Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :
KELOMPOK 1
LUHDE NOVITARIANI (203213205)
NI KADEK DEVI ARIYANTI (203213218)
KOMANG IRA YUNITA APSARI (203213224)
NI MADE ARISKA (203213209)
NI MADE RATNIAWATI (203213207)
I PUTU GEDE SANJAYA (203213213)
I KADEK NANDA WAHYU (203213228)

PROGRAM STUDY KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2021
KATA PENGANTAR

Puja dan juga puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan semua nikmatnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul “Laporan Pendahuluan dan Askep PPOK” ini dengan tepat waktu tanpa adanya kendala
yang berarti. Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas”Laporan
Pendahuluan dan Askep PPOK”.

Keberhasilan penyusunan makalah ini tentunya bukan atas usaha kami saja namun ada
banyak pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan untuk suksesnya penulisan
makalah ini. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan baik secara moril ataupun material sehingga makalah ini
berhasil disusun.

Makalah ini tentu tidak luput dari kekurangan. Selalu ada celah untuk perbaikan.
Sehingga, kritik, saran serta masukan dari pembaca sangat kami harapkan dan kami sangat
terbuka untuk itu supaya makalah ini semakin sempurna dan lengkap.

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2.1 Pengertian PPOK.....................................................................................................
2.2 Anatomi dan Fisiologi.............................................................................................
2.3 Etiologi....................................................................................................................
2.4 Patofisiologi.............................................................................................................
2.5 Pathway...................................................................................................................
2.6 Komplikasi...............................................................................................................
2.7 Manifestasi Klinis....................................................................................................
2.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................
2.9 Penatalaksanaan.......................................................................................................
2.10 Pengkajian……………………………………………………………………….
2.11 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………………
2.12 Intervensi Keperawatan………………………………………………………….
2.13 Implementasi …………………………………………………………………….
2.14 Evaluasi…………………………………………………………………………..
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
3.1 Kesimpulan............................................................................................................
3.1 Saran.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh
emfisema dan bronkitis kronis. Masalah utama yang menyebabkan terhambatnya arus udara
tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan (Bronkitis kronik) maupun pada parenkim paru
(Emfisema). Kedua penyakit dapat dimasukkan ke dalam kelompok PPOK jika keparahan
penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif (Darmanto, 2009).
Menurut WHO yang dituangkan dalam Panduan Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus – menerus yang
biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi kronis pada saluran nafas dan
paru-paru terhadap partikel atau gas yang beracun. World Health Organization (WHO)
melaporkan terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang
menderita PPOK derajat sedang hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab
utama kematian kelima didunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama ketiga kematian di
seluruh dunia tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005,
yang setara dengan 5% dari semua kematian secara global (WHO,2015).
Adapun faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan
merokok yang masih tinggi baik perokok aktif, pasif maupun bekas perokok, polusi udara
terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan. Terjadi pada lansia, riwayat
infeksi saluran napas bawah berulang (seperti bronkitis, TB). Sedangkan gejala yang
ditimbulkan pada pasien PPOK berupa sesak nafas, batuk disertai dengan sputum, aktifitas
yang terbatas, penurunan berat badan. Pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
ini peranan fisioterapi yaitu mengurangi bahkan mengatasi gangguan terutama yang
berhubungan dengan gerak dan fungsi diantaranya mengurangi sesak nafas, membantu
pengeluarkan sputum, meningkatkan ekspansi thorak dan meningkatkan kualitas hidup.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, fisioterapi menggunakan modalitas Chest
Physiotherapy meliputi nebulizer, kombinasi diafragma breathing exercise dan pursed lip
breathing untuk mengurangi sesak nafas, coughing exercise untuk membantu pengeluarkan
sputum, dan mobilisasi sangkar thorak untuk meningkatkan ekspansi thorak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana laporan pendahuluan pada PPOK??
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada penyakit PPOK?

iii
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian penyakit PPOK
2. Mengetahui anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, pathway, dan penatalaksanaan
dari penyakit PPOK
3. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK

iv
v
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah nama yang diberikan untuk gangguan
ketika dua penyakit paru terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema.
Asma kronis yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
Selain itu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru
yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru,
yang termasuk dalam kelompok ini adalah: bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang
menahun, bronkiektasis. Arita Murwani (2019)

2.2 Anatomi dan Fisiologi


a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium,
ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal
dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

1
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di
belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.
Bronkus 11 bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).
Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru atau gelembung hawa atau alveoli. Bronkus pulmonaris, trakea terbelah menjadi dua
bronkus utama: bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam
perjalanannya menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan
beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan
yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang
rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang
rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus
terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini
membran pelapisnya mulai berubah sifatnya: lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel
epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam
dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu. kantong udara atau alveoli itu terdiri atas
satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan
dengan udara suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas
pun terjadi.

2
f. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga
dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-
paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit
muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk
diatas landae rongga thoraks, diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar
yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi
belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutup sebagian sisi
depan jantung. Paru- paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas
lobula. Jaringan paruparu elastis, berpori, dan seperti spons.

2.3 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru
Obstruksi Kronis menurut Brashers (2007) adalah:
a Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara
cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru
dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
b Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok.
c Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang
diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.
d Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan rendahnya
tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK
saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin
berperan dalam terjadinya PPOK.
e Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.

3
2.4 Patofisiologi
PPOK di tandai dengan obstruksi progresif lambat pada jalan nafas. Penyakit ini
merupakan salah satu eksaserbasi periodic, sering kali berkaitan dengan infeksi pernapasan,
dengan peningkatan gejala dyspnea dan produksi sputum. Tidak seperti proses akut yang
memungkinkan jaringan paru pulih, jalan napas dan parenkim paru tidak kembali ke normal
setelah ekserbasi; Bahkan, penyakit ini menunjukkan perubahan destruktif yang progresif
(LeMone et al., 2016). Meskipun salah satu atau lainya dapat menonjol PPOK biasanya
mencakup komponen bronchitis kronik dan emfisema, dua proses yang jauh berbeda. Penyakit
jalan napas kecil, penyempitan bronkiola kecil, juga merupakan bagian kompleks PPOK.
Melalui mekanisme yang berbeda, proses ini menyebabkan jalan napas menyempit,
resistensi terhadap aliran udara untuk meningkat, dan ekpirasi menjadi lambat dan sulit (LeMone
et al., 2016) pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil.
Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan
elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
(Kamangar,2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi
jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksikteriol (Chojnowski, 2003).

4
2.5 Pathway

5
2.6 Komplikasi
Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah :
1. Bronkhitis akut
2. Pneumonia
3. Emboli pulmo
4. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Grece & Borley(2011),
Jackson (2014) dan Padila (2012).
a. Gagal napas akut atau Acute Respiratory Failure (ARF)
b. Corpulmonal
c. Pneumothoraks
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoe 2008) pasien dengan penyakit
paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu :
malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk dan
produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek sedang yang berkembang
menjadi nafas pendek akut.

Dipiro et.al (2008), menyebutkan bahwa penyebab terjadinya PPOK karena kerterbatasan
aliran udara. Terbatasnya aliran udara ini karena kelebihan sekresi mukus, terjadi kontraksi pada
otot bronkial di perifer sehingga terjadi penyempitan saluran udara.

Tanda dan gejala lainnya sebagai berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheezing
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada Barrel Chest pada penyakit lanjut
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan Paradoksal

6
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes fungsi paru-paru (spirometri) akan dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
spirometer. Fungsi paru-paru akan dinilai melalui volume hembusan napas pasien, yang
dikonversikan dalam sebuah grafik.
2. Tes darah, untuk memastikan apakah pasien menderita penyakit lain, seperti anemia dan
polisitemia, yang memiliki gejala serupa dengan PPOK.
3. Analisis gas darah arteri.
Tes ini untuk melihat kandungan oksigen dan karbondioksida dalam darah.
4. Foto Rontgen dada. Foto Rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi ganguan pada paru-
paru.
5.CT scan, yang dapat menunjukkan gambaran paru-paru secara lebih detail.
6.Elektrokardiogram
(EKG) dan ekokardiogram, guna memeriksa kondisi jantung.
7.Pengambilan sampel dahak

2.9 Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi
1) Berhenti Merokok
Menurut PDPI (2011) Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok adalah 5A :
a) Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b) Advise (Nasihati).
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
c) Assess (Nilai).
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari ke depan).
d) Assist (Bimbing).
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis,
merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e) Arrange (Atur).
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
2) Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi keletihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi

7
adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai: simptom
pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, kualitas hidup yang menurun.
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu: latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan (PDPI, 2011).

3) Terapi Oksigen. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-
organ lainnya (PDPI, 2011).

4) Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya


kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik
dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah (PDPI, 2011).

b) Farmakologis
1) Bronkodilator Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1
atau mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos pada jalan
napas. Bronkodilator dapat diberikan dengan metered-dose inhaler (MDI), dry powder
inhaler (DPI), dengan nebulizer, atau secara oral (LeMone et al., 2016).
Macam-macam bronkodilator:
a) β2 Agonist (short-acting dan long-acting)
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas dengan menstimulasi
reseptor β2 dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan antagonisme fungsional
terhadap bronkokontriksi. Angios β2 adalah obat simtimimetik yang bekerja pada
adrenoreseptor β2 pada otot polos saluran napas dan menyebabkan bronkodilasi. Obat
ini juga membantu pembersihan mukus dan memperbaiki kekuatan (endurance) otot
pernapasan (Black & Hawks, 2014).
b) Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitroprium dan tiopropium
bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada reseptor muskarinik.
2) Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan berperan
dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak direkomendasikan jika onat lain
tersedia.
3) Kortikosteroid
Inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki gejala, fungsi paru,

8
kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1 <60%
prediksi
4) Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan menghambat
pemecahan intraselular C-AMP. Tetapi, penggunaan obat ini 14 memiliki efek samping
seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut, diare, gangguan tidur dan sakit kepala
(Soeroto & Suryadinata, 2014).

c) Terapi farmakologis lain


1) Vaksin: vaksin pneumococcus direkomendasikan untuk pada pasien PPOK usia > 65
tahun
2) Alpha-1 Augmentation therapy: Terapi ini ditujukan bagi pasien usia muda dengan
defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini sangat mahal, dan tidak
tersedia di hampir semua negara dan tidak direkomendasikan untuk pasien PPOK yang
tidak ada hubungannya dengan defisiensi alpha-1 antitripsin.
3) Antibiotik: Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial yang mencetuskan
eksaserbasi.
4) Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan antioksidan: Ambroksol, erdostein,
carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein dapat mengurangi gejala
eksaserbasi.
5) Immunoregulators (immunostimulators, immunomodulator)
6) Antitusif: Golongan obat ini tidak direkomendasikan.
7) Vasodilator
8) Narkotik (morfin) (Soeroto & Suryadinata, 2014)

9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.10 A. Pengkajian
1. Identitas :
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Alamat pendidikan
e. Agama
f. Pekerjaan
g. Tanggal MRS
h. No registrasi, dll.

Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :


1) Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
a Keletihan, kelemahan, malaise.
b Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
d Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.

Tanda :
a Keletihan.
b Gelisah, insomnia.
c Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
2) Sirkulasi
Gejala :
a Pembengkakan pada ekstrimitas bawah

Tanda :
a Peningkatan tekanan darah.
b Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
c Distensi vena leher atau penyakit berat.
d Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
e Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)

10
f Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer.
g Pucat dapat menunjukkan anemia.

3) Integritas Ego
Gejala :
a Peningkatan faktor resiko.
b Perubahan pola hidup. Tanda
4) Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
Gejala :
a Mual atau muntah.
b Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
e menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
a Mual atau muntah.
b Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat bada menunjukkan
edema (bronchitis).
5) Hygiene
Gejala :
a Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehai-hari.
Tanda :
a Kebersihan buruk, bau badan.
6) Pernafasan
Gejala
a Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma),
rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
b Lapar udara kronis.
c Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama
minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau,
putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
d Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif (emfisema).
e Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan dalam
jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu
batubara, rami katun, serbuk gergaji.

11
f Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
g Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerun
7) Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus
Tanda :
a Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema).
b Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan eksasebrasi
akut (bronchitis kronis).
c Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklavikula, melebarkan hidung.
d Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel chest),
gerakan diafragma minimal.
e Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar,
lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru
pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak
adanya bunyi nafas (asma).
f Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan
emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
g Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
h Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan,
warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran
gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
i Tabuh pada jari-jari (emfisema).
8) Keamanan
Gejala :
a Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
b Adanya atau berulangnya infeksi.
c Kemerahan atau berkeringan (asma)
9) Seksual Gejala : Penurunan libido.
10) Interaksi Sosial
Gejala :
a Hubungan ketergantungan.
b Kurang sistem pendukung.
c Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.Penyakit lama
atau kemampuan membaik.

Tanda :
a Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
b Keterbatasan mobilitas fisik.

12
c Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

11) Penyuluhan atau pembelajan


Gejala :
a. Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan
b. Kesulitan menghentikan merokok.
c. Penggunaan alkohol secara teratur.
d. Kegagalan untuk membaik.

2.11 B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Nanda, 2015 antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen ke tubuh.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses penyakit

2.12 C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 1. Ketidak seimbangan Fluid balance Fluid management
cairan dan elektrolit Hydration 1. Timbang
berhubungan dengan Nutritional Status : Food and popok/pembalut jika
output yang berlebih Fluid diperlukan.
intake kurang. Intake 2. Pertahankan catatan
Kriteria Hasil : intake dan
• Mempertahankan urine output yang akurat.
output sesuai dengan usia dan 3. Monitor status hidrasi
BB, BJ urine normal, HT (kelembaban membran
normal. mukosa,
• Tekanan darah, nadi, suhu nadi adekuat, tekanan
tubuh dalam batas. darah
• Tidak ada tanda tanda ortostatik ), jika
dehidrasi. diperlukan.
• Elastisitas turgor kulit baik, 4. Monitor vital sign.
membran mukosa lembab, 5. Monitor masukan
tidak ada rasa haus yang makanan/cairan
berlebihan. dan hitung intake kalori
harian.

13
6. Kolaborasikan
pemberian cairan
IV.
7. Monitor status nutrisi.
8. Berikan cairan IV pada
suhu
ruangan.
9. Dorong masukan oral.
10. Berikan penggantian
nesogatrik
sesuai output.
11. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan.
12. Tawarkan snack (jus
buah, buah
segar).
13. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan berlebih
muncul
memburuk.
14. Atur kemungkinan
tranfusi.
15. Persiapan untuk
tranfusi.

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


2 Bersihan jalan nafas Respiratory status 1. Pastikan kebutuhan oral /
tidak efektif Kriteria Hasil : tracheal
berhubungan dengan • Mendemontrasikan batuk suctioning.
penumpukan secret efektif dan suara nafas 2. Auskultasi suara nafas
bersih,tidak ada sianosis sebelum
dan dan sesudah suctioning.
dyspneu (mampu 3. Informasikan pada klien dan
mengeluarkan sputum, keluarga tentang suctioning.
mampu bernafas dengan 4. Minta klien nafas dalam
mudah, tidak ada pursed sebelum
lips). suction dilakukan.
• Menunjukan jalan nafas 5. Berikan O2 dengan
yang paten (klien tidak menggunakan
merasa nasal untuk memfasilitasi
tercekik, irama nafas, suksion

14
frekuensi pernafasan dalam nasotrakeal.
rentang normal, tidak ada 6. Gunakan alat yang steril
suara nafas abnormal). setiap
melakukan tindakan.
7. Monitor status oksigen
pasien.
8. Hentikan suksion dan
berikan
oksigen apabila pasien
menunjukan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
9. Buka jalan nafas, gunakan
teknik
chin lift atau jaw thurst bila
perlu.
10. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi.

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


3 Intoleransi aktifitas Energy consevation 1. Kolaborasikan dengan
b.d ketidakseimbangan Airway tolerance tenaga
suplai oksigen ke tubuh Kriteria Hasil : rehabilitas medic dalam
• Berpatisipasi dalam merencanakan program terapi
aktifitas fisik tanpa disertai yang tepat.
peningkatan tekanan darah, 2. Bantu klien untuk
nadi dan RR. mengindentifikasi aktivitas
• Mampu melakukan yang
aktifitas sehari (ADLs) mampu dilakukan.
secara mandiri. 3. Bantu untuk memilih
• Tanda tanda vital normal. aktivitas
• Energy psikomotor. konsisten yang sesuai dengan
• Level kelemahan. kemampuan fisik, psikologi
• Mampu berpindah : dan
dengan atau tanpa bantuan soclai.
alat. 4. Bantu untuk
• Status kardiopulmunari mengindentifikasi
adekuat. dan mendapatkan sumber yang
• Sirkulasi status baik. diperlukan untuk aktivitas
• Status respirasi: yang
pertukaran diinginkan.
gas dan ventilasi adekuat. 5. Bantu untuk mendapatkan
dalam alat
beraktivitas. bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek.

15
6. Bantu untuk
mengidentifikasikan
aktivitas yang sesuai.
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang.
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
9. Sediakan penguatan positif
bagi
yang aktif beraktivitas.
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan.
11. Monitor respon fisik,
emosi,
social dan spiritual.
12. Kolaborasikan dengan
tenaga
rehabilitas medic dalam
merencanakan program terapi
yang tepat.
13. Bantu klien untuk
mengindentifikasi aktivitas
yang
mampu dilakukan.
14. Bantu untuk memilih
aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi.

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


4 Defisit perawatan Kriteria Hasil : 1. Monitor kebutuhan klien
diri b.d kelemahan • Klien terbebas dari bau untuk
Self care : Activity of badan. alat-alat bantu untuk
Daily Living • Menyatakan kenyamanan kebersihan
(ADLs) terhadap kemampuan diri, berpakaian, berhias,
untuk melakukan ADLs. toileting
• Dapat melakukan ADLS dan makan.
dengan bantuan. 2. Sediakan bantuan sampai
aktivitas sehari-hari yang klien
normal mampu secara utuh untuk
sesuai kemampuan yang melakukan self-care.
dimiliki. 3. Dorong klien untuk
melakukan

16
4. Dorong untuk melakukan
secara
mandiri, tapi beri bantuan
ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
5. Ajarkan klien/ keluarga
untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
6. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari
sesuai kemampuan.
7. Pertimbangkan usia klien
jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari.

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


5 Ketidak seimbangan Nutritional status : food 1. Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi kurang dari and fluidintake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh b.d Nutritional status : nutrient untuk
faktor biologis intake menentukan jumlah kalori dan
Weight kontrol nutrisi yang di butuhkan
Kriteria Hasil : pasien.
Nutrition management 3. Anjurkan pasien untuk
• Adanya peningkatan berat meningkatkan intake.
badan sesuai dengan 4. Yakinkan diet yang dimakan
tujuan. mengandung tinggi serat untuk
• Berat badan ideal dengan mencegah konstipasi.
tinggi badan. 5. Berikan makanan yang
• Mampu mengidentifikasi terpilih
kebutuhan nutrisi. 6. Ajarkan pasien bagaiamna
• Tidak ada tanda-tanda membuat catatan makanan
malnutrisi. harian.
• Menunjukan peningkatan badan yang berarti.
fungsi pengecapan dari 7. Monitor jumlah nutrisi dan
menelan. kandungan kalori.
• Tidak terjadi penurunan 8. Berikan informasi tentang

17
berat kebutuhan nutrisi.
badan yang berarti 9. Kaji kemampuan pasien
(sudah di konsultasikan untuk
dengan mendapatkan nutrisi yang
ahli gizi). dibutuhkan

2.13 D. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi penguimpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang (Rohmah &
Walid, 2012).
2.14 E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid, 2012).

18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:

Saran :

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai