Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.P DENGAN DIAGNOSA MEDIS CVA INFARK DI


RUANG RAWAT INAP PATIMURA RSUD KANJURUHAN
MALANG

DEPARTMEN
Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
Andriana Dwi Yunita
202210461011074

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.P


DENGAN DIAGNOSA MEDIS CVA INFARK DI RUANG RAWAT INAP
PATIMURA RSUD KANJURUHAN MALANG

DEPARTEMEN
Keperawatan Medikal Bedah

KELOMPOK 1
Nama : Andriana Dwi Yunita
NIM : 202210461011074
Periode Praktek 7 January – 14 January 2023
Medikal Bedah Minggu ke-5

Malang, 14 January 2023

Mahasiswa,

(Andriana Dwi Yunita)

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
CVA infark atau biasa disebut dengan stroke iskemik (non hemoragic)
merupakan iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Daniati 2018).
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Rahmat 2017).
Stroke adalah gangguan yang menyerang otak secara mendadak dan
berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh
iskemia maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai
oksigen ke otak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang
dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke biasanya disertai
dengan adanya peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) yang ditandai dengan
nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Daniati 2018).
B. Etiologi
Faktor resiko terjadinya stroke dibagi menjadi dua faktor yakni faktor
resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Untuk
faktor yang tidak dapat dimodifikasi yakni keturunan, ras, usia, dan jenis
kelamin. Sedangkan untuk faktor yang dapat dimodifikasi yakni seperti
penyakit hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, stres, merokok,
obesitas dan gaya hidup yang kurang sehat (Daniati 2018).
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah
tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,
tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi
merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini
terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi didalam tubuh (Alfian 2017). Hipertensi juga
merupakan faktor utama terjadinya gangguan kardiovaskular. Apabila tidak
ditangani dengan baik dapat mengakibatkan gagal ginjal, stroke, demensia,
gagal jantung, infark miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi. Kejadian
hipertensi bisa merusak dinding pembuluh darah yang bisa dengan mudah
akan menyebabkan penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh darah di otak
(Andrian 2018).
Sedangkan penyebab lain dari stroke yakni diabetes melitus. Diabetes
mellitus adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup
dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan
insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah
(Institute for Health Metrics and Evaluation 2017). Hiperglikemia atau
kenaikan kadar gula darah adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan
dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa
sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung
koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal).
Kadar gula darah yang terlalu tinggi dalam darah dapat menyebabkan
terbentuknya sumbatan dan deposit lemak di pembuluh darah sehingga gula
darah yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan terjadinya stroke
iskemik (American Diabetes Association 2017).
Menurut (Rosidi 2019) penyebab stroke yakni sebagai berikut:
1. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menyebabkan trombosis otak :
a. Aterosklerosis merupakan pembuluh darah arteri yang tersumbat akibat
plak dapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain penyakit jantung
koroner, serangan jantung, dan stroke.
b. Hiperkoagulasi atau darah kental yang terdapat pada polisitemia yang
dimana dalam kondisi peningkatan abnormal sel darah terutama sel darah
merah.
c. Arteritis yakni lapisan arteri meradang dan membengkak
d. Emboli merupakan kondisi ketika pembuluh darah tersumbat oleh zat
asing, seperti gumpalan darah, gelembung udara, atau kolesterol
C. Klasifikasi
Menurut (Fingiyah 2017), stroke iskemik dibagi menjadi dua lokasi
penggumpalan, yakni stroke iskemik trombotik dan stroke iskemik emboli.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Stroke Iskemik Trombotik
Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah
ke otak. Dari 80% kasus stroke iskemik, 50% adalah stroke iskemik
trombotik. Serangan yang terjadi biasanya di malam hari dan dini hari.
Stroke iskemik trombotik secara klinis disebut juga sebagai serebral
trombosis. Serebral trombosis ini juga diuraikan lagi berdasarkan jenis
pembuluh darah tempat terjadinya penggumpalan (Fingiyah 2017).
a. Trombosis pembuluh darah besar
Trombosis pembuluh darah besar kerap terjadi di pembuluh arteri
besar otak. Trombosis pembuluh darah besar merupakan 70% kasus
stroke iskemik trombotik. Dalam banyak kasus, trombosis pembuluh
darah besar diakibatkan oleh aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Juga ditopang oleh
tingginya kadar kolesterol jahat (LDL). Dampak dan kerusakan nya
cenderung dibesarkan karena sebenarnya otak juga diberi makan oleh
pembuluh darah kecil (Sutrisno 2017).
b. Trombosis pembuluh darah kecil
Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi
dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis (Yueniwati 2017).
2. Stroke Iskemik Emboli
Stroke iskemik emboli terjadi tidak di pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain, seperti di jantung. Penggumpalan darah terjadi di jantung,
sehingga darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Kelainan
pada jantung ini mengakibatkan curah jantung berkurang atau tekanan
perfusi yang menurun (Yueniwati 2017). Biasanya penyakit stroke jenis
ini muncul pada saat penderita menjalani aktivitas fisik, misalnya
berolahraga. Ketika tengah berolahraga, tiba-tiba tekanan darah jantung
anjlok. Akibatnya, jantung gagal memompa darah ke otak. Atau adanya
embolus yang terlepas dari jantung dan menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah di otak (Georgios 2018).
D. Manifestasi Klinis
Menurut (Tarwoto 2016) manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke Iskemik, gejala klinis meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparese) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi
akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal,
kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada
hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga
akan kehilangan kontrol otot volenter dan sensorik sehingga pasien tidak
dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. Gangguan
sensibilitas terjadi karena kerusakan sistem saraf otonom dan gangguan
saraf sensorik.
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma),
terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak
atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia.
4. Afasia (kesulitan dalam bicara) adalah defisit kemampuan komunikasi
bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia
terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada
pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan
pada arteri middle sebelah kiri.
Afasia dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area broca, yang
terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat
memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan
dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara.
b. Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area wernicke, yang
terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensorik pasien tidak dapat
menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu
mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien
tidak nyambung atau koheren.
c. Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan baik
menerima maupun mengungkapkan pembicaraan (Harahap 2016).
5. Disartria (bicara cadel atau pelo) merupakan kesulitan bicara terutama
dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun
demikian, pasien dapat memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan
maupun membaca. Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial
sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga
terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
6. Gangguan penglihatan atau diplopia yakni keadaan dimana pasien dapat
kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan
lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan
pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf
optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat
disebabkan karena kerusakan pada saraf kranial III, IV dan VI.
7. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus kranial
IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glotis menutup
kemudian makanan masuk ke esophagus.
8. Inkontinensia baik bowel maupun bladder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
Pada stroke iskemik, ada beberapa tanda dan gejala yang akan terjadi,
yakni sebagai berikut:
1) TIA (Transient Ischaemic Attack) atau serangan stroke sementara.
Pada TIA, kelainan neurologis yang timbul berlangsung hanya dalam
hitungan menit sampai sehari penuh. TIA biasanya disebabkan oleh
sumbatan karena trombus atau emboli. Gejala dan tanda-tandanya
sesuai dengan bagian yang terserang, apakah pada sistem karotis dan
vertebrobasiler. Gejala TIA yang disebabkan terserangnya sistem
karotis adalah gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai
rasa nyeri (amaurosis fugax), terutama bila disertai dengan:
a. Kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama.
b. Defisit motorik dan sensorik pada wajah. Wajah dan lengan atau
tungkai saja secara unilateral.
c. Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicara,
pemakaian kata kata yang salah atau diubah.

Gejala TIA yang disebabkan terserangnya sistem vertebrobasiler


sebagai berikut:

a. Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau munta, terutama bila
disertai dengan diplopia, disfagia, dan disartria.
b. Mendadak tidak stabil.
c. Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral, atau bilateral
d. Hemianopsia homonym.
e. Serangan drop atau drop attack (Iskandar 2017)
Menurut (Satyanegara 2016) gambaran klinis stroke iskemik meliputi:
penurunan kesadaran, kelemahan dan atau kesemutan satu sisi tubuh,
bicara pelo, wajah mencong, sulit menelan, tiba-tiba tidak bisa melihat,
dan dapat menyebabkan kematian.
E. Patofisiologis
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan local (trombus, emboli, perdarahan,
dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung).
Aterosklerosis sering menjadi faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena itu trombosis biasanya tidak fatal, jika
tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral,
jika aneurisma pecah atau rupture. Perdarahan pada otak disebabkan oleh
ruptur aterosklerosis dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh
kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder
atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan
pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4 hingga 6 menit. Perubahan inversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena dan
sekitarnya tertekan lagi (Bararah 2016a).
Penyebab peningkatan tekanan intrakranial pada stroke iskemik yakni
adanya edema sitotoksik. Edema sitotoksik ini muncul karena adanya
gangguan pada membran sel dan pembengkakan elemen sel otak (neuron, glia,
dan sel endotel) akibat kegagalan metabolisme energi seluler. Sehingga terjadi
akumulasi cairan intraseluler substansia grisea. Edema sitotoksik merupakan
bentuk edema yang pertama kali muncul pada stroke iskemik akut dan
mendahului edema vasogenik. Edema vasogenik bisa muncul saat setelah
terjadinya edema sitotoksik karena adanya gangguan pada sawar darah otak
yang menyebabkan cairan menumpuk di daerah intraseluler atau ekstraseluler
dari otak. Proses edema ini akan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK)
yang terjadi pada stroke infark yang luas.
Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) akan mengurangi perfusi serebral
dan dapat menyebabkan iskemia jaringan. Iskemia tersebut dapat
menyebabkan vasodilatasi melalui mekanisme autoregulasi yang dalam rangka
untuk mengembalikan perfusi serebral. Dalam hal ini dapat dibuktikan dengan
nyeri kepala, muntah, kejang, perubahan status mental dan perubahan pada
tingkat kesadaran, terjadinya bradikardi, peningkatan tekanan darah,
pernapasan yang abnormal, bukti tambahan berupa kelainan gerakan mata,
perubahan dan ketidaksamaan ukuran pupil dan respon plantar ekstensor pada
sisi lesi harus menaikkan kecurigaan pada terjadinya edema otak.
Edema otak mulai berkembang segera setelah terjadinya iskemia dan
mencapai puncak dalam 24-96 jam. Biasanya kejadian ini terbatas pada daerah
iskemik dan tidak mempengaruhi otak yang berdekatan. Namun ketika
kejadian ini berkembang, edema ini akan menekan daerah otak yang
berdekatan dengan zona iskemik menyebabkan memburuknya status neurologi
hingga mengalami peningkatan pada tekanan intra kranial (TIK).
Tekanan intrakranial (TIK) merupakan suatu fungsi nonlier dari fungsi
otak, cairan serebrospinal (CSS) dan volume darah otak. Salah satu hal yang
penting dalam TIK yakni tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure
(CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan
untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak.
Tekanan intra kranial banyak dipengaruhi oleh berbagai hal dan yang sangat
mempengaruhi tekanan tersebut adalah isi dalam intrakranial itu sendiri, yakni
jaringan otak 80%, jumlah darah ke area intrakranial 10% dan liquor
cerebrospinal/LCS 10% dalam kondisi normalnya. Perubahan TIK
dipengaruhi oleh perubahan volume satu atau lebih unsur-unsur yang ada
dalam kranium tersebut.
Doktrin Monro Kellie menyatakan bahwa volume total dalam kranium
selalu tetap karena tulang tengkorak tidak elastis sehingga tidak bisa
mengembang jika ada penambahan volume. Peningkatan volume dari salah
satu komponen ini atau adanya tambahan komponen patologis (misalnya
hematoma intrakranial), akan menimbulkan kompensasi melalui penurunan
volume dari komponen lainnya untuk mempertahankan tekanan. Bila terdapat
penambahan massa seperti hematoma akan menyebabkan bergesernya LCS
akan terdesak melalui foramen magnum ke arah rongga subarachnoid spinalis
dan vena akan segera mengempis/kolaps, dimana darah akan diperas keluar
dari ruangan intrakranial melalui vena jugularis atau melalui vena emisaria
dan kulit kepala.

Peningkatan tekanan intrakranial tersebut menyebabkan terjadinya


penambahan massa dalam tengkorak, perubahan sirkulasi cairan serebrospinal,
dan terbentuknya edema sekitar iskemik. Pada penambahan massa, perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal tersebut menyebabkan mekanisme kompensasi
dari peningkatan tekanan intrakranial. Mekanisme kompensasi ini hanya
berlangsung sampai batas tertentu saja. Namun jika mekanisme kompensasi
ini terlampaui maka kenaikan volume sedikit saja akan menyebabkan
kenaikan TIK yang tajam. Normalnya otak dapat mengkompensasi adanya
perubahan volume minimal yang disebabkan oleh adanya kolaps sisterna,
koma ventrikel, dan sistem pembuluh darah dengan cara meningkatkan CSF
(cerebrospinal fluid/cairan serebrospinal).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien stroke untuk
mengetahui penyebab dan daerah yang terkena menurut (Bararah 2016),
sebagai berikut:
1. Angiografi serebral untuk membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik.
2. CT Scan untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
infark.
3. Fungsi lumbal untuk menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada trombosis emboli serebral dan TIA.
4. MRI untuk menunjukkan adanya daerah yang mengalami infark,
hemoragik, malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Dopller untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG untuk mengidentifikasi masalah yang didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis
interna dan parsial dinding aneurisma.
G. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang
mengalami stroke infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri
dari penatalaksanaan medis atau farmakologi, penatalaksanaan keperawatan
dan penatalaksanaan diet.
1. Penatalaksanaan medis:
a. Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung
dengan menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-
Plasminogen Activator).
b. Mencegah perburukan neurologis:
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi
dengan manitol.
2) Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin.
3) Konversi hemoragik yaitu jangan memberikan antikoagulan.
c. Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan
untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat
ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu diperhatikan
faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernapasan, mengobservasi
tanda-tanda vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan
kateterisasi kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring.
3. Penatalaksanaan diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark
yaitu dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan
cairan hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera serebrovaskuler
(CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet
rendah garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol
H. Komplikasi
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara
dini pada stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional,
dan defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki
komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik
selama pemulihan stroke. Komplikasi medis sering terjadi dalam beberapa
minggu pertama serangan stroke.
Pencegahan, pengenalan dini, dan pengobatan terhadap komplikasi pasca
stroke merupakan aspek penting. Beberapa komplikasi stroke dapat terjadi
akibat langsung stroke itu sendiri, imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini
memiliki pengaruh besar pada luaran pasien stroke sehingga dapat
menghambat proses pemulihan neurologis dan meningkatkan lama hari rawat
inap di rumah sakit. Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena,
demam, nyeri pasca stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah
komplikasi sangat umum pada pasien stroke (Badali 2017).

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut
1. Gangguan Perfusi Serebral tidak efektif berhubungan dengan Stroke,
Cedera kepala, Aterosklerotik aortik, infark miokard akut, diseksi arteri,
Embolisme, Endokarditis infektif, Fibrilasi atrium, Hiperkolesterolemia,
Hipertensi, Dilatasi kardiomiopati, koagulasi intravaskular diseminata,
Miksoma atrium, Neoplasma otak, dan lain lain yang berhubungan
dengan tidak adekuatnya suplai darah serebral, gangguan oklusif,
haemoragik, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Stroke, Cedera medula
spinalis, Trauma, Fraktur, Osteoarthritis, Ostemalasia, dan lain lain, yang
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan, paralisis.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan disfagia, kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan.
4. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan sensorik,
immobilisasi, inkontinensia, perubahan status nutrisi.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus/kekuatan
otot, kelemahan/kelelahan umum.
6. Perubahan persepsi sensori yang berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori, transmisi, integritas, stres, psikologis.
7. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan kerusakan kognitif,
nyeri, depresi.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan yang
berhubunagan dengan keterbatasan pengetahuan, tidak mengenai sumber-
sumber informasi.
J. Rencana Keperawatan
`Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke infark ditemukan,
maka dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing
diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan
kriteria evaluasi menurut (Bararah, 2016), sebagai berikut:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai darah serebral, gangguan oklusif, haemoragik,
vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan: Mempertahankan perfusi jaringan serebral adekuat.
Kriteria Evaluasi:
a. Mempertahankan tingkat kesadaran
b. TTV stabil
c. Tidak ada peningkatan TIK
Intervensi:
a. Patau/catat status neurologis
b. Pantau TTV
c. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya
d. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan
e. Pertahankan keadaan tirah baring
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, kelemahan, paralisis.
Tujuan: Mampu mempertahankan kekuatan otot
Kriteria Evaluasi:
a. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang
terkena/kompensasi
b. Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas
c. Mempertahankan integritas kulit
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien secara fungsional
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
d. Tinggikan kepala dan tangan
e. Anjurkan untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan disfagia, kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan.
Tujuan: Klien akan mempertahankan status nutrisi, pemasukkan cairan
dan keseimbangan cairan
Kriteria Evaluasi:
a. Berat badannya kurang lebih 10% dari berat badan ideal
b. Mentoleransi terhadap nutrisi parenteral, makanan cair dengan residu
minimal, tidak diarem elektrolit seimbang
c. Menelan makanan yang lunak tanpa aspirasi
Intervensi:
a. Observasi kemampuan menelan, fungsi sensorik dan motorik
b. Monitor pemasukan dan pengeluaran serta pemasukan diet
c. Berikan makanan nasogastrik dan minum
d. Bantu makanan oral bila ada indikasi
e. Observasi makanan yang disukai dan tidak disukai
f. Ukur berat badan
g. Konsultasi ke ahli gizi
4. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan sensorik,
immobilisasi, inkontinensia, perubahan status nutrisi.
Tujuan: Klien akan mempertahankan integritas kulit, tonus, turgor dan
sirkulasi
Kriteria Evaluasi:
a. Memiliki kulit yang utuh
b. Bebas dari kemerahan pada tulang yang menonjol
Intervensi:
a. Observasi keutuhan kulit klien, perubahan warna, temperatur, dan
adanya edema setiap 4 jam dan sesuai kebutuhan
b. Pertahankan kebersihan kulit dan sesuai kebutuhan
c. Tingkatkan sirkulasi dengan sesering mungkin melakukan alih posisi,
dan lakukan pemijatan
d. Gunakan alat-alat untuk mencegah penekanan
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus/kekuatan
otot, kelemahan/kelelahan umum.
Tujuan: Mampu menciptakan metode komunikasi yang dapat dipahami
Kriteria Evaluasi:
a. Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi
b. Membuat metode komunikasi di mana kebutuhan dapat diekspresikan
c. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi:
a. Kaji tipe/derajat disfungsi
b. Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis dan gambar
c. Bicaralah dengan normal dan hindari percakapan yang cepat
6. Perubahan persepsi sensori yang berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori, transmisi, integritas, stres, psikologis.
Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual
Kriteria Evaluasi:
a. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual
b. mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan
Intervensi:
a. Kaji keadaan klien
b. Ciptakan lingkungan yang sederhana
c. Berikan stimulus terhadap rasa sentuhan
d. Observasi respons perilaku pasien
e. Bicara dengan tenang, perlahan dan pertahankan kontak mata
7. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan kerusakan kognitif,
nyeri, depresi.
Tujuan: Perawatan diri terpenuhi
Kriteria Evaluasi:
a. Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Intervensi:
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri
c. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan yang
berhubunagn dengan keterbatasan pengetahuan, tidak mengenai sumber-
sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan meningkat
Kriteria Evaluasi:
a. Berpartisipasi dalam proses belajar
b. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan
terapeutik
Intervensi:
a. Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan
b. Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang
c. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan kontrol secara medis
K. Daftar Pustaka
Affandi, Indra Gunawan, and Reggy Panggabean. 2016. “Pengelolaan
Tekanan Tinggi Intrakranial Pada Stroke.” Cdk-238 43(3):180–84.
Badali. 2017. “Komplikasi Stroke Non Hemoragik.”
Bararah, Taqiyyah &. Jauhar Mohammad. 2016. Asuhan Keperawatan.
edited by Umi Athelia Kurniati. Jakarta: Prestasi Pustakaraya Jakarta.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. edited by L. R. Moscote-Salazar. Jakarta:
Salemba Medika.
Bulechek Dkk. 2016. “Nursing Intervention Classification (Nic),
Diterjemahan Oleh Intansari Nurjanah & Roxana Devi Tumanggor.” Moco
Media.
aDaniati, Ayu R. 2018. “Stroke Iskemik.” Jurnal Ilmiah Kedokteran.
Febtrina, Rizka, and Eka Malfasari. 2018. “Analisa Nilai Tanda-Tanda Vital
Pasien Gagal Jantung.” Health Care : Jurnal Kesehatan 7(2):62–68.
Fingiyah, S. F. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Hambatan Komunikasi Verbal Pada Sistem Persyarafan Stroke Non
Hemoragik.”
Georgios, Tsivgoulis &. Dong-Eog Kim. 2018. “Second Department of
Neurology. Recent Advances in Primary and Secondary Prevention of
Atherosclerotic Stroke.”
Harahap, S. &. Siringoringo E. 2016. “Aktivitas Sehari-Hari Pasien Stroke
Non Hemoragik.” Nursing Journal of Indonesia 69–73.
Iskandar, Faudji. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non
Hemoragik Dengan Masalah Ketidakefektifan Ferfusi Jaringan Celebral.”
Jurnal Kedokteran.
Kiswanto, Logi &. Nur Chayati. 2021. “EFEKTIVITAS PENERAPAN
ELEVASI KEPALATERHADAP PENINGKATAN PERFUSI JARINGAN
OTAK PADA PASIEN STROKE.” 3:6.
Lestari, Retno Puji. 2020. “Studi Literatur Observasi Tekanan Intrakranial
Pada Pasien Stroke Iskemik Dengan Masalah Gangguan Perfusi Jaringan.”
Poltekkes.
Maisyaroh, Arista, Kharisma Nur Azizah, Achlis Abdillah, and Rizeki
Dwi Fibriansari. 2021. “Efektivitas Mirror Therapy Terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Pada Pasien Post Stroke: Literatur Review.” Jurnal Ilmu
Keperawatan Medikal Bedah 4(1):13–24.
Mawuntu, Arthur Hendrik Philips. 2019. “Meninjau Kembali Glasgow
Coma Scale: Masihkah Relevan?” Majalah Kedokteran Neurosains
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 36(3).
Muhammad, M. 2017. “Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dalam
Mobilisasi Dini Pasien Di ICU RSUD Senopati Bantul.” Publikasi Ilmiah
Yogyakart.
Mutaqqin, A. 2013. “Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan.”
Rosidi, Dellima D. 2019. “Stroke Iskemik and Hemoragic.” Journal of
Nurse.
Sa’adah, E. 2017. “Upaya Peningkatan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien
Stroke.” Publikasi Ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai