalaksanaan medis menurut (Nofitri) yaitu:

1. Penatalaksanaan Medis
a) Menurunkan kerusakan iskemik serebral Tindakan awal
difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia
serta tekanan darah.

b) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan


meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c) Pengobatan
1) Anti Koagulan : Heparin untuk menurunkan
kecenderungan perdarahan padafase akut

2) Obat Anti Trombotik : Pemberian ini diharapkan


mencegah peristiwa trombolitikatau embolik

3) Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral


4) Antikoagulan: Heparin
Untuk mencegah terjadinya bekuan darah embolisasi thrombus.
5) Antihipertensi: Catropil, antagonis kalsium.
6) Recombinant Tissue-Type Plasminogen Activator
Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen
activator) atau alteplase merupakan pilihan dalam upaya
revaskularisasi pada stroke iskemik menggunakan agen
trombolisis. Pemberian trombolisis dengan rtPA pada stroke
iskemik. Pemberian rtPA harus segera dilakukan dalam 3
jam sejak onset terjadinya stroke dan kemungkinan stroke
hemoragik telah disingkirkan. Dokter juga perlu menimbang
risiko komplikasi yang muncul akibat rtPA, seperti
perdarahan intrakranial dan reaksi alergi.

d) Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk


memperbaiki peredarandarah otak.
2. Penatalaksanaan Keperawatan

a) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah
dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
c) Tanda-tanda vital usahakan stabil
d) Bedrest
e) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
f) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang
berlebih

H. Komplikasi

Menurut Pratama (2019) komplikasi pada penderita stroke, yaitu :

1. Peningkatan tekanan intrakranial

Tekanan intrakranial merupakan kumpulan sejumlah volume darah


intrakranial dan cairan serebrospinal di dalam tengkorak.
2. Hermiasi otak

Apabila jaringan otak bergeser dari daerah tekanan tinggi ke tekanan


rendah maka akan terjadi herniasi otak.
3. Gagal nafas

Salah satu gejala dari stroke adalah penurunan kesadaran, yang dapat
mengakibatkan obstruksi jalan nafas karena epiglotis dan lidah
mungkin rileks yang menyumbat orofaring sehingga terjadi gagal
nafas, hemoragik pada area medulla oblongata.
4. Iskemik cerebri

Stroke yang paling sering terjadi (85%), yang disebabkan karena


adanya gangguan aliran darah yang disebabkan karena sumbatan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan adanya hipoperfusi jaringan
otak yang signifikan.
5. Malnutrisi

Salah satu manifestasi klinis dari stroke adalah disfagia (sulit


menelan). Dengan adanya gejala ini mengakibatkan terjadinya
anoreksia yang menyebabkan intake tidak adekuat, sehingga
menimbulkan malnutrisi
6. Bekuan Darah (trombosis)

Mudah terbentuk pada kaku yang lumpuh menyebabkan penimbunan


cairan, pembengkakan (odema) selain itu juga dapat menyebabkan
embolismen paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri
yang mengalirkan darah ke paru.
7. Dekubitus

Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat,


sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka
akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
8. Pneumonia

Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumoni.
9. Atrofi dan Kontraktur (Kekakuan Sendi)

Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.

I. Rehabilitasi Pasca Stroke


Menurut Kurniawan (2017) mengklasifikasikan fase dalam rehabilitasi
stroke, sebagaiberikut :
1. Fase Akut

Pasien stroke mendapatkan perawatan di ruang perawatan biasa


maupun unit stroke, dikarenakan kondisi hemodinamik pasien belum
stabil. Rehabilitasi fase akut dilakukan pada 2 minggu pertama pasca
serangan stroke. Tujuan rehabilitasi fase akut ini adalah untuk
mempertahankan integritas kulit, mencegah pola postur, mencegah
otot mengalami pemendekan dan kaku sendi, mengatasi gangguan
fungsi menelan dan gangguan komunikasi. Manajemen rehabilitasi
fase akut meliputi manajemen menelan, manajemen berkomunikasi,
pencegahan pressure ulcer, pencegahan jatuh, pencegahan nyeri serta
DVT. Yang harus dilakukan pada fase akut stroke adalah sebagai
berikut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti jalan napas, pernapasan oksigen
dan sirkulasi

b. Monitor TIK

c. Monitor pernapasan fungsi AGD

d. Monitor jantung dan TTV, pemeriksaan EKG


e. Evaluasi status cairan dan elektrolit

f. Kontrol kejang, jika ada dengan pemberian anti konvulsan dan


cegah resiko injuri

g. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung


dan pemberian makanan

h. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dan antikoagulan

i. Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan


pupil , fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan reflex

2. Fase Sub-akut
Pasien stroke fase sub-akut pada umumnya kondisi
hemodinamiknya mulai stabil dan dibolehkan untuk pulang ke rumah.
Apabila pasien masih memerlukan penanganan rehabilitasi yang
intensif maka belum boleh untuk dipulangkan. Fase rehabilitasi ini
dilakukan antara 2 minggu hingga 6 bulan setelah stroke. Tujuan
pemberian rehabilitasi yaitu untuk mengoptimalkan pemulihan
neurologis dan reorganisasi saraf, meningkatkan kualitas hidup dan
konsep diri. Latihan pada fase sub-akut ini yaitu meliputi latihan berdiri
dan berjalan, latihan ketahanan, terapi kognitif, terapi berbicara, dan
terapi dengan modalitas, dan juga terapi yang telah dilakukan pada fase
akut dapat dilanjutkan.

3. Fase Kronis
Program latihan atau rehabilitasi untuk fase kronis berlangsung
diatas 6 bulan setelah terjadi stroke. Pada fase ini latihan endurasi dan
penguatan otot dilakukan secara bertahap dan terus ditingkatkan hingga
pasien dapat mencapai aktivitas aktif yang optimal. Tujuan dari
program latihan fase kronis adalah mengoptimalkan dan
mempertahankan kemampuan fungsional yang telah dicapai,
mengoptimalkan kualitas hidup pasien, dan mencegah terjadinya
komplikasi. Latihan fase kronis meliputi latihan berjalan, latihan
kekuatan dan latihan keseimbangan.
Menurut Hariandja (2013), peningkatan kualitas hidup penderita
stroke melalui rehabilitasi. Rehabilitasi dilakukan segera mungkin dan
secara rutin, hal ini menyebabkan kembalinya kemampuan motorik
penderita stroke secara bertahap. Rehabilitas pada ekstremitas atas
sangatlah penting bagi penderita stroke. Ekstremitas atas sangat
berperan penting dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari seperti
makan, minum, mandi, berpakaian, dan lain sebagainya.
Menurut Sari (2020), penatalaksanaan rehabilitasi yang dapat
dilakukan pada pasien stroke dengan gangguan mobilitas fisik yaitu
melakukan mobilisasi sesegera mungkin saat kondisi neurologis dan
hemodinamik penderita stroke telah membaik atau stabil. Mobilisasi
harus dilakukan secara berskala.
Beberapa jenis tindakan atau terapi yang diberikan pada pasien
pasca stroke adalah sebagai berikut :

1. Terapi Rehabilitasi

Tujuan
a. Mengoptimalkan kemampuan fungsi yang ada
b. Memberikan edukasi cara2 modifikasi sehingga pasien pasca
stroke mampu beradaptasi mandiri dengan kondisi yang ada
saat ini
c. Mencegah terjadi komplikasi / kecacatan
d. lebih
berat
e. tidak ada komplikasi dan tak pada kondisi medis yang
membahayakan jiwa.
f. Progam rehabilitasi medik aktif sesudah serangan stroke :
 Stroke penyumbatan : 3-5 hari
 Stroke perdarahan : 2 – 3 minggu
g. Dilakukan secara komprehensif melibatkan
 Terapi fisik, okupasi, wicara, dan ortotik/ penyangga
 Peran aktif dari pasien, keluarga dan masyarakat Periode emas
terapi rehabilitasi adalah dalam waktu 6 bln setelah serangan stroke
2. kemampuan fungsional akan kembali sd 80% dari kondisi sebelum
stroke :
 Mampu berjalan mandiri / dengan alat bantu jalan
secara mandiri
 Mampu melakukan aktifitas harian secara mandir
3. Terapi Fisik

Tujuan :
a. Mempertahankan posisi yang benar saat pasien baring / duduk
b. Mempertahankan kemampuan fungsi mobilisasi :
berguling, berubah posisi, pindah tempat, berjalan dengan/
tanpa alat bantu jalan
c. Mempertahankan kemampuan dalam melakukan aktivitas
harian melakukan aktivitas fungsional

ROM AKTIF / PASIF

a. Definisi

Rentang pergerakan sendi (Range of Motion/ROM) adalah


pergerakan maksimal yang mungkin dilakukan oleh sendi tersebut.
Rentang pergerakan sendi bervariasi dari individu ke individu yang
lain dan ditentukan oleh susunan genetik, pola perkembangan, ada
atau tidak adanya penyakit, dan jumlah aktivitas fisik yang
normalnya dilakukan seseorang.

b. Indikasi

1. Meningkatkan kemampuan tonus otot.


2. Melancarkan peredaran darah ke seluruh
tubuh dan mencegahterbentuknya
decubitus.
3. Mencegah terjadinya kontraktur.

c. Tujuan

1. Pasien yang mengalami penurunan kemampuan tonus


otot
(Hemiparese).
2. Pasien Stroke yang telah melewati fase akut.
*Tidak dianjurkan dilakukan pada pasien-pasien dengan
yang mengalami
Shoulder Pain.
d. Langkah-langkah
No. BagianTubuh-Tipe Sendi/Pergerakan
1. Leher-Sendi Putar:
 Fleksi. Gerakkan kepala dari posisi tegak di garis
tengah kearah depan sehingga dagu klien
menyentuh dada.
 Ekstensi. Gerakkan kepala dari posisi fleksi keposisi
tegak.

 Hiperekstensi. Gerakkan kepala dari posisi tegak


kearah belakang sejauhmungkin.
 Fleksi lateral. Gerakkan kepala kearah lateral kanan
dan kiri bahu.

 Rotasi. Palingkan wajah sejauh mungkin kearah


kanan dan kiri.
2. Bahu-Sendi Peluru:
 Fleksi. Angkat etiap lengan dari posisi di samping
tubuh kearah depan dan keatas keposisi di samping
kepala.
 Ekstensi. Gerakkan setiap lengan dari posisi
vertikal di samping kepala menuju kearah depan
dan kebawah keposisi istirahat di samping tubuh.
 Hiperekstensi. Gerakkan setiap lengan dari posisi
istirahat di samping tubuhkebelakang tubuh.

 Abduksi. Gerakkan setiap lengan kearah lateral


dari posisi istirahat di samping tubuh keposisi
samping di atas kepala, telapak tangan menjauh dari
kepala.

 Aduksi (anterior). Gerakkan setiap lengan dari


posisi di samping tubuh menyilang bagian depan
tubuh sejauh mungkin. Siku dapat diluruskan atau
ditekuk.
 Sirkumduksi. Gerakkan setiap lengan kedepan,
keatas, kebelakang dan kebawah dalam gerakan
lingkaran penuh.
 Rotasi eksternal. Letakkan lengan disamping tubuh
setinggi bahu dan siku ditekuk membentuk sudut
siku-siku, jari-jari menunjuk kebawah, gerakkan
lengan kearah atas sehingga jari-jari menunjuk
keatas.
 Rotasi internal. Letakkan lengan di samping tubuh
setinggi bahu dan siku ditekuk membentuk sudut
siku-siku, jari-jari menunjuk keatas, gerakkan
lengan kearah depan dan bawah sehingga jari-jari
menunjuk kebawah.
3. Siku-Sendi Engsel:
 Fleksi. Gerakkan setiap lengan bawah kearah
depan dan keatas sehingga tanganberada di bahu.
 Ekstensi. Gerakkan setiap lengan bawah
kearahdepan dan kebawah, luruskanlengan.
 Rotasi untuk supinasi. Gerakkan setiap tangan
dan lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap keatas.
 Rotasi untuk pronasi. Gerakkan setiap tangan
dan lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap kebawah.
4.
PergelanganTangan-Sendi Kondiloid:
 Fleksi. Gerakkan jari setiap tangan kearah dalam
lengan bawah.

 Ekstensi. Luruskan setiap tangan kepermukaan yang


sama seperti lengan.

 Hiperekstensi. Tekuk jari-jari setiap tangan


kebelakang sejauh mungkin.

 Fleksi radialis (abduksi). Tekuk setiap


pergelangan tangan kearah lateral menujukesamping
ibu jari dengan tangan supinasi.
 Fleksi ulnaris (aduksi). Tekuk setiap pergelangan
tangan kearah lateral menuju jari kelingking dengan
tangan supinasi.
5. Tangan dan Jari: Sendi Metakarpofalangeal-
Kondiloid; Sendi Inferfalangeal- Engsel:
 Fleksi. Buat sebuah kepalan pada setiap tangan.

 Ekstensi. Lurus kanjari-jari di setiap tangan.

 Hiperekstensi. Tekukjari-jari di setiap tangan kearah


belakang sejauh mungkin.

 Abduksi. Renggangkan jari-jari tangan.

 Aduksi. Rapatkan jari-jari tangan.


6. Ibu Jari-Sendi Pelana:
 Fleksi. Gerakkan setiap ibu jari menyilang
permukaan telapak tangan kearah jarikelingking.
 Ekstensi. Gerakkan setiap ibu jari menjauhi tangan.

 Abduksi. Gerakkan setiap ibu jari kearah lateral.

 Aduksi. Gerakkan setiap ibu jari kembali ketangan.

 Oposisi. Sentuhkan ibujarikebagianatasjari di tangan


yang sama. Pergerakan sendi ibu jari terdiri atas
abduksi, rotasi dan fleksi.
7. Panggul-Sendi Peluru:
 Fleksi. Gerakkan setiap tungkai kedepan dan
keatas. Lutut dapat diekstensikanatau difleksikan.
 Ekstensi. Gerakkan setiap tungkai kembali kesamping
tungkai yang lain.

 Hiperekstensi. Gerakkansetiap kaki kembali


kebelakang tubuh.

 Abduksi. Gerakkan setiap tungkai kearah luar sisi


tubuh.

 Aduksi. Gerakkan setiap tungkai ketungkai yang


lain sampai melebihi bagiandepan tungkai tersebut.
 Sirkumduksi. Gerakkan setiap tungkai kebelakang,
keatas, kesamping, dan kebawah membentuk sebuah
lingkaran.
 Rotasi internal. Gerakkan setiap kaki dan tungkai
kearah dalam sehingga ibu jarikaki mengarah sejauh
mungkin kearah tungkai yang lain.
 Rotasieksternal. Gerakkan setiap kaki dan tungkai
kearah luar sehingga ibu jari kaki mengarah sejauh
mungkin menjauhi tungkai yang lain.
8.
Lutut-Sendi Engsel:
 Fleksi. Tekuk setiap tungkai, gerakkan tumit kebagian
belakang paha.
 Ekstensi. Luruskan setiap tungkai, kembalikan kaki
keposisnya di samping kaki yang lain.

9. Tungkai dan Sendi Engsel:


 Ekstensi (plantar fleksi). Arahkan jari kaki pada setiap
kaki kearah bawah.
 Fleksi (dorsofleksi). Arahkan jari kaki pada setiap kaki
kearah atas.
10. Kaki-Geser:
 Eversi. Gerakkan telapak kaki setiap kaki kearah
lateral.
 Inversi. Gerakkan telapak kaki setiap kaki kearah
medial.
11. Jari Kaki: Sendi Inferfalangeal-Engsel; Sendi
Metatarsofalangeal-Engsel; Sendi Intertarsal-Geser:
 Fleksi. Lekukkan sendijari kaki pada setiap kaki kearah
bawah.
 Ekstensi. Luruskan jari kaki di setiap kaki.
12. Batang Tubuh-Sendi Geser:
TIPE PERGERAKAN SENDI
Fleksi Menurunkan sudut sendi (mis,.menekuk siku)
Ekstensi Meningkatkan sudut sendi (mis., meluruskan lengan di
bagiansiku).
Hiperekstensi Ekstensi yang lebih jauh atau pelurusan sendi
(mis., menekuk kepala kebelakang).
Abduksi Pergerakan tulang menjauhi garis tengah tubuh.
Aduksi Pergerakan tubuh menuju garis tengah tubuh.
Rotasi Pergerkan tulang mengelilingi sumbu pusatnya.
Sirkumduksi Pergerakan bagian distal tulang bentuk sebuah
lingkaran sementara ujung proksimal tetap
Eversi Menggerakkan telapak kaki kearah luar
dengan menggerakkan sendi pergelangan kaki.
Inversi Menggerakkan telapak kaki kearah dalam
dengan menggerakkan sendi pergelangan kaki.
Pronasi Menggerakkan tulang lengan bawah sehingga
telapak tangan menghadap kebawah saat diletakkan
didepan tubuh.
Supinasi Menggerakkan tulang lengan bawah sehingga
telapak tangan menghadap keatas saat diletakkan di
depan tubuh.
4. Terapi Rehabilitas Lain
a. Terapi Gangguan Komunikasi (Pemahaman, kemampuan Berbicara,
Membaca, Menulis, Pengucapan)
Tujuan:
 Memperbaiki fungsi berbahasa dan berbicara

Cara:
 Mendorong pasien tetap aktif berkomunikasi verbal/ menggunakan
berbagai modalitas dalam berkomunikasi (bahasa tubuh,
menggambar, menulis dll)
 Mengajarkan keluarga untuk menerima dan beradaptasi dengan
kondisi pasien
 Memberikan dorongan psikologis pada pasien dan keluarga
b. Gangguan menelan
 Identifikasi kelainan dan derajat :
 kemampuan menelan ludah, cairan, makanan padat
 Mengumpul di mulut? tersedak? batuk?
o derajat berat
 Selang nasogastric
o Derajat ringan
o Sedang
 Latihan menelan
o Diperlukan teknik2 khusus untuk menelan yang benar
dan aman untuk mencegah masuknya makanan/
minuman ke jalan nafas
 Terapi Gg. Menelan :
o Posisi badan tegak
o Modifikasi tekstur makanan / minuman : dimulai dari
puding, makanan yg dihakuskan, bubur – cairan kental
– cairan encer ~ target / makanan biasa
 Teknik/ maneuver menelan
o Latihan menutup mulut
o Menekan lidah, latihan menelan
o Penguatan otot rahang
o Latihan pernafasan
o Manuver kepala : menunduk, menoleh, memiringkan
c. Gangguan intelektual, daya ingat, perhatian, penyelesaian masalah sd
depresi yang diperlukan untuk penanganan khusus, peran serta
keluarga dan orang disekitar

 Rehabilitasi pekerjaan pada penderita stroke usia produktif


yang ingin kembali bekerja dengan melibatkan tenaga
multidisiplin.
DEFENISI

Non Hemoragic Stroke (NHS) adalah tersumbatnya pembuluh darah yang meyebabkan aliran darah keotak sebagian atau
keseluruhan terhenti (Nuratif & Kusuma, 2015). Non Hemoragic Stroke dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi setelah lama beristirahat atau bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013)

ETIOLOGI

PREDISPOSISI PRESIPITASI

Usia Ras ( orang Jenis Hipertensi stress Hiperkolestrol DM Penyakit


kulit putih) kelamin jantung
> 55 tahun Tidak Kadar
Pe hormon Pe
Kadar Laki-laki terkontrol lemak gula me Terjadi
kortisol,katk
Proses renin yang menekan dalam kematian
olamin,
menua me lapisan darah sel-sel
epinefrin Darah
Pola dalam dijantung
dan mengand
hidup arteri
Elastisitas adrenalin ung
Memicu Lemak
PD banyak
hipertensi Merok tertimbun Sel
Mempercepa glukosa
ok TD dan denyut di dalam jantung
t pengerasan dan
Menurunkan jantung me PD yang mati
PD lemak
jumlah H2o terbawa
Menga oleh aliran
Menghancurkan Hipertensi darah
ndung Lemak
me LDL zat lemak pada sel menumpu
nikotin otot polos k pada PD
Merusak
Plat PD dinding PD
Me sel- Lemak Berlangsung Emboli
sel darah menumpuk lama
di PD

Darah
meningkat
ke dinding
arteri

Trombus

ATEROSKLEROS
IS

Trombosis aterosklerosis

Obstruksi aliran darah

Penyempitan (stenosis PD otak)

Suplai darah ke
otak me

Suplai O2 ke otak
me

Iskemik
Edema dan kongesti jaringan sekitar

NON HEMORAGIC
STROKE

Infark

Aliran darah ke bagian Infark pada hemisfer Sindrom neurovaskuler


otak yang terkena kanan/kiri
iskemik terganggu

Fungsi menyilang Sirkulasi posterior Sirkulasi anterior


O2 dan glukosa me
Arteri karotis
Arteri
metabolise menurun Infark hemisfer Infark hemisfer kiri Kerusakan interna
vertebralis
dan ATP me kanan nervus I
(olfactorius ),
Paralisis sisi kanan
Metabolisme Nervus IV Disfungsi N Ketidakmamp
Paralisis sisi kiri tubuh
anaerob (Troklearis). II (Opticus) uan
tubuh
Nervus VI mengintegras
(Abducen), XII Penurunan ikan
Penumpukan asam (Hipoglosusus) informasi
Hemiparese/ darah ke
laktat + CO2 akibat sensorik
hemiplegia retina
gangguan pengeluaran untuk
sebagain/total Perubahan ketajaman
pada daerah iskemik membentuk
sensorik, penghiduan,
Bedrest
melihat, pengecapan presepsi
total
Tirah baring Pe T&G :
T&G : Nyeri kepala, T&G : penurunan SDKI: Gangguan
lama kemampuan Kesulitan
tingkat kesadaran kekuatan otot, atrofi persepsi sensori
retina untuk Menulis
menurun, TD belum otot (D.0085)
menangkap (agraphia),K
stabil Penekanan
SLKI: Persepsi objek atau esulitan
lama pada
SDKI: sensori bayangan bahasa
bagian tubuh (aphasia),suli
Ganggguan
SDKI: Resiko perfusi SIKI: Minimalisasi
mobilitas fisik t mengabil
serebral tidak efektif rangsangan T&G :
(D.0054) K : Luka keputusan
(D.0017) Kebutaan
dekubitus
SLKI:
SLKI: Status neurologis
Pergerakan SDKI: Resiko SDKI:
SIKI: Pemantauan sendi T&G : kulit
cedera Konfusi
neurologis, mengalami
SIKI: Dukungan (D.0136) kronis
pemantauan tanda vital kemerahan lokal
mobilisasi (D.0065)
SLKI: Tingkat
SDKI: jatuh SLKI:
Gangguan Tingkat
SIKI: konfusi
integritas
Disfungsi nervus Pencegahan
kulit/ jaringan
XI (Asesorius) cedera, SIKI:
SLKI: pencegahan Promosi
Integritas jatuh dukungan
Penurunan keluarga
kulit dan
fungsi motorik
jaringan
dan
SIKI: muskuloskeletal
Perawatan
luka
Ketidakmampuan
mengangkat salah
satu kedua bahu
Kerusakan Disfungsi N X
neuroserebrospinal (vagus) N IX Tubuh melakukan Kontraksi duodenum
N V (Trigeminus), N (Glosofaringeus mekanisme kompensasi dan antrum lambung
VII (Facial|), N IX (
Glosofaringeus) Proses menelan Jantung memompa Tekanan antrum lambung me
Aspirasi
tidak efektif lebih cepat untuk
memenuhi kebutuhan
Kontrol otot Cairan masuk Peristaltik retro grade
otak
facial/oral Disfagia ke paru
menjadi lemah penurunan Lambung penuh diafragma naik
kemapuan T&G : Peningkatan
T&G : Mual dan
Komplikasi: tekanan darah
muntah batuk
Ketidakmampuan Pneumonia
,Anoreksia,dan Tekanan intratorakal meningkat
berbicara
penurunan BB Terjadi Darah tertahan karena
>20% Dalam waktu infeksi di aterosklerosis Sphincter esophagus
T&G: -Kerusakan yang singkat peru-paru membuka
artikulasi
PD melemah
-tidak dapat bicara SDKI: Defisit nutrisi
Tertumpuk
disatria ) (D.0019) Muntah
sekret di Terbentuk
SLKI: Status nutrisi saluran aneurisma
SDKI: Gangguan pernapasan
komunikasi SIKI: Manajemen nutrisi
verbal (D.0119) Pecah aneurisma
T&G :
SLKI: Komunikasi -Sesak napas
verbal - Terdengar Komplikasi: HS
ronchi
SIKI: Promosi
komunikasi:
deficit bicara SDKI: Bersihan jalan napas
tidak efektif (D.0001)

SLKI: Bersihan jalan napas

SIKI: Manajemen jalan napas


Penatalaksanaan medik

a. Fase Akut b. Fase rehabilitasi

1. Pertahankan fungsi vital seperti jalan napas, 1. Pertahankan nutrisi yang adekuat
pernapasan oksigen dan sirkulasi
2. Program manajemen bladder dan bowel
2. Monitor TIK
3. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan
3. Monitor pernapasan fungsi AGD rentang gerak sendi (ROM)

4. Monitor jantung dan TTV, pemeriksaan EKG 4. Pertahankan integritas kulit

5. Evaluasi status cairan dan elektrolit 5. Pertahankan komunikasi yang efektif

6. Kontrol kejang, jika ada dengan pemberian 6. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari


anti konvulsan dan cegah resiko injuri
7. Persiapan pasien pulang
7. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi
kompresi lambung dan pemberian makanan
Pemeriksaan penunjang:
8. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dan
 CT-Scan
antikoagulan
 Angiografi serebral
9. Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat  Lumbal fungsi
kesadaran, keadaan pupil , fungsi sensorik dan  MRI (magnetic resonance imaging)
 EEG (electro ensephalografi)
motorik, nervus kranial dan reflex
DAFTAR PUSTAKA

Afandy, I. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Tn.B dengan Diagnosa Stroke Non
Hemoragik (SNH) dengan Inovasi Pemberian Pelatihan Pemasangan Puzzle Jigsaw
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Di Ruang Stroke Center RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.

Ginting, M. W. (2017). Hubungan Faktor Risiko dengan Tipe Stroke di RSUP H. Adam
Malik Medan. Universitas Sumatera Utara Medan..

Hariandja, J. R. O. (2013). Identifikasi Kebutuhan Akan Sistem Rehabilitasi Berbasis


Teknologi Terjangkau Untuk Penderita Stroke Di Indonesia. Universitas Katolik
Parahyangan

juwani. (2013). Hubungan Kebiasaan Minum Kopi dengan Kejadian Stroke Pada Pasien yang
Di Rawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Cut NByak Dhien Meulaboh. Universitas
Teuku Umar Aceh Barat. http://repository.utu.ac.id/431/1/BAB I_V.pdf

Katrisnani, R. (2019). Asuhan Keperawatan Keluaraga Tn. NG dengan Salah Satu Anggota
Keluarga Ny. T Mengalami Post Stroke Haemorhagic Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mantrijeron Kota Yogyakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia POoliteknik
Kesehatan Yogyakarta Jurusan Keperawatan.

Kurniawan, W. S. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Stroke Non Hemoragic Dengan


Masalah Program Studi Diploma Iii Keperawatan Asuhan Keperawatan Klien Stroke.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Lusiana, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Iskemik Pada Ny. D Dan Tn. K
Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati RSUD dr.
Haryoto Lumajang Tahun2019. Universitas Jember.

Murtiningsih, D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke dengan Masalah


Keperawatan Defisit Perawatan diri, Mandi Di RSUD Dr Hardjono Ponorogo.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Nasution, L. F. (2013). Stroke Non Hemoragik Pada Laki-laki Usia 65 Tahun. Universitas
Lampung.
Nggebu. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. In
Journal of Chemical Information and Modeling. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kupang.

Nofitri. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik
Dalam Penerapan Inovasi Intervensi Terapi Vokal "AIUEO" dengan Masalah
Gangguan Komunikasi Verbal Di Ruangan Neurologi RSUD Dr. Achmad
Mochtar BukitTinggi. Stikes Perintis Padang.

Prakasita, M. (2015). Hubungan Antara Lama Pembacaan CT Scan Terhadap


Outcome Penderita Stroke Non Hemoragik. Universitas Diponegoro.

Pratama, W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke dengan Masalah


Keperawatan Kerusakan Membran Muklosa Oral Di Ruang Aster RSUD Dr.
Harjono Ponorogo [Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.]. http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/5392

Ramadhani, P. A., & Adrian, M. (2015). Hubungan Tingkat Stres, Asupan Natrium,
dan Riwayat Makan dengan Kejadian Stroke. Media Gizi Indonesia, 10(2), 104–
110. https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3313/2357

Ratnasari, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik


dengan Masalah Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.

Sandina, D. (2011). 9 Penyakit Mematikan Mengenali Tanda & Pengobatannya (L.


Roselina (ed.)). Smart Pustaka.

Sari, N. M. M. S. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non


Hemoragik Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang Sahadewa RSUD
Sanjiwani Gianyar Tahun 2020. Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.

Udani, G. (2013). Faktor Resiko Kejadian Stroke. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai,
VI(1). https://doi.org/10.26630/jkep.v14i1.1006

Ummaroh, E. N. (2019). Pasien CVA (Cerebro Vaskuler Accident) dengan gangguan


komunikasi verbal Di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono [Universitas
Muhammadiyah Ponogoro].
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KAJIAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa Yang Mengkaji: Kelompok RS Bhayangkara NIM:

Unit : Ibis Autoanamnese : …………………


Kamar : 14.B Alloanamnese :√
Tanggal masuk RS : 03 Oktober 2022
Tanggal pengkajian : 03 Oktober 2022
I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama initial : Tn. N
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Jumlah anak : 4 orang
Agama/ suku : Islam/ Makassar
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat rumah : BTN P No. 1B
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. F
Umur : 52 tahun
Alamat : BTN P No. 1B
Hubungan dengan pasien : Istri
II. DATA MEDIK
Diagnosa medik
Saat masuk : Hemiparese dextra ec NHS + Hipertensi + DM Tipe II
Saat pengkajian : NHS (Non Hemoragic Stroke)
III. KEADAAN UMUM
A. KEADAAN SAKIT
Pasien tampak sakit ringan/ sedang / berat / tidak tampak sakit
Alasan: Tampak keadaan umum pasien lemah, tampak sclera ikterik, tampak bibir pasien miring ke kanan, tampak
kelemahan pada tubuh sisi kanan pasien, tampak terpasang IVFD RL 500 ml pada tangan kanan pasien dengan
jumlah tetesan 20x/ menit, tampak biduran berwarna hitam kemerah-merahan diseluruh tubuh pasien.
B. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran (kualitatif): Somnolens
Skala koma Glasgow (kuantitatif)
a) Respon motorik :4
b) Respon bicara :2
c) Respon membuka mata :3
Jumlah: :9
Kesimpulan : Pasien tidak koma
2. Tekanan darah : 180/100 mmHg
MAP : 126,66 mmHg
Kesimpulan : Pasien hipertensi
0
3. Suhu : 36,5 C di Oral Axilla Rectal
4. Pernapasan: 20x/ menit
Irama : Teratur Bradipnea Takipnea Kusmaul Cheynes-stokes
Jenis : Dada Perut
5. Nadi : 80x/ menit
Irama : Teratur Bradikardi Takikardi
Kuat Lemah
C. PENGUKURAN
1. Lingkar lengan atas : Tidak dikaji
2. Tinggi badan : 155 cm
3. Berat badan : 60 kg
4. IMT (Indeks Massa Tubuh : 24,97
Kesimpulan : Berat badan berlebih
D. GENOGRAM

57

Keterangan:
Laki-laki

Perempuan

57 Pasien

Meninggal

Penjelasan:
Keluarga pasien mengatakan pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Keluarga pasien mengatakan
pasien dan istrinya menikah lalu memiliki empat orang anak. Keluarga pasien mengatakan ayah pasien meninggal
akibat hipertensi, sedangkan ibu pasien meninggal akibat faktor usia.
IV. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
A. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
1. Keadaan sebelum sakit:
Keluarga pasien mengatakan kesehatan iu penting. Pada saat sakit, pasien selalu memeriksakan diri ke
puskesmas/ rumah sakit terdekat. Pasien juga sering mengkonsumsi obat hipertensi yaitu amlodipine hanya 2x
dalam seminggu. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah berolahraga dikarenakan pekerjaannya
yang selalu keluar kota.
2. Riwayat penyakit saat ini :
a) Keluhan utama :
Lemah pada sisi tubuh sebelah kanan.
b) Riwayat keluhan utama :
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum pasien mengalami sakit, pasien masih melakukan
aktivitasnya seperti biasa, pergi ke kantor dan melakukan tugasnya sebagai kepala rumah tangga. Pada
tanggal 30 September 2022, keluarga pasien mengatakan pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya
seperti biasa karena pasien mengalami kelemahan tubuh pada sisi kanan namun keluarga pasien tidak
langsung membawa pasien ke rumah sakit melainkan hanya menjalani terapi tetapi setelah menjalani
terapi, kondisi pasien bertambah buruk, pasien tidak dapat bangun sendiri dari tempat tidur. Pasien juga
mengalami pembengkakan pada rahang kiri bagian bawah, pasien tidak mampu miring kiri dan miring
kanan sehingga keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit.
Riwayat penyakit yang pernah dialami :
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat stroke sejak 1 tahun yang lalu dan saat ini
merupakan serangan stroke yang kedua. Keluarga pasien mengatakan pasien juga memiliki riwayat
penyakit hipertensi.
Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga pasien mengatakan dalam keluarganya memiliki penyakit keturunan yaitu hipertensi.
Pemeriksaan fisik :
c) Kebersihan rambut : Tampak rambut beruban, tampak sedikit rambut rontok
d) Kulit kepala : Tampak bersih, tampak tidak ada ketombe
e) Kebersihan kulit : Tampak bintik-bintik berwarna merah kecoklatan di seluruh tubuh
f) Higiene rongga mulut : Rongga mulut berbau, tampak ada sisa makanan, tampak ada karang gigi
g) Kebersihan genetalia : Tidak dikaji
h) Kebersihan anus : Tidak dikaji

B. POLA NUTRISI DAN METABOLIK


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien makan teratur sebanyak 3x sehari dengan menu nasi, ayam, ikan, dan
sayur. Keluarga pasien juga mengatakan pasien suka makan coto dan pallubasa. Pasien juga suka makan kue
setiap pagi dan sore hari karena pasien dan istrinya memiliki usaha jualan kue. Keluarga pasien mengatakan
nafsu makan pasien tidak pernah bermasalah dan tidak pernah mengkonsumsi suplemen. Keluarga pasien
mengatakan pasien sering mengkonsumsi air putih 2 liter dalam sehari.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien mendapat bubur dan pasien tidak mampu menghabiskan makanan yang
diberikan di rumah sakit. Keluarga pasien mengatakan pasien mengkonsumsi air putih sebanyak 4 gelas (±500
ml) dalam sehari. Keluarga pasien mengatakan jika ada makanan yang masuk maka pasien akan tersedak.
Observasi :
Tampak pasien menghabiskan 4 sendok makan bubur saring dan minum ±4 gelas air putih.
3. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan rambut : Tampak rambut beruban, tampak sedikit rambut rontok
b) Hidrasi kulit : Elastis (kembali dalam < 3 detik)
c) Palpebra/conjungtiva : Tampak tidak edema/ tampak tidak anemis
d) Sclera : Tampak tidak ikterik
e) Hidung : Tampak septum berada di tengah dan teraba utuh
f) Rongga mulut : Berbau, tampak sisa makanan gusi : tampak tidak meradang
g) Gigi : Tampak karang gigi, gigi palsu : tampak tidak ada
h) Kemampuan mengunyah keras : Pasien tidak mampu mengunyah keras
i) Lidah : Tampak kotor, tampak berwarna keputih-putihan
j) Pharing : Tampak tidak ada peradangan
k) Kelenjar getah bening : Teraba tidak ada pembesaran
l) Kelenjar parotis : Teraba tidak ada pembesaran
m) Abdomen :
 Inspeksi : Tampak buncit (LP: 90cm), tampak tidak ada bayangan vena
 Auskultasi : Terdengar peristaltik usus 12x/ menit
 Palpasi : Teraba tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : Terdengar bunyi timpany
n) Kulit :
 Edema : Positif Negatif
 Icterik : Positif Negatif
 Tanda-tanda radang : Tampak tidak ada tanda peradangan
o) Lesi : Tampak benjolan berwarna merah kecoklatan di seluruh permukaan kulit

C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan biasanya pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi feses lunak berwarna coklat.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengkonsumsi obat pencahar, pasien mampu mengontrol
pembuangan BAB. Keluarga pasien mengatakan pasien BAK ± 5-6 kali dalam sehari, berwarna kuning muda,
pasien mampu mengontrol pengeluaran urine.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien BAK berwarna kuning tua, pasien menggunakan popok (diapers) dan
diganti sebanyak 2x dalam sehari dan dalam keadaan penuh setiap kali diganti. Keluarga pasien mengatakan
pasien belum BAB sejak masuk rumah sakit.
3. Observasi :
Tampak pasien menggunakan popok (diapers)
4. Pemeriksaan fisik :
a) Peristaltik usus : 12x/ menit
b) Palpasi kandung kemih : Penuh Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal : Positif Negatif
d) Mulut uretra : Tidak dikaji
e) Anus :
 Peradangan : Tidak dikaji
 Hemoroid : Tidak dikaji
 Fistula : Tidak dikaji

D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien bekerja sebagai wiraswasta yang setiap minggunya bepergian keluar kota.
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah berolahraga karena sibuk dengan pekerjaannya dan pasien
memanfaatkan waktu senggangnya dengan membaca koran, menonton TV, dan berkumpul bersama
keluarganya.
Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan sejak sakit pasien tidak dapat bekerja lagi/ cuti dari tempat kerjanya untuk
sementara waktu. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mampu melakukan aktifitas secara mandiri karena
mengalami kelemahan tubuh pada sisi kanan dan semua aktifitas pasien dibantu oleh keluarganya.
2. Observasi :
Tampak pasien terbaring di tempat tidur, tampak tubuh pasien sebelah kanan mengalami kelemahan dan
semua keperluan pasien di bantu oleh keluarganya.
a) Aktivitas harian : 0 : mandiri
 Makan :2 1 : bantuan dengan alat
 Mandi :2 2 : bantuan orang
3 : bantuan alat dan
 Pakaian :2
orang
 Kerapihan :2
4 : bantuan penuh
 Buang air besar :3
 Buang air kecil :3
 Mobilisasi di tempat tidur : 2
b) Postur tubuh : Tidak dikaji (pasien terbaring lemah di tempat tidur)
c) Gaya jalan : Tidak dikaji (pasien terbaring lemah di tempat tidur)
d) Anggota gerak yang cacat : Tidak ada
e) Fiksasi : Tidak ada
f) Tracheostomi : Tidak ada
3. Pemeriksaan fisik
a) Tekanan darah
Berbaring : 151/81 mmHg
Duduk : ………………..mmHg
Berdiri : ………………..mmHg
Kesimpulan : Hipotensi ortostatik : Positif Negatif
b) HR : 80x/ menit
c) Kulit :
Keringat dingin : Teraba tidak ada
Basah : Tampak kulit kering
d) JVP : 5-2 cmH2O
Kesimpulan : Perfusi jaringan memadai
e) Perfusi pembuluh kapiler kuku : Kembali dalam < 3 detik
f) Thorax dan pernapasan
 Inspeksi:
Bentuk thorax : Tampak simetris kiri dan kanan
Retraksi interkostal : Tampak tidak ada retraksi interkostal
Sianosis : Tampak tidak sianosis
Stridor : Tampak tidak stridor
 Palpasi :
Vocal premitus : Teraba getaran lapang paru kiri dan kanan sama
Krepitasi : Teraba tidak ada krepitasi
 Perkusi :
Sonor Redup Pekak
Lokasi : Kedua lapang paru
 Auskultasi :
Suara napas : Terdengar vesikular
Suara ucapan : Terdengar jelas
Suara tambahan : Terdengar tidak ada
g) Jantung
 Inspeksi :
Ictus cordis : Tampak ictus cordis tidak tampak
 Palpasi :
Ictus cordis : Teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra
 Perkusi :
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis dextra dan ICS IV linea parasternalis
sinistra
Batas bawah jantung : ICS III linea parasternalis dextra dan ICS V linea axillaris anterior
sinistra
Batas kanan jantung : ICS III – ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS IV linea parasternalis sinistra – ICS III linea axillaris anterior
sinistra
 Auskultasi :
Bunyi jantung II A : Terdengar bunyi tunggal
Bunyi jantung II P : Terdengar bunyi tunggal
Bunyi jantung I T : Terdengar bunyi tunggal
Bunyi jantung I M : Terdengar bunyi tunggal
Bunyi jantung III irama gallop : Tidak terdengar
Murmur : Tidak terdengar
Bruit : Aorta : Tidak terdengar
A.Renalis : Tidak terdengar
A. Femoralis : Tidak terdengar
h) Lengan dan tungkai
 Atrofi otot : Positif Negatif
 Rentang gerak : ………………………………………………………………
Kaku sendi : Tidak ada
Nyeri sendi : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Parese : Tubuh sebelah kanan
Paralisis : Tidak ada
 Uji kekuatan otot
Kanan Kiri
Tangan 2 3

Kaki 2 3
Keterangan :
Nilai 5: kekuatan penuh
Nilai 4: kekuatan kurang dibandingkan sisi yang lain
Nilai 3: mampu menahan tegak tapi tidak mampu melawan tekanan
Nilai 2: mampu menahan gaya gravitasi tapi dengan sentuhan akan jatuh
Nilai 1: tampak kontraksi otot, ada sedikit gerakan
Nilai 0: tidak ada kontraksi otot, tidak mampu bergerak
 Refleks fisiologi : ………………………………………………………………..
 Refleks patologi : ………………………………………………………………..
Babinski, Kiri :Positif Negatif
Kanan :Positif Negatif
 Clubing jari-jari : ………………………………………………………………
 Varises tungkai : ………………………………………………………………
i) Columna vetebralis:
 Inspeksi : Lordosis Kiposis Skoliosis
 Palpasi : ………………………………………………………………………
Kaku kuduk : ………………………………………………………………………

E. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan jumlah tidurnya dalam sehari ± 6 jam. Keluarga pasien mengatakan tidur dari
pukul 22.00 malam - 05.00 pagi. Keluarga pasien mengatakan jarang tidur siang karena bekerja. Keluarga
pasien mengatakan merasa segar di pagi hari dan dapat melakukan aktifitas setelah bangun tidur. Keluarga
pasien mengatakan ia tidak pernah menggunakan obat tidur dan harus tidur dengan suasana hening.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan jam tidur pasien berkurang, pasien kadang tidur siang ± 1 jam. Keluarga pasien
mengatakan sering terbangun pada malam hari. Keluarga pasien mengatakan jumlah tidurnya sekitar ±4 jam
dan pasien tampak tidak bersemangat saat bangun tidur.
Observasi :
Tampak pasien mudah mengantuk dan tertidur meskipun diajak berbicara.
Ekspresi wajah mengantuk : Positif Negatif
Banyak menguap : Positif Negatif
Palpebra inferior berwarna gelap : Positif Negatif

F. POLA PERSEPSI KOGNITIF


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata ataupun alat
bantu dengar. Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada masalah pada indra penciuman dan
pengecapannya, keluarga pasien mengatakan pasien terkadang sulit dalam memahami sesuatu.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien mampu merespon dengan menganggukkan atau menggelengkan kepala
tetapi sulit berbicara dan mengalami kelemahan pada tubuh sebelah kanan.
3. Observasi :
Tampak pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan ataupun pendengaran. Tampak pasien sulit untuk
berbicara dengan jelas karena mulut pasien miring ke kanan.
4. Pemeriksaan fisik :
a) Penglihatan
 Kornea : Tampak jernih
 Pupil : Tampak isokhor
 Lensa mata : Tampak jernih
 Tekanan intra okuler (TIO) : Teraba tekanan sama pada mata kiri dan kanan
b) Pendengaran
 Pina : Tampak simetris kiri dan kanan
 Kanalis : Tampak ada serumen
 Membran timpani : Tampak utuh dan memantulkan cahaya
c) Pengenalan rasa pada gerakan lengan dan tungkai
………………………………………………………………………………………….

G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien bahagia dengan dirinya. Keluarga pasien mengatakan pasien adalah
seorang pekerja keras yang bertanggung jawab dengan keluarganya.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak dapat berbuat apa-apa dengan kondisinya dan menerima kondisinya
yang sekarang.
3. Observasi :
Tampak pasien terbaring lemah di tempat tidur.
a) Kontak mata : Tampak kontak mata kurang baik
b) Rentang perhatian : Tampak pasien kurang memperhatikan
c) Suara dan cara bicara : Suara pasien terdengar tidak jelas
d) Postur tubuh : Tidak dikaji
4. Pemeriksaan fisik :
a) Kelainan bawaan yang nyata : Tampak tidak ada kelainan bawaan
b) Bentuk/postur tubuh : Tidak dikaji
c) Kulit : Tampak ada lesi dan teraba kulit kering

H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien tinggal bersama anaknya dan sangat akrab dengan anak-anaknya.
Keluarga pasien mengatakan pasien menjalin hubungan yang baik dengan keluarganya serta dengan para
tetangga.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki masalah dalam keluarga begitupun dengan tetangga di
sekitar rumahnya.
3. Observasi :
Tampak pasien ditemani oleh istri dan anaknya.

I. POLA REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki 4 orang anak dan tidak memiliki masalah reproduksi.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki masalah reproduksi.
3. Observasi :
Tampak tidak ada perilaku penyimpangan seksualitas dan tidak ada masalah yang berhubungan dengan sistem
reproduksi.
4. Pemeriksaan fisik :
Tidak dikaji

J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan jika ada masalah dalam keluarga maka pasien akan duduk bersama keluarganya
untuk membicarakannya.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya namun pasien hanya dapat
berbaring saat ini karena aktifitasnya yang sangat terbatas.
3. Observasi :
Tampak ekspresi pasien datar.

K. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN


1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien menganut agama Islam dan rajin menunaikan sholat 5 waktu setiap hari.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa sholat karena kondisinya tidak memungkinkan untuk beribadah.
3. Observasi :
Tampak pasien sedang mendengarkan lagu sholawat di youtube.

V. UJI SARAF KRANIAL


A. NI : Tidak dapat dikaji
B. N II : Pasien tidak mampu membaca tulisan dengan font 12 dalam jarak 30 cm yang diberikan oleh perawat.
C. N III, IV, VI : Pasien mampu menggerakkan bola matanya ke segala arah mengikuti pergerakan jari perawat,
diameter pupil isokhor, reflex cahaya positif.
D. NV:
Sensorik : Pasien tidak mampu mengalokasikan daerah yang digesekkan tisu pada wajahnya di area dahi, kedua
pipi, dan dibawah dagu
Motorik : Pasien tidak mampu menggigit dengan baik pada area rahang bagian kanan
E. N VII :
Sensorik : Tidak dapat dikaji
Motorik : Tampak pasien tidak mampu mengangkat alis, tidak mampu mengerutkan dahi, tidak mampu
mencucurkan bibir, tidak mampu tersenyum, tidak mampu bersiul, dan tidak mampu menggembungkan
pipi.
F. N VIII :
Vestibularis : Tidak dapat dikaji
Akustikus : Tidak dapat dikaji
G. N IX : Uvula tampak berada di tengah, tampak tidak ada peradangan tonsil berukuran T1.
H. NX : Pasien tidak mampu menelan dengan baik
I. N XI : Pasien tidak mampu mengangkat bahu kanan dan kiri
J. N XII : Tidak dapat dikaji
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan EKG
Hasil : Sinum rhytm

B. Pemeriksaan CT-Scan kepala


Kesan :- Infark lacunar cerebri sinistra
- Brain atrophy
- Sinus maxillaris dextra
-
C. Hasil pemeriksaan laboratorium
Nama : Tn. N
Umur : 57 tahun

1. Tabel 1 Pemeriksaan gula darah dan gula darah sewaktu


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Gula darah
Meningkat
Gula darah sewaktu 377 100-140

2. Tabel 2 Pemeriksaan kimia darah


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan
KIMIA DARAH
Gula darah puasa 137 Mg/dl 80-100 Meningkat
Gula darah 2JPP 127 Mg/dl 100-140
Ureum 34 Mg/dl 10-50
Creatinin 0,6 Mg/dl L.0,6-2,0/P.0,5-1,2
Asam urat 4,6 Mg/dl L.3,4-7,0/P.2,4-6,0
Cholesterol total 87 Mg/dl ˂ 200
Trigliserida 117 Mg/dl ˂ 500
Cholesterol HDL 58 Mg/dl L. ˃ 35/P. ˃ 45
Cholesterol LDL 63 Mg/dl ˂100
SGOT 19 u/l L.5-40/P.5-40
SGPT 18 u/l L.5-41/P.5-41

3. Tabel 3 Pemeriksaan kimia darah dan rontgen


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan
KIMIA DARAH
Gula darah sewaktu 132 Mg/dl 100-140 Meningkat
HbA1C 7,3 % 4,2-6,0 Meningkat
VII.TERAPI
A. RANITIDIN
1. Nama obat : Ranitidin
2. Klasifikasi/golongan obat : Antagonis reseptor histamine H2
3. Dosis umum : 50 mg/ 6-8 jam
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 1 amp 2,5 ml/ 12 jam
5. Cara pemberian obat : Bolus IV (Intravena)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan cara menghambat produksi asam lambung yang berlebih agar gejala yang dirasakan
dapat berkurang.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk mengobati gejala atau penyakit yang berkaitan dengan produksi asam lambung
berlebih. Obat ini dapat memicu iritasi serta peradangan pada dinding lambung dari saluran pencernaan.
8. Kontra indikasi : Hipersensitivitas kandungan obat, riwayat porfiria akut, gangguan fugsi paru-paru
9. Efek samping obat : Sakit kepala, sakit perut, sembelit, mual, diare, muntah.

B. CITICOLIN
1. Nama obat : Citicolin
2. Klasifikasi/golongan obat : Neurotrofik vitamin saraf
3. Dosis umum : 500-1000 mg/hari
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 2 amp 2 ml/ hari
5. Cara pemberian obat : Bolus IV (Intravena)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan jumlah zat kimia di otak yang disebut phosphatidylctioline.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk mengatasi gangguan perilaku yang disebabkan oleh penuaan, stroke, atau cedera
kepala juga untuk meningkatkan daya penglihatan.
8. Kontra indikasi : Alergi obat citicolin, menurunnya kemampuan otot (hipotonia) pada sistem saraf
parasimpatis
9. Efek samping obat : Sakit kepala, insomnia, mual muntah, kegelisahan, sakit perut, konstipasi,
penglihatan buram, diare, nyeri dada, hipotensi, denyut jantung lambat atau cepat.

C. NEUROBION
1. Nama obat : Neurobion
2. Klasifikasi/golongan obat : Suplemen vitamin
3. Dosis umum : 3 ml
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 2 ampul 3 ml/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : Bolus IV (Intravena)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja untuk menjaga kesehatan saraf, vitamin B1, B6 dan B12 juga bermanfaat untuk mengatasi
kekurangan (defisiensi) vitamin B, membantu pengolahan energi dari makanan serta membantu produksi sel
darah merah.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk memelihara kesehatan saraf pasien.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan hipersensitivitas terhadap komposisi obat
9. Efek samping obat : Diare, sering berkemih, bengkak, sakit perut, kerusakan saraf, nyeri, kemerahan di
area suntikan
D. CEFTRIAXONE
1. Nama obat : Ceftriaxone
2. Klasifikasi/golongan obat : Antibiotik sefalosporin
3. Dosis umum : 10 ml
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 20 ml/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : Bolus IV (Intravena)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini berfungsi sebagai antibiotik dengan mekanisme aksi menghambat dinding sel bakteri dan berperan
melawan mikroorganisme terutama bakteri gram negatif. Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan
menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi di dalam tubuh.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk mengatasi terjadinya infeksi pada pasien.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini atau golongan sefalosporin.
9. Efek samping obat : Bengkak, kemerahan, atau nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, pusing, mual.

E. CPG
1. Nama obat : Clopidogrel (CPG)
2. Klasifikasi/golongan obat : Antiplatelet
3. Dosis umum : 1 tablet 75 gram/ 24 jam
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 2 tablet 75 gram/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : oral
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan cara mencegah trombosit atau sel keping darah saling menempel dan membentuk
gumpalan darah.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberikan obat ini untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan hipersensitivitas terhadap clopidogrel dan perdarahan patologis aktif.
9. Efek samping obat : Diare, mual muntah, mudah memar dan perdarahan, sembelit.

F. ASPILET
1. Nama obat : Aspilet
2. Klasifikasi/golongan obat : Antiplatelet
3. Dosis umum : 1 tablet 80 mg/ 24 jam
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 1 tablet 80 mg/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : oral
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan mengencerkan darah dan mencegah penggumpalan darah dalam pembuluh darah.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk mencegah penyakit tromboemboli pada pasien stroke.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan hipersensitivitas terhadap aspirin atau NSAID lainnya, ulkus
peptikum, gangguan hati dan ginjal yang parah.
9. Efek samping obat : Anemia, dyspepsia, iritasi lambung, asma, urtikaria

G. NOVORAPID
1. Nama obat : Novorapid Flexpen
2. Klasifikasi/golongan obat : Insulin
3. Dosis umum : 0,5 – 1 unit/ kg BB
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 10 unit
5. Cara pemberian obat : Intra muskular (IM)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan cara menggantikan insulin yang diproduksi secara alami didalam tubuh dan dapat
diserap cepat. Selain itu juga membantu memindahkan gula darah menuju jaringan tubuh lainnya sehingga bisa
digunakan sebagai sumber energi.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk menurunkan kadar gula dalam darah
8. Kontra indikasi : Pasien dibawah umur 6-9 tahun, memiliki masalah hati atau ginjal, hipofisis atau
kelenjar tiroid dan mengubah pola diet secara tiba-tiba.
9. Efek samping obat : Hipoglikemia, reaksi anafilaksis
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Data Subjektif: Embolisme Risiko Perfusi Serebral
Tidak Efektif (D.0017)
 Keluarga pasien mengatakan pasien
mengalami riwayat hipertensi kurang
lebih 2 tahun yang lalu.
 Keluarga pasien mengatakan pasien
mengalami kelemahan pada sisi tubuh
sebelah kanan.
 Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak dapat bangun dengan sendirinya
seperti biasa dari tempat tidur.
 Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak dapat miring kanan dan kiri.

Data Objektif:

 Observasi TTV:
TD: 180/100 mmHg
N: 80x/menit
P : 20x/menit
36 5
 Tampak keadaan umum lemah
 Hasil CT Scan Kepala: Infark lacunar
cerebri sinistra, Brain Atrophy
 Tampak bibir pasien miring ke kanan
 GDS : 337 mg/dL
 HbA1c : 7,3mg/dL

2. Data Subjektif: Perubahan sirkulasi Gangguan integritas


kulit/jaringan (D.0129)
 Keluarga pasien mengatakan pasien
memiliki penyakit diabetes melitus
sejak 2 tahun yang lalu
 Keluarga pasien mengatakan terdapat
terdapat bintik – bintik merah
kecoklatan pada seluruh tubuh pasien
 Keluarga pasien mengatakan
kelemahan pada sisi sebelah kanan.

Data Objektif:

 Tampak bintik – bintik merah dan


cokelat seluruh tubuh.
 12.10 10 3/ L.
 Tampak rambut rontok dan beruban.
 Tampak pasien hemiparese dextra.
 Tampak pasien hanya menghabiskan
4 sendok makan dengan menu bubur,
ikan, sayur.
 Tampak pasien hanya minum kurang
lebih 4 gelas/hari
3. Data Subjektif: Gangguan serebrovaskular Gangguan menelan (D.0063)

a. Keluarga pasien mengatakan


sejak sakit pasien mendapat
bubur tetapi pasien tidak
mampu menghabiskan
makanannya karena saat
makan pasien tersedak
b. Keluarga pasien mengatakan
pasien mampu minum air
putih sedikit-sedikit
menggunakan sedotan

Data Objektif:

a. Tampak pasien hanya


menghabiskan 4 sendok bubur
yang disediakan rumah sakit
b. Tampak pasien menghabiskan
¼ botol air mineral ukuran
600ml
c. Pemeriksaan Fisik:
Rongga Mulut : Berbau,
tampak sisa makanan
Kemampuan Mengunyah
Keras : Pasien tidak mampu
mengunyah keras
d. Hasil Uji Nervus
N.V
Motorik : Pasien tidak mampu
menggigit dengan baik pada
area rahang bagian kanan

N.X : Pasien tidak mampu menelan


dengan baik

4. Data Subjektif: Retensi insulin Ketidakstabilan kadar


glukosa darah (D.0027)
 Keluarga pasien mengatakan pasien
suka mengkomsumsi jajanan manis
 Keluarga pasien mengatakan terdapat
bintik merah kecoklatan pada tubuh
pasien
 Keluarga pasien mengatakan pasien
mempunyai riwayat diabetes melitus
sejak 2 tahun yang lalu

Data Objektif:

 HbA1c :7,3
 GDS :377mg/dL
 Tampak bintik - bintik merah dan
coklat seluruh tubuh.
5. Data Subjektif: Gangguan neuromuscular Defisit perawatan diri
(D.0109)
 Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri karena mengalami
kelemahan pada sisi tubuh sebelah
kanan dan keluarga pasien
mengatakan semua aktivitas di bantu
oleh keluarga dan perawat.

Data Objektif:

 Tampak pasien hanya terbaring di


tempat tidur
 Tampak tubuh sisi sebelah kanan
pasien mengalami kelemahan
 Aktivitas harian
1. Makan: 2
2. Mandi: 2
3. Pakaian: 2
4.Kerapihan: 2
5.Buang air besar: 2
6.Buang air kecil: 2
7.Mobilisasi di tepat tidur: 2
 Anggota gerak yang cacat: Tampak
pasien mengalami hemiparese dextra
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama/ Umur : Tn. B/ 57 tahun
Ruang/ Kamar: Ibis/ 14.B

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme (D.0017).

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin dibuktikan dengan kadar glukosa dalam
darah/ urine meningkat (D.OO27).

3. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular dibuktikan dengan mengeluh sulit menelan, batuk
setelah makan atau minum, makanan tertinggal di rongga mulut (D.0063)

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dibuktikan dengan kemerahan, hematoma,
kerusakan jaringan (D.0129).

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular dibuktikan dengan tidak mampu mandi/
mengenakan pakaian/makan/ke toilet/ berias secara mandiri (D.0109).
RENCANA KEPERAWATAN
Nama/ umur : Tn. N/ 57 tahun
Ruang/ kamar : Ibis/ 14.B

No. SDKI SLKI SIKI

1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Neurologis (I.06197)
dibuktikan dengan Embolisme (D.0017) keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi serebral meningkat Observasi:
dengan kriteria hasil (L.02014):
1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran (GCS)
Data Subjektif: 1. Tingkat kesadaran cukup 3. Monitor tanda-tanda vital
meningkat Terapeutik:
a. Keluarga pasien mengatakan 2. Nilai rata-rata tekanan darah
pasien memiliki riwayat cukup membaik 1. Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis, jika perlu
stroke 1 tahun yang lalu 3. Tekanan darah sistolik 2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
membaik (80-140 mmHg) Edukasi:
4. Tekanan darah diastolik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, jika perlu
Data Objektif:
membaik (70-90 mmH)
a. Tampak keadaan umum
Pencegahan Emboli (I.02066)
pasien lemah
b. Tampak bibir pasien miring Observasi:
ke kanan
c. Tampak kelemahan pada 1. Periksa riwayat penyakit pasien secara rinci untuk melihat faktor risiko (stroke)
tubuh sisi kanan pasien Terapeutik:
d. Observasi TTV
1. Posisikan anggota tubuh yang berisiko emboli 20 o di atas posisi jantung
TD: 180/100 mmHg
2. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
N: 80 x/i Edukasi:
P: 20 x/i
S: 36,50C 1. Anjurkan melakukan fleksi dan ekstensi kaki paling sedikit 10 kali setiap jam
e. GCS pasien somnolen (M V E 2. Anjurkan minum obat antikoagulan sesuai dengan waktu dan dosis
) Kolaborasi:
f. Hasil Uji Nervus
1. Kolaborasi pemberian antikoagulan (Clopidogrel, Aspilet)
N.II : Pasien tidak mampu
membaca tulisan dengan font
12 dari jarak 30cm Pemberian Obat (I.02062)
N.V : Pasien tidak mampu
mengalokasikan daerah yang Observasi:
digesekkan tissu pada
wajahnya di area dahi, kedua 1. Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat
pipi dan bawah dagu Terapeutik:
N.VII
1. Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute, waktu, dokumentasi)
Motorik : Pasien tidak mampu
Edukasi:
mengangkat alis, mengerutkan
dahi, mencucurkan bibir, 1. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping
tersenyum, bersiul, dan sebelum pemberian
menggembungkan pipi
N.X : Pasien tidak mampu
menelan dengan baik
N.XI : Pasien tidak mampu
mengangkat bahu kanan dan
kiri
g. Hasil CT-Scan Kepala:
Infark Lacunar Cerebri
Sinistra
Brain Atrophy
h. Pemeriksaan Kimia Darah
GDS : 337 mg/dL
HbA1c : 7,3%
2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
b.d Resitensi Insulin d.d kadar glukosa keperawatan selama 3x24 jam
dalam darah/urin tinggi (D.0027) diharapkan kestabilan kadar glukosa Observasi:
darah meningkat dengan kriteria hasil
(L.03022): 1. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
2. Monitor elektrolit
Data Subjektif: 1. Kadar glukosa dalam darah Terapeutik:
membaik
a. Keluarga pasien mengatakan 2. Kadar glukosa dalam urine 1. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
pasien sering makan kue dan membaik Edukasi:
minum kopi sebanyak 2x
sehari 1. Ajarkan pengelolaan diabetes (penggunaan insulin)
Kolaborasi:

Data Objektif: 1. Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)

a. Pemeriksaan Kimia Darah:


GDS : 337 mg/dL
HbA1c : 7,3%
3. Gangguan Menelan b.d Gangguan Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Aspirasi (I.01018):
Serebrovaskular d.d mengeluh sulit keperawatan selama 3x24 jam
menelan, batuk setelah makan atau diharapkan status menelan membaik Observasi:
minum, makanan tertinggal di rongga dengan kriteria hasil (L.05052):
mulut (D.0063) 1. Monitor batuk, muntah dan kemampuan menelan
1. Frekuensi tersedak cukup 2. Monitor status pernapasan
menurun Terapeutik:
2. Batuk cukup menurun
Data Subjektif: 3. Penerimaan makanan 1. Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit sebelum memberi asupan oral
membaik 2. Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak
c. Keluarga pasien mengatakan 3. Ajarkan strategi mencegah aspirasi
sejak sakit pasien mendapat
bubur tetapi pasien tidak
mampu menghabiskan Manajemen Nutrisi (I.03119)
makanannya karena saat
makan pasien tersedak Observasi:
d. Keluarga pasien mengatakan
1. Identifikasi perlunya selang nasogastrik
pasien mampu minum air
Terapeutik:
putih sedikit-sedikit
menggunakan sedotan 1. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi:
Data Objektif: 1. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
e. Tampak pasien hanya
menghabiskan 4 sendok bubur 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang dibutuhkan (bubur saring)
yang disediakan rumah sakit
f. Tampak pasien menghabiskan
¼ botol air mineral ukuran
600ml
g. Pemeriksaan Fisik:
Rongga Mulut : Berbau,
tampak sisa makanan
Kemampuan Mengunyah
Keras : Pasien tidak mampu
mengunyah keras
h. Hasil Uji Nervus
N.V
Motorik : Pasien tidak mampu
menggigit dengan baik pada
area rahang bagian kanan
N.X : Pasien tidak mampu
menelan dengan baik
4. Gangguan Integritas Kulit b.d Setelah dilakukan intervensi Perawatan Luka (I.14564)
Perubahan Sirkulasi d.d kerusakan keperawatan selama 3x24 jam
lapisan kulit (D.0129) diharapkan integritas kulit meningkat Observasi:
dengan kriteria hasil (L.14125):
1. Monitor karakteristik luka (warna, ukuran)
1. Kerusakan lapisan kulit 2. Monitor tanda-tanda infeksi
Data Subjektif: cukup menurun Terapeutik:
2. Tekstur cukup membaik
a. Keluarga pasien mengatakan 1. Bersihkan dengan cairan NaCl, sesuai kebutuhan
bentol-bentol merah 2. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu (Salep Bethason)
kehitaman sejak 2 minggu 3. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
yang lalu sebelum masuk 4. Berikan suplemen vitamin dan mineral (Zinc, Curcuma)
rumah sakit 5. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
b. Keluarga pasien mengatakan Edukasi:
baru mengetahui adanya
penyakit DM sejak masuk 1. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
rumah sakit Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian antibiotik (Ceftriaxon)


Data Objektif:

c. Tampak bentol-bentol
berwarna merah kehitaman di
seluruh permukaan kulit
pasien
d. WBC : 12.10 10 3/uL
e. Pemeriksaan Kimia Darah
GDS : 337 mg/dL
HbA1c : 7,3%
5. Defisit Perawatan Diri b.d Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
Neuromuskular d.d tidak mampu keperawatan selama 3x24 jam
mandi/mengenakan pakaian/ke toilet diharapkan perawatan diri meningkat Observasi:
secara mandiri (D.0109) dengan kriteria hasil (L. 11103):
1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
1. Mempertahankan kebersihan 2. Monitor tingkat kemandirian
diri cukup meningkat Teraupetik:
Data Subjektif: 2. Mempertahankan kebersihan
mulut meningkat 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (suasana hangat, privasi)
a. Keluarga pasien mengatakan 2. Siapkan keperluan pribadi (parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
sejak sakit pasien tidak 3. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
mampu melakukan aktivitas Edukasi:
secara mandiri karena
kelemahan pada sisi tubuh 1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
sebelah kanan
b. Keluarga pasien mengatakan
semua aktivitas pasien dibantu Dukungan Perawatan Diri: Makan/Minum (I.11351)
keluarga dan perawat
Observasi:

1. Identifikasi diet yang dianjurkan


Data Objektif:
Terapeutik:
a. Tampak pasien terbaring
1. Sediakan sedotan untuk minum, sesuai kebutuhan
lemah di tempat tidur
2. Berikan bantuan saat makan/minum sesuai tingkat kemandirian, jika perlu
b. Tampak tubuh pasien sebelah
kanan mengalami kelemahan
c. Aktivitas Harian
Dukungan Perawatan Diri: Mandi (I.11352)
Makan: 2
Mandi: 2 Observasi:
Pakaian: 2
Kerapihan: 2 1. Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
Buang air kecil: 3 2. Monitor kebersihan tubuh (rambut, kulit, kuku)
Buang air besar: 3 Terapeutik:
Mobilisasi di tepat tidur: 2
(Keterangan: Nilai 2 (bantuan 1. Sediakan peralatan mandi (sabun, pelembap kulit)
orang), Nilai 3 (bantuan alat 2. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
dan orang)) 3. Fasilitasi mandi, sesuai kebutuhan
d. Anggota gerak yang cacat: Edukasi:
Tampak pasien mengalami
hemiparese dextra 1. Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jika perlu
Terapi Menelan (I.03144)

Observasi:

1. Monitor tanda dan gejala aspirasi


2. Monitor gerakan lidah saat makan
3. Monitor tanda kelelahan saat makan, minum dan menelan
Terapeutik:

1. Berikan lingkungan yang nyaman


2. Berikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
Edukasi:

1. Informasikan manfaat terapi menelan kepada pasien dan keluarga


Kolaborasi:

1. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan terapi (ahli gizi) dalam
mengatur program rehabilitasi pasien
PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Nama/ Umur :.........................................................
Ruang/ Kamar:...................................................................

Tgl DP Waktu Pelaksanaan Keperawatan Nama Perawat


Senin, 3 I 09.00 Mengobservasi TTV
Oktober Hasil:
2022 TD = 180/100 mmHg
N = 80 x/i
P = 20 x/i
S = 36,5C

09.00 Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan


reaktifitas pupil
Hasil:
Tampak pupil isokor atau sama besar,
diameter pupil kira-kira 3 cm

09.00 Monitor tingkat kesadaran (GCS)


Hasil:
Respon motorik: 4
Respon bicara: 2
Respo membuka mata: 3
Jumlah : 9
Kesimpulan : Pasien tidak coma

09.00 Monitor batuk, muntah dan kemampuan


menelan
Hasil:
Tampak pasien kurang mampu menelan
Tampak pasien terkadang batuk saat diberi
makan

09.05 Monitor kadar glukosa darah


Hasil:
Pemeriksaan GDS 337 mg/dl
HbA1c 7,3%

Monitor elektrolit
Hasil:
Natrium (Na) 135 mmol/L
Kalium (K) 5,5 mmol/L
Clorida (Cl) 111 mmol/L

09. 10 Monitor tingkat kemandirian


Hasil:
Aktivitas Harian
Makan: 2
Mandi: 2
Pakaian: 2
Kerapihan: 2
Buang air kecil: 3
Buang air besar: 3
Mobilisasi di tepat tidur: 2
(Keterangan: Nilai 2 (bantuan orang), Nilai 3
(bantuan alat dan orang)

09.15 Memeriksa riwayat penyakit pasien secara


rinci untuk melihat faktor risiko
Hasil:
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki
riwayat stroke 1 tahun yang lalu

09.20 Monitor karakteristik luka (warna, ukuran)


H/ Tampak bintik bintik merah kecoklatan
berbentuk bulat pada seluruh

Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan


10.40 kontraindikasi obat
Hasil:
Keluarga pasien mengatakan tidak ada alergi
obat apa pun dan pasien mengerti dengan
kontraindikasi obat yang dijelaskan perawat

Memberikan obat
Hasil:
11.00
Ranitidine 2 ml/IV/ 12 jam
Curcuma 3x1
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
Zink 1x1
Neurosanbe 3 ml/24 jam

Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan


12.00 tekanan intrakranial
Hasil:
Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
mengatakan akan berusaha menghindari
aktivitas tersebut

Tampak pasien mengangguk saat ditanya

Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan,


jika perlu
12.00 Hasil:
Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami tujuan dan prosedur pemantauan
neurologis yang dijelaskan oleh perawat

Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


12.00 Hasil:
Novorapid 10 Unit per hari
Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit
sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml

14.00 Memberikan obat


Hasil:
CPG 75 mg 2 tab/24 jam
Aspilet 80 mg 1tab/24 jam

Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,


tindakan yang diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
Hasil:
Pasien mengatakan mengerti dan memahami
dengan penjelasan yang diberikan perawat

Posisikan anggota tubuh yang berisiko emboli


20o di atas posisi jantung
Hasil:
Tampak pasien baring dengan posisi kepala
lebih tinggi di atas posisi jantung

Mengobservasi TTV
15.00
Hasil:
TD = 168/100 mmHg
N = 80 x/i
P = 20 x/i
S = 36,5 C

Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


18.00 Hasil:
Novorapid 10 Unit per hari

Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan


diet yang dibutuhkan
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml
Memberikan obat
19.00 Hasil:
Ceftriaxone 1 gram/IV/12jam

23.00 Memberikan obat


Hasil:
Ranitidine 2 ml/IV/12jam
Citicolin 2 ml/IV/12 jam

Selasa, 4 05.00 Mengobservasi TTV


Oktober Hasil:
2022 TD = 172/105 mmHg
N = 78 x/i
P = 22 x/i
S = 36,9 C

07.00 Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan


reaktifitas pupil
Hasil:
Tampak pupil isokor atau sama besar,
diameter pupil kira-kira 3 cm

07.00 Monitor tingkat kesadaran (GCS)


Hasil:
Respon motorik: 4
Respon bicara: 4
Respo membuka mata: 3
Jumlah : 11
Kesimpulan : Pasien tidak coma

Monitor batuk, muntah dan kemampuan


menelan
Hasil:
Tampak pasien kurang mampu menelan
Tampak pasien terkadang batuk saat diberi
makan

Monitor kadar glukosa darah


Hasil:
Pemeriksaan GDS 135 mg/dl

08.00 Ajarkan kepada keluarga cara memandikan


pasien
Hasil:
Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami cara memandikan pasien

Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika


perlu
Hasil:
Tampak keluarga membantu mengoleskan
Salep Bethason pada luka pasien

Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


08.20 Hasil:
Novorapid 10 Unit per hari

Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml

11.00 Memberikan obat


Hasil:
Ranitidine 2 ml/IV/ 12 jam
Curcuma 3x1
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
Zink 1x1
Neurosanbe 3 ml/24 jam

12.00 Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


Hasil:
Novorapid 10 Unit per hari

Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml

Memberikan obat
14.00 Hasil:
CPG 75 mg 2 tab/24 jam
Aspilet 80 mg 1tab/24 jam

Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,


tindakan yang diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
Hasil:
Pasien mengatakan mengerti dan memahami
dengan penjelasan yang diberikan perawat
Posisikan anggota tubuh yang berisiko emboli
20o di atas posisi jantung
Hasil:
Tampak pasien baring dengan posisi kepala
lebih tinggi di atas posisi jantung

Mengobservasi TTV
15.00 Hasil:
TD = 155/98 mmHg
N = 71x/i
P = 20 x/i
S = 36,5 C

18.00 Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


Hasil:
Novorapid 10 Unit per hari

Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml

Memberikan obat
19.00
Hasil:
Ceftriaxone 1 gram/IV/12jam

Memberikan obat
23.00
Hasil:
Ranitidine 2 ml/IV/12jam
Citicolin 2 ml/IV/12 jam

Mengobservasi TTV
Rabu, 5 05.00
Hasil:
Oktober
TD = 172/105 mmHg
2022
N = 78 x/i
P = 22 x/i
S = 36,9 C

Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan


07.00
reaktifitas pupil
Hasil:
Tampak pupil isokor atau sama besar,
diameter pupil kira-kira 3 cm

Monitor tingkat kesadaran (GCS)


Hasil:
Respon motorik: 4
Respon bicara: 4
Respo membuka mata: 3
Jumlah : 11
Kesimpulan : Pasien tidak coma

Monitor batuk, muntah dan kemampuan


menelan
Hasil:
Tampak pasien kurang mampu menelan
Tampak pasien terkadang batuk saat diberi
makan

Monitor kadar glukosa darah


Hasil:
Pemeriksaan GDS 135 mg/dl

Ajarkan kepada keluarga cara memandikan


08.00 pasien
Hasil:
Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami cara memandikan pasien

Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika


perlu
Hasil:
Tampak keluarga membantu mengoleskan
Salep Bethason pada luka pasien

Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


08.20 Hasil:
Novorapid 10 Unit per hari

Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml

Memberikan obat
Hasil:
11.00
Ranitidine 2 ml/IV/ 12 jam
Curcuma 3x1
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
Zink 1x1
Neurosanbe 3 ml/24 jam

Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


Hasil:
12.00 Novorapid 10 Unit per hari

Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml

Memberikan obat
14.00 Hasil:
CPG 75 mg 2 tab/24 jam
Aspilet 80 mg 1tab/24 jam

Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,


tindakan yang diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
Hasil:
Pasien mengatakan mengerti dan memahami
dengan penjelasan yang diberikan perawat

Posisikan anggota tubuh yang berisiko emboli


20o di atas posisi jantung
Hasil:
Tampak pasien baring dengan posisi kepala
lebih tinggi di atas posisi jantung

Mengobservasi TTV
15.00 Hasil:
TD = 150/78 mmHg
N = 71x/i
P = 20 x/i
S = 36,5 C

Kolaborasi pemberian insulin (Novorapid)


18.00 Hasil:
Novorapid 10 Unit per hari

Posisikan semi-Fowler (30-45derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral
Hasil:
Tampak pasien setengah duduk

Berikan makanan dengan ukuran kecil atau


lunak
Hasil:
Tampak bubur saring 150 ml
Tampak susu 100 ml

Memberikan obat
19.00 Hasil:
Ceftriaxone 1 gram/IV/12jam

Memberikan obat
23.00 Hasil:
Ranitidine 2 ml/IV/12jam
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama / Umur : Tn. N
Ruang / Kamar: IBIS / 14 B
TANGGAL Evaluasi S O A P Nama Perawat
Senin, 3 Diagnosis I (Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d
Oktober embolisme)
2022 S:
• Keluarga pasien mengatakan akan berusaha
menghindari aktivitas tersebut
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami tujuan dan prosedur pemantauan
neurologis yang dijelaskan perawat
• Keluarga pasien mengatakan tidak ada alergi
obat apa pun dan keluarga pasien mengerti
dengan kontraindikasi obat yang dijelaskan
perawat
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami penjelasan perawat mengenai obat
O:
• GCS 9 (Somnolen) Respon motorik : 4 (flexi
menjauh dari rangsangan nyeri, tapi tidak
mampu menunjuk lokasi rangsangan), Respon
bicara : 2 (bisa bersuara tetapi tidak dapat
ditangkap makna katanya), Respon mata : 3
(mata membuka saat dipanggil)
• Tampak pupil isokor atau sama besar, diameter
pupil kira-kira 3cm
• Tampak pasien berbaring dengan posisi kepala
lebih tinggi dari posisi jantung
• Pemberian Obat:
Ranitidine 2ml / IV / 12 jam
Curcuma 3x1
Zink 1x1
Neurosanbe 3ml / 24 jam
Citicoline 2m / 12 jam
CPG 75mg / 2 tab / 24 jam
Aspilet 80 mg 1 tab / 24 jam
• Observasi TTV
TD : 168/100 mmHg
N : 80x/i
S: 22x/i
P : 22x/i
A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Pemantauan neurologis
• Pencegahan emboli
• Pemberian obat

Diagnosis II (Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d


resistensi insulin d.d kadar glukosa dalam darah/urin
tinggi)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami mengenai pemberian insulin
O:
• Pemeriksaan GDS : 377 mg/dL
• Hasil Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na) : 135 mmol/L
Kalium (Ka) : 5,5 mmol/L
Clorida (CL) : 111 mmol/L
• Pemberian Obat
Novorapid 10 unit per hari
A: Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Manajemen Hiperglikemia
Diagnosis III (Gangguan menelan b.d gangguan
serebrovaskuler d.d mengeluh sulit menelan, batuk
setelah makan atau minum, makanan tertinggal di
rongga mulut)
S:
• Keluarga pasien mengatakan menolak dipasang
selang nasogastrik
O:
• Tampak pasien kurang mampu menelan
• Tampak pasien terkadang batuk saat diberi
makan
• Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet bubur
saring
• Tampak pasien mengonsumsi bubur saring
150cc, susu Diabetasol 100cc
A: Masalah gangguan menelan belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Pencegahan aspirasi
• Manajemen nutrisi

Diagnosa IV (Gangguan integritas kulit b.d perubahan


sirkulasi d.d kerusakan lapisan kulit)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami prosedur perawatan luka secara
mandiri
O:
• Tampak bintik – bintik merah kehitaman
berbentuk bulat pada seluruh permukaan kulit
tubuh pasien
• Tampak keluarga pasien membantu
mengoleskan salep Bethason
• Pemberian Obat:
Ceftriaxon 1gr / IV / 12 jam
A: Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Perawatan luka

Diagnosa V (Defisit perawatan diri b.d gangguan


neuromuskular d.d tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/ke toilet secara mandiri)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami cara memandikan pasien
• Keluarga pasien mengatakan mengerti cara
memberikan posisi kepada pasien saat makan
• Keluarga pasien mengatakan memberikan
miring kiri dan miring kanan pada pasien setiap 2
jam
O:
• Tampak keluarga pasien mampu memberikan
personal hygiene secara mandiri kepada pasien
• Tampak pasien minum dengan menggunakan
sedotan
A: Masalah defisit perawatan diri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Dukungan perawatan diri
• Dukungan perawatan diri: makan/minum
• Dukungan perawatan diri: mandi
• Terapi menelan

Selasa, 4
Diagnosis I (Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d
Oktober
embolisme)
2022
S:
• Keluarga pasien mengatakan akan berusaha
menghindari aktivitas tersebut
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami tujuan dan prosedur pemantauan
neurologis yang dijelaskan perawat
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami penjelasan perawat mengenai obat
O:
• GCS 9 (Somnolen) Respon motorik : 4 (flexi
menjauh dari rangsangan nyeri, tapi tidak
mampu menunjuk lokasi rangsangan), Respon
bicara : 4 (bisa bersuara tetapi tidak dapat
ditangkap makna katanya), Respon mata : 3
(mata membuka saat dipanggil)
• Tampak pupil isokor atau sama besar, diameter
pupil kira-kira 3cm
• Tampak pasien berbaring dengan posisi kepala
lebih tinggi dari posisi jantung
• Pemberian Obat:
Ranitidine 2ml / IV / 12 jam
Curcuma 3x1
Zink 1x1
Neurosanbe 3ml / 24 jam
Citicoline 2m / 12 jam
CPG 75mg / 2 tab / 24 jam
Aspilet 80 mg 1 tab / 24 jam
• Observasi TTV
TD : 168/100 mmHg
N : 80x/i
S: 22x/i
P : 22x/i
A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
• Pemantauan neurologis
• Pencegahan emboli
• Pemberian obat

Diagnosis II (Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d


resistensi insulin d.d kadar glukosa dalam darah/urin
tinggi)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami mengenai pemberian insulin
O:
• Pemeriksaan GDS : 135 mg/dL
• Pemberian Obat
Novorapid 10 unit per hari
A: Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi
penuh
P: Lanjutkan intervensi
• Manajemen Hiperglikemia

Diagnosis III (Gangguan menelan b.d gangguan


serebrovaskuler d.d mengeluh sulit menelan, batuk
setelah makan atau minum, makanan tertinggal di
rongga mulut)
S:
• Keluarga pasien mengatakan menolak dipasang
selang nasogastrik
O:
• Tampak pasien kurang mampu menelan
• Tampak pasien terkadang batuk saat diberi
makan
• Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet bubur
saring
• Tampak pasien mengonsumsi bubur saring
150cc, susu Diabetasol 100cc
A: Masalah gangguan menelan belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Pencegahan aspirasi
• Manajemen nutrisi

Diagnosa IV (Gangguan integritas kulit b.d perubahan


sirkulasi d.d kerusakan lapisan kulit)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami prosedur perawatan luka secara
mandiri
O:
• Tampak bintik – bintik merah kehitaman
berbentuk bulat pada seluruh permukaan kulit
tubuh pasien
• Tampak keluarga pasien membantu
mengoleskan salep Bethason
• Pemberian Obat:
Ceftriaxon 1gr / IV / 12 jam
A: Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Perawatan luka

Diagnosa V (Defisit perawatan diri b.d gangguan


neuromuskular d.d tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/ke toilet secara mandiri)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami cara memandikan pasien
• Keluarga pasien mengatakan mengerti cara
memberikan posisi kepada pasien saat makan
• Keluarga pasien mengatakan memberikan
miring kiri dan miring kanan pada pasien setiap 2
jam
O:
• Tampak keluarga pasien mampu memberikan
personal hygiene secara mandiri kepada pasien
• Tampak pasien minum dengan menggunakan
sedotan
A: Masalah defisit perawatan diri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Dukungan perawatan diri
• Dukungan perawatan diri: makan/minum
• Dukungan perawatan diri: mandi
• Terapi menelan

Diagnosis I (Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d


Rabu, 5 embolisme)
Oktober S:
2022 • Keluarga pasien mengatakan akan berusaha
menghindari aktivitas tersebut
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami penjelasan perawat mengenai obat
O:
• GCS 9 (Somnolen) Respon motorik : 4 (flexi
menjauh dari rangsangan nyeri, tapi tidak
mampu menunjuk lokasi rangsangan), Respon
bicara : 4 (bisa bersuara tetapi tidak dapat
ditangkap makna katanya), Respon mata : 3
(mata membuka saat dipanggil)
• Tampak pupil isokor atau sama besar, diameter
pupil kira-kira 3cm
• Tampak pasien berbaring dengan posisi kepala
lebih tinggi dari posisi jantung
• Pemberian Obat:
Ranitidine 2ml / IV / 12 jam
Curcuma 3x1
Zink 1x1
Neurosanbe 3ml / 24 jam
Citicoline 2m / 12 jam
CPG 75mg / 2 tab / 24 jam
Aspilet 80 mg 1 tab / 24 jam
• Observasi TTV
TD : 168/100 mmHg
N : 80x/i
S: 22x/i
P : 22x/i
A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
• Pemantauan neurologis
• Pencegahan emboli
• Pemberian obat

Diagnosis II (Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d


resistensi insulin d.d kadar glukosa dalam darah/urin
tinggi)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami mengenai pemberian insulin
O:
• Pemeriksaan GDS : 100 mg/dL
• Hasil Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na) : 135 mmol/L
Kalium (Ka) : 5,5 mmol/L
Clorida (CL) : 111 mmol/L
• Pemberian Obat
Novorapid 10 unit per hari
A: Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Manajemen Hiperglikemia

Diagnosis III (Gangguan menelan b.d gangguan


serebrovaskuler d.d mengeluh sulit menelan, batuk
setelah makan atau minum, makanan tertinggal di
rongga mulut)
S:
• Keluarga pasien mengatakan menolak dipasang
selang nasogastrik
O:
• Tampak pasien kurang mampu menelan
• Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet bubur
saring
• Tampak pasien mengonsumsi bubur saring
150cc, susu Diabetasol 100cc
A: Masalah gangguan menelan belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Pencegahan aspirasi
• Manajemen nutrisi

Diagnosa IV (Gangguan integritas kulit b.d perubahan


sirkulasi d.d kerusakan lapisan kulit)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami prosedur perawatan luka secara
mandiri
O:
• Tampak bintik – bintik merah kehitaman
berbentuk bulat pada seluruh permukaan kulit
tubuh pasien
• Tampak keluarga pasien membantu
mengoleskan salep Bethason
• Pemberian Obat:
Ceftriaxon 1gr / IV / 12 jam
A: Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Perawatan luka

Diagnosa V (Defisit perawatan diri b.d gangguan


neuromuskular d.d tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/ke toilet secara mandiri)
S:
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami cara memandikan pasien
• Keluarga pasien mengatakan mengerti cara
memberikan posisi kepada pasien saat makan
• Keluarga pasien mengatakan memberikan
miring kiri dan miring kanan pada pasien setiap 2
jam
O:
• Tampak keluarga pasien mampu memberikan
personal hygiene secara mandiri kepada pasien
• Tampak pasien minum dengan menggunakan
sedotan
A: Masalah defisit perawatan diri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Dukungan perawatan diri
• Dukungan perawatan diri: makan/minum
• Dukungan perawatan diri: mandi
• Terapi menelan

Anda mungkin juga menyukai