Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

DIAGNOSA MEDIS CVA INFARK DI RUANG MULTAZAM


RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR

DI SUSUN OLEH :

1. SERLIN SUSMILA CAHYANI (043 STYC20)


2. HIDA ROYANTI (020 STYC20)
3. SARTINI (042 STYC20)
4. I PUTU YOGI ADHIPRAMANA (021 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN
MATARAM
2024
LEMBARAN PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Tn.M Dengan Kasus CVA
Infark di Ruang Multazam Rumah Sakit Islam Siti Hajar

Laporan ini di setujui pada:


Hari/tanggal:

Di susun oleh:
KELOMPOK 2

Mengetahui:

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan

(Yuhabibi S.Kep.,Ners) (Istianah Ners.,M.Kep)


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Pemurah


dan Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-
Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan “Laporan Pendahuluan
Pada Kasus CVA Infark” tepat pada waktunya.
Penyusunan sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan
dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu
kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah
membantu kami dalam rangka menyelesaikan makalah ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka
seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun
sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana
ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih
berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Mataram, 29 Januari 2024


LAPORAN PENDAHULUAN
“CVA INFARK”
I. KONSEP DASAR TEORI CVA INFARK
A. Definisi Stroke
CerebroVaskuler Accident (CVA) atau stroke adalah pecahnya
pembuluh darah otak secara mendadak dengan akibat penurunan fungsi
neurologis (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang
berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta). (Suzanne, 2002).
Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. 80% strokeadalah stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab infark
yang paling sering terjadi,merupakan keadaan aliran darah tersumbat atau
berkurang di dalam arteri yang memperdarahi daerah otak tersebut
(Kowalak, 2011).
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan
fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik. (Depkes, 2013).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak (GPDO) dengan awitan akutan, disertai manifestasi klinis
berupa deficit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun
infeksi susunan saraf pusat. (Dewanto, Suwono, Riyanto, & Turana, 2019).
B. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak
yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur.

Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis


dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48
jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3) Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas
/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk
perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak
sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain. (Wijaya
& Putri, 2013)
C. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Stroke Hemorargik
Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
otak. Terjadi karena adanya tekanan darah ke otak tinggi sehingga
menekan pembuluh darah dan pembuluh darah yang tersumbat
tidak dapat menahan tekanan tersebut. Akibat dari perdarahan,
darah akan menggenangi otak. Darah yang membawa oksigen dan
nutrisi tidak sampai ke target organ atau sel otak. Akibatnya,
sebagian otak tidak mendapat pasokan makanan. Tekanan yang
kuat membuat kebocoran dan juga merusak sel-sel otak di
sekelilingnya, Bila tekanannya sangat tinggi, pasien koma bahkan
meninggal dunia. Pecahnya pembuluh darah juga bisa terjadi
lantaran dinding pembuluh yang lemah, sehingga mudah robek.
Stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yaitu stroke hemoragik
intraserebral dan hemorargik subarachnoid (Sutrisno, 2017).
2. Stroke Iskemik
Tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik
dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA (Transient Ischemic Attack) merupakan serangan
stroke sementara. Terjadi secara mendadak dan singkat akibat
iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan
dan tingkat penyembuhan bervariasi dalam 24 jam. TIA
merupakan hal penting yang merupakan peringatan dini akan
kemungkinan terjadinya stroke di masa mendatang. Serangan-
serangan TIA ini berkembang menjadi stroke iskemik trombotik
sangatlah besar. Gejalanya antara lain pucat, ekstremitas
lumpuh, vertigo, disfagia (sulit menelan), mual, ataksia (jalan
sempoyongan). Pasien juga tidak bisa memahami
pembicaraan dengan orang lain, kesulitam melihat, serta
hilangnya keseimbangan dan koordinasi (Price & Wilson, 2012)
b. Stroke Lakunar
Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus
dan dapat menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul
dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Terdapat
empat sindrom lakunar yang sering dijumpai diantaranya
hemiparesis motorik murni akibat infark kapsula interna
posterior, stroke sensorik murni akibat infark thalamus dan
hemiparesis ataksik atau disatria serta gerakan tangan atau
lengan, Infark lakunar terjadi setelah oklusi aterotrombotik.
Oklusi menyebabkan thrombosis pada arteria serebri media,
arteri vertebra basilaris, arteri karotis interna. Thrombosis yang
terjadi menyebabkan daerah-daerah tersebut infark, bersifat
lunak, dan disebut lakuna (Price & Wilson, 2012).
c. Stroke Iskemik Trombotik.
Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan
pada pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik trombotik secara
klinis disebut juga sebagai serebral thrombosis. Sebagian besar
dari stroke ini terjadi saat tidur ketika pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Lokasi yang kerap
terjadi terdapat di arteri serebri media, arteri vertebra
basilaris dan arteri karotis interna. Para pasien stroke ini
mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe
lakunar sebelum akhirnya mengalami stroke. Dalam banyak
kasus, thrombosis pembuluh darah besar diakibatkan oleh
ateroskerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
yang cepat, juga ditopang oleh tingginya kadar kolesterol
(Sutrisno, 2017).
d. Stroken iskemik embolitik
Stroke embolitik tidak terjadi di otak, melainkan di
jantung. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk
di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Penggumpalan
darah yang terjadi di area sirkulasi organ jantung mengakibatkan
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Kelainan
pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan
perfusi mengalami penurunan . Stroke jenis ini muncul pada saat
penderita menjalani aktivitas fisik, misalnya berolahraga. Ketika
berolahraga, tiba-tiba tekanan darah menurun. Akibatnya,
jantung gagal memompa darah ke otak atau adanya embolus
yang terlepas dari jantung sehingga menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah di otak (Sutrisno, 2017).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebri yang terkena,
fungsi otak yang dikendalikan atau diperantarai oleh keparahan kerusakan
dan ukuran daerah otak yang terkena selain bergantung pula pada derajat
sirkulasi kolateral. (Price, 2016; Chang, 2019).
Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015), gejala stroke :
1. Stroke serangan pada otak hemisfer kanan :
a. Kelumpuhan sebelah kiri tubuh.
b. Penilaian terhadap objek menurun.
2. Stroke serangan pada otak hemisfer kiri :
a. Terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh.
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati.
c. Gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan.
d. Kesulitan menelan.
e. Sulit bicara.
f. Mudah tersinggung dan mudah frustasi.
Selain itu, gejala pada pasien stroke :
1. Kehilangan motoric
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motoric misalnya :
a. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
b. Hemiparesis (kelemahan pada salah satu tubuh)
c. Menurunnya tonus otot abnormal
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa
dan komunikasi, misalnya :

a. Disartria, yaitu kesulitan bicara yang ditunjukkan dengan bicara


yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama
ekspresif/represif. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
3. Gangguan Persepsi
a. Homonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang
pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi
tubuh yang paralisis.
b. Amorfotosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling
dari sisi tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi/ruang yang sakit
tersebut.
c. Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam
mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial.
d. Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh (kehilangan proprioseptik) sulit
menginterprestasikan stimulasi visual, taktil auditorius.
Tanda dan gejala yang sering muncul berdasarkan jenis
stroke adalah sebagai berikut :
a. Stroke iskemik
1) Kejadiannya mendadak terjadi saat istirahat
2) Ada peringatan

3) Nyeri kepala ringan

4) Tidak ada kejang dan muntah

5) Penurunan kesadaran ringan


b. Stroke perdarahan
1) Kejadiannya mendadak terjadi saat sedang aktif beraktivitas
2) Tidak ada peringatan
3) Nyeri kepala hebat
4) Ada kejang dan muntah
5) Penurunan kesadaran sangat nyata (Nurarif & Kusuma, 2015)
E. Patofisiologi
Stroke dapat disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis
yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh
darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak
fibrosis (ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan
arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama
dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan memperbesar
ukuran plak sehingga terbentuk trombus.

Pada emboli, dapat berupa bekuan darah, udara, plaque, atheroma


fragmen lemak yang akan terlepas dan terbawa darah hingga terperangkap
dalam pembuluh darah distal. Sedangkan, jika etiologi stroke adalah
hemoragi maka faktor pencetus adalah hipertensi. Emboli septik dapat
menyebabkan pembentukan aneurisma serebral mikotik, sehingga terjadi
rupture dan dapat menyebabkan hemorargi (Wijaya & Putri, 2013).

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan


oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus
dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak
(Wijaya & Putri, 2013).

Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan


kemampuan untuk menghasilkan energi-terutama adenosin trifosfat (ATP)
dan mengalami asidosis metabolik. Apabila terjadi kekurangan energi ini,
pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi sehingga neuron
membengkak, hal ini akan menimbulkan peningkatan intrakranial dan
akan menimbulkan nyeri. Salah satu cara sel otak berespon terhadap
kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan kalsium intrasel. Hal
ini juga mendorong proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neuro transmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain yaitu reseptor N-metil-
Daspartat (NMDA).

Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitratoksida sintase


(NOS), yang menyebabkan terbentuknya molekul gas nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga
terjadi kerusakan dan kematian neuron. Akhirnya jaringan otak yang
mengalami infark dan respon inflamasi akan terpicu (Ester, 2010 ;
Wakhidah, 2015)

Ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak dapat terjadi dimana saja


di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi : arteria karotis
interna dan system vertebrobasilar dan semua cabang- cabangnya. Secara
umum apabila darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Namun, perlu diingat bahwa oklusi
di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut.

Apabila terjadi infark pada bagian otak yang berperan sebagai


pengendali otot maka tubuh akan mengalami penurunan kontrol volunter
yang akan menyebabkan hemiplagia atau hemiparese sehingga tubuh akan
mengalami hambatan mobilitas, defisit perawatan diri karena tidak bisa
menggerakkan tubuh untuk merawat diri sendiri, pasien tidak mampu
untuk makan sehingga nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Defisit
neurologis juga akan menyebabkan gangguan pencernaan sehingga
mengalami disfungsi saluran pencernaan dan kandung kemih lalu
mengalami gangguan eliminasi. Karena ada penurunan kontrol volunter
maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan mengakibatkan
penumpukan sekret sehingga pasien akan mengalami gangguan jalan nafas
dan pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan otot-otot untuk
bicara sehingga pasien mengalami gangguan komunikasi verbal berupa
disfungsi bahasa dan komunikasi.
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang pada
penyakit stroke antara lain :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur.
2. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pasa gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3. Sinar x tengorak
Menggambar perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trombus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada
perdarahan sub arachnoid.
4. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis/aliran darah/muncul plaque/arteriskerosis)
5. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
6. MRI
Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada
thrombosis, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukkan hemorargi sub arachnois/
perdarahan intracranial.
7. Pemeriksaan Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang
meluas.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pungsi lumbal : Tekanan normal biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan
yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid atau intracranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus thrombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Guladarah dapat mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
H. Penatalaksanaan
Pertama, penatalaksanaan stroke stadium hiperakut. Tindakan pada
stadium ini dilakukan di Instalasin Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal yang bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi
oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid. Hindari pemberian cairan
dekstrosa dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, electrocardiography, foto
thorax, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit). Jika
hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
Kedua, penatalaksanaan stroke stadium akut. Pada stadium ini,
dilakukan penanganan faktor-faktor etiologis maupun penyulit. Selain
itu, dilakukan tindakan juga terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah social untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan
edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke
terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.
Penatalaksanaan stroke hemorargik :
1. Terapi Umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 ml, perdarahan intraventrikuler dengan
hydrocephalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan
darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atay 15%-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg,
MAP >130mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat
gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labelatol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg ; enalapril iv
0,625-1,25mg per 1,25 per 6 jam ; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi
kepala dinaikkan 30°. Posisi kepala dan dada di satu bidang.
Pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik) dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik,
tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat
atau inhibitor dengan fisioterapi dan diobati dengan antbiotik
spectrum luas.
2. Terapi Khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan, yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk
dengan perdarahan cerebellum berdiameter >3 cm 3, hydrocephalus
akut akibat perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan
tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subarachnoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindkan bedag (ligase, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisme atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).
Penatalaksanaan stroke iskemik/non hemorargik :
1. Terapi Umum

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada


pada satu bidang ; ubah posisi tidur setiap 2 jam ; mobilisasi
dimulai bertahap bila homodynamic sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya. Jika kandung kemih penuh,
sebaiknya dikosongkan dengan kateter intermittent).
Berikann nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan. Hindari
cairan mengandung glukosa atau salin isotonic. Pemberian
nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik. Jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun,
dianjurkan melalui selang nasogastric.
Kadar gula darah >150 mg % harus dikoreksi sampai
batas gula darah 150 mg % dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah <60 mg% atau 80mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatas dengan
pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu
segera diturunkan, kecuali bila tekanan
2. Terapi Khusus
Ditunjukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan antikoagulan,atau yang
dianjurkan dengan trombolitik rr-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat jugadiberi agen neuroproteksi,
yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

Ketiga, penatalaksanaan stroke stadium subakut. Pada


stadium ini, tindakan medis dapat berupa terapi kognitif,
tingkah laku, menelan, terapi wicara dan bladder training
(termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif
pascastroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan progam preventif
primer dan sekunder. Berikut terapi fase subakut :
1. Melanjutkan terap sesuai kondisi akut sebelumnya.
2. Penatalaksanaan komplikasi.
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu
fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.
4. Prevensi sekunder.
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KASUS CVA INFARK
A. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan
tanggal pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab
(nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien,
pekerjaan, alamat).Identitas penanggung jawab. Hal yang perlu
dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya
dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Adapun keluhan utama yang sering dijumpai
yaitunya klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah
badan, biasanya klien mengalami bicara pelo, biasanya klien
kesulitan dalam berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang
melakukan aktivitas ataupun tidak sedang melakukan aktivitas.
Gejala yang muncul seperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya memiliki riwayat
hipertensi, riwayat DM, memiliki penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, riwayat kotrasepsi oral yang lama,
riwayat penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM,
dan adanya riwayat anggota keluarga yang menderita stroke
d. Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk
pengobatan secara komprehensif, sehingga memerlukan biaya
untuk pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang sangat
mahal dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
e. Pemeriksaan Pemeriksaan
1. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran merupakan parameter untama yang sangat
penting pada penderita stroke. Perludikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien
dengan stroke. Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas:
a) Metoda Tingkat Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar
sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
dirinya maupun terhap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang dinyatakan pemeriksa dengan
baik
2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan
acuh tak acuh terhadap lingkungannya
3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami
kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu
dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi srta
meronta-ronta
4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk
namun masih dapat sadar bila diransang, tetapi bila
rangsang berhenti akan tertidur kembali
5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang
dalam, namun masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan
baik.
6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak dapat
dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri
hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam,
memberikan respons terhadap pernyataan, tidak ada
gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
2. Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang
didapat dari penilaian GCS klien :
a) Nilai GCS Composmentis : 15 – 14
b) Nilai GCS Apatis : 13 – 12
c) Nilai GCS Derilium : 11 – 10
d) Nilai GCS Somnolen :9–7
e) Nilai GCS Semi Coma :4
f) Nilai GCS Coma :3
3. Skala Koma Glasgow
Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu untuk
mengumpulkan data sangat terbatas, Skala koma Glasgow dapat
memberikan jalan pintas yang sangat berguna.
Tabel 2.1 Skala Koma Glasgow
Respon Membuka Mata Nilai
Spontan Terhadap bicara 4
Terhadap nyeri Tidak ada respon 3
2
1

Respon Verbal Nilai


Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah Menunjuk tempat 6
ransangan Menghindar dari stimulus 5
Fleksi abnormal (dekortikasi) 4
Ekstensi abnormal (deserebrasi) Tidak 3
ada respon 2
1

4. Gerakan, Kekuatan dan Koordinasi


Tanda dari terjadinya gangguan neurologis yaitu terjadinya
kelemahan otot yang menjadi tanda penting dalam stroke.
Pemeriksaan kekuatan otot dapt dilakukan oleh perawat dengan
menilai ektremitas dengan memberika tahanan bagi otot dan
juga perawat bisa menggunakan gaya gravitasi.
5. Skala peringkat untuk kekuatan otot

Tabel 2.2
Skala peringkat untuk kekuatan otot

0 Tidak tampak ada kontraksi otot


1 Adanya tanda-tanda dari kontraksi
Dapat bergerak tapi tak mampu menahan gaya
2
Gravitasi
Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak
3
dapat melawan tahanan otot pemeriksa
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari
4
otot pemeriksa
5 Kekuatan dan regangan yang normal

6. Reflek
Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi melalui
stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak
dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Respon abnormal(babinski)
adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke atas ibu jari dengan
atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain.
7. Perubahan Pupil
Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang
jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari
salah satu tangannya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan
cahaya yang terang ke dalam salah satu mata dan perhatikan
adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung).
Perhatikan bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi
(respon konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat
normal pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin
menjadi indikasi adanya disfungsi neural.
8. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan intra cranial
meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan
tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan
pernapasan tidak teratur.
9. Saraf Kranial
I. Olfaktorius : saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk
indera penghidu. Mata pasien terpejam dan letakkan
bahan-bahan aromatic dekat hidung untuk diidentifikasi.
II. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh
pasien membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata
sebelum pasien sakit harus diperhatikan.
III. Okulomotoris : Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV. Troklear : Menggerakkan beberapa otot mata
V. Trigeminal : Saraf trigeminal mempunyai 3 bagian:
optalmikus, maksilaris, dan madibularis. Bagian sensori
dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan kornea.
Bagian motorik mengontrol otot mengunyah. Saraf ini
secara parsial dinilai dengan menilai reflak kornea; jika itu
baik pasien akan berkedip ketika kornea diusap kapas
secara halus. Kemampuan untuk mengunyah dan
mengatup rahang harus diamati.
VI. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan
karena ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini
dinilai dengan menyuruh pasien untuk mengikuti gerakan
jari pemeriksa ke segala arah.

VII. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan


pengecapan pada dua pertiga anterior lidah. Bagian
motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah.
Tipe yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah
bell’s palsi.
VIII. Akustikus : Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang
koklearis dan vestibular, yang secara berurutan
mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf
koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan udara.
Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin
namun perawat harus waspada, terhadap keluhan pusing
atau vertigo dari pasien.
IX. Glosofaringeal : Sensori: Menerima rangsang dari bagian
posterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa.
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X. Vagus : Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama.
Saraf Glosofaringeus mempersarafi serabut sensori pada
sepertiga lidah bagian posterior juga uvula dan langit-
langit lunak.Saraf vagus mempersarafi laring, faring dan
langit-langit lunak serta memperlihatkan respon otonom
pada jantung, lambung, paru- paru dan usus halus. Ketidak
mampuan untuk batuk yang kuat, kesulitan menelan dan
suara serak dapat merupakan pertanda adanya kerusakan
saraf ini.

XI. Asesoris spinal : Saraf ini mengontrol otot-otot


sternokliedomostoid dan otot trapesius. Pemeriksa
menilai saraf ini dengan menyuruh pasien mengangkat
bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain
terhadap tahanan, bisa juga di bagian kaki dan tangan.
XII. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini
dinilai dengan menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai
adanya deviasi garis tengah, tremor dan atropi. Jika ada
deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan
mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dirumuskan sesuai dengan acuan
SDKI tahun 2016 adalah :
1. SDKI (D.0054 halaman 124) : Gangguan mobilitas fisik
2. SDKI (D.0019 halaman 56) : Defisit Nutrisi
3. SDKI (D.0077 halaman 172) : Nyeri Akut
4. SDKI (D.0119 halaman 264) : Gangguan komunikasi verbal
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
Keperawatan hasil(SLKI) Keperawatan (SIKI)
1. Gangguan Setelah dilakukan Observasi:
mobilitas fisik Tindakan asuhan 1. Identifikasi adanya
b/d gangguan keperawatan 3x24 nyeri atau keluhan
neuromuskuler jam diharapkan fisik lainnya
dan kelemahan mobilitas fisik tidak 2. Identifikasi toleransi
anggota gerak terganggu dengan fisik melakukan
Mobilitas kriteria hasil : pergerakan
Fisik(L. 05042, a. Pergerakan 3. Monitor frekuensi
halaman 65) ekstremitas jantung dan tekanan
meningkat darah sebelum
b. Kekuatan otot memulai mobilisasi
meningkat 4. Monitor kondisi
c. Rentang umum selama
gerak( ROM) melakukan
meningkat mobilisasi
d. Kelemahan fisik Terapeutik:
menurun 1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu( mis;
duduk diatas tempat
tidur
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis:
duduk diatas tempat
tidur).

2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi:


b/d ketidak Tindakan asuhan 1. Identifikasi status
mampuan keperawatan 3x24 nutrisi
menelan jam diharapkan 2. Identifikasi alergi dan
makanan mobilitas fisik tidak toleransi makanan
terganggu dengan 3. Identifikasi makanan
kriteria hasil : yang disukai
Jam diharapkan
4. Identifikasi
mobilitas fisik tidak
kebutuhan kalori dan
terganggu
jenis nutrisi
Kriteria Hasil:
5. Monitor asupan
a. Porsi makanan
makanan
yang dihabiskan
meningkat 6. Monitor berat badan
b. Kekuatan otot Terapeutik:
mengunyah 1. Lakukan oral hygiene
meningkat 2. Berikan makanan
c. Kekuatan otot tinggi serat untuk
menelan mencegah konstipasi
meningkat 3. Berikan makanan
d. Berat badan tinggi kalori dan
membaik tinggi protein
e. Frekuensi makan 4. Berikan suplemen
membaik makanan Hentikan
f. Nafsu mkan pemberian makanan
membaik melalui selang
g. Membran nasogastrik jika
mukosa membaik asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi:
1. Anjurkan posisi
duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan( mis:
peredanyeri,
antiemetik)
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi.
2 Nyeriakut Tingkat Nyeri (L. Manajemen Nyeri (I.
(D.0077 08066, halaman 08238, halaman 201)
halaman 172) 145) Setelah Observasi :
dilakukan 1. Identifikas, lokasi,
tindakan karakteristik, durasi,
keperawatan frekuensi, kualitas,
selama 4x30 menit itensitas nyeri
diharapkan tingkat 2. Identifikasi skala
nyeri menurun, nyeri
dengan kriteria hasil 3. Identifikasi respon
: nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Indentifikasi faktor
menurun yang memperberat
2. Meringis dan memperingan
menurun nyeri
3. Gelisah menurun 5. Identifikasi
4. Kesulitan tidur pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang
5. Ketegangan otot nyeri
menurun 6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri ( mis.
TENS, hipnosis,
akupesur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/ dingin )
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat nyeri (
mis. Suhu rungan ,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemiliham
strategi meredakan
nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strateg
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik,jika perlu
4. Gangguan Setelahdilakukan Promosi Komunikasi:
komunikasi tindakan keperawatan Defisit Bicara
verbal selama 3x24 jam (I.13492)
diharapkan Observasi
kemampuan berbicara 1. Monitor kecepatan,
meningkat, dengan tekanan, kuantitias,
kriteria volume, dan diksi
hasil : bicara
1. Kemampuan 2. Monitor progress
berbicara kognitif, anatomis,
meningkat dan fisiologis yang
2. Kemampuan berkaitan dengan
mendengar bicara (mis: memori,
meningkat pendengaran, dan
3. Kontak mata Bahasa)
meningkat 3. Monitor frustasi,
4. Pelo menurun marah, depresi, atau
5. Gagap menurun hal lain yang
6. Pemahaman mengganggu bicara
komunikasi 4. Identifikasi perilaku
membaik emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode
komunikasi
alternatif (mis:
menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan
komputer)
2. Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis:
berdiri di depan
pasien, dengarkan
dengan seksama,
tunjukkan satu
gagasan atau
pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan
perlahan sambal
menghindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis,
atau meminta
bantuan keluarga
untuk memahami
ucapan pasien)
3. Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bantuan
4. Ulangi apa yang
disampaikan pasien
5. Berikan dukungan
psikologis
6. Gunakan juru
bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara
perlahan
2. Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli
patologi
bicara atau terapis

D. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan
antara lain:
a. kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.

b. Kemampuan menilai data baru

c. Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana


tindakan
d. Penyusaian selama berinteraksi dengan klien

e. Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi


pelaksanaan
f. Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta
efektivitas tindakan.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan yang meliputi perbandingan yang sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi yang dilakukan pada
asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assessment, planning). Tekhnik Pelaksanaan
SOAP :
a S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diberikan.
b (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah
tindakan dilakukan.
c A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective
dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak
teratasi.
d P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Fuji. P. (2017). Efektifitas Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat


Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke di IGD
Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. Universitas Muhammadiyah.
Jakarta
Hasan, dkk. (2018). Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
Dengan Penurunan Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah
Diberikan Posisi Kepala Elevasi 30 Derajat. Poltekkes Kemenkes
Pangkal Pinang
Hermawati. (2017). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
Stroke Dengan Intervensi Pemberian Posisi Elevasi Kepala Untuk
Meningkatkan Nilai Saturasi Oksigen Di Ruang Unit Stroke RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2017. Stikes
Muhammadiyah Samarinda : (https://dspace.umtk.ac.id) diakses
pada 4 Oktober 2018.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor :
1778/Menkes/SK/XII/2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU di RS Jakarta.
Rosjid, C. H., & Nurhidayat, S. (2014). Buku Ajar Peningkatan Intrakranial
& Gangguan Peredaran Darah Otak. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Soeharto, I. (2015). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya Dengan
Lemak dan Kolestrol. jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sumirah, dkk. 2019. Pengaruh Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Saturasi
Oksigen dan Kualitas Tidur Pasien Stroke. Poltekkes Kemenkes
Malang : http://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP di akses
pada 2 Desember 2019.
World Health Organization. (2016). Noncommunicable Disease Country
Profil Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai