Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)

DISUSUN OLEH :

 Suhendra (PO7220118 1479)


 Sunarti Simanjuntak (PO7220118 1480)
 Syarifah Erina Riska (PO7220118 1481)
 Tsania Aghniza (PO7220118 1482)

Dosen Pengajar : Dewi Puspa Rianda, SST., MPH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
T.A 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt, karena berkat rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “COPD (Chronic Obstructive
Pulmonary Disease)”.Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
KMB(Keperawatan Medikal Bedah).
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi seluruh masyarakat khususnya
mahasiswa poltekkes kemenkes tanjungpinang untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Tanjungpinang, 12 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar.................................................................................................. i

Daftar isi........................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar belakang.................................................................................... 4


1.2 Rumusan masalah............................................................................... 5
1.3 Tujuan penulisan................................................................................. 5

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi............................................................................................... 6
2.2 Anatomi Fisiologi............................................................................... 7
2.3 Etiologi............................................................................................... 10
2.4 Patofisiologi........................................................................................ 18
2.5 Patway COPD..................................................................................... 20
2.6 Pengkajian.......................................................................................... 22
2.7 Diagnosa............................................................................................. 23
2.8 Intervensi............................................................................................ 24
2.9 Hasil Evaluasi..................................................................................... 32

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan......................................................................................... 33
3.2 Saran................................................................................................... 33

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta
benda, ekosistem maupun iklim. Umumnya gangguan kesehatan sebagai akibat
pencemaran udara terjadi pada saluran pernapasan dan organ penglihatan. Salah
satu dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis dan emphysema.
Saluran pernapasan merupakan jalur pernapasan yang paling penting pada
lingkungan industri. Berbagai jenis zat dapat terbawa dalam udara lingkungan
kerja. Efek paparan zat melalui saluran pernapasan sangat beragam, tergantung
pada konsentrasi dan lamanya pemaparan serta status kesehatan orang yang
terpapar (Mulia,2005 dalam Saminan 2014)
Banyak partikel kotoran dalam udara inspirasi ditangkap oleh mukus yang
menutupi rongga nasal dan faring, maupun trakea dan percabangan bronkus. Pada
percabangan bronkus, partikel difagositosis dengan segera atau dikembalikan ke
arah glotis oleh silia epitel trakeobronkial (pergerakan mukosiliar). Silia bergetar
12-20 kali/detik dan mendorong lapisan tipis mukosa pada kecepatan sekitar 1
cm/menit. Mukus yang dihasilkan pada kecepatan sekitar 10-100 ml/hari
tergantung pada iritasi setempat (misalnya, asap) dan perangsangan vagal. Mukus
biasanya ditelan dan cairannya diabsrobsi pada traktus gastrointestinal (Handojo
Y, 1990 dalam Saminan 2014).
Obstruktif adalah penurunan kecepatan aliran ekspirasi (ekspiratory flow)
(Harrison’s, 2000 dalam Saminan 2014).
1.2. Rumusan Masalah
1. Definisi COPD ?
2. Anatomi dan Fisiologi ?
3. Etiologi COPD ?
4. Manisfestasi klinis COPD ?
5. Komplikasi COPD ?
6. penatalaksanaan COPD ?
7. Patifisiologi COPD ?
8. Patway COPD ?
9. Pengkajian COPD ?
10. Diagnosa keperawatan?
11. Intervensi COPD?
12. Evaluasi COPD?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Untuk memahami konsep keperawatan pada pasien COPD
2. Tujuan Khusus
2.1. mampu memahami pengkajian pasien COPD
2.2. Mampu menjelaskan diagnosa keperawatan COPD
2.3. mampu menyusun intervensi pasien COPD
2.4. mampu melaksanakan intervensi pasien COPD
2.5. mampu melaksanakan intervensi yang sudah disusun
2.6. mampu melakukan evaluasi

1.4. Manfaat Penulisan


Untuk memahami tentang COPD dan meningkatkan pengetaguan tentang
bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan COPD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyakit COPD/PPOK


2.1.1. Defenisi COPD
Penyakit paru obstruktif kronis(PPOK) adalah keadaan penyakit
yang ditandai keterbatasan aliran udara yang tidak reversible
sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan
berkaitan dengan respons inflamasi abnormal pada paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya atau defisiensi antitripsin yang
diturunkan. Istilah PPOK digunakan pada beberapa gabungan
penyakit, yang meliputi emfisema dan bronchitis kronis.
(Morten.patricia gonce., RN, PhD, ACNP, FAAN,dkk.2005)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversible. Hambatan udara ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun yang
berbahaya (GOLD, 2010 ;Robbins et al., 2010 dalam saminan 2014).
PPOK merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan
tanda pernapasan yaitu batuk kronik, berdahak, dyspnea dengan derajat
yang bervariasi, dan penurunan aliran udara ekspirasi yang signifikan
dan progresif (Meyer et al.,2010 dalam saminan 2014).

Penyakit paru obstruksi kronis merupakan nama yang diberikan


untuk gangguan ketika dua penyakit paru terjadi pada waktu
bersamaan: bronchitis kronis dan emfisema. Asma kronis yang
dikombinasikan dengan emfisema atau bronchitis juga dapat
menyebabkan ppok. PPOK adalah suatu kondisi yang ditandai dengan
obstruksi jalan napas yang membatasi aliran udara, menghambat
ventilasi. bronchitis terjadi ketika bronkus mengalami invlamasi dan
iritasi kronis. pembengkakan dan produksi lender yang kental
menghasilkan obstruksi jalan napas besar dan kecil. emfisema
menyebabkan paru kehilangan elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak
lentur dengan memerangkap udara dan menyebabkan distensi kronis
pada alveoli. Destruksi jaringan alveolar mengurangi area permukaan
untuk pertukaran gas. hal ini menyebabkan ketidaksesuaian antara
ventilasi-perfusi dan gangguan pertukaran gas. Kehilangan serat elastis
mengurangi aliran udara ekspirasi sehingga menyebabkan
terperangkapnya udara, restensi karbondioksida, dan kolabs jalan
napas. (Hurst.marlene., RN, MSN, FNP-R, CCRN-R 2015).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

Tujuan utama respirasi adalah untuk menyediakan oksigen bagi


sel-sel tubuh membawa karbondioksida darinya. Agar respirasi dapat
berlangsung harus ada suaru jalan untuk membawa oksigen (O 2) ke
tubuh dan system sirkulasi yang mengantarkan pada sel-sel tubuh serta
mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari sel-sel tersebut. Transfer O2
berlangsung melalui saluran pernafasan atas dan bawah. Saluran
pernafasan atas terdiri dari hidung dan nasofaring, mulut dan orofaring
serta laring. Saluran pernafasan bawah dibentuk oleh trakea, saluran
utama bronkus, bronkiolus, dan ductus alveolaris, yang kemudian
berakhir di alveoli. Saluran pernafasan dalam melakukan fungsinya
sebagai saluran udara, memiliki 3 fungsi : menyaring, menghangatkan,
dan melembabkan udara. Udara yang dihirup melalui suatu saluran
pernafasan yang utuh dibersihkan dari semua partikel yang
berdiameter lebih dari 2cm sebelum mencapai alveoli. Pembersihan
terhadap partikel-partikel ini, seperti debu dan bakteri, memungkinkan
sterilisasi pada alveolus. Benda-benda asing disaring oleh beberapa
mekanisme. Sel-sel goblet pada lapisan epitel saluran pernapasan yang
menghasilkan sejumlah substansi mukopoli sakarida yang tebal, yakni
mucus, yang menyelimuti saluran pernapasan dan menjaring partikel-
partikel ini. Silia, yang ditemukan sepanjang percabangan saluran
pernapasan seperti bronki, akan mendorong mucus dan benda-benda
asing menuju faring yang kemudian akan dikeluarkan dengan batuk
atau bersin. Fungsi menghangatkan dan melembabkan dimungkinkan
oleh adanya suplai darah yang kaya pada lapisan submukosa saluran
pernapasan. selama inspirasi, udara dipanaskan sesuai dengan suhu
tubuh, dan lebih dari 1000ml air digunakan perhari untuk
meningkatkan kelembaban udara yang dihirup sampai paling tidak
80%. pada saat ekspirasi sebagian air ini direabsorbsi, dan disimpan
sebagai cadangan cairan, rata-rata sebanyak 100ml air perhari hilang
dalam respirasi yang normal. unit dasar untuk pertukaran gas pada
system respirasi adalah alveolus. alveoli, yang jumlahnya lebih dari
300 juta pada paru-paru seorang dewasa yang sehat, merupakan
kantong-kantong kecil yang berasal dari duktus alveolaris. Duktus
alveolaris terdiri dari otot polos yang mampu melebar dan
berkontraksi, alveoli sendiri terdiri dari selapis epitel skuamosa dan
suatu membran yang basalis yang elastis. kedua lapisan ini, bersama
lapisan endotelia dan membrane basalis kapiler yang berdekatan,
membentuk membran alveolal-kapiler atau intervace. Pertukaran gas
terjadi melewati membrane yang tebalnya kurang dari 1 cm ini .paru-
paru sendiri terdiri atas beberapa lobus, paru-paru kanan terdiri dari 3
lobus: atas, tengah, dan bawah. Paru-paru kiri memiliki 2 lobus: atas
dan bawah. Udara dialirkan ke setiap lobus melalui bronkus lobaris
yang merupakan cabang dari bronkus utama . perbedaan penting antara
paru-paru kanan dan kiri adalah dalam hal ukuran saluran udaranya.
Bronkus dari trakea sehingga lebih sering menjadi tempat masuknya
bahan-bahan yang teraspirasi. bronkus kiri lebih sempit dan berjalan
dengan membentuk sudut dari trakea yang lebih tajam, menjadikan
saat penghisapan secret dari paru-paru kiri lebih sulit. Paru-paru
terletak disebelah dalam dan dilindungi oleh rongga toraks. kerangka
tulang ini terdiri dari sternum dan kosta dianterior, dan kosta, scapula,
serta kolomna vertebralis diposterior . pada permukaan anterior apeks
paru-paru terletak tepat diatas klavikula dan meluas ke posterior
sampai ke kosta kesebelas atau keduabelas. Rongga toraks dilapisi
pleura. pleura adalah suatu membrane serosa yang luas, satu
permukaannya melapisi bagian dalam rangka kosta(pleura parietalis)
sedangkan permukaan pleura lainnya (pleura viscelaris) membungkus
paru-paru. Ruang diantara kedua permukaan itu dikenal sebagai ‘ruang
potensial’. Ruang ini biasanya mengandung beberapa millimeter cairan
serosa yang mencegah pergesekan pada saat kedua permukaan tersebut
saling bertemu. Ada tiga macam proses yang terjadi selama
respirasi,yakni ventilasi, perfusi dan difusi.ventilasi meliputi
pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo
bronkial,sehingga oksigen sampai ada alveoli dan karbondioksida.
Perfusi adalah istilah untuk aliran darah pada kapiler paru-paru.
Ketakutan dan penyuntikan adrenalin akan meningkatkan perfusi,
sedangkan reflex vegal atau asetilkholin akan menurunkannya. Selama
difusi terdapat pergerakan gas(O2 dan CO2) melintasi membran
alveolar-kapiler yang alirannya dimulai dari daerah dengan konsentrasi
yang besar ke daerah dengan konsentrasi lebih kecil, menimbulkan
keseimbangan alveokapiler. (long.,Barbara c :1996).
.1.3. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas
kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan
berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit
tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu
enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan
peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena
empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.

2.1.1.4. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008)
pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah perkembangan
gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu : malfungsi kronis
pada system pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan
batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari.
Napas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
(Rahmadi,yasir.2015)
2.1.1.5. Komplikasi
1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang


dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia).


Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi,
dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan


produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan
edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja
nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit


paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat


atau asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan


asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam
kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.

2.1.1.6. Penatalaksaan
Beberapa teknik penatalaksaan yang berbeda, yang berkisar dari
latihan olahraga, konseling nutrisi, dan penyuluhan , sampai terapi obat,
penggunaan oksigen, dan pembedahan, dapat efektif dalam terapi PPOK.
2.1.1.1. Terapi Non Farmakologi
Tujuan utama rehabilitasi paru adalah mengurangi gejala,memperbaiki
gejala kualitas hidup, dan meningkatkan partisipasi fisik dan emosional dalam
aktivitas sehari-hari. Panduan (GOLD 2001)untuk diagnosis, penatalaksaan
dan pencegahan ppok merekomendasi program rehabilitasi paru yang
komprehensif.
1. Aktivis olahraga
Program aktivis olahraga untuk ppok dapat terdiri atas sepeda
ergometri, latihan treatmil atau berjalan dengan diatur waktunya ,
frekuensinya dapat berkisar dari setiap hari sampai setiap minggu, drngan
durasi 10-45 menit per sesi, dan intesistas latihan dari 50% konsumsi oksigen
puncak sampai maksimum yang ditoleransi. Manfaat rehabilitasi paru pada
pasien ppok meliputi hal-hal berikut ini :
 memperbaiki kapasitas aktivitas fisik.
 mengurangi intensitas sesak nafas.
 memperbaiki kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan.
 mengurangi jumlah hospitalisi dan hari rawat di rumah sakit.
 mengurangi ansietas dan depresi yang berkaitan dengan PPOK.
 memperbaiki fungsi lengan dengan latihan kekuatan dan daya tahan
ekstremitas atas.
 manfaat yang melebihi periode latihan segera.
 memperbaiki harapan hidup.

2. Konseling nutrisi
Malnutrisi mengakibatkan penurunan otot pernapasan dan kelemahan otot
pernapasan lebih lanjut. Pengkajian nutrisi yang menyeluruh harus dilakukan
untuk mengidentifikasi strategi guna memaksimalkan status nutrisi pasien.
Tindakan preventif dapat mencakup pemