Anda di halaman 1dari 11

A.

LATAR BELAKANG
Asma merupakan penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak-
kanak dan usia muda sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah
atau hari kerja produktif yang berarti, juga menyebabkan gangguan aktivitas
sosial, bahkan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak
(Pusdatin Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan
saluran pernapasan sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma terjadi
ketika ada kepekaan yang meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan
sebagai pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan gangguan emosi, kelelahan
jasmani, perubahan cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan yang merangsang,
infeksi saluran napas, faktor makanan dan reaksi alergi (Hasdianah, 2014).
Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi, faktor
keturunan, serta faktor lingkungan. Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Nurarif
Huda, 2016) yaitu :
1. Asma bronkial : Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain
penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga
bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot
polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan.
2. Asma kardial : Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala
asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang
hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi
pada saat penderita sedang tidur.
Menurut World Health Organization (WHO), asma merupakan penyakit
inflamasi kronis saluran napas yang paling sering dijumpai pada anak. Asma
ditandai dengan terjadinya mengi episodik, batuk dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas. Tingkat keparahan dan frekuensi setiap orang yang
bervariasi, yang disebabkan peradangan saluran pernafasan dan mempengaruhi
sensitivitas ujung saraf di saluran napas sehingga mudah menimbulkan iritasi
(Wahyudi Devianti, et al 2018). Menurut perkiraan WHO terbaru yang dirilis
pada Desember 2016, terdapat 383.000 kematian akibat asma pada 2015 (The
Global Asthma Report, 2018).
Di dunia, penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian. Di
perkirakan 250.000 orang mengalami kematian setiap tahunnya karena asma.
Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi
menunjukkan peningkatan kejadian asma terutama di negara-negara maju
(Mangguang, 2016).
Menurut Notoatmodjo yang dikutip oleh (Rianto, 2021), Pendidikan
kesehatan merupakan suatu indikator penting dalam menunjang program
kesehatan yang lain, pendidikan kesehatan menghasilkan luaran behavioral
investmen jangka panjang. Dalam jangka waktu pendek pendidikan kesehatan
menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan, sedangkan dalam jangka
menengah menghasilkan perubahan perilaku.
Ciri dari proses belajar antara lain:
1. Mengasilkan perubahan pada diri individu, kelompok maupun masyarakat
2. Kemampuan didapatkan kemampuan baru
3. Perubahan didasari oleh usaha.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan pasien dan keluarga mampu mengetahui apa
saja yang dapat menyebabkan asma kambuh
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit, pasien dan keluarga dapat :
a. Menyebutkan pengertian dari asma
b. Menyebutkan penyebab terjadinya penyakit asma
c. Menyebutkan tanda dan gejala asma
d. Menyebutkan komplikasi asma
e. Menyebutkan cara penatalaksanaan dan penanganan asma
f. Menyebutkan cara pencegahan dari asma

C. JENIS PERMAINAN
-
D. MEDIA
Leaflet
E. METODE
- Ceramah
- Diskusi tanya jawab

F. PESERTA
Keluarga pasien

G. SETTING TEMPAT

H. WAKTU PELAKSANAAN
1. Hari/tanggal : Senin, 21 November 2022
2. Waktu : 09.00
3. Tempat : Ruang Cempaka 1 RSUD Kab. Karanganyar

I. PENGORGANISASIAN
1. Moderator : Dion Chigra Ramadhan
2. Pemateri : Dion Chigra Ramadhan
3. Notulen : Dion Chigra Ramadhan
4. Fasilitator : Dion Chigra Ramadhan
5. Observer : Dion Chigra Ramadhan

J. RENCANA PELAKSANAAN

No. Kegiatan Waktu Subyek Terapi


1. a. Memberikan Salam 3 menit a. Menjawab salam
b. Menjelaskan tujuan b. Mendengarkan
c. Kontrak waktu penjelasan mengenai
tujuan dari pemateri
2. a. Menyebutkan pengertian asma 7 menit a. Mendapatkan leaflet
b. Menyebutkan penyebab dari pemateri
terjadinya penyakit asma b. Mendengarkan
c. Menyebutkan tanda dan gejala
materi yang
asma disampaikan
d. Menyebutkan komplikasi asma
e. Menyebutkan cara
penatalaksanaan dan
penanganan asma
3. a. Memberikan kesempatan 5 menit a. Peserta bertanya
kepada kelaurga pasien untuk b. Peserta menjawab
bertanya pertanyaan dari
b. Menjelaskan kembali hal yang
pemateri
belum dimengerti oleh
c. Peserta menjawab
keluarga pasien
salam penutup
c. Menanyakan kembali materi
yang telah diberikan
d. Salam penutup

K. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktural

a. Membuat preplanning sebelum pelaksanaan kegiatan.

b. Membuat kontrak waktu dengan keluarga pasien tentang kegiatan


yang akan dilaksanakan.
c. Menyiapkan media dan perlengkapan pendukung kegiatan.

d. Mempersiapkan setting sesuai dengan preplanning.

