Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


PADA PASIEN DENGAN DENGAN DIAGNOSA MEDIK STROKE
NON HEMORAGIK

Disusun Oleh :

Annisa April Liana, S.Kep

Nim : P2305108

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS


WIYATA HUSADA SAMARINDA
PROGRAM PROFESI NERS 2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIK STROKE NON HEMORAGIK

Di susun Oleh
Annisa April Liana. S.Kep
P2305108

Telah disetujui oleh preseptor dan pembimbing


pada tanggal Januari 2024

Fasilitator Akademik Perseptor Klinik

Ns. Ana Dwiyana Arief , M.Kep Ns. Yuliha Sarah, S. Kep


NIDN. 1129059301 NIP:

Mengetahui,
Dosen Koordinator Stase Keperawatan Gadar Kritis

Ns. Ana Dwiyana Arief, M.Kep

NIDN. 1129059301

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA
HUSADA SAMARINDA
2023

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
CerebroVaskuler Accident (CVA) atau stroke adalah pecahnya pembuluh
darah otak secara mendadak dengan akibat penurunan fungsi neurologis
(Hariyanto & Sulistyowati, 2015). Klien stroke biasanya mengalami gangguan
mobilitas fisik atau beresiko mengalami keterbatasan fisik satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri (PPNI, 2016).
Akibat yang ditimbulkan oleh serangan stroke diantaranya kelemahan
secara mendadak, hilangnya sensasi berbicara, melihat atau berjalan, hingga
menyebabkan kematian. Penanganan terhadap pasien stroke terutama pasien
baru seharusnya dilakukan dengan cepat dan tepat. Kepastian penentuan tipe
patologi stroke secara dini sangat pentng untuk pemberian obat yang tepat
guna mencegah dampak yang lebih fatal (Sarosa, 2018).
B. Tujuan Umum
1. Tujuan umum
Untuk menjelaskan manajemen asuhan keperawatan kegawatdaruratan
secara komprehensif pada klien dengan stroke non hemoragik
2. Tujuan khusus
a) Untuk menjelaskan pengkajian keperawatan kegawatdaruratan kepada
klien dengan stroke non hemoragik
b) Untuk menjelaskan penegakkan diagnosa keperawatan
kegawatdaruratan kepada klien dengan stroke non hemoragik
c) Untuk menjelaskan penyusunan intervensi keperawatan
kegawatdaruratan kepada klien dengan stroke non hemoragik
C. Manfaat
Mampu menjelaskan tindakan keperawatan kegawatdaruratan pada klien
dengan stroke hemoragik meliputi pengkajian, diagosa, dan menjelaskan
intervensi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
CerebroVaskuler Accident (CVA) atau stroke adalah pecahnya
pembuluh darah otak secara mendadak dengan akibat penurunan fungsi
neurologis (Hariyanto & Sulistyowati, 2015). Stroke merupakan penyakit
serebrovaskular yang menjadi penyebab utama kematian di Indonesia.
Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia dibawah 45 tahun
terus meningkat, akibat stroke diprediksi akan meningkat seiring denfan
kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan penyebab
kematian tersering ketiga di Amerika dan merupakan penyebab utama
disabilitas permanen (Handayani & Dominica, 2019). Klien stroke biasanya
mengalami gangguan mobilitas fisik atau beresiko mengalami keterbatasan
fisik satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (PPNI, 2016)
Penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik biasanya terjadi karena
adanya kerusakan integritas tulang, penurunan kendali otot, penurunan
massa otot, penurunan kekuatan otot, kekakuan sendi, dan nyeri sehingga
ditangani maka klien akan mengalami kesulitan untuk menggerakkan
tubuhnya sehingga sendi akan mengalami kekakuan dan fisiknya akan
melemah (PPNI, 2016).
B. Etiologi
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
c. Arteritis ( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.
(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-
embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada stroke non hemoragik yaitu
(Nuranif, 2015):
1. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
2. Hemiparesis (kelemahan pada salah satu tubuh)
3. Menurunnya tonus otot abnormal
4. Gangguan persepsi sensori
5. Gangguan komunikasi
6. Kejadiannya mendadak terjadi saat istirahat
7. ada peringatan
8. Nyeri kepala ringan
9. Tidak ada kejang dan muntah
10. Penurunan kesadaran ringan
D. Patofisiologi
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta
membutuhkan oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting
untuk pergerakan sampah dari metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid.
Jika aliran darah otak berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari
autoregulasi serebral aliran darah memenuhi angka rata-rata 750 ml/menit
dalam respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon dioksida arteri
serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood
Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang.
Derajat dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan
berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu
selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi
infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan
trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.Dalam keadaan iskemik, kadar kalium
akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi,
perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan
bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan
glutamat dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke
dalam sel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat.
Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan
A2.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan
ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan
radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi,
setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada
jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat
yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah
otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh
manusia. Ia memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen darah
dalam tubuh normalnya antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen berlebihan bisa
memengaruhi aliran darah sehingga kemampuan penyediaan oksigen dalam
darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental dan alirannya menjadi
lambat. Fibrinogen, jika menyatu dengan trombosit, bisa mencetuskan
formasi bekuan darah pada pembuluh darah arteri. Selanjutnya, ia bisa
berubah menjadi fibrin dan hasil akhirnya terjadi pembekuan darah.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang
diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di atas,
sangat penting menurunkan kadar fibrinogen supaya risiko bekuan darah
yang tidak normal pada pembuluh darah arteri berkurang. Fibrinogen yang
berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif untuk
terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi pada pembuluh darah
otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski begitu, fibrinogen bukan satu-
satunya penyebab stroke. Banyak pula faktor pencetus lain seperti diabetes,
tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok, obesitas, dan umur yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan
merokok. Udara yang dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen
darah. Itu dibuktikan dari data penelitian di negara dengan empat musim.
Angka kejadian stroke meningkat pada musim dingin dibandingkan saat
musim panas. Faktor keturunan yang dibawa kelainan genetik juga
merupakan salah satu penyebab peningkatan fibrinogen.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan non
hemoragik stroke sebagai berikut (Sulistiyawati, 2020).
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vascular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carespiratori
ratean lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likur merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu harihari pertama.
3. CT-Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetic
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi infark akibat
dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system
karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
G. Komplikasi
Menurut Adeba (2022), Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke adalah
hemiparese atau hemiplegia yang berperan satu sisi tubuh lemah atau bahkan
bisa lumpuh atau bahkan bisa lampu. Akibatnya, zat-zat terlarut seperti
kolestrol, kalsium dan lain sebagainya akan mengedap pada dinding pembuluh
darah bila penyempitan pembuluh darah terjadi dalam waktu lama, akan
mengakibatkan suplai darah ke otak berkurang, bahkan terhenti
1. Hipoksia Otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
kejaringan
2. Penurunan Darah Serebral Aliran darah serebral bergantung pada tekanan
darah, curah jantung, darah integritas pembuluh darah serebral
3. Luasnya Area Cidera Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark
miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katub jantung
prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah leotak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Distrimia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak tidak konsisten dan penghentian
thrombus lokal.
H. Penatalaksanaan
Menurut Rahmawati (2022), penatalaksanaan stroke terbagi atas:
1. Pada fase akut
a. Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah
stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan
sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemostasis kalium dan
natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk
memelihara hemostasis elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
b. Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolisme otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat 28 dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
c. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) Peningkatan
intracranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu
pengurangan edema, penting dilakukan misalnya dengan pemberian
manitol, control atau pengendalian tekanan darah.
d. Monitor fungsi pernapasan: Analisa Gas Darah
e. Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f. Evaluasi status cairan dan elektrolit
g. Control kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri.
h. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan.
i. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
j. Monitor tanda-tanda neurologis seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex.
2. Fase rehabilitasi
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat
b. Program manajemen bladder dan bowel
c. Mempertahankan keseimbanga tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
d. Pertahankan integritas kulit
e. Pertahankan komunikasi yang efektif
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g. Persiapan pasien pulang
3. Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm
atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstruksi akut
I. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Menurut Reichenbach et al (2019), pengkajian pada pasien Non
Hemoragic Stroke (NHS) yaitu:
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas dan adanya benda asing.
Pada pasien yang dapat berbicara dianggap jalan napas bersih.
2) Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada dan adanya sesak napas.
3) Circulation
Nadi teraba lemah dan tidak teratur, takikardia, tekanan darah
meningkat atau menurun, akral teraba dingin, adanya sianosis
perifer
4) Disability
Penilaian pada disability menilai tingkat kesadaran (GCS), ukuran
dan reaksi pupil. Penilaian disability melibatkan evaluasi fungsi
system saraf pusat. Dilakukan penilaian dengan cepat pada tingkat
kesadaran pasien
5) Exposure
Dalam penilaian exposure kita mengkaji secara menyeluruh
melihat apakah ada organ lain yang mengalami gangguan seperti
adanya jejas atau cedera sehingga kita dapat memberikan
perawatan
b. Pengkajian sekunder
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan alasan utama pasien datang ke IGD dan
memonitor tanda-tanda vital pasien.
2) Riwayat Penyakit
Apakah pasien pernah mengalami dada akibat Infark Miokard akut,
hipertensi, diabetes melitus
3) Pemeriksaan Head To Toe
Terdapat kelemahan fisik, edema ekstermitas, denyut nadi perifer
melemah, terdengar bunyi jantung tambahan
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
b) Pemeriksaan CT Scan
c) Pemeriksaan foto Thorax
2. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah uraian dari masalah masalah yang timbul bagi klien
dengan stroke non hemoragik, dengan menggunakan standar diagnosis
keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
(2017) :
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor risiko
embolisme atau hipertensi
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, sekresi yang tertahan
3. Pola napas tidak efektit dibuktikan dengan hambatan upaya napas
4. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskuler.
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan usia lanjut
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan TIK
tidak efektif berhubungan keperawatan diharapkan perfusi Observasi
dengan hipertensi jaringan serebral efektif. Kriteria 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
hasil : 2. Monitor tanda gejala peningkatan TIK
1. tingkat kesadaran kognitif 3. Monitor MAP, CVP, PAWP, PAP, ICP, dna CPP, jika
meningkat (5) perlu
2. gelisah menurun (5) 4. Monitor gelombang ICP
3. TIK menurun (5) 5. Monitir status pernapasan
6. Monitor intake dan output cairan
7. Monitor cairan serebrospinal
Terapeutik
8. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
9. Berikan posisi semi fowler
10. Hindari maneuver valsava
11. Cegah kejang
12. Hindari penggunaan PEEP
13. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
14. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
15. Pemberian sedasi dan anti konvulsan jika perlu
16. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
17. Kolaborasi pemberian pelunak tinja

2 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan keperawatan diharapkan jalan
Observasi
dengan spasme jalan napas meningkat. Kriteria hasil :
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
napas, hipersekresi jalan 1. Produksi sputum menurun
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalanya gurgling,
napas, sekresi yang (5)
mengi, wheezing, ronkhi kering).
tertahan 2. Mengih menurun (5)
Terapeutik
3. Dipsnea menurun (5)
3. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
4. Frekuensi napas membaik
chin-lift.
(5)
4. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Lakukan pengisapan lendir
Edukasi
6. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
7. Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik

3 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan pola
Observasi
hambatan upaya napas napas meningkat dengan kriteria
hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalanya gurgling,
1. Dispnea menurun(5)
mengi, wheezing, ronkhi kering).
2. Pemanjangan fase ekspirasi
Terapeutik
menurun (5)
3. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift.
4. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Lakukan pengisapan lendir
Edukasi
6. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
7. Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik

4. Gangguan menelan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri : Makan/Minum


berhubungan dengan keperawatan, diharapkan status Observasi
gangguan serebrovaskuler menelan membaik. Kriteria hasil : 1. Identifikasi diet yang dianjurkan
1. Mempertahankan makanan di 2. Monitor kemampuan menelan
mulut meningkat (5) 3. Monitor status hidrasi, jika perlu
2. Reflek menelan meningkat (5)
Terapeutik
3. Kemampuan mengosongkan
4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
mulut meningkat
makan
5. Atur posisi yang nyaman untuk makan
6. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
7. Letakkan makanan di sisi mata yang sehat
8. Berikan bantuan makan/minum sesuai dengan tingkat
kemandirian
9. Motivasi untuk makan di ruang makan, jika perlu

Edukasi

10. Jelaskan posisi makanan pada pasien yang mengalami


pengelihatan dengan menggunakan arah jarum jam

Kolaborasi

11. Kolaborasi pemberian obat

5. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan Minmalisasi Rangsangan


berhubungan dengan usia keperawatan selama2x24 jam, Observasi
lanjut diharapkan persepsi sensori 1. Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
membaik. Kriteria hasil : kenyamanan
1. Respon sesuai stimulus Terapeutik
membaik (5) 2. Diskusikan tingkat toleransi terjadap beban sensori
2. Konsentrasi membaik (5 3. Batasi stimulus lingkungan
3. Orientasi membaik (5) 4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
Edukasi
5. ajarkan cara meminimalisasi stimulus
6. kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
Kolaborasi
7. kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi sensori

a.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama
kematian di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia
dibawah 45 tahun terus meningkat, akibat stroke diprediksi akan meningkat
seiring denfan kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke
merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan merupakan
penyebab utama disabilitas permanen (Handayani & Dominica, 2019). Klien
stroke biasanya mengalami gangguan mobilitas fisik atau beresiko mengalami
keterbatasan fisik satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (PPNI, 2016)
Penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik biasanya terjadi karena
adanya kerusakan integritas tulang, penurunan kendali otot, penurunan massa
otot, penurunan kekuatan otot, kekakuan sendi, dan nyeri sehingga ditangani
maka klien akan mengalami kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya
sehingga sendi akan mengalami kekakuan dan fisiknya akan melemah (PPNI,
2016).

B. Saran

Untuk melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien


dengan Stroke non hemoragik, maka pengkajian yang lengkap dan dilakukan
tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan rencana keperawatan
yang sesuai dengan keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Adeba, S I O. 2022. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Non


Hemoragic Di Ruang ICU RSUD Curup Tahun 2022. Ambar, N, and R
Wahyu. 2018. “The Enhancement of Oxygen Saturation Value in Stroke
Patients Using The Head Elevation Model.” Journal of Neurosugey.
Anas, Asmawati, Novayanti Achmad, and Junika Siagian. 2021. “Pengaruh
Pemberian Proprioseptive Neuromuscular Facilitation Terhadap Aktivitas
Fungsional Pada Pasca Non-Haemoragic Stroke Tipe Spastik Di RSUD
Kudungga Kutai Timur.” Jurnal Physio Research Center 1(September): 1.
Ayu, Radaningtyas devi. 2018. “Asuhan Keperawatan Klien Cerebro Vaskuler
Accident Hemoragik Dengan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebal Di
Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan.” Energies 6(1): 1–8.
Hartaty, & Haris. (2020). Hubungan gaya hidup dengan kejadian stroke. Jurnal
Keperawatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2022. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
Nuranif & Kusuma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnose
medis NANDA NIC NOC Jilid I. Yogyakarta ; Mediasi

Anda mungkin juga menyukai