N DENGAN NON
HEMORAGIC STROKE DI RUANG PERAWATAN IBIS
RS BHAYANGKARA MAKASSAR
DOSEN PEMBIMBING : Fransiska Anita, Ns., M.Kep. Sp. KMB
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK RS BHAYANGKARA
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
karuniNya kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Tn. N Dengan Non Hemoragic Stroke Di Ruang Perawatan Ibis RS Bhayangkara
Makassar”.
Dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini, kami banyak mendapatkan bantuan,
pengarahan, dan bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa asuhan keperawatan ini sangat jauh dari kata kesempurnaan. Oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun guna untuk menyempurnakan asuhan keperawatan ini. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Kelompok RS Bhayangkara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di
dunia hingga saat ini. Menurut laporan World Health Organization (WHO),
kematian akibat penyakit degeneratif diperkirakan akan terus meningkat
diseluruh dunia. Peningkatan terbesar akan terjadi dinegara – negara
berkembang dan negara miskin. Dalam jumlah total, pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun atau naik 14 juta jiwa dari
38 juta jiwa pada tahun ini. Lebih dari dua per tiga (70%) dari populasi global
akan meninggal akibat penyakit degeneratif (Buletin Kesehatan, 2011).
Beberapa penyakit degeneratif yang banyak terjadi dimasyarakat adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, stroke dan kanker. Penyakit
degeneratif seperti stroke juga sudah mulai ditemui tidak hanya oleh orang
yang berusia lanjut namun juga di kalangan umur muda (Indrawati, 2009).
Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak
baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Di Indonesia sendiri,
stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung
dan kanker. Dari data nasional yang didapat, angka kematian yang diakibatkan
oleh penyakit stroke sebesar 15,4%. Dari data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Kementerian Kesehatan Indonesia diketahui bahwa prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkanyang terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar
0,7% (Depkes, 2013). Faktor resiko terjadinya stroke tidak hanya selalu pada
pola makan saja. Ada berbagai macam faktor pencetus munculnya penyakit
stroke seperti stress baik itu stress psikologi maupun stress pekerjaan dimana
stress meningkatkan resiko terjadinya stroke 10% kali.
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat adalah
sebagai Educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health
Education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat
pencegahan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga,
perawat dapat menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada
upaya promotif dan preventif. Maka dari itu, peranan perawat dalam
penanggulangan Dengue haemorhagic fever yaitu perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit,
pemulihan dari penyakit, memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan
stroke non hemoragic. Manfaat pendidikan kesehatan bagi keluarga antara lain
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang sakitnya hingga pada akhirnya
akan meningkatkan kemandirian keluarga (Sutrisno, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Non-Hemoragic Stroke ?
2. Apa saja klasifikasi dari Non-Hemoragic Stroke ?
3. Apa saja etiologi dari Non-Hemoragic Stroke ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari Non-Hemoragic Stroke ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Non-Hemoragic Stroke ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Non-Hemoragic Stroke ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Non-Hemoragic Stroke ?
8. Apa saja komplikasi dari Non-Hemoragic Stroke ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dari Non-Hemoragic Stroke ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui definisi dari Non-Hemoragic Stroke
2. Agar mengetahui klasifikasi dari Non-Hemoragic Stroke
3. Agar mengetahui etiologi dari Non-Hemoragic Stroke
4. Agar mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Non-Hemoragic Stroke
5. Agar mengetahui bagaimana patofisiologi dari Non-Hemoragic Stroke
6. Agar mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari Non-Hemoragic
Stroke
7. Agar mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dari Non-Hemoragic
Stroke
8. Agar mengetahui apa saja komplikasi dari Non-Hemoragic Stroke
9. Agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Non-Hemoragic
Stroke
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Stroke atau cerebral vaskuler accident (CVA) adalah gangguan dalam
sirkulasi Intraserebral yang berkaitan vascular insuffisiency, trombosis, emboli,
atau perdarahan (Muliati, 2018).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang di sebabkan karena penyumbatan
pembuluh darah di otak oleh thrombosis maupun emboli sehingga suplai glukosa
dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang
disuplai (Nggebu, 2019).
Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum
atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh (Ratnasari, 2020).
B. Klasifikasi
Menurut Lusiana (2019) klasifikasi stroke dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk didalam pembuluh darah otak atau pembukuh
darah organ distal. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik
primer termasuk ateroslerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan penyakit
jantung strukural. Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme yang sering
merupakan respons vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara
araknoid dan piameter meningen. Sebagian stroke iskemik tidak menimbulkan
nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh darah
besar dileher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri sehingga cedera
pada pembuluh-pembuluh darah ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan
nyeri kepala.
Menurut Prakasita (2015) berdasarkan perjalanan klinis, stroke
iskemik dikelompokkan menjadi :
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20 % dari seluruh kasus stroke. Pada
stroke ini, lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan di subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Perdarahan
dapat secara cepat menimbulkan gejala neurogenik karena tekanan pada
struktur-struktur saraf di 12 dalam tengkorak. Biasanya stroke hemoragik
secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran.
C. Etiologi
Faktor risiko yang dapt menjadi penyebab stroke adalah sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi
a) Jenis Kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen
yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause
dan sebagai proteksi atau pelindung pada proses ateroskerosis. Namun
setelah perempuan tersebut mengalami menopouse , besar risiko terkena
stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama (Ummaroh, 2019).
b) Usia
Stroke dapat menyerang siapa saja, semakin tua usia seseorang maka
semakin besar kemungkinan orang tersebut terkena stroke. Penderita stroke
lebih banyak terjadi pada usia diatas 50 tahun dibandingkan dengan yang
berusia dibawah 50 tahun. Dimana pada usia tersebut semua organ tubuh
termasuk pembuluh darah otak menjadi rapuh (Ratnasari, 2020).
2. Faktor Presipitasi
a) Hipertensi
Hipertensi, merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting
untuk stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada keadaan hipertensi,
pembuluh darah mendapat tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembilih
darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat
menyebabkan arterosklerosis dan penyempitan diameter pembuluh darah
sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak (Nasution, 2013).
b) Penyakit Jantung
Faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit
yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut
jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri
ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain
jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah
yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-
orang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama
kematian pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi
pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat bentuk
jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari
dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke
leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke (Juwani, 2013).
c) Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan resiko terjadinya stroke
iskemik. Seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus jika pemeriksaan
gula darah puasa > 140 mg/dL, atau pemeriksaan 2 jam post prandial > 200
mg/dL Penderita diabetes cenderung menderita obesitas, obesitas dapat
mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, dimana keduanya
merupakan faktor resiko stroke (Ratnasari, 2020).
d) Obesitas
Stroke terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolestrol dalam
darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL yang (Low-
Density Lipoprotein) lebih tinggi dibandingkan kadar HDL (High-Density
Lipoprotein).
e) Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan
peningkatan plak pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat
sirkulasi darah. Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai
empat kali ini berlaku untuk semua jenis rokok dan untuk semua tipe
stroke, terutama perdarahan subaraknoid karena terbentuknya aneurisma
dan stroke iskemik. Asap rokok mengandung beberapa zat yang bahaya
yang disebut dengan zat oksidator. Dimana zat tersebut menimbulkan
kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat penimbunan lemak, sel
trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri diseluruh tubuh
termasuk otak, jantung dan tungkai. Sehingga merokok dapat menyebabkan
terjadinya arteriosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan
darah menggumpal sehingga resiko terkena stroke (Ratnasari, 2020).
f) Dislipidemia
Kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan kolesterol total yang
tinggi mengakibatkan resiko stroke sampai dua kali lipat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa angka kejadian stroke 23 meningkat pada pasien
dengan kadar kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7
mg% menaikkan angka stroke 25% sedangkan kenaikan HDL (High
Density Lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan angka stroke
setinggi 47% (Ratnasari, 2020).
g) Life Style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu
berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif maupun usia
lanjut. Salah satu contoh life style yaitu berkaitan dengan pola
makan.Generasi muda biasanya sering menerapkan pola makan yang tidak
sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang serat lemak
dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya mengonsumsi
makanan yang digoreng atau makanandengan kadar gula tinggi dan
berbagai jenis makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis dan
lain-lain. Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu
sedentary life style atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga. Hal
ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam
pembakaran zat-zat makanan yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko
membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah
yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat
pembuluh darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan jantung
dan stroke (Ummaroh, 2019).
h) Stress
Stres yang bersifat konstan dan terus menerus memengaruhi kerja
kelenjar adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon adrenalin, tiroksin,
dan kortisol sebagai hormon utama stres akan naik jumlahnya dan
berpengaruh secara signifi kan pada sistem homeostasis. Adrenalin yang
bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatis berpengaruh terhadap
kenaikan denyut jantung dan tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan
Basal Metabolism Rate (BMR) juga menaikkan denyut jantung dan
frekuensi nafas. Peningkatan denyut jantung inilah yang akan memperberat
aterosklerosis. Stress dapat merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memacu jantung untuk berdetak lebih cepat dan lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat (Ramadhani & Adrian, 2015).
j) Konsumsi Kopi
Konsumsi kopi dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke iskemik,
di sebabkan oleh denyut jantung yang meningkat beberapa saat setelah
mengkonsumsi segelas kopi, yang dapat terjadinya aliran darah ke otak
tidak stabil akibatnya kerja jantung yang meningkat sehingga kapasitas
pembuluh darah bertambah dan akan beresiko terjadinya penyumbatan
didalam Arteri (Juwani, 2013).
k) Konsumsi Alkohol
Makin banyak konsumsi alkohol maka kemungkinan stroke. Makin
tinggi karena alkohol dapat menaikan tekanan darah, memperlemah
jantung, mengentalkan darah dan menyebabkan kejang arteri. konsumsi
alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga
mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus ke
perdarahan di otak serta memperbesar risiko stroke iskemik (Udani, 2013).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Ginting (2017) gejala umum yang sering terjadi dan mudah dilihat
adalah penderita merasakan lemah dan mati rasa atau bebal pada bagian wajah,
tangan, atau kaki terutama salah satu bagian tubuh. Gejala stroke dapat disingkat
FAST untuk memudahkan masyarakat dalam mengenali gejala tersebut:
1. F (face/wajah)
Minta orang tersebut untuk tersenyum. Wajah akan terlihat tidak simetris
(asimetris), sebelah sudut mulut tertarik ke bawah dan lekukan antara hidung
ke sudut mulut tampak mendatar.
berbicara (artikulasi terganggu) atau sulit berbicara (gagu) atau bisa bicara tetapi
mengalami gangguan pemahaman atau sulit mengerti.
4. T (time/waktu )
Segera memanggil ambulans atau ke rumah sakit jika menemukan tiga
gejala diatas seperti perubahan wajah, kelumpuhan dan bicara atau disertai
gejala seperti :
a. Kehilangan kesadaran (pingsan)
b. Pusing berputar (vertigo)
c. Kesemutan separuh badan
d. Penglihatan tiba-tiba kabur pada kedua atau salah satu mata.
2. Kehilangan Komunikasi
Menurut Katrisnani (2019) fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-
spasial dan kehilangan sensori (Katrisnani, 2019).
E. Patofisiologi
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
a) CT-Scan
Pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik adanya
edema, adanya hematoma, iskemia dan adanya infark pada stroke.
Hasil pemeriksaan tersebut biasanya terdapat pemadatan di vertikel
kiri dan hiperdens lokal.
b) Elektroensefalogram (EEG)
Mengidentifikasi penyakit yang didasarkan pada pemeriksaan
pada gelombang otak dan memungkinkan memperlihatkan daerah
lesi yang spesifik. Pada pasien stroke biasanya dapat menunjukkan
apakah terdapat kejang yang menyerupai dengan gejala stroke dan
perubahan karakteristik EEG yang menyertai stroke yang sering
mengalami perubahan (Hello sehat, 2018).
c) Sinar X
Menggambarkan pada perubahan kelenjar lempeng pineal
pada daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi
karotis internal yang terdapat pada trombosis serebral.
d) Angiografi Serebral
Pemeriksaan ini membantu untuk menentukan penyebab
stroke secara spesifik antara lain perdarahan, obstruksi arteri,
olkusi/rupture.
e) Fungsi Lumbal
Tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli dan TIA
(Transient Ischaemia Attack). Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
trombosis berhubungandengan proses inflamasi.
g) Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis/ aliran darah/ muncul plaque/aterosklerosis).
h) Pemeriksaan Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung dan menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari masa
yang meluas.
2. Laboratorium
G. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Medis
a) Menurunkan kerusakan iskemik serebral Tindakan awal
difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia
serta tekanan darah.
a) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah
dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
c) Tanda-tanda vital usahakan stabil
d) Bedrest
e) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
f) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang
berlebih
H. Komplikasi
Salah satu gejala dari stroke adalah penurunan kesadaran, yang dapat
mengakibatkan obstruksi jalan nafas karena epiglotis dan lidah
mungkin rileks yang menyumbat orofaring sehingga terjadi gagal
nafas, hemoragik pada area medulla oblongata.
4. Iskemik cerebri
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumoni.
9. Atrofi dan Kontraktur (Kekakuan Sendi)
b. Monitor TIK
2. Fase Sub-akut
Pasien stroke fase sub-akut pada umumnya kondisi
hemodinamiknya mulai stabil dan dibolehkan untuk pulang ke rumah.
Apabila pasien masih memerlukan penanganan rehabilitasi yang
intensif maka belum boleh untuk dipulangkan. Fase rehabilitasi ini
dilakukan antara 2 minggu hingga 6 bulan setelah stroke. Tujuan
pemberian rehabilitasi yaitu untuk mengoptimalkan pemulihan
neurologis dan reorganisasi saraf, meningkatkan kualitas hidup dan
konsep diri. Latihan pada fase sub-akut ini yaitu meliputi latihan berdiri
dan berjalan, latihan ketahanan, terapi kognitif, terapi berbicara, dan
terapi dengan modalitas, dan juga terapi yang telah dilakukan pada fase
akut dapat dilanjutkan.
3. Fase Kronis
Program latihan atau rehabilitasi untuk fase kronis berlangsung
diatas 6 bulan setelah terjadi stroke. Pada fase ini latihan endurasi dan
penguatan otot dilakukan secara bertahap dan terus ditingkatkan hingga
pasien dapat mencapai aktivitas aktif yang optimal. Tujuan dari
program latihan fase kronis adalah mengoptimalkan dan
mempertahankan kemampuan fungsional yang telah dicapai,
mengoptimalkan kualitas hidup pasien, dan mencegah terjadinya
komplikasi. Latihan fase kronis meliputi latihan berjalan, latihan
kekuatan dan latihan keseimbangan.
Menurut Hariandja (2013), peningkatan kualitas hidup penderita
stroke melalui rehabilitasi. Rehabilitasi dilakukan segera mungkin dan
secara rutin, hal ini menyebabkan kembalinya kemampuan motorik
penderita stroke secara bertahap. Rehabilitas pada ekstremitas atas
sangatlah penting bagi penderita stroke. Ekstremitas atas sangat
berperan penting dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari seperti
makan, minum, mandi, berpakaian, dan lain sebagainya.
Menurut Sari (2020), penatalaksanaan rehabilitasi yang dapat
dilakukan pada pasien stroke dengan gangguan mobilitas fisik yaitu
melakukan mobilisasi sesegera mungkin saat kondisi neurologis dan
hemodinamik penderita stroke telah membaik atau stabil. Mobilisasi
harus dilakukan secara berskala.
Beberapa jenis tindakan atau terapi yang diberikan pada pasien
pasca stroke adalah sebagai berikut :
1. Terapi Rehabilitasi
Tujuan
a. Mengoptimalkan kemampuan fungsi yang ada
b. Memberikan edukasi cara2 modifikasi sehingga pasien pasca
stroke mampu beradaptasi mandiri dengan kondisi yang ada
saat ini
c. Mencegah terjadi komplikasi / kecacatan
d. lebih
berat
e. tidak ada komplikasi dan tak pada kondisi medis yang
membahayakan jiwa.
f. Progam rehabilitasi medik aktif sesudah serangan stroke :
Stroke penyumbatan : 3-5 hari
Stroke perdarahan : 2 – 3 minggu
g. Dilakukan secara komprehensif melibatkan
Terapi fisik, okupasi, wicara, dan ortotik/ penyangga
Peran aktif dari pasien, keluarga dan masyarakat Periode emas
terapi rehabilitasi adalah dalam waktu 6 bln setelah serangan stroke
2. kemampuan fungsional akan kembali sd 80% dari kondisi sebelum
stroke :
Mampu berjalan mandiri / dengan alat bantu jalan
secara mandiri
Mampu melakukan aktifitas harian secara mandir
3. Terapi Fisik
Tujuan :
a. Mempertahankan posisi yang benar saat pasien baring / duduk
b. Mempertahankan kemampuan fungsi mobilisasi :
berguling, berubah posisi, pindah tempat, berjalan dengan/
tanpa alat bantu jalan
c. Mempertahankan kemampuan dalam melakukan aktivitas
harian melakukan aktivitas fungsional
a. Definisi
b. Indikasi
c. Tujuan
Cara:
Mendorong pasien tetap aktif berkomunikasi verbal/ menggunakan
berbagai modalitas dalam berkomunikasi (bahasa tubuh,
menggambar, menulis dll)
Mengajarkan keluarga untuk menerima dan beradaptasi dengan
kondisi pasien
Memberikan dorongan psikologis pada pasien dan keluarga
b. Gangguan menelan
Identifikasi kelainan dan derajat :
kemampuan menelan ludah, cairan, makanan padat
Mengumpul di mulut? tersedak? batuk?
o derajat berat
Selang nasogastric
o Derajat ringan
o Sedang
Latihan menelan
o Diperlukan teknik2 khusus untuk menelan yang benar
dan aman untuk mencegah masuknya makanan/
minuman ke jalan nafas
Terapi Gg. Menelan :
o Posisi badan tegak
o Modifikasi tekstur makanan / minuman : dimulai dari
puding, makanan yg dihakuskan, bubur – cairan kental
– cairan encer ~ target / makanan biasa
Teknik/ maneuver menelan
o Latihan menutup mulut
o Menekan lidah, latihan menelan
o Penguatan otot rahang
o Latihan pernafasan
o Manuver kepala : menunduk, menoleh, memiringkan
c. Gangguan intelektual, daya ingat, perhatian, penyelesaian masalah sd
depresi yang diperlukan untuk penanganan khusus, peran serta
keluarga dan orang disekitar
Non Hemoragic Stroke (NHS) adalah tersumbatnya pembuluh darah yang meyebabkan aliran darah keotak sebagian atau
keseluruhan terhenti (Nuratif & Kusuma, 2015). Non Hemoragic Stroke dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi setelah lama beristirahat atau bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013)
ETIOLOGI
PREDISPOSISI PRESIPITASI
Darah
meningkat
ke dinding
arteri
Trombus
ATEROSKLEROS
IS
Trombosis aterosklerosis
Suplai darah ke
otak me
Suplai O2 ke otak
me
Iskemik
Edema dan kongesti jaringan sekitar
NON HEMORAGIC
STROKE
Infark
1. Pertahankan fungsi vital seperti jalan napas, 1. Pertahankan nutrisi yang adekuat
pernapasan oksigen dan sirkulasi
2. Program manajemen bladder dan bowel
2. Monitor TIK
3. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan
3. Monitor pernapasan fungsi AGD rentang gerak sendi (ROM)
Afandy, I. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Tn.B dengan Diagnosa Stroke Non
Hemoragik (SNH) dengan Inovasi Pemberian Pelatihan Pemasangan Puzzle Jigsaw
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Di Ruang Stroke Center RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Ginting, M. W. (2017). Hubungan Faktor Risiko dengan Tipe Stroke di RSUP H. Adam
Malik Medan. Universitas Sumatera Utara Medan..
juwani. (2013). Hubungan Kebiasaan Minum Kopi dengan Kejadian Stroke Pada Pasien yang
Di Rawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Cut NByak Dhien Meulaboh. Universitas
Teuku Umar Aceh Barat. http://repository.utu.ac.id/431/1/BAB I_V.pdf
Katrisnani, R. (2019). Asuhan Keperawatan Keluaraga Tn. NG dengan Salah Satu Anggota
Keluarga Ny. T Mengalami Post Stroke Haemorhagic Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mantrijeron Kota Yogyakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia POoliteknik
Kesehatan Yogyakarta Jurusan Keperawatan.
Lusiana, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Iskemik Pada Ny. D Dan Tn. K
Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati RSUD dr.
Haryoto Lumajang Tahun2019. Universitas Jember.
Nasution, L. F. (2013). Stroke Non Hemoragik Pada Laki-laki Usia 65 Tahun. Universitas
Lampung.
Nggebu. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. In
Journal of Chemical Information and Modeling. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kupang.
Nofitri. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik
Dalam Penerapan Inovasi Intervensi Terapi Vokal "AIUEO" dengan Masalah
Gangguan Komunikasi Verbal Di Ruangan Neurologi RSUD Dr. Achmad
Mochtar BukitTinggi. Stikes Perintis Padang.
Ramadhani, P. A., & Adrian, M. (2015). Hubungan Tingkat Stres, Asupan Natrium,
dan Riwayat Makan dengan Kejadian Stroke. Media Gizi Indonesia, 10(2), 104–
110. https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3313/2357
Udani, G. (2013). Faktor Resiko Kejadian Stroke. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai,
VI(1). https://doi.org/10.26630/jkep.v14i1.1006
ASUHAN KEPERAWATAN
KAJIAN KEPERAWATAN
57
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
57 Pasien
Meninggal
Penjelasan:
Keluarga pasien mengatakan pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Keluarga pasien mengatakan
pasien dan istrinya menikah lalu memiliki empat orang anak. Keluarga pasien mengatakan ayah pasien meninggal
akibat hipertensi, sedangkan ibu pasien meninggal akibat faktor usia.
IV. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
A. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
1. Keadaan sebelum sakit:
Keluarga pasien mengatakan kesehatan iu penting. Pada saat sakit, pasien selalu memeriksakan diri ke
puskesmas/ rumah sakit terdekat. Pasien juga sering mengkonsumsi obat hipertensi yaitu amlodipine hanya 2x
dalam seminggu. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah berolahraga dikarenakan pekerjaannya
yang selalu keluar kota.
2. Riwayat penyakit saat ini :
a) Keluhan utama :
Lemah pada sisi tubuh sebelah kanan.
b) Riwayat keluhan utama :
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum pasien mengalami sakit, pasien masih melakukan
aktivitasnya seperti biasa, pergi ke kantor dan melakukan tugasnya sebagai kepala rumah tangga. Pada
tanggal 30 September 2022, keluarga pasien mengatakan pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya
seperti biasa karena pasien mengalami kelemahan tubuh pada sisi kanan namun keluarga pasien tidak
langsung membawa pasien ke rumah sakit melainkan hanya menjalani terapi tetapi setelah menjalani
terapi, kondisi pasien bertambah buruk, pasien tidak dapat bangun sendiri dari tempat tidur. Pasien juga
mengalami pembengkakan pada rahang kiri bagian bawah, pasien tidak mampu miring kiri dan miring
kanan sehingga keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit.
Riwayat penyakit yang pernah dialami :
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat stroke sejak 1 tahun yang lalu dan saat ini
merupakan serangan stroke yang kedua. Keluarga pasien mengatakan pasien juga memiliki riwayat
penyakit hipertensi.
Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga pasien mengatakan dalam keluarganya memiliki penyakit keturunan yaitu hipertensi.
Pemeriksaan fisik :
c) Kebersihan rambut : Tampak rambut beruban, tampak sedikit rambut rontok
d) Kulit kepala : Tampak bersih, tampak tidak ada ketombe
e) Kebersihan kulit : Tampak bintik-bintik berwarna merah kecoklatan di seluruh tubuh
f) Higiene rongga mulut : Rongga mulut berbau, tampak ada sisa makanan, tampak ada karang gigi
g) Kebersihan genetalia : Tidak dikaji
h) Kebersihan anus : Tidak dikaji
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan biasanya pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi feses lunak berwarna coklat.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengkonsumsi obat pencahar, pasien mampu mengontrol
pembuangan BAB. Keluarga pasien mengatakan pasien BAK ± 5-6 kali dalam sehari, berwarna kuning muda,
pasien mampu mengontrol pengeluaran urine.
2. Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien BAK berwarna kuning tua, pasien menggunakan popok (diapers) dan
diganti sebanyak 2x dalam sehari dan dalam keadaan penuh setiap kali diganti. Keluarga pasien mengatakan
pasien belum BAB sejak masuk rumah sakit.
3. Observasi :
Tampak pasien menggunakan popok (diapers)
4. Pemeriksaan fisik :
a) Peristaltik usus : 12x/ menit
b) Palpasi kandung kemih : Penuh Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal : Positif Negatif
d) Mulut uretra : Tidak dikaji
e) Anus :
Peradangan : Tidak dikaji
Hemoroid : Tidak dikaji
Fistula : Tidak dikaji
Kaki 2 3
Keterangan :
Nilai 5: kekuatan penuh
Nilai 4: kekuatan kurang dibandingkan sisi yang lain
Nilai 3: mampu menahan tegak tapi tidak mampu melawan tekanan
Nilai 2: mampu menahan gaya gravitasi tapi dengan sentuhan akan jatuh
Nilai 1: tampak kontraksi otot, ada sedikit gerakan
Nilai 0: tidak ada kontraksi otot, tidak mampu bergerak
Refleks fisiologi : ………………………………………………………………..
Refleks patologi : ………………………………………………………………..
Babinski, Kiri :Positif Negatif
Kanan :Positif Negatif
Clubing jari-jari : ………………………………………………………………
Varises tungkai : ………………………………………………………………
i) Columna vetebralis:
Inspeksi : Lordosis Kiposis Skoliosis
Palpasi : ………………………………………………………………………
Kaku kuduk : ………………………………………………………………………
B. CITICOLIN
1. Nama obat : Citicolin
2. Klasifikasi/golongan obat : Neurotrofik vitamin saraf
3. Dosis umum : 500-1000 mg/hari
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 2 amp 2 ml/ hari
5. Cara pemberian obat : Bolus IV (Intravena)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan jumlah zat kimia di otak yang disebut phosphatidylctioline.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk mengatasi gangguan perilaku yang disebabkan oleh penuaan, stroke, atau cedera
kepala juga untuk meningkatkan daya penglihatan.
8. Kontra indikasi : Alergi obat citicolin, menurunnya kemampuan otot (hipotonia) pada sistem saraf
parasimpatis
9. Efek samping obat : Sakit kepala, insomnia, mual muntah, kegelisahan, sakit perut, konstipasi,
penglihatan buram, diare, nyeri dada, hipotensi, denyut jantung lambat atau cepat.
C. NEUROBION
1. Nama obat : Neurobion
2. Klasifikasi/golongan obat : Suplemen vitamin
3. Dosis umum : 3 ml
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 2 ampul 3 ml/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : Bolus IV (Intravena)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja untuk menjaga kesehatan saraf, vitamin B1, B6 dan B12 juga bermanfaat untuk mengatasi
kekurangan (defisiensi) vitamin B, membantu pengolahan energi dari makanan serta membantu produksi sel
darah merah.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk memelihara kesehatan saraf pasien.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan hipersensitivitas terhadap komposisi obat
9. Efek samping obat : Diare, sering berkemih, bengkak, sakit perut, kerusakan saraf, nyeri, kemerahan di
area suntikan
D. CEFTRIAXONE
1. Nama obat : Ceftriaxone
2. Klasifikasi/golongan obat : Antibiotik sefalosporin
3. Dosis umum : 10 ml
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 20 ml/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : Bolus IV (Intravena)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini berfungsi sebagai antibiotik dengan mekanisme aksi menghambat dinding sel bakteri dan berperan
melawan mikroorganisme terutama bakteri gram negatif. Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan
menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi di dalam tubuh.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk mengatasi terjadinya infeksi pada pasien.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini atau golongan sefalosporin.
9. Efek samping obat : Bengkak, kemerahan, atau nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, pusing, mual.
E. CPG
1. Nama obat : Clopidogrel (CPG)
2. Klasifikasi/golongan obat : Antiplatelet
3. Dosis umum : 1 tablet 75 gram/ 24 jam
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 2 tablet 75 gram/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : oral
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan cara mencegah trombosit atau sel keping darah saling menempel dan membentuk
gumpalan darah.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberikan obat ini untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan hipersensitivitas terhadap clopidogrel dan perdarahan patologis aktif.
9. Efek samping obat : Diare, mual muntah, mudah memar dan perdarahan, sembelit.
F. ASPILET
1. Nama obat : Aspilet
2. Klasifikasi/golongan obat : Antiplatelet
3. Dosis umum : 1 tablet 80 mg/ 24 jam
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 1 tablet 80 mg/ 24 jam
5. Cara pemberian obat : oral
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan mengencerkan darah dan mencegah penggumpalan darah dalam pembuluh darah.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk mencegah penyakit tromboemboli pada pasien stroke.
8. Kontra indikasi : Pasien dengan hipersensitivitas terhadap aspirin atau NSAID lainnya, ulkus
peptikum, gangguan hati dan ginjal yang parah.
9. Efek samping obat : Anemia, dyspepsia, iritasi lambung, asma, urtikaria
G. NOVORAPID
1. Nama obat : Novorapid Flexpen
2. Klasifikasi/golongan obat : Insulin
3. Dosis umum : 0,5 – 1 unit/ kg BB
4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 10 unit
5. Cara pemberian obat : Intra muskular (IM)
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat :
Obat ini bekerja dengan cara menggantikan insulin yang diproduksi secara alami didalam tubuh dan dapat
diserap cepat. Selain itu juga membantu memindahkan gula darah menuju jaringan tubuh lainnya sehingga bisa
digunakan sebagai sumber energi.
7. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan :
Pasien diberi obat ini untuk menurunkan kadar gula dalam darah
8. Kontra indikasi : Pasien dibawah umur 6-9 tahun, memiliki masalah hati atau ginjal, hipofisis atau
kelenjar tiroid dan mengubah pola diet secara tiba-tiba.
9. Efek samping obat : Hipoglikemia, reaksi anafilaksis
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Data Subjektif: Embolisme Risiko Perfusi Serebral
Tidak Efektif (D.0017)
Keluarga pasien mengatakan pasien
mengalami riwayat hipertensi kurang
lebih 2 tahun yang lalu.
Keluarga pasien mengatakan pasien
mengalami kelemahan pada sisi tubuh
sebelah kanan.
Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak dapat bangun dengan sendirinya
seperti biasa dari tempat tidur.
Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak dapat miring kanan dan kiri.
Data Objektif:
Observasi TTV:
TD: 180/100 mmHg
N: 80x/menit
P : 20x/menit
36 5
Tampak keadaan umum lemah
Hasil CT Scan Kepala: Infark lacunar
cerebri sinistra, Brain Atrophy
Tampak bibir pasien miring ke kanan
GDS : 337 mg/dL
HbA1c : 7,3mg/dL
Data Objektif:
Data Objektif:
Data Objektif:
HbA1c :7,3
GDS :377mg/dL
Tampak bintik - bintik merah dan
coklat seluruh tubuh.
5. Data Subjektif: Gangguan neuromuscular Defisit perawatan diri
(D.0109)
Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri karena mengalami
kelemahan pada sisi tubuh sebelah
kanan dan keluarga pasien
mengatakan semua aktivitas di bantu
oleh keluarga dan perawat.
Data Objektif:
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme (D.0017).
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin dibuktikan dengan kadar glukosa dalam
darah/ urine meningkat (D.OO27).
3. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular dibuktikan dengan mengeluh sulit menelan, batuk
setelah makan atau minum, makanan tertinggal di rongga mulut (D.0063)
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dibuktikan dengan kemerahan, hematoma,
kerusakan jaringan (D.0129).
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular dibuktikan dengan tidak mampu mandi/
mengenakan pakaian/makan/ke toilet/ berias secara mandiri (D.0109).
RENCANA KEPERAWATAN
Nama/ umur : Tn. N/ 57 tahun
Ruang/ kamar : Ibis/ 14.B
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Neurologis (I.06197)
dibuktikan dengan Embolisme (D.0017) keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi serebral meningkat Observasi:
dengan kriteria hasil (L.02014):
1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran (GCS)
Data Subjektif: 1. Tingkat kesadaran cukup 3. Monitor tanda-tanda vital
meningkat Terapeutik:
a. Keluarga pasien mengatakan 2. Nilai rata-rata tekanan darah
pasien memiliki riwayat cukup membaik 1. Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis, jika perlu
stroke 1 tahun yang lalu 3. Tekanan darah sistolik 2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
membaik (80-140 mmHg) Edukasi:
4. Tekanan darah diastolik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, jika perlu
Data Objektif:
membaik (70-90 mmH)
a. Tampak keadaan umum
Pencegahan Emboli (I.02066)
pasien lemah
b. Tampak bibir pasien miring Observasi:
ke kanan
c. Tampak kelemahan pada 1. Periksa riwayat penyakit pasien secara rinci untuk melihat faktor risiko (stroke)
tubuh sisi kanan pasien Terapeutik:
d. Observasi TTV
1. Posisikan anggota tubuh yang berisiko emboli 20 o di atas posisi jantung
TD: 180/100 mmHg
2. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
N: 80 x/i Edukasi:
P: 20 x/i
S: 36,50C 1. Anjurkan melakukan fleksi dan ekstensi kaki paling sedikit 10 kali setiap jam
e. GCS pasien somnolen (M V E 2. Anjurkan minum obat antikoagulan sesuai dengan waktu dan dosis
) Kolaborasi:
f. Hasil Uji Nervus
1. Kolaborasi pemberian antikoagulan (Clopidogrel, Aspilet)
N.II : Pasien tidak mampu
membaca tulisan dengan font
12 dari jarak 30cm Pemberian Obat (I.02062)
N.V : Pasien tidak mampu
mengalokasikan daerah yang Observasi:
digesekkan tissu pada
wajahnya di area dahi, kedua 1. Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat
pipi dan bawah dagu Terapeutik:
N.VII
1. Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute, waktu, dokumentasi)
Motorik : Pasien tidak mampu
Edukasi:
mengangkat alis, mengerutkan
dahi, mencucurkan bibir, 1. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping
tersenyum, bersiul, dan sebelum pemberian
menggembungkan pipi
N.X : Pasien tidak mampu
menelan dengan baik
N.XI : Pasien tidak mampu
mengangkat bahu kanan dan
kiri
g. Hasil CT-Scan Kepala:
Infark Lacunar Cerebri
Sinistra
Brain Atrophy
h. Pemeriksaan Kimia Darah
GDS : 337 mg/dL
HbA1c : 7,3%
2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
b.d Resitensi Insulin d.d kadar glukosa keperawatan selama 3x24 jam
dalam darah/urin tinggi (D.0027) diharapkan kestabilan kadar glukosa Observasi:
darah meningkat dengan kriteria hasil
(L.03022): 1. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
2. Monitor elektrolit
Data Subjektif: 1. Kadar glukosa dalam darah Terapeutik:
membaik
a. Keluarga pasien mengatakan 2. Kadar glukosa dalam urine 1. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
pasien sering makan kue dan membaik Edukasi:
minum kopi sebanyak 2x
sehari 1. Ajarkan pengelolaan diabetes (penggunaan insulin)
Kolaborasi:
c. Tampak bentol-bentol
berwarna merah kehitaman di
seluruh permukaan kulit
pasien
d. WBC : 12.10 10 3/uL
e. Pemeriksaan Kimia Darah
GDS : 337 mg/dL
HbA1c : 7,3%
5. Defisit Perawatan Diri b.d Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
Neuromuskular d.d tidak mampu keperawatan selama 3x24 jam
mandi/mengenakan pakaian/ke toilet diharapkan perawatan diri meningkat Observasi:
secara mandiri (D.0109) dengan kriteria hasil (L. 11103):
1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
1. Mempertahankan kebersihan 2. Monitor tingkat kemandirian
diri cukup meningkat Teraupetik:
Data Subjektif: 2. Mempertahankan kebersihan
mulut meningkat 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (suasana hangat, privasi)
a. Keluarga pasien mengatakan 2. Siapkan keperluan pribadi (parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
sejak sakit pasien tidak 3. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
mampu melakukan aktivitas Edukasi:
secara mandiri karena
kelemahan pada sisi tubuh 1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
sebelah kanan
b. Keluarga pasien mengatakan
semua aktivitas pasien dibantu Dukungan Perawatan Diri: Makan/Minum (I.11351)
keluarga dan perawat
Observasi:
Observasi:
1. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan terapi (ahli gizi) dalam
mengatur program rehabilitasi pasien
PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Nama/ Umur :.........................................................
Ruang/ Kamar:...................................................................
Monitor elektrolit
Hasil:
Natrium (Na) 135 mmol/L
Kalium (K) 5,5 mmol/L
Clorida (Cl) 111 mmol/L
Memberikan obat
Hasil:
11.00
Ranitidine 2 ml/IV/ 12 jam
Curcuma 3x1
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
Zink 1x1
Neurosanbe 3 ml/24 jam
Mengobservasi TTV
15.00
Hasil:
TD = 168/100 mmHg
N = 80 x/i
P = 20 x/i
S = 36,5 C
Memberikan obat
14.00 Hasil:
CPG 75 mg 2 tab/24 jam
Aspilet 80 mg 1tab/24 jam
Mengobservasi TTV
15.00 Hasil:
TD = 155/98 mmHg
N = 71x/i
P = 20 x/i
S = 36,5 C
Memberikan obat
19.00
Hasil:
Ceftriaxone 1 gram/IV/12jam
Memberikan obat
23.00
Hasil:
Ranitidine 2 ml/IV/12jam
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
Mengobservasi TTV
Rabu, 5 05.00
Hasil:
Oktober
TD = 172/105 mmHg
2022
N = 78 x/i
P = 22 x/i
S = 36,9 C
Memberikan obat
Hasil:
11.00
Ranitidine 2 ml/IV/ 12 jam
Curcuma 3x1
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
Zink 1x1
Neurosanbe 3 ml/24 jam
Memberikan obat
14.00 Hasil:
CPG 75 mg 2 tab/24 jam
Aspilet 80 mg 1tab/24 jam
Mengobservasi TTV
15.00 Hasil:
TD = 150/78 mmHg
N = 71x/i
P = 20 x/i
S = 36,5 C
Memberikan obat
19.00 Hasil:
Ceftriaxone 1 gram/IV/12jam
Memberikan obat
23.00 Hasil:
Ranitidine 2 ml/IV/12jam
Citicolin 2 ml/IV/12 jam
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama / Umur : Tn. N
Ruang / Kamar: IBIS / 14 B
TANGGAL Evaluasi S O A P Nama Perawat
Senin, 3 Diagnosis I (Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d
Oktober embolisme)
2022 S:
• Keluarga pasien mengatakan akan berusaha
menghindari aktivitas tersebut
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami tujuan dan prosedur pemantauan
neurologis yang dijelaskan perawat
• Keluarga pasien mengatakan tidak ada alergi
obat apa pun dan keluarga pasien mengerti
dengan kontraindikasi obat yang dijelaskan
perawat
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami penjelasan perawat mengenai obat
O:
• GCS 9 (Somnolen) Respon motorik : 4 (flexi
menjauh dari rangsangan nyeri, tapi tidak
mampu menunjuk lokasi rangsangan), Respon
bicara : 2 (bisa bersuara tetapi tidak dapat
ditangkap makna katanya), Respon mata : 3
(mata membuka saat dipanggil)
• Tampak pupil isokor atau sama besar, diameter
pupil kira-kira 3cm
• Tampak pasien berbaring dengan posisi kepala
lebih tinggi dari posisi jantung
• Pemberian Obat:
Ranitidine 2ml / IV / 12 jam
Curcuma 3x1
Zink 1x1
Neurosanbe 3ml / 24 jam
Citicoline 2m / 12 jam
CPG 75mg / 2 tab / 24 jam
Aspilet 80 mg 1 tab / 24 jam
• Observasi TTV
TD : 168/100 mmHg
N : 80x/i
S: 22x/i
P : 22x/i
A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
• Pemantauan neurologis
• Pencegahan emboli
• Pemberian obat
Selasa, 4
Diagnosis I (Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d
Oktober
embolisme)
2022
S:
• Keluarga pasien mengatakan akan berusaha
menghindari aktivitas tersebut
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami tujuan dan prosedur pemantauan
neurologis yang dijelaskan perawat
• Keluarga pasien mengatakan mengerti dan
memahami penjelasan perawat mengenai obat
O:
• GCS 9 (Somnolen) Respon motorik : 4 (flexi
menjauh dari rangsangan nyeri, tapi tidak
mampu menunjuk lokasi rangsangan), Respon
bicara : 4 (bisa bersuara tetapi tidak dapat
ditangkap makna katanya), Respon mata : 3
(mata membuka saat dipanggil)
• Tampak pupil isokor atau sama besar, diameter
pupil kira-kira 3cm
• Tampak pasien berbaring dengan posisi kepala
lebih tinggi dari posisi jantung
• Pemberian Obat:
Ranitidine 2ml / IV / 12 jam
Curcuma 3x1
Zink 1x1
Neurosanbe 3ml / 24 jam
Citicoline 2m / 12 jam
CPG 75mg / 2 tab / 24 jam
Aspilet 80 mg 1 tab / 24 jam
• Observasi TTV
TD : 168/100 mmHg
N : 80x/i
S: 22x/i
P : 22x/i
A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
• Pemantauan neurologis
• Pencegahan emboli
• Pemberian obat