Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN GADAR & KRITIS


CVA INFARK NON HEMORAGIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat & Kritis

Disusun Oleh :
DION CHIGRA RAMADHAN
SN221035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBROVASCULAR ACCIDENT INFARK NON HEMORAGIK

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008 dalam
Anggraheni, 2020). Pada keadaan tersebut suplai oksigen ke otak terganggu sehingga
mempengaruhi kinerja saraf di otak. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah
diantaranya penurunan kesadaran dan kelemahan otot. Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada penderita CVA
(Cerebro Vascular Accident). Penanganan dan perawatan yang tepat pada pasien
CVA (Cerebro Vascular Accident) diharapkan dapat menekan serendah-rendahnya
dampak negatif yang ditimbulkan (Hartikasari, 2015).
Seseorang dapat menderita CVA karena dalam kehidupan sehari-harinya
memiliki perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya CVA. Gaya
hidup yang sering menjadi penyebab berbagai penyakit menyerang usia produktif,
karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat. Masyarakat
umum beranggapan bahwa CVA hanya bisa terjadi pada lansia yang memiliki
riwayat penyakit darah tinggi saja, tidak mungkin terjadi pada orang dewasa,
sehingga hanya
lansia yang memiliki riwayat penyakit darah tinggi saja yang perlu waspada terhadap
serangan CVA (Wulan, 2011 dalam Anggraheni, 2020).
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah hilangnya fungsi otak secara
mendadak akibat gangguan suplay darah ke bagian otak (Smeltzer, 2013). Stroke non
hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013 dalam Putri, 2020).
2. Etiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu hipertensi, kolesterol
tinggi, merokok, dan konsumsi alkohol (Mutaqqin, 2008 dalam Putri, 2020).
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama penyebab terjadinya stroke. Tekanan darah
yang melebihi rentang normal dapat mempercepat pengerasan dinding pembuluh
darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga
mempercepat proses aterosklerosis (Usrin, Mutiara, & Yusad, 2011 dalam Putri,
2020).
b. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan kolesterol dan
trigliserida diatas batas normal. Peningkatan kolesterol serum yang terjadi,
terutama mencerminkan peningkatan kolesterol low density lipoprotein 9 (LDL).
LDL merupakan lipoprotein yang memiliki kandungan kolesterol tertinggi
dibandingkan lipoprotein lainnya. Kolesterol yang berlebihan di dalam darah
dapat membentuk plak pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
penyempitan lumen yang dinamakan aterosklerosis (Susiwati, Sunita, & Farizal,
2018).
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu pemicu terjadinya stroke iskemik (Lee et al.,
2015). Berdasarkan penelitian (Maulidiyah, Nasip, & Marlenywati, 2015), efek
merokok menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah akibat dari zatzat
kimia beracun yang terkandung di dalam rokok, yang akan memicu terjadinya
aterosklerosis ataupun aneurima pada pembuluh darah. Apabila aktivitas merokok
dilakukan dalam kurun waktu yang lama, maka akan semakin memperparah
kerusakan pada pembuluh darah secara terus menerus yang akan memicu
tejadinya stroke.
d. Konsumsi alkohol
Alkohol dapat meningkatkan resiko terserang stroke jika di minum dalam jumlah
banyak. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dapat menjadi
salah satu pemicu terjadinya hipertensi yang memberikan sumbangan faktor
resiko untuk terjadinya penyakit stroke (Maulidiyah et al., 2015).
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis CVA Infark menurut (Pujianto, 2008 dalam Anggraheni, 2020),
CVA
dapat menyebabkan berbagai defisit neurologi, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat , dan jumlah alirah darah kolateral (sekunder atau aksesoris).
Tanda dan gejala ini muncul pada penderita CVA antara lain:
a. Kehilangan Motorik:
Hemiplegi (paralisis pada satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan,
hemiparasis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
b. Kehilangan Komunukasi:
Disartia (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan
bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang di pelajari
sebelumnya), Gangguan Persepsi: Disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan
visual spasial, kehilangan sensori.
c. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Afek Psikologis.
d. Disfungsi Kandung Kemih
4. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi CVA Infark (Muttaqin, 2008 dalam Anggraheni, 2020)
a. Fungsi Mobilisasi:
1) Infeksi pernafasan (pneumoni)
2) Nyeri tekan pada dekubitus
3) Konstipasi
b. Dalam Hal Paralisis:
1) Nyeri pada punggung
2) Dislokasi sendi, deformitas
c. Pada Kerusakan Otak:
1) Epilepsy
2) Sakit kepala
d. Hipoksia Serebral
e. Hermiasi Otak
f. Kontraktur
5. Patofisiologi dan Pathway
Stroke non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak tersumbat yang diakibatkan
oleh adanya bekuan darah di dalam arteri besar pada sirkulasi sereberum. Sumbatan
atau obstruksi ini dapat disebabkan oleh emboli maupun thrombus (Robbins, 2007
dalam Putri, 2020). Trombus atau bekuan darah terbentuk pada permukaan kasar plak
aterosklerosis yang terbentuk pada dinding arteri. Thrombus dapat membesar dan
akhirnya menyumbat lumen arteri tersebut. Sebagian thrombus dapat terlepas
menjadi embolus. Embolus berjalan lewat aliran darah dan dapat menyumbat
pembuluh arteri yang lebih kecil (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014). Ketika arteri
tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka akan menimbulkan lesi atau
kerusakan sel saraf pada upper motor neuron (UMN). Kerusakan saraf pada
homunculus motorik mengakibatkkan hemiparesis pada anggota motorik. Sel-sel
saraf (neuron) berkurang jumlahnya sehingga sintesis berbagai neurotransmiter
berkurang. Berkurangnya jumlah neurotransmiter mengakibatkan kecepatan hantaran
impuls dan kemampuan transmisi impuls neuron sel efektor menurun. Hal tersebut
mengakibatkan terganggunya kemampuan sistem saraf untuk mengirimkan informasi
sensorik, mengenal dan mengasosiasikan informasi, memprogram dan memberi
respon terhadap informasi sensorik atau sering disebut dengan gangguan
neuromuskuler (Mutaqqin, 2008 dalam Putri, 2020).

Pathway

(Putri, 2020)

6. Penatalaksanaan (Medis Dan Keperawatan)


Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA Infark (Muttaqin, 2008
dalam Anggraheni, 2020):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV:
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai kateter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2jam, latihan gerak pasif
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah userasi alteroma
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
4) Menghindari batuk dan mengejan
5) Berikan posisi terlentang

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
dikaji biodata pasien dan data-data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus
seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama
pasien,umur, keluhan utama.
a. Riwayat
1) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan yang sedang dirasakan pada saat
pengkajian/assessment berlangsung. Gangguan yang paling dirasakan pasien
hingga pasien memerlukan pertolongan.
2) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari penyakit yang
dirasakan, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang merasakan.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya penyakit yang diderita
juga.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab penyakit yang diderita
sekarang dan memberi petunjuk apakah penyakit dapat menular atau tidak.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien,
seperti penyakit paru, diabetes, hepatitis, dan semacamnya.
b. Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu makan,
pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan.
3) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya
defekasi, masalah nutrisi, dan penggunan kateter.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energy, jumlah
jam tidur siang dan malam, masalah tidur dan insomnia.
5) Pola Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi,
riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pola persepsi berkaitan dengan perubahan status mental seperti cemas,
gelisah, mudah marah, stress yang berhubungan dengan penyakit hingga
permasalahan finansial.
7) Pola Sensori dan Kognitif
Pola persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran dan
penghidu. Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan
perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedang
tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan
air mata.
8) Pola Reproduksi Seksual
Pola reproduksi seksual meliputi kebiasaan hubungan seksual, penyakit
dikelamin dan semacamnya.
9) Pola Penanggulangan Stress
Pola penanggulangan stress meliputi mekanisme koping seperti berekreasi,
berkumpul dengan keluarga, atau menyalurkan hobi yang dimiliki.
10) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Pola nilai dan keyakinan meliputi agama, ibadah, dan kegiatan keagamaan
yang diikuti klien.
c. Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
1) Gambaran Umum
a) Keadaan umum : Baik, lemah, lemas dan buruk
b) Kesadaran penderita : Apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis
tergantung pada keadaan klien.
c) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
d) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Tidak ada gangguan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan
dan tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan dan reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat lemas.
e) Mata
Tidak terdapat kemerahan pada mata, tes bisik atau weber masih dalam
keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, ada pernafasan cuping hidung.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan dan mukosa
mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru
• Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
• Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
• Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
• Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
k) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah :
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time normal > 3 detik.
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
• Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
d. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Muttaqin. 2008 dalam Anggraheni, 2020), pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan ialah sebagai berikut:
1) Angio Serebri
Membantu menentukan penyebab dari CVA secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2) CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemika, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
3) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
4) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impus listrik dalam jaringan
otak.
6) Pemeriksaan Laboratorium
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada
b) perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
c) warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
d) Pemeriksaan darah rutin
e) Pemeriksaan kimia darah: pada CVA akut dapat terjadi hiperglikemia.
f) Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
g) berangsur-angsur turun kembali.
h) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
i) sendiri

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan gangguan neuromuskular
dibuktikan dengan mengeluh susah menggerakkan ektremistas, kekuatan otot
menurun, rentang gerak (ROM) menurun, fisik lemah.
b. Gangguan komunikasi verbal (D.0119) berhubungan dengan gangguan
neuromuskular dibuktikan dengan afasia dan pelo.
3. Perencanaan Keperawatan

No. Dx. Keperawatan SLKI SIKI


1 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Pemberian Obat (I.02062)
keperawatan selama 1 x 8 jam Observasi
Mobilitas Fisik
maka diharapkan Mobilitas - Identifikasi kemungkinan
(D.0054) Fisik (L.05042) cukup alergi, interaksi, dan
meningkat dengan kriteria kontraindikasi obat
berhubungan dengan
hasil : - Verifikasi order obat sesuai
gangguan - Pergerakan ekstremitas dengan indikasi
sedang - Monitor tanda vital dan nilai
neuromuskular
- Kekuatan otot sedang laboratorium sebelum
dibuktikan dengan - Rentang gerak sedang pemberian obat, jika perlu
- Kelemahan fisik sedang - Monitor efek terapeutik obat
mengeluh susah
- Monitor efek samping,
menggerakkan toksisitas, dan interaksi obat
Terapeutik
ektremistas,
- Perhatikan prosedur
kekuatan otot pemberian obat yang aman
dan akurat
menurun, rentang
- Lakukan prinsip enam benar
gerak (ROM) (pasien, obat, dosis, rule,
waktu, dokumentasi)
menurun, fisik
Edukasi
lemah. - Jelaskan jenis obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan dan efek samping
sebelum pemberian
2 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Promosi Komunikasi: Defisit
keperawatan selama 1 x 8 jam Bicara (I. 13492)
komunikasi verbal
maka diharapkan Observasi :
(D.0119) Komunikasi Verbal - Monitor kecepatan, tekanan,
(L.13118) meningkat dengan kuantitas, volume, dan diksi
berhubungan dengan
kriteria hasil : bicara
gangguan - Kemampuan berbicara - Monitor proses kognitif,
neuromuskular sedang anatomis, dan fisiologis yang
- Afasia sedang berkaitan dengan bicara (mis.
dibuktikan dengan
- Pelo sedang Memori, pendengaran, dan
afasia dan pelo. Bahasa)
Terapeutik :
- Gunakan metode komunikasi
alternatif
- Ulangi apa yang disampaikan
pasien
- Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi :
- Anjurkan berbicara perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi :
- Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis

4. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :
a. Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment dan
perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan
pengkajian ulang.
b. Kartu SOAPIER sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai penilaian
diagnosis keperawatan dan penyelesaiannya. SOAPIER merupakan komponen
utama dalam catatan perkembangan yang terdiri atas:

S data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada


(Subjektif) : klien yang afasia.
O (Objektif) data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat,
: misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik,
tindakan keperawatan, atau akibat pengobatan.
A masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
(Analisis) : dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena
status klien selalu berubah yang mengakibatkan
informasi/data perlu pembaharuan, proses
analisis/assessment bersifat diinamis. Oleh karena itu sering
memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan
diagnosis, rencana, dan tindakan.
P Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
(Planning) : keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang
(hasil modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini
berdasarkan kriteria tujaun yang spesifik dan periode yang
telah ditentukan.
I Tindakan keperawatan yang digunakan untuk memecahkan
(Intervensi) : atau menghilangkan masalah klien. Karena status klien
selalu berubah, intervensi harus dimodifikasi atau diubah
sesuai rencana yang telah ditetapkan.
E Penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan analisis
(Evaluasi) : respons klien terhadapintervensi yang berfokus pada kriteria
evaluasi tidak tercapai, harus dicari alternatif intervensi
yang memungkinkan kriteria tujuan tercapai.
R (Revisi) : Tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama
diagnosis dan tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi
atau pengobatan klien. Revisi proses asuhan keperawatan ini
untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kerangka
waktu yang telah ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA

Anggraheni, Diah Putri. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Diagnosa Medis
CVA ( Cerebro Vascular Accident) Infark Di Ruang Krissan RSUD Bangil
Pasuruan. KTI. Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Lee, J., Lee, J. Y., Ahn, S. H., Jang, M. U., Oh, M. S., Kim, C., … Lee, B. (2015).
Smoking is Not a Good Prognostic Factor following First-Ever Acute Ischemic
Stroke. 17(2), 177–191. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.5853/jos.2015.17.2.177

Maulidiyah, I., Nasip, M., & Marlenywati. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stroke Iskemik pada Pasien Rawat Inap di RSUD Soedarso
Pontianak. Repository Unmuh.

Putri, Ni Luh Sri Adnyani. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang Oleg RSD Mangusada
Badung Tahun 2020. Diploma Thesis, Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik (Edisi 1). DPD PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan (Edisi 1). DPD PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (Edisi 1). DPD PPNI.

Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Susiwati, Sunita, & Farizal, J. (2018). Analisis Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)
Pada Pengonsumsi Produk Minuman Herbal X di Kota Bengkulu. JNPH, 6(2), 95–
99.

Anda mungkin juga menyukai