Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


SNH (STROKE NON HEMORAGIK)

Oleh :

NAMA : Ni Made Ratniawati


NIM : 203213207
KELAS : A14-A Keperawatan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan pada Tn.M di RSD MANGUSADA BADUNG guna melengkapi tugas
PLKK

Laporan ini di susun dan di sahkan pada:


Hari/tanggal :
Tempat :

Mengetahui:

RSD MANGUSADA MAHASISWA


CI Ruang HCU Puspanjali

Ns.Ni Nyoman Ayu Krisna Dewi, S.Kep Ni Made Ratniawati


NIP. 197911112003121007 NIM. 203213207

STIKes Wira Medika Bali


CT Ruang HCU Puspanjali

Ns.A.A Istri Dalem Hana Yundari, S.Kep.,M.Kep


NIDN. 2.04.10.27
A. KONSEF DASAR PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak
sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya
pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral,
baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam
atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vaskuler.
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala
klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun
sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang
dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).
Stroke adalah gangguan perfusi jaringan otak yang disebabkan oklusi (sumbatan),
embolisme serta perdarahan (patologi dalam otak itu sendiri bukan karena faktor luar)
yang mengakibatkan gangguan permanen atau sementara (Rosjidi & Nurhidayat, 2014).
Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh (Padila,2012).
Stroke Iskemik atau Non-Hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh
suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan
hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015).
Stroke Iskemik atau non-hemoragik merupakan stroke yang disebabkan karena
terdapat sumbatan yang disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam
pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia, 2005 dalam Latifa 2016).
2. Etiologi
Stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),
dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke
otak, menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik
sementara atau permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :


1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis
ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima)
karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter
pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju
ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi
ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke antara lain :
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun
dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah,
merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

3. Tanda Dan Gejala


Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah sebagai berikut:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan control
motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
2. Kehilangan komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke
adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke
dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual
spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

4. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan
adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis
biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat.
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum
(Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus,
dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu
4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008). Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi
otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar
93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat
fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
5. Pathway

Trombosis
Hipoksia; Hipertensi,
penyakit jantung,
obesitas, merokok
Adanya penyumbatan
aliran darah ke otak oleh
Trhombus, berkembang
menjadi Antherosklerosis
pada dinding pembuluh Penimbunan lemak
darah. Embolisme atau kolesterol yang
meningkat

Embolisme berjalan
Arteri tersumbat menuju ke otak melalui Pembuluh darah
arteri karotis
menjadi kaku

Berkurangnya darah Terjadi bekuan darah Pecahnya


ke area Thrombus arteri pembuluh darah

Terjadi iskemik dan


infark pada jaringan

Stroke Non Hemoragik

Penurunan Adanya lesi Proses Resiko peningkatan TIK


kekuatan otot serebral metabolisme di
otot terganggu
Herniasi falk serebri
Kelemahan fisik Terjadinya dan keforamen
afasia Penurunan magnum
suplai darah dan
Gangguan O2 ke otak
Gangguan Defresi saraf
mobilitas fisik komunikasi kardiovaskuler
verbal Resiko perfusi dan saraf
serebral tidak
Defisit efektif
perawatan Kegagalan
diri Penekanan kardiovaskuler
saluran dan pernafasan
pernapasan
Pola nafas
tidak efektif Kematian

Gambar 2.1.5 Patofisiologi Stroke Non Hemmoragik Sumber Arief (2016)


6. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam
sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa
jam sampai beberapa hari.
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di
arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan
gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian
berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai
gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3
hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik
dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang
pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak
berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga
disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam
beberapa hari, minggu atau bulan.

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang (Laboratorium, Radiologi, dll)


Menurut Muttaqin, (2008) dalam Firdayanti (2014), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular. Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak
dalam citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian
dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak
menghasilkan gambar paling akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk
mencari penyempitan atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun,
tindakan ini memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang
diperiksa (Simangunsong, 2011). Proses dari angiografi serebral yaitu pasien akan
diinfus pada bagian lengan sehingga dokter dapat memberikan obat atau cairan kepada
bila diperlukan. Alat yang disebut pulse oximeter, yang berfungsi mengukur tingkat
oksigen dalam darah, akan diselipkan pada jari atau telinga Anda. Cakram kecil
(elektorda) ditempatkan pada lengan, dada, atau kaki Anda untuk merekam denyut
serta irama jantung. Pasien akan berbaring telentang pada meja sinar-X. Sebuahtali,
perban, atau kantong pasir mungkin akan digunakan untuk membuat pasien tetap
diam tidak bergerak. Bagian selangkangan pasien akan disterilkan dan akan
dimasukkan katerer melalui pembuluh darah dan menuju ke dalam arteri karotis, yang
berada di leher. Pewarna kontras akan mengalir melalui kateter ke dalam arteri, di mana
kemudian akan bergerak ke pembuluh darah di otak. Ketika pewarna kontras mengalir
dalam tubuh pasien maka pasien akan merasa hangat. Kemudian beberapa pencitraan
sinar-X pada kepala dan leher akan diambil. Setelahnya, katerer akan diangkat. dan
penjahitan akan dilakukan pada bagian terinjeksi tersebut. Seluruh prosedur
membutuhkan waktu antara satu hingga tiga jam (Samiadi, 2017).
2. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi adalah tindakan memasukkan jarum pungsi ke dalam
ruang sub arachnoid meninges medula spinalis pada daerah cauda equina melalui
daerah segmen lumbalis columna vertebralis dengan teknik yang ketat dan aseptik.
Posisi pasien yaitu posisi tidur miring dengan fleksi maksimal dari lutut, paha, dan
kepala semua mengarah ke perut, kepala dapat diberi bantal tipis.
Hasil dari pemeriksaan lumbal pungsi yaitu tekanan yang meningkat dan
disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada
subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT Scan (Computerized Tomography Scanning)
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. Pada CT, pasien diberi sinar X dalam
dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan
serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh
lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan
menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT sangat handal
mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke
iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif -
semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua
kasus stroke iskemik (Simangunsong, 2011).
4. MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar / luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. Mesin
MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur interaksi
antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya
nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya
berlangsung sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu
jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar
mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan
ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah
mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak
menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke
iskemik, bahkan pada stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam
mendeteksi perdarahan intrakranium ringan (Simangunsong, 2011).
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit
jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG biasanya
membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri
(Simangunsong, 2011).
8. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke dan untuk
menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke. Pemeriksaan yang direkomendasikan:
a. Hitung darah lengkap
Merupakan tes rutin untuk menentukan jumlah sel darah merah, sel darah
putih, trombosit dalam darah. Hematokrit dan hemoglobin adalah ukuran jumlah
sel darah merah. Hitung darah lengkap dapat digunakan untuk mendiagnosis
anemia atau infeksi. Hitung darah lengkap digunakan untuk melihat penyebab
stroke seperti trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle
cell disease).
b. Tes koagulasi
Tes ini mengukur seberapa cepat bekuan darah. Tes yang paling penting dan
evaluasi darurat stroke adalah glukosa (atau gula darah), karena tingkat glukosa
darah yang tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan gejala yang ungkin
keliru untuk stroke. Sebuah glukosa darah puasa digunakan untuk membantu
dalam diagnosis diabetes yang merupakan faktor risiko untuk stroke. Tes kimia
darah lainnya untuk mengukur serum elektrolit, ion – ion dalam darah (natrium,
kalium, kalsium) atau memeriksa fungsi hati atau ginjal.
c. Serologi untuk sifilis.
1) Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau hiperglikemia.
2) Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke (Greenberg, 2002 dalam
Simangunsong, 2011).
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk mengidentifikasi
infeksi dan penyakit ginjal (Feigin, 2009 dalam Simangunsong, 2011 ).

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Terapi pada penderita stroke non hemoragik menurut Esther (2010) dalam Setyadi
(2014) bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan
darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif
dan mencegah cedera sekunder lain, beberapa terapinya adalah :
a. Terapi trombolitik : menggunakan recombinant tissue plasminogen activator
(rTPA) yang berfungsi memperbaiki aliran darah dengan menguraikan bekuan
darah, tetapi terapi ini harus dimulai dalam waktu 3 jam sejak manifestasi klinis
stroke timbul dan hanya dilakukan setelah kemungkinan perdarahan atau
penyebab lain disingkirkan.
b. Terapi antikoagulan : terapi ini diberikan bila penderita terdapat resiko tinggi
kekambuhan emboli, infark miokard yang baru terjadi, atau fibrilasi atrial.
c. Terapi antitrombosit : seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel dapat diberikan
untuk mengurangi pembentukan trombus dan memperpanjang waktu pembekuan.
d. Terapi suportif : yang berfungsi untuk mencegah perluasan stroke dengan
tindakannya meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan oksigenasi, pemantauan
dan pengendalian tekanan darah untuk 13 mencegah perdarahan lebih lanjut,
pengendalian hiperglikemi pada pasien diabetes sangat penting karena kadar
glukosa yang menyimpang akan memperluas daerah infark.
2. Penalaksanaan Keperawatan
a. Terapi Non Farmakologi
1) Perubahan Gaya Hidup Terapeutik
Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik
merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua pasien
yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat untuk
hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan
oleh modifikasi diet dan perubahan gaya hidup lainnya (Goldszmidt et al., 2011
dalam Agustina, 2014 ). Diet tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau
berbunga terbukti memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik pada studi
Framingham (JAMA 1995;273:1113) dalam Agustian (2014) dan studi Nurses
Health (JAMA 1999;282:1233) dalam Agustina (2014), setiap peningkatan
konsumsi per kali per hari mengurangi risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet
rendah lemak trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga direkomendasikan.
Konsumsi alkohol ringan-sedang (1 kali per minggu hingga 1 kali per hari) dapat
mengurangi risiko stroke iskemik pada laki-laki hingga 20% dalam 12 tahun (N
Engl J Med 1999;341:1557) dalam Agustina (2014), namun konsumsi alkohol
berat (> 5 kali/ hari) meningkatkan risiko stroke.
2) Aktivitas fisik
Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara dengan
merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit latihan
fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk
melakukan aktivitas aerobik sekitar 30- 45 menit setiap hari (Goldszmidt et al.,
2011 dalam Agustina, 2014). Latihan fisik rutin seperti olahraga dapat
meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi
kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen yang berguna
dalam memaksimalkan program penurunan berat badan, meskipun pengaturan
pola makan lebih efektif dalam menurunkan berat badan dan pengendalian
metabolisme (Sweetman, 2009 dalam Agustina, 2014).
b. Rehabilitasi Pemberian Stimulasi Dua Dimensi

a) Pengertian rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan dasar dari program pemulihan penderita stroke (Wang,
2014 dalam Fitriani, 2016). Rehabilitasi stroke merupakan sebuah program
komprehensif yang terkoordinasi antara medis dan rehabilitasi yang bertujuan
untuk mengoptimalkan dan memodifikasi keampuan fungsional yang ada (Stein,
2009 dalam Fitriani, 2016). Rehabilitasi dini diunit 21 penanganan stroke dapat
berpengaruh kepada keselamatan hidup penderita stroke (Ginsberg, 2007 dalam
Fitriani, 2016).
Tujuan rehabilitasi Tujuan Rehabilitasi medis menurut Stein (2009) dalam
Fitriani (2016) yaitu: a. Mengoptimalkan dan memodifikasi keampuan fungsional
b. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu c.
Membantu melakukan kegiatan aktivitas sehari – hari d. Readaptasi sosial dan
mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan aktivitas sosial
Kegiatan rehabilitasi pemberian stimulasi dua dimensi Menurut (Lingga, 2013)
program rehabilitasi mencakup berbagai macam kegiatan untuk melatih kembali
fungsi tubuh pasien yang lemah akibat stroke yang dialami. Kegiatan yang dapat
dilakukan dalam rehabilitasi medik pasien stroke meliputi:
Latihan rentang gerak aktif dengan cylindrical grip Pengertian latihan rentang
gerak aktif asistif dengan cylindrical grip adalah latihan rentang gerak aktif
merupakan latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
pergerakkan sendi untuk meningkatkan masa otot dan kekuatan otot (Potter &
Perry, 2005 dalam Fitriani, 2016). Latihan cylindrical grip merupakan suatu bentuk
latihan fungsional tangan dengan cara untuk melakukan latihan neuromotor yang
melibatkan ketrampilan motorik meliputi latihan keseimbangan, latihan gerak,
koordinasi, dan gaya berjalan untuk meningkatkan fungsi fisik dengan frekuensi
dua sampai tiga kali perminggu, tiap sesi lebih dari 20-30 menit total lebih dari 60
menit latihan per minggu.
b. Terapi musik
Pengertian terapi musik adalah terapi yang menggunakan musik secara terapeutik
terhadap fungsi fisik, fisiologis, kognitif dan fungsi sosial (American Music Therapy
Association, 2011 dalam Fitriani, 2016). Musik merupakan seni mengatur
suara dalam waktu yang berkelanjutan, terpadu dan menggugah komposisi melalui
melodi, harmoni, ritme, dan timbre atau warna nada (Snyder, 2010 dalam Fitriani,
2016).
Tujuan dan manfaat terapi musik Tujuan dan manfaat dari terapi musik yaitu
untuk mengembalikan fungsi individu sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang
lebih baik, melakukan pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi dengan pemberian
terapi karena musik dianggap mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan (Wigram,
2004 dalam Fitriani, 2016).
Jenis musik yang diberikan untuk pasien stroke Jenis musik yang diberikan
untuk pasien stroke adalah musik yang lembut dan getaran yang lambat (Forsblom,
2012 dalam Fitriani, 2016). Pengolahan irama yang tepat dapat membantu proses
motorik melalui sinkronisasi sensorimotorik dengan musik (Fujioka et al, 2012 dalam
Fitriani, 2016). Salah satu jenis musik yang lembut dan nada yang lambat adalah
musik instrumental (Gillen, 2009 dalam Fitriani, 2016).
Lama pemberian terapi musik Terapis dapat melakukan terapi musik selama
kurang lebih 30 menit hingga satu jam tiap hari, namun waktu 10 menit dapat
diberikan karena selama waktu 10 menit telah membantu pikiran klien beristirahat
(Wigram, 2004 dalam Fitriani, 2016). Posisi pasien harus nyaman saat mendengarkan
musik, tempo sedikit lebih lambat 60-80 ketukan per menit dengan irama yang tenang
(Schou, 2008 dalam Fitriani, 2016). Salah satu contoh musik instrumental yang
memiliki tempo lambat 60-80 ketukan per menit yaitu musik ethnic bali seperti gus
teja. Pola sensori musik diorganisir dalam pola irama, tidak hanya membantu pasien
untuk berlatih mensinkronkan waktu gerak sesuai ketukan, tetapi juga membantu
terapis dalam perencanaan program yang disesuaikan dengan pola gerak pasien
(Djohan, 2006 dalam Fitriani, 2016).

9. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah (Firdayanti, 2014):
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
Sedangkan komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke non hemoragik
meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang (Jauch, 2016).
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke non hemoragi kini terjadi meskipun
agak jarang (10-20%).
2. Indikator awal stroke non hemoragik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
intrakranin dependen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi
lain untuk mengurangi tekanan intracranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,
meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder.

10. Macam-Macam Skor Diagnosis Stroke


1. Siriraj Stroke Score Siriraj
Stroke Score sebagai skor diagnosis stroke telah dipakai di Thailand sejak 1986 yang
didapatkan dari hasil tanya jawab 5 variabel gejala klinis umum penyakit stroke yaitu
tingkat kesadaran, muntah, sakit kepala, tekanan diastolik, dan petanda atheroma
kepada populasi penderita stroke dan dikembangkan dan disederhanakan konstantanya
sehingga didapatkan Siriraj Stroke Score yang lebih sederhana dan akurat.
Siriraj Stroke Score
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x tekanan
darah diastolik)
– (3 x petanda atheroma) – 12.
Kesadaran : Sadar = 0
Mengantuk, stupor = 1 Koma
=2
Muntah : Tidak = 0
Ya = 1
Sakit kepala : Tidak =
0 Ya = 1
Petanda atheroma : Tidak = 0
1 atau lebih petanda atheroma = 1
Total skor :
Skor > 1 : perdarahan otak
Skor -1 sampai 1 : ragu-ragu
Skor < -1: infark otak
Studi yang membuktikan bahwa skor ini dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan terdokumentasi dengan baik dilakukan di
Siriraj Hospital Medical School, Mahidol University, Bangkok, Thailand tahun 1987-
1988 (Poungvarin, 1991).
2. Skore Gajah Mada

Gejala Diagnosis

Terdapat satu gejala (+) Stroke Infark/Non Hemoragik


Penurunan kesadaran (-) Stroke infrak/Non Hemoragik
Nyeri Kepala (-)
Refleks Babinski (+)
Penurunan kesadaran (-) Stroke Infark/Non Hemoragik
Nyeri Kepala (-)
Refleks Babinski (-)
Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu: Penurunan kesadaran, nyeri kepala, reflex
Babinski.
Dalam tabel didapatkan hanya reflex Babinski yang positif yang artinya stroke yang terjadi
adalah stroke infark atau stroke non hemoragik.
B. KONSER DASAR ASUHAN KKEPERAWATAN
1. Pengkajian (Data Objektif dan Data Subjektif)
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi nyeri


kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelum
puhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia
dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta
dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan berbagai
tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang
menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri

Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.


h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.

7. Pengkajian Tingkat Kesadaran


a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas psiko
motor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang bangu
n lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4) -
Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2) -
Tidak berespon (1)

8. Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-
X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapat kan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
Tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.

10. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

11. Pengkajian Sistem Sensorik


Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual.

12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis


a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan,
tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot
dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang 5 =
dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari
0
30 . tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipu
kul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
0
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90 supinasi dan lengan
bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada
tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek
hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada
fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi penyebaran
gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan
reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon)
respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila
ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek
ini kaki yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah
kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyak
it traktus kortikospital.

c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala
klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut
.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tibia ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan Hipertensi
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan muskuluskeletal
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan

3. Intervensi
Rencana Perawatan
No Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1 SLKI : SIKI 1. Untuk


Perpusi Serebral Setelah Manajemen peningkatan tekanan mengetahui
dilakukan asuhan intracranial keadaan pasien
keperawatan Observasi 2. Untuk
selama….x24 jam. 1. Monitor tanda dan gejala memenuhi
Diharapkan perpusi peningkatan TIK (Mis, kebutuhan
serebral pasien berkurang tekanandarah cairan yang ada
dengan kriteria hasil : meningkat,takanan nadi pada tubuh
1. Sakit Kepala melebar) pasien
Menurun 2. monitor intake dan output 3. Agarpasien
2. Tekanan Darah cairan merasa lebih
Sistolik Membaik tenang dengan
Terapeutik
3. Tekanan Darah lingungan
Diastolik 3. Minimalkan stimulus dengan sekitarnya dan
Membaik menyediakan lingkungan memberikan
4. Reflek Saraf yang tenang kenyamanan
membaik 4. Cegah terjadinya kejang untuk pasien
5. Kecemasan 5. Pertahankan suhu tubuh 4. Untuk
menurun normal mencegah
6. Gelisah menurun terjadinya
Kolaborasi
kejang pada
6. Kolaborasi pemberian sedasi pasien
dan anti konvulsan 5. Untuk menjaga
keadaan tubuh
pasien
6. Untuk
memberikan
penyembuhan
pada pasien

2 SLKI : SIKI :
Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi 1. Untuk
Setelah dilakukan asuhan Observasi mengetahui
keperawatan 1. Identifikasi toleransi fisik sejauh mana
selama….x24 jam. melakukan pergerakan pasien bisa
Diharapkan mobilitas 2. Monitor prekuensi jantung melakukan
fisik normal dengan dan tekanan darah sebelum pergerakan
kriteria hasil : memulai mobilisasi 2. Untuk
1. Pergerakan 3. Monitorkondisiumum memantau
Ekstremitas selama melakukan kondisi
meningkat mobilisasi tekanan darah
2. Kekuatan Otot pasien
Terapeutik
menurun 3. Untuk
3. Nyeri Menurun 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi mengetahui
4. Kelemahan fisik dengan alat bantu (mis, keadaan umum
menurun pagar tempat tidur) pasien
5. Gerakan terbatas 5. Melibatkan keluarga untuk 4. Untuk
menurun membantu pasien dalam mempermudah
meningkatkan pergerakan pasien dalam
melakukan
Edukasi
mobilisasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur 5. Untuk
mobilisasi membantu
7. Ajarkan mobilisasi sederhana pasien dalam
yang harus dilakukan (misa, melakukan
duduk di tempat tidur, pindah mobilisasi
dari tempat tidur ke kursi, 6. Supaya pasien
berbaring kanan/kiri) mengerti dan
memahami
tujuan dari
mobilisasi
7. Memberikan
penyembuhan
untuk kondisi
pasien

3 SLKI SIKI
Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri 1. Untuk
Setelah dilakukan asuhan Observasi mengetahui
keperawatan 1. Identifikasi Kebiasaan kebiasan
selama….x24 jam. aktivitas sesuai usia pasien
Diharapkan perawatan 2. Monitor tingkat kemandirian 2. Untuk
diri pasien normal dengan mengetahui
Terapeutik
kriteria hasil : sejauh mana
1. Kemampuan 3. Sediakan lingkungan yang tingkat
mandi meningkat terapaeutik (mis, suasana kemandirian
2. Kemampuan hangat, rileks, privasi) pasien
mengenakan 4. Siapkan keperluan pribadi 3. Supaya
pakian meningkat (mis, sikat gigi, sabun memberikan
3. Kemampuan mandi, parfum) kenyamanan
makan meningkat 5. Damping dalam melakukan pada pasien
4. Kemampuanke perawatan diri sampai dan
toilet (BAB/BAK) mandiri 4. Untuk
6. Fasilitasi kemandirian, bantu memudahkan
jika tidak mampu pasien dalam
melakukan perawatan melakukan
perawatan diri
Edukasi
5. Untuk
7. Anjurkan melakukan memberikan
perawatan diri seacra semangat pada
konsisten sesuai pasien ketika
kemampuan meras ada
keluarga yang
mendampingin
ya
6. Untuk
mempermudah
pasien dalam
melakukan
perawatan diri
7. Untuk
memberikan
kebiasaan pada
pasien agar
rutin untuk
melakukan
perawatan diri

4 SLKI SIKI
Komunikasi Verbal Promosi komunikasi : Defisit 1. Untuk
Setelah dilakukan asuhan Bicara mengetahui
keperawatan Observasi sejauh mana
selama….x24 jam. 1. Monitor kecepatan, tekanan, kempuan
Diharapkan komunikasi kuantitas, volume dan diksi pasien dalam
verbal normal pada pasien bicara berkomunikasi
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi prilaku 2. Untuk
1. Kemampuan emosional dan fisik sebagai menegtahui
berbicara bentuk komunikasi apakah ada
meningkat prilaku prilaku
Terapeutik
2. Kemampuan yang tidak baik
mendengar 3. Gunakan metode komunikasi saat pasien
meningkat alternative (mis, menulis, berbicara
3. Kesesuaian mata berkedif, papan 3. Untuk
ekspresi komunikasi dengan gambar memudahkan
wajah/tubuh dan huruf, isyarat tangan, pasien untuk
4. Respon prilaku dan computer) memudahkan
meningkat 4. Modifikasi lingkungan untuk dalam
5. Pemahaman meminimalkan bantuan berbicara
komunikasi 4. Untuk
Edukasi
meningkat memberikan
5. Anjurkan berbicara perlahan kenyamanan
pada pasien
Kolaborasi
5. Untuk
6. Rujuk ke ahli patologi bicara mengetahui
atau terapis sejauh mana
pasien bisa
berkomunias
dengan baik
6. Untuk
mengejarkan
pasien agar
bisa berbicara
dengan baik
dan benar

5 SLKI SIKI
Pola Napas Manajemen jalan napas 1. Untuk
Setelah dilakukan asuhan Observasi mengetahui
keperawatan 1. Monitor pola napas kondisi pola
selama….x24 jam. (frekuensi, kedalaman, napas pasien
Diharapkan masalah pola usaha napas) 2. Untk
napas normal dengan 2. Monitor bunyi napas mengetahui
kriteria hasil : tambahan (mis, apakah ada
1. Frekuensi napas mengi,wheezing, ronkhi suara
normal kering) tambahan pada
pada saat
Terapeutik
2. Kedalaman napas pasien
normal 3. Posisiskn semi-fowler atau bernapas
3. Tidak ada dispnea fowler 3. Untuk
4. Tekanan ekspirasi 4. Berikan minum hangat memudahkan
membaik 5. Berikan oksigen pasien dalam
5. Tekanan inspirasi bernapas
Edukasi
membaik 4. Untuk
6. Anjurkan asupan cairan 2000 mengencerkan
ml/hari, jika tidak dahak pasien
kontraindikasi 5. Untuk
7. Ajarkan teknik batuk efektif menghilanglan
sesak pasien
Kolaborasi
dan
8. Kolabrasi pemebrian memberikan
bronkodilator,ekspektoran, penyembuhan
mukolitik, jika perlu pada pasien
6. Melengkapan
kebutuhan
asupan cairan
pasien
7. Untuk
mengeluarkan
secret
8. Untuk
memberikan
penyembuhan
pada pasien

4. Implamentasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat.
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian
kegiatan yang telah dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012: 118).

5. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil. Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil atau perbuatan dengan standar untuk
tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai (Dermawan, 2012:
128). Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan format SOAP.
S: Subyektif : hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan oleh pasien biasanya data ini
berhubungan dengan kriteria hasil.
O: Obyektif : hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh perawat biasanya data ini
juga berhubungan dengan kriteria hasil.
A: Analisa : pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah terpenuhi
atau tidak.
P: Rencana : dijelaskan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap pasien
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA), 2015, Health Care Research: Coronary Heart Disease
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit Jakarta:
EGC
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku
Kedokteran EGC
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja (1st ed.).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: Brahm
U. Pendit. Editor: Huriawati Hartanto. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Rosjidi, C. H., & Nurhidayat, S. (2014). Buku Ajar Peningkatan Tekanan Intrakranial &
Gangguan Peredaran Darah Otak. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth .
Jakarta: E G C.
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan . Jakarta: Sagung
Seto.
William, Lippicont . 2008 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta: Indeks.
: Ny.R

Anda mungkin juga menyukai