Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA...

DENGAN .....

DI RUANG KENANGA RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Perseptor Klinik :

Pembimbing Akademik :

Disusun oleh :

Siska Febriyani

(NPM. 1218005571)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN
2021

HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

DENGAN ...... DI RUANG KENANGA RSI PKU MUHAMMADIYAH P3KAJANGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Telah dilakukan asuhan keperawatan

Tanggal ..... s.d. ....... 2021

Oleh

Siska Febriyani

NPM. 1218005571

Diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Perseptor Klinik


......................... ..........................

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN PENDERITA STROKE

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Penyakit stroke merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah di
dunia, hal ini digambarkan dengan adanya peringatan hari stroke sedunia tanggal 29
Oktober. Organisasi stroke dunia telah mencacat hampir 85% orang mempunyai
risiko mengalami stroke, tetapi hal ini bisa terhindar jika adanya kesadaran untuk
mengatasi faktor risiko sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa
penyebab kematian didunia yang disebabkan oleh stroke akan meningkat seiring
dengan meningkatnya kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih
enam juta di tahun 2010 dan menjadi delapan juta pada tahun 2030 (Nabyl, 2012).
Stroke adalah suatu penyakit cerebrovascular dimana terjadinya gangguan
fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang mensuplai
darah ke otak. Stroke terjadi karena terganggunya suplai darah ke otak yang tiba kaku
atau mati rasa dan lemah, biasanya terjadi pada satu sisi tubuh. Gejala lainnya yaitu
pusing, kesulitan untuk berbicara atau mengerti perkataan, kesulitan untuk melihat
baik dengan satu mata maupun kedua mata, kesulitan jalan, kehilangan keseimbangan
dan koordinasi, pingsan atau kehilangan kesadaran, dan sakit kepala yang berat
dengan penyebab yang tidak diketahui (Dinata, Safrita, & Sastri, 2012).
Data statistik stroke dunia menyatakan sekitar 15 juta orang di dunia
mengalami stroke tiap tahunnya dan 1 dari 6 orang diseluruh dunia akan mengalami
stroke dalam hidup mereka. Kejadian stroke di dunia pada tahun 2010 yaitu sebanyak
33 juta, dengan 16,9 juta orang yang terkena serangan stroke pertama. Angka kejadian
stroke di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Total sebanyak 57,9% kejadian stroke
telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (Kemenkes. RI, 2014).
Di negara Asia khususnya Indonesia diperkirakan 500 ribu orang mengalami
stroke untuk setiap tahunnya. Dari jumlah kejadian tersebut, didapatkan sekitar 2,5%
meninggal dunia dan sisanya mengalami cacat berat dan ringan. Stroke merupakan
penyebab kecacatan yang serius dan menetap nomor satu di seluruh dunia. Di
Indonesia masalah stroke semakin penting karena angka kejadian stroke di Indonesia
merupakan terbanyak di negara Asia (Yastroki, 2013). Berdasarkan dari data Yayasan
Stroke Indonesia (Yastroki), masalah stroke semakin penting dan mendesak karena
jumlah kejadian stroke di Indonesia kini mengalami kenaikan angka kejadiannya dan
menjadi negara terbanyak di Asia. Kejadian stroke pada usia di atas 60 tahun
menduduki urutan kedua dan usia 15-59 tahun menduduki urutan kelima (Yastroki,
2012).
Penyakit stroke dibagi menjadi dua macam yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Kejadian stroke iskemik sekitar 80-85% sedangkan untuk stroke
hemoragik sekitar 20% (Agustina, 2012). Stroke iskemik memiliki angka kejadian
sekitar 80%. Insiden penyakit stroke hemoragik antara 15%-30%, sedangkan untuk
kejadian stroke iskemik sekitar 70-85%. Di negara-negara berkembang seperti Asia
kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan iskemik 70%. Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa kejadian stroke iskemik memiliki proporsi lebih besar jika
dibandingkan dengan stroke hemoragik (Nastiti, 2012).
Banyak faktor yang bisa mempengaruhi kejadian stroke, diantaranya usia,
jenis kelamin, ketururnan, ras, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes melitus,
merokok, aterosklerosis, penyakit jantung, obesitas, konsumsi alkohol, stres, kondisi
sosial ekonomi yang mendukung, diet yang tidak baik. Faktor risiko terjadinya stroke
dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang bisa di modifikasi dengan faktor risiko
yang tidak bisa di modifikasi. Faktor risiko yang tidak bisa di modifikasi tidak bisa di
kontrol pengaruhnya terhadap kejadian stroke, faktor risiko tersebut diantaranya
faktor keturunan, ras, usia, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor risiko yang bisa di
modifikasi seperti hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, stres, merokok,
obesitas, dan gaya hidup yang kurang sehat (Nastiti, 2012).
Penyakit hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya stroke,
yang sering disebut sebagai the silent killer karena hipertensi meningkatkan risiko
terjadinya stroke sebanyak 6 kali. Dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah
lebih dari 140/90 mmHg. Semakin tinggi tekanan darah pasien makan semakin tinggi
pula risiko untuk mengalami stroke. Kejadian hipertensi bisa merusak dinding
pembuluh darah yang bisa dengan mudah akan menyebabkan penyumbatan bahkan
pecahnya pembuluh darah di otak (Junaidi, 2011).

2. Tujuan
1) Tujuan Umum
Tujuan laporan pendahuluan ini adalah agar penulis mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada klien yang menderita penyakit stroke serta mampu
mengatasi masalah keperawatan yang muncul.
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus laporan pendahuluan ini adalah agar penulis mampu :
a. Mengetahui definisi dari penyakit stroke
b. Mengidentifikasi etiologi atau penyebab dari penyakit stroke
c. Mengidentifikasi faktor predisposisi dari penyakit stroke
d. Mengetahui patofisiologi dari penyakit stroke
e. Mengetahui pathway dari penyakit stroke
f. Mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit stroke
g. Mengidentifikasi pengkajian pada klien penderita stroke
h. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan penyakit stroke
i. Merumuskan intervensi keperawatan pada klien dengan penyakit stroke
j. Melaksanakan implementasi keperawatan pada klien dengan penyakit stroke
k. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan penyakit stroke
B. Tinjauan Teori
1. Definisi
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara
akut dan dapat menimbulkan kematian (WHO), 2014). Stroke merupakan gangguan
fungsi otak yang timbul mendadak karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
yang menimbulkan kehilangan fungsi neurologis secara cepat. Dampak dari penyakit
stroke diantaranya keterbatasan aktivitas (Pinzon & Asanti, 2010).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :


1) Stroke Iskemik
Sekitar 80% - 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 30 menit.
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu.
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke.
d. Completed Stroke
Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
a) Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis
nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis 10 (spontan atau traumatik);
Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
b) Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan
hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.
c) Vasokonstriksi
d) Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab:
lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan
kriptogenik (Dewanto dkk, 2009).

2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15%-20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum
hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular
(Berry), ruptura malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma, penyalahgunaan
kokain, amfetamin, perdarahan akibat tumor otak, infark hemoragik, penyakit
perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price & Wilson, 2012).

2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari
empat kejadian dibawah ini, yaitu :
1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada
setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante dkk, 2015).
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak (Valante dkk,
2015).
4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan
hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat menjadi
stupor atau tidak responsif.
Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai darah
ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi otak
dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.

3. Faktor predisposisi
Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor yang berupa
karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat diubah. Contoh dari faktor ini yaitu
usia, jenis kelamin, dan faktor genetik (Goldstein dkk, 2010).
a. Usia
Risiko mengalami stroke akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia (Pinto & Caple, 2010). Menurut hasil penelitian Saraswati
(2009), diketahui bahwa pada orang lanjut usia pembuluh darah lebih kaku
kareana adanya plak. Hal ini berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan)
yang terjadi secara alamiah. Pada saat umur bertambah kondisi jaringan tubuh
sudah mulai kurang fleksibel dan lebih kaku, termasuk pembuluh darah
(Farida, 2009).
b. Jenis kelamin
Menurut Bornstein (2009), survey ASNA (ASEAN Neurologic
Association) melakukan penelitian berskala cukup besar di 28 rumah sakit
seluruh indonesia. Penelitian dilakukan pada penderita stroke akut yang
dirawat di rumah sakit (hospital based study) dengan analisis penelitian ini,
dapat diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari
perempuan. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke yang tidak
dapat dimodifikasi.
Lebih tingginya kejadian stroke pada laki-laki diduga karena jenis
kelamin laki-laki berhubungan dengan faktor risiko stroke lainnya yakni
kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol (Wirasakti, 2012). Gaya hidup tidak
sehat juga dapat menyebabkan stroke berulang karena laki-laki lebih
cenderung mempunyai kebiasaan suka memakan makanan siap saji disaat
makan siang saat bekerja dan selesai bekerja. Hormon juga mempengaruhi
laki-laki lebih banyak terkena stroke daripada perempuan, karena laki-laki
tidak memilki hormon estrogen dan progesteron (Farida, 2009).
c. Faktor genetik
Riwayat stroke dalam keluarga ada hubungannya dengan stroke
berulang. Terkait dengan riwayat stroke di keluarga, orang dengan riwayat
stroke yakni 7,75 kali dibanding orang yang tanpa riwayat stroke pada
keluarga. Keturunan dari penderita stroke diketahui menyebabkan perubahan
dalam penanda aterosklerosis awal yaitu proses terjadinya timbunan lemak di
bawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke
(Aguslina, 2005). Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan
bahwa riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara
faktor genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah
dalam arteri koronia. Karena orang yang terkena stroke gennya sangat
berpengaruh terhadap keturunannya (Farida, 2009).
2) Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan pertama dan kedua.
a. Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi, diurutkan dari
tingkat banyaknya kejadian yaitu hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri.
b. Tingkatan kedua yaitu terdiri dari kolesterol, hiperlipidemia, asimtomatik
karotid stenosis, sickle cell disease, terapi hormon esterogen, diet, obesitas,
alkohol, migrain, dan hiperkoagulasi. Kebanyakan dari faktor risiko yang
tingkatan kedua ini, memiliki hubungan dengan pengembangan faktor risiko
tingkat pertama, misalnya obesitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya
hipertensi dan diabetes (Goldstein dkk, 2010).
Faktor risiko yang umumnya menyebabkan stroke yaitu tekanan darah
tinggi (hipertensi). Tekanan darah tidak boleh melebihi 140/90 mmHg.
Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan tingginya tekanan di dinding
arteri sehingga bisa menyebabkan bocornya arteri otak, bahkan ruptur pada
arteri otak yang akan mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik. Tekanan
darah tinggi juga bisa menyebabkan stroke iskemik yang dikarenakan oleh
adanya atherosclerosis (Silva dkk, 2014).

4. Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi
pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen (AHA, 2015). Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah
arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher (Guyton & Hall, 2014).
Adanya gangguan pada peredaran darah otak dapat mengakibatkan cedera pada otak
melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1) Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan
penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan terjadi
iskemik.
2) Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan hemoragik.
3) Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4) Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang interstitial
jaringan otak (Smeltzer & Bare, 2013).
Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula menyebabkan perubahan pada
aliran darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat dan melampaui batas krisis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu pembuluh darah
arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal
sekitarnya masih mempunyai peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai
darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang terjadi pada kortek
akibat oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna darah vena, penurunan
kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola (AHA, 2015).
Penyempitan atau penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan 2 postsentralis.
Kelemahan tangan maupun kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi
otot. Berkurangnya kontraksi otot disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke
otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras-jaras
utama antara otak dan medula spinalis. Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau
group otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara
dinamis maupun statis (Jyh-Geng, et al., 2005) sedangkan fungsi paling utama lengan
dan tangan adalah untuk berinteraksi dengan lingkungan (Krakauer, 2005).

5. Pathway
6. Tanda dan gejala
1) Kehilangan motorik
a. Adanya defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti hemiparesis (lumpuh
sebelah badan kanan/kiri saja).
b. Baal mati rasa sebelah badan, rasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai
(terbakar)
c. Mulut mencong, lidah moncong, lidah mencong bila diluruskan.
d. Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.
2) Kehilangan komunikasi
a. Bicara jadi pelo
b. Sulit berbahasa. Kata yang diucapkan tidak sesuai dengan keinginan/gangguan
berbicara berupa pelo, cegal dan kata-katanya tidak bisa dipahami (afasia).
c. Bicara tidak lancar hanya sepatah kata yang terucap.
d. Bicara tidak ada artinya.
e. Tidak memahami pembicaraan orang lain.
f. Tidak mampu membaca dan penulis.
3) Gangguan persepsi
a. Penglihatan terganggu, penglihatan ganda (diplopia).
b. Gerakan tidak terkoordinasi, kehilangan keseimbangan.
4) Defisit intelektual
a. Kehilangan memori/pelupa
b. Rentang perhatian singkat
c. Tidak bisa berkonsentrasi
d. Tidak dapat berhitung
5) Disfungsi kandung kemih Tidak bisa menahan kemih dan sering berkemih
(Junaidi, 2011).

7. Pengkajian
1) Identitas Umum
Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan (menurut Xu dari southern Medical university di Guangzhou Cina
mengatakan bahwa pekerjaan yang memiliki tekanan, dapat memicu stress dan
menjadikan seseorang rentan terkena stroke), agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomer register, diagnosa medis (Widoyono, 2011).
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan pernyataan yang mengenai masalah atau
penyakit yang mendorong penderita melakukan pemeriksaan diri. Pada umum
keluhan pasien stroke terjadi dalam dua hal yaitu stroke hemoragik dan non
hemoragik. Stroke Non hemoragik biasanya mengalami perubahan tingkat
kesadaran, mual muntah, kelemahan reflek, afasia (gangguan komunikasi),
difasia (memahami kata), kesemutan, nyeri kepala, kejang sampai tidak sadar.
Kemudian pada stroke hemoragik biasanya memiliki keluhan perubahan
tingkat kesadaran, sakit kepala berat, mual muntah, menggigil/berkeringat,
peningkatan intrakranial, afasia, hipertensi hebat, distress pernafasan dan
koma (Rosjidi, H.C dan Nurhidayat S, 2014).
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang adalah perjalanan penyakit yang dialami pasien
saat ini seperti onset atau sejak kapan, lokasi, kronologis, kualitas (rasa sakit
yang dirasakan), kuantitas (seberapa sering dirasakan), gejala penyerta dan
faktor pencetus. Keluhan yang dirasakan pada pasien stroke saat ini seperti
anggota badan yang lemas sampai-sampai tidak dapat digerakan sama sekali,
penampilan tidak rapi dan bicara pelo sampai tidak bisa bicara sama sekali
(Mutaqin Arif, 2008).
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu adalah keluhan seputar apakah dulu pernah
mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, dan apakah pernah dioperasi
sebelumnya, hal ini berguna untuk mengetahui hubungan penyakit yang
diderita saat ini. Pengkajian yang mendukung dalam hal ini adalah apakah
sebelumnya pasien pernah menderita stroke, adanya riwayat berupa hipertensi,
riwayat penyakit jantung sebelumnya, diabetes mellitus, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, dan hiperkolesterolemia atau kolesterol tinggi (Kandou
Manado, 2013).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam hal ini kaji penyakit penyerta yang pernah diderita keluarga pasien
seperti diabetes mellitus dan obesitas, adakah keluarga pasien yang menderita
penyakit stroke sebelumnya seperti penyakit keturunan yang diperoleh dari
beberapa mekanisme yaitu faktor genetik, faktor kepekaan genetik, faktor
lingkungan, dan gaya hidup (AHA, 2006 dalam Jurnal Tumewah dkk, 2015).
e. Riwayat psikosoial-spiritual
Adalah masalah-masalah psikologis yang dialami pasien yang berhubungan
dengan keluarga maupun masyarakat. Seperti penyakit stroke yang merupakan
suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya
tersebut dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien sulit melakukan aktivitas
dan komunikasi. Rasa cemas dan takut dalam menghadapi gangguan citra
tubuh. Rasa cemas pada klien mengakibatkan kegelisahan, kegelisahan
tersebut mengakibatkan gangguan dalam melakukan pelaksanaan tindakan
dalam pemenuhan kebutuhan defisit perawatan diri pasien. Dalam hal tersebut
perawat harus mengantisipasi ketidakpatuhan pasien dalam pemenuhan
kebutuhan defisit perawatan diri mandi pasien. Perawat harus memberikan
penjelasan dan tindakan dalam meningkatkan kepatuhan dalam pemenuhan
defisit perawatan diri: mandi pasien (Hidayat, 2010).
3) Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi cairan/metabolisme
Nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa
kecap, cabai, garam, cuka) pada lidah, tenggorokan, pipi, disfagia ditandai
dengan kien kesulitan dalam menelan.
b. Pola eliminasi
Pengkajian eliminasi pada pasien stroke difokuskan pada pengkajian eliminasi
urine dan eleminasi feses. Pada eliminasi alvi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus. Sedangkan pada eliminasi urine terjadi
infeksi perkemihan, retensi urine, batu ginjal (Roy & Andrew 1999 dalam
jurnal Irawaty, 2012).
c. Pola tidur dan istirahat
Pada pola ini dilakukan pengkajian yang meliputi pola tidur, kebiasaan
sebelum tidur dan masalah dalam tidur seperti terdapat nyeri, sering terbangun
karena mimpi buruk, sulit tidur, tidak merasa segar setelah bangun.
d. Pola aktivitas dan personal hygiene
Dalam beraktivitas klien mengalami kesulitan melakukan gerakan karena pada
pasien hemiplegia akan mengalami kelumpuhan pada salah satu anggota gerak
sedangkan pada pasien hemiparesis rentang dalam bergerak karena salah satu
tangan, kaki atau wajah mengalami kelumpuhan (Hello sehat, 2018).
e. Pola seksualitas/ reproduksi
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui siklus haid, usia menarche, haid
terakhir, masalah dalam menstruasi, penggunaan kontrasepsi sebelumnya,
pemeriksaan payudara mandiri dan masalah seksual klien yang berhubungan
dengan penyakit.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Pada pasien stroke biasanya mengalami tingkat kesadaran somnolen
dengan GCS 10-12 pada awal terserang stroke (Tarwoto, 2013).
b. Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan darah biasanya pada pasien stroke yang memiliki riwayat
tekanan darah tinggi yaitu sistole >140 dan diastole >80.
b) Nadi, nadi biasanya normal.
c) Pernafasan pada pasien stroke biasanya mengalami gangguan pada
bersihan jalan nafas.
d) Suhu pada pasien stroke biasanya tidak terdapat masalah.
c. Rambut
Biasanya kepala kotor, berketombe, penyebaran rambut tidak merata.
d. Wajah
Biasanya wajah nyeri pada satu sisi, wajah terlihat miring, dan wajah
pucat. Pada pemeriksaan nervus V (Trigeminal): biasanya pasien dapat
menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap
kornea dengan kapas halus maka klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis): biasanya alis mata simetris,
dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung,
mengembangkan pipi, saat pasien stroke menggembungkan pipi makan
terlihat tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi kelemahan dan
saat diminta mengunyah pasien akan mengalami kesulitan dalam
mengunyah.
e. Mata
Biasanya pada pasien stroke konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak terdapat edema. Pada
pemeriksaan nervus II (optikus): biasanya luas pandang baik 900, visus
6/6. Pada nervus III (okulomotorius): biasanya diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek
kedip dapat nilai jika pasien tersebut membuka mata. Nervus IV
(troklear): biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke
atas dan ke bawah. Nervus VI (abdusen): biasanya hasilnya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
f. Hidung
Pada pasien stroke biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen,
dan tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I
(olfaktorius): terkadang pasien tidak bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun juga ada yang bisa, dan biasanya ketajaman
penciuman pasien antara kiri dan kanan berbeda.
g. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien stroke akan mengalami masalah pada bau mulut,
gigi kotor, mukosa bibir kering, peradangan pada gusi. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal): biasanya ovula yang
terangkat simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan
pasien dapat merasakan rasa pahit dan asam. Pada nervus XII
(hipoglasus): pada pasien stroke biasanya dapat menjulurkan lidah dan
dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas
saat bicara.
h. Telinga
Biasanya daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus
VIII (Auditori): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat hal tersebut tergantung dengan lokasi kelemahan dan
pasien hanya dapat mendengarkan jika suara keras dan dengan
artikulasi yang jelas.
i. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus): biasanya pasien strokehemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk
biasanya positif dan bludzensky 1 positif.
j. Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan.
Palpasi : biasanya vocal fremitus sama antara kiri dan kiri.
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor).
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler).
b) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba.
Perkusi : biasanya batas jantung normal.
Auskultasi : biasanya suara vesikuler.
c) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usung pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
d) Ekstremitas
a. Atas
Pada pasien stroke terpasang infus bagian
dextra/sinistra. CRT. (Cathode Ray Tube) pada pasien biasanya
normal yaitu < 3 detik. Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius): pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan
tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan
reflek, biasanya saat siku diketuk tidak terdapat respon apa-apa
dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep negative).
Respon tersebut terjadi karena adanya hemiplegia. Hemiplegia
adalah keadaan dimana klien tidak mampu untuk
menggerakkan maupun memberikan respon dan cenderung
mengalami kelumpuhan pada salah satu anggota ekstremitas
atas dan pada saat pemeriksaan trisep respon tidak ada fleksi
dan supinasi (reflek bisep negative). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer
positif). Hal tersebut karena pada stroke mengalami
hemiparesis yang menyebabkan salah satu tangan terjadi
kelemahan atau penurunan kekuatan otot.
b. Bawah
Saat pemeriksaan reflek pada penderita stroke, biasanya
saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi
(bluedzensky positif). Saat pemeriksaan telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky positif). Pada
saat pemeriksaan dorsum pedis digores biasanya jari kaki tidak
berespon (reflek caddok positif) hal tersebut karena pasien
mengalami stroke hemiplegia, yang biasanya salah satu anggota
gerak kaki tidak bisa digerakkan. Lalu pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim positif) dan saat betis diremas dengan
kuat biasanya pasien tidak dapat merasakan apa-apa (reflek
gordon positif). Dan pada saat dilakukan reflek patella
biasanya fremur tidak bereaksi saat di ketukan (reflek patella
positif). Sedangkan pada pasien stroke hemiparesis didapatkan
salah satunya kaki menjadi lemah tetapi tidak sepenuhnya.

8. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1) Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan tidak berfungsinya kegagalan
menggerakkan anggota tubuh.
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan otak.
3) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan infak serebral.
4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan anoreksia.
6) Gangguan perubahan persepsi berhubungan dengan ketidakmampuan mencium,
membau dan mengecap.
7) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan pada anggota gerak.

9. Rencana asuhan keperawatan


1) Diagnosa pertama risiko perfusi serebral tidak efektif :
Monitor tanda/ gejala peningkatan TIK seperti mual, muntah proyektil, papil
edema, kemudian monitor intake dan output cairan, monitor tanda-tanda vital
setiap 1 jam, pertahankan posisi kepala 20-30o dengan posisi leher tidak menekuk
atau fleksi, monitor tingkat kesadaran, GCS klien dan 12 nervus cranial.
Kolaborasi pemberian oksigen, Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
sesuai dengan terapi.
2) Diagnosa kedua bersihan jalan napas tidak efektif :
Monitor pola napas, monitor bunyi napas tambahan, monitor sputum, posisikan
klien semi fowler, lakukan suction/ penghisapan jalan napas, lakukan fisioterapi
dada, monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam, ajarkan batuk efektif, Kolaborasi
pemberian oksigen, kolaborasi pemberian inhalasi, kolaborasi pemberian obat
dengan dokter sesuai terapi.
3) Diagnosa ketiga gangguan mobilitas fisik :
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya, monitor tanda-tanda vital setiap 1
jam, identifikasi adanya kontraktur dan atrofi, kaji kemampuan motorik klien,
lakukan pengubahan posisi klien setiap 2-4 jam untuk miring kanan dan miring
kiri, melakukan massage secara perlahan, lakukan latihan rentan gerak aktif
maupun pasif. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk melakukan latihan fisik pada
klien.

10. Discharge planning


Ketika pasien diperbolehkan untuk meninggalkan suatu unit pelayanan
kesehatan, perawat harus memastikan bahwa pengobatan dan tindakan latihan fisik
yang diberikan perawat dapat berlanjut setelah pasien pulang. Pasien harus
mengetahui tujuan berbagai tindakan tersebut dan mampu mendemonstrasikan secara
benar. Intervensi atau tindakan keperawatan terkait kegiatan discharge planning
diberikan dengan tujuan untuk membantu mempersiapkan pasien dan keluarga
merawat pasien serta pendukung yang lainnya hingga dapat menunjang perbaikan di
rumah sampai pasien di rumah (Bullecheck, Butcher & Docterman, 2008 dalam
Wahyuni, Nurrachmah, & Gayatri, 2012).
Aktivitas fisik, khususnya latihan yang meningkatkan kekuatan dan
keseimbangan tungkai bawah, dapat membantu agar pasien tidak mudah jatuh.
Apabila timbul masalah spastisitas (kekakuan) otot setelah stroke, hal tersebut dapat
dikurangi dengan memanaskan atau mendinginkan atau dengan latihan perenggangan
(ROM) pasif dan aktif pada rentan gerakan yang biasanya dilakukakan oleh otot atau
sendi yang terkena (Gordon, 2000, p.28).

Anda mungkin juga menyukai