2. Evaluasi Proses
a. Presentator menyampaikan materi
b. Penyuluhan materi berjalan lancar dan tepat waktu
c. Keluarga pasien aktif dalam berdiskusi
3. Evaluasi hasil

Pasien dan keluarga pasien yang mengikuti penyuluhan kesehatan


dapat memahami tentang apa itu penyakit asma dan cara penanganannya
L. DAFTAR HADIR

Nama Peserta Hubungan dengan klien


An. S Klien
Tn. K Ayah
Ny. A Nenek
Tn. B Kakek
M. DAFTAR PUSTAKA

Hasdianah, I. S. (2014). PaHasdianah, I. S. (2014). Patologi & Patofisiologi


Penyakit (1st ed.). Nuha Medikatologi & Patofisiologi Penyakit (1st ed.).
Nuha Medika.
Mangguang, M. D. (2016). Angka kejadian penyakit alergi akhir- ini meningkat
sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern , kesehatan
mayarakat di hampir semua dapat sampai dewasa dengan derajat dunia
( WHO ), jumlah penderita asma di dan epidemiologi menunjukkan
peningk. 3(1), 1–7
Nurarif Huda, K. H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1 (R. Hamdani
(ed.)). MediAction.
Pusdatin Kementrian Kesehatan RI. (2015). Hari Asma Sedunia

Rianto, Nadia Sefani. (2021). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang


Pertolongan Pertama Pada Sprain Dengan Media Audiovisual Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pemain Futsal di Surakarta. Skripsi. Universitas
Kusuma Husada Surakarta.
Wahyudi Devianti, Melviana, Airlangga Eka, A. R. (2018). HUBUNGAN
KEPATUHAN PENGOBATAN ASMA PADA ANAK DENGAN
KONTROL ASMA DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
ASAHAN. Departemen Pulmonologi Dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
N. LAMPIRAN

PENDIDIKAN KESEHATAN
PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN ASMA

1. Definisi
Asma merupakan penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak-
kanak dan usia muda sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari-hari
sekolah atau hari kerja produktif yang berarti, juga menyebabkan gangguan
aktivitas sosial, bahkan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak (Pusdatin Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO), asma merupakan penyakit
inflamasi kronis saluran napas yang paling sering dijumpai pada anak. Asma
ditandai dengan terjadinya mengi episodik, batuk dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas. Tingkat keparahan dan frekuensi setiap orang
yang bervariasi, yang disebabkan peradangan saluran pernafasan dan
mempengaruhi sensitivitas ujung saraf di saluran napas sehingga mudah
menimbulkan iritasi (Wahyudi Devianti, et al 2018).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Ada beberapa yang merupakan faktor
presdiposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :
a. Faktor Presdisposisi Berupa Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat
alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang
jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga yang menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat penyakit ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran pernapasan juga bisa
diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
1) Fakor Pertama Alergen dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis
yaitu:
a) Inhalasi yaitu yang masuk melalui saluran pernapasan misalnya
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi
b) Ingesti yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makananminuman
dan obat-obatan
c) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak dengan kulit misalnya
perhiasan, logam dan jam tangan (Mansjoer, 2014).
2) Faktor Kedua Perubahan Cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mempengaruhi asam. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu (Rachmawati, 2013).
3) Faktor Ketiga Stress, stress atau gangguan emosi menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang alami stres perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya, jika stresnya belum diatasi maka
gejala asma belum bisa diobati (Smeltzer & Bare, 2016).
4) Faktor Keempat Lingkungan, lingkungan sekitar misalnya rumah,
apakah rumahnya dekat dengan pabrik, jalan raya, atau dekat dengan
pembuangan limbah itu juga dapat menimbulkan polusi, sehingga
lingkungan juga merupakan pencetus penyebab penyakit asma dapat
kambuh. Lingkungan yang bersih, tidak kumuh, pencahayaan yang
cukup, ventilasi yang memadahi dapat memperlancar untuk pertukaran
oksigen sehingga penderita asma dapat menghirup udara yang bersih
(Mansjoer, 2014).
5) Faktor Kelima Olah raga atau aktivitas yang berat, sebagian besar
penderita asma akan mendapat serangan asma jika melakukan
3. Manifestasi Klinis
Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien
asma diantaranya ialah:
a. Stadium Dini
1) Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
b) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c) Wheezing belum ada
d) Belum ada kelainan bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
f) BGA belum patologis
2) Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b) Wheezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parsial O2
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorax seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
Selain itu penebalan dinding jalan nafas karena remodelling jalan nafas meningkat
dengan tajam dan berkontribusi terhadap obstruksi aliran udara. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penyempian bronkus sehingga terjadilah sesak napas
(Melastuti & Husna, 2015)
4. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit asma (Wijaya & Putri, 2013) dalam
(Wiyanti, 2019) meliputi:
a. Status asmatik
b. Gagal nafas (respiratory failure)
c. Pneumothorax
d. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis
e. Atelektasis
f. Aspirasi
g. Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas
h. Asidosis
5. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara
lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut.
Asma dapat terjadi dalam 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel
mast pada intestitial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup allergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE
yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegenerasi
mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan
adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan 14 bradikinin. Hal
itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi
saluran napas.
Pada alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respon
terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja merupakan respon
terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot
polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen
dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa
minggu.
Sel-sel eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC)
merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom,
inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast dan makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan
reflek bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast
dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan
reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui reflek saraf. Ujung
saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neuropeptida A dan Calcitomin Gene-Related
Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan
aktivitas sel-sel inflamasi. Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma,
besarnya hiperaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung,
yang merupakan parameter objektif beratnya hiperaktivitas bronkus. Berbagai
cara digunakan untuk mengukur hiperaktivitas bronkus tersebut, antara lain
dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, maupun inhalasi zat
non spesifik (Rengganis, 2008).
6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan Asma (Pusdatin Kementrian Kesehatan RI, 2015)
adalah mencapai asma terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan
asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan
penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
a. Tatalaksana Asma Jangka Panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan
pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan pada saat
serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan diberikan
dalam jangka panjang dan terus menerus.
b. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa Tujuan tatalaksana serangan Asma
akut:
1) Mengatasi gejala serangan asma
2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
3) Mencegah terjadinya kekambuhan
4) Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) dalam (Nurarif Huda, 2016) ada
program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen, yaitu :
a. Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak hanya
ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan
energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi
kesehatan.
b. Monitor berat asma secara berkala dan penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan
monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan
asma. Hal tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain :
1) Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
2) Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada asmanya
3) Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang Penatalaksanaan asma
bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Terdapat 3
faktor yang perlu dipertimbangkan :
1) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
2) Tahapan pengobatan
3) Penanganan asma mandiri (pelangi asma) hubungan penderita dokter yang baik
adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan
asma. Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita,
realistik/ memungkinkan bagi penderita dengan maksud mengontrol asma.
e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan pada serangan akut antara
lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam, alternatifnya Agonis beta 2 subcutan,
Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik
f. Kontrol secara teratur pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang
penting diperhatikan oleh dokter yaitu:
1) Tindak lanjut (follow-up) teratur
2) Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
g. Pola hidup sehat
1) Meningkatkan kebugaran fisik Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah satu
bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot
pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya.
2) Berhenti atau tidak pernah merokok.
3) Lingkungan kerja kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan
asma.
Penatalaksanaan pada pasien menggunakan pendekatan keluarga (Alfa et. al.,
2020) sebagai berikut :
a. Kunjungan keluarga pertama dilakukan pendekatan dan pengenalan terhadap
pasien serta menerangkan maksud dan tujuan kedatangan, diikuti dengan
anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang diderita
b. Intervensi secara non farmakologis dilakukan dengan bantuan media intervensi
berupa poster yang berisikan tentang penyakit asma, penyebab, faktor risiko, faktor
pencetus pencegahan.
c. Edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai jenis aktivitas fisik/olahraga
yang dapat dilakukan oleh pasien.
d. Edukasi dan evaluasi cara pemakaian obat. Agar obat yang digunakan lebih efektif
dan dapat mengontrol asma pasien dengan dosis yang tepat

Anda mungkin juga menyukai