Di Susun Oleh :
Afina Zharfani (201602002)
Bunga Atika Ayu S. (201602010)
Puji Lestari H. (201602030)
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada perawatan home care lansia post
stroke.
1.3 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Stroke
2. Menjelaskan Klasifikasi Stroke
3. Menjelaskan Etiologi Stroke
4. Menjelaskan Tanda Dan Gejala Stroke
5. Menjelaskan Faktor Resiko Stroke
6. Menjelaskan Komplikasi Stroke
7. Menjelaskan Pemeriksaan Biologis Stroke
8. Menjelaskan Penatalaksanaan Stroke
9. Menjelaskan Definisi Home Care
10. Menjelaskan Tipe Pasien Yang Membutuhkan Perawat Ke Rumah
11. Menjelaskan Bagaimana Peran Setiap Keluarga Yang Menggunakan Jasa Layanan Home
Care
12. Menjelaskan Fungsi Adanya Seorang Perawat Di Dalam Pelayanan Home Care
13. Menjelaskan Manfaat Khusus Bagi Pasien Dan Keluarganya Tentang Home Care
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global,
akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan atau sumbatan dengan
gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena; dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan
aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Kurangnya aliran
darah didalam jaringan otak menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat
merusak atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak juga dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Aliran darah yang
berhenti juga dapat membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga berhenti.
Stroke merupakan penyakit neurogenik yang menyebabkan gangguan fungsi otak baik
fokal maupun global dan penyebab kecacatan paling banyak (Arya, 2011).
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Procces atau proses penuaan.
2.1.2 Klasifikasi Stroke
Sistem klasifikasi utama stroke biasanya membagi stroke menjadi dua kategori
berdasarkan penyebab terjadinya stroke, yaitu stroke iskemik dan hemoragik.
1. Stroke iskemik
Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat adanya bekuan atau
sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat disebabkan oleh tumpukan
thrombus pada pembuluh darah otak, sehingga aliran darah ke otak menjadi terhenti.
Stroke iskemik merupakan sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah
yang tidak kuat dan bukan disebabkan oleh perdarahan. Stroke iskemik biasanya
disebabkan oleh tertutupnya pembuluh darah otak akibat adanya penumpukan
penimbunan lemak (plak) dalam pembuluh darah besar (arteri karotis), pembuluh
darah sedang (arteri serebri), atau pembuluh darah kecil (Arya, 2011).
Arya (2011) menyatakan bahwa stroke iskemik secara patogenesis dibagi menjadi:
a) Stroke trombolitik
Stroke iskemik yang disebabkan karena trombosis pada arteri karotik interna
secara langsung masuk ke arteri serebri madia.
b) Stroke embolik
Stroke iskemik yang disebabkan karena embolik yang pada umumnya berasal
dari jantung.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak, sehingga
menimbulkan perdarahan di otak dan merusaknya. Stroke hemoragik biasanya
terjadi akibat kecelakaan yang mengalami benturan keras di kepala dan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak.
Stroke hemoragik juga bisa terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi.
Pecahnya pembuluh darah ini menyebabkan darah menggenangi jaringan otak di
sekitar pembuluh darah yang menjadikan suplai darah terganggu, maka fungsi dari
otak juga menurun. Penyebab lain dari stroke hemoragik yaitu adanya penyumbatan
pada dinding pembuluh darah yang rapuh (aneurisme), mudah menggelembung, dan
rawan pecah, yang umumnya terjadi pada usia lanjut atau karena faktor keturunan
(Arya, 2011).
Menurut Arya (2011), stroke hemoragik dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
a) Stroke Hemoragik Intraserebral (SHI)
SHI yaitu pendarahan terjadi dalam jaringan otak. Adapun gejala klinis dari SHI
ini beragam. Nyeri kepala berat, lemah, muntah, dan adanya darah pada rongga
subarakhnoid pada pemeriksaan fungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang
khas. Penyebab yang paling utama dari SHI pada lansia yaitu hipertensi, robeknya
pembuluh darah, rusaknya formasi/bentuk pembuluh darah, tumor, gangguan
pembekuan darah, dan sebab lain yang tidak diketahui.
Pada perdarahan intrakranial, bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma,
kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau
gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan
hilang ingatan terutama pada usia lanjut.
b) Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
PSA merupakan keadaan yang akut. Pendarahan ini terjadi pada ruang
subarakhnoid (ruang sempit antar permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak). Darah di rongga subarakhnoid merangsang selaput otak dan
menimbulkan meningitis kimiawi.
Darah yang sampai pada ventrikel (rongga-rongga kecil) dapat menggumpal
dan mengakibatkan hidrosefalus akut. Penderita PSA mengeluh nyeri kepala yang
hebat, juga dijumpai nyeri di punggung, rasa mual, muntah dan rasa takut.
Dampak yang paling mencelakakan dari PSA yaitu apabila perdarahan pembuluh
darah itu menyebabkan cairan yang mengelilingi otak dan mengakibatkan
pembuluh darah di sekitarnya menjadi kejang, sehingga menyumbat pasokan
darah ke otak.
2.1.3 Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a) Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri
iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi
klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b) Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c) Arteritis( radang pada arteri )
d) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorahgi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a) Hipertensi yang parah
b) Cardiac Pulmonary Arrest
c) Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
2.1.4 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala stroke yang dialami oleh setiap orang berbeda dan bervariasi,
tergantung pada daerah otak mana yang terganggu. Beberapa tanda dan gejala stroke
akut berupa :
1. Terasa semutan/seperti terbakar
2. Lumpuh/kelemahan separuh badan kanan/kiri (Hemiparesis)
3. Kesulitan menelan, sering tersedak
4. Mulut mencong dan sulit untuk bicara
5. Suara pelo, cadel (Disartia)
6. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami (Afasia)
7. Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa diketahui sebabnya
8. Gangguan penglihatan
9. Gerakan tidak terkontrol
10. Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma.
2.1.5 Faktor Resiko
Menurut Israr (2008) ada beberapa macam faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya stroke yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor yang
dapat dicegah terjadinya suatu penyakit dengan cara memberikan intervensi. Faktor
risiko ini dipengaruhi oleh banyak hal terutama perilaku. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi meliputi hipertensi, stress, diabetes melitus, penyakit jantung, merokok,
dan konsumsi alkohol. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor risiko yang
tidak dapat dirubah walaupun dilakukan intervensi karena termasuk karakteristik
seseorang mulai dari awal kehidupannya. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
meliputi usia dan jenis kelamin.
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-
anak. Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun
keatas) dan resiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan
mengalaminya degeneratif organ-organ dalam tubuh (Amin & Hardhi, 2013).
Sedangkan menurut Pinzon dan Asanti (2008) stroke dapat terjadi pada semua
usia, namun lebih dari 70% stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun. Perubahan
struktur pembuluh darah karena penuaan dapat menjadi salah satu faktor terjadi
serangan stroke (Masood dkk, 2010).
Riset Kesehatan Dasar Daerah Istemewa Yogyakarta (2014) mengemukan
berdasarkan diagnosa dokter dan tenaga kesehatan atau gejala pengelompokan
stroke menurut usia, pada usia >15-24 tahun sebanyak 1,7%. Usia 25-34 tahun
sebanyak 3,3% sedangkan, usia 35-44 tahun sebanyak 8,1% pada usia seseorang
45-54 tahun sebanyak 16,4%. Usia sekitar 55-64 tahun sebanyak 37,4%, untuk
usia 65-74 tahun sebanyak 59,5% sedangkan pada usia >75 tahun sebanyak
70,3%. Menurut Potter dan Perry (2010) berdasarkan klasifikasi usia bahwa pada
usia 20-40 tahun memasuki usia dewasa awal, pada usia 41-60 tahun memasuki
usia dewasa tengah dan ketika pada usia >60 tahun memasuki kategori usia
lanjut.
b) Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia
dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden
stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rata-rata
25%-30% Walaupun para pria lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih
muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai
menopause. Hal ini, hormon merupakan yang berperan dapat melindungi wanita
sampai mereka melewati masa-masa melahirkan anak (Burhanuddin, Wahidudin,
Jumriani, 2012).
Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan memiliki peluang yang sama
juga dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal ini membuktikan bahwa resiko
laki-laki dan perempuan untuk terserang stroke pada usia dewasa awal adalah
sama. Pria memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal
lebih tinggi sekitar 20% daripada wanita. Namun, wanita memiliki resiko
perdarahan subaraknoid sekitar 50%. Sehingga baik jenis kelamin laki-laki
maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena stroke pada usia
dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a) Stres
Pengaruh stres yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses
aterisklerosis melalui peningkatan pengeluaran hormon seperti hormon kortisol,
epinefrin, adernaline dan ketokolamin. Dikeluarkanya hormon kartisol, hormon
adernaline atau hormon kewaspadaan lainya secara berlebihan akan berefek pada
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Sehingga bila terlalu sering dapat
merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya plak. Jika sudah
terbentuk plak akan menghambat atau berhentinya peredaran darah ke bagian
otak sehingga menyebabkan suplai darah atau oksigen tidak adekuat (Junaidi,
2011).
b) Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal dimana tekanan
darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan distolik diatas 90 mmHg. Hipertensi
dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak,
sedangkan penyempitan pembuluh darah dapat mengurangi suplai darah otak dan
menyebabkan kematian sel-sel otak. Hipertensi mempercepat pengerasan
dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel
otot polos sehingga mempercepat proses arterisklerosis, melalui efek penekanan
pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan
plak pada pembuluh darah semakin cepat (Junaidi, 2011).
Menurut Burhanuddin, Wahidudin, dan Jumriani (2012) mengemukakan
hipertensi sering disebut sebagai penyebab utama terjadinya stroke. Hal ini
disebabkan peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Hipertensi menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah karena adanya tekanan darah yang melebihi
batas normal dan pelepasan kolagen. Endotel yang terkelupas menyebabkan
membran basal bermuatan positif menarik trombosit yang bermuatan negatif
sehingga terjadi agregasi trombosit. Selain itu, terdapat pelepasan trombokinase
sehingga menyebabkan gumpalan darah yang stabil dan bila pembuluh darah
tidak kuat lagi menahan tekanan darah yang tinggi akan berakibat fatal pecahnya
pembuluh darah pada otak maka terjadilah stroke.
c) Diabetes Melitus
Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada pembuluh
darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak dan
jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran darah
dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga
menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapat menurunkan sintesis
prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkanya
pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri
(Wang, 2005).
Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskular
(pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya
arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita stroke
meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus dan
menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat diabetes melitus
diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang
kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan
siap saji yang tidak diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas
bergerak (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
d) Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar
1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi
kolesterol jika mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang
menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari semakin
menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah yang
disebut aterosklerosis. Bila di daerah pembuluh darah menuju ke otot jantung
terhalang karena penumpukan kolesterol maka akan terjadi serangan jantung.
Sementara bila yang tersumbat adalah pembuluh darah pada bagian otak maka
sering disebut stroke (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi
kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga
mengganggu suplai darah ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL
(lemak jahat) yang akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang
kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah yang akan
menghambat aliran darah (Junaidi, 2011).
e) Merokok
Merokok adalah salah satu faktor resiko terbentuknya lesi aterosklerosis yang
paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke eksterminitas dan
meningkatkan frekuensi jantung atau tekanan darah dengan menstimulasi sistem
saraf simpatis. Merokok dapat menurunkan elastisitas pembuluh darah yang
disebabkan oleh kandungan nikotin di rokok dan terganggunya konsentrasi
fibrinogen, kondisi ini mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh
darah dan peningkatan kekentalan darah (Priyanto, 2008).
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi
pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun
setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah
berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen
(faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010). Arterisklerosis dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang lambat karena terjadi
viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan pembuluh darah
atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit.
Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada
perkembangan arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL (kolestrol baik)
atau menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang
berlebihan (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
f) Konsumsi Alkhohol
Alkohol merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik dan kemungkinan juga
terkena serangan stroke hemoragik. Minuman beralkohol dalam waktu 24 jam
sebelum serangan stroke merupakan faktor resiko untuk terjadinya perdarahan
subarakhnoid. Alkohol merupakan racun untuk otak dan apabila seseorang
mengkonsumsi alkohol akan mengakibatkan otak akan berhenti berfungsi
(Priyanto, 2008).
2.1.6 Komplikasi Stroke
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
1. Dekubitus, merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring,
seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan
menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang lumpuh
dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan
pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot.
Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya
paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi
pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu
pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand
syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.
2.1.7 Pemeriksaan Radiologis
1. CT scan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT Scan kepala merupakan gold standar untuk menegakan
diagnosis stroke.(Rahmawati, 2009).
2. Magnetic Resonance Imaging(MRI)
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitive
dibandingkan CT scan.MRI mempunyai kelebihan mampu melihat adanya iskemik
pada jaringan otak dalam waktu 2-3 jam setelah onset stroke nonhemoragik. MRI
juga digunakan pada kelainan medulla spinalis. Kelemahan alat ini adalah tidak
dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur.
Kelemahan lainnya adalah tidak bisa memeriksa pasien yang menggunakan protese
logam dalam tubuhnya, prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama,
serta harga pemeriksaan yang lebih mahal (Notosiswoyo, 2007).
2.1.8 Penatalaksaan
1. Terapi Diet
Penyakit stroke berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-
hari. Walaupun sebagian orang merasa khawatir akan kadar kolesterol penderita,
namun permasalahan utama yang dihadapi seseorang dengan cacat jasmaniah
adalah peningkatan berat badan akibat kurang gerak. Disini terjadi suatu lingkaran
setan, dimana kenaikan berat badan membuat penderita akan semakin tidak dapat
bergerak dan menaikkan berat badan lagi akan membuat penderita semakin tidak
dapat bergerak lagi dan seterusnya (Utami, 2009).
Untuk mencegah hal-hal diatas maka terapi diit yang tepat perlu diberikan.
Adapun terapi diit yang diberikan adalah sebagai berikut :
a) Tujuan :
1) Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk mencegah timbulnya stroke
ulang.
2) Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk membantu mempercepat
pemulihan kondisi.
3) Memberikan makanan yang disesuaikan dengan faktor resiko penyebab stroke.
4) Membantu menurunkan tekanan darah.
5) Membatasi kolesterol dan lemak, untuk menurunkan kandungan
kolesterol/lemak dalam darah.
6) Mencegah atau memperlambat komplikasi lebih lanjut.
b) Syarat diit :
1) Energi : diberikan cukup sesuai umur, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin,
dan aktivitas.
2) Protein : diberikan cukup 0,8 – 1 gr/kgBB/hr.
3) Lemak : diberikan 20-25% dari totalenergi.
4) Karbohidrat : diberikan 60-65% dari total energi.
5) Vitamin : diberikan cukup terutama vit C, vit B6, vit E, dan vit B12.
6) Mineral: diberikan cukup terutama kalium, Zn, Ca, dan magnesium.
7) Natrium : diberikan 600-800 mg/hari atau disesuaikan dengan tekanan darah
pasien.
8) Serat : diberikan cukup untuk menurunkan kolesterol, darah, dan mencegah
konstipasi.
9) Cairan : diberikan cukup 6-8gelas/hr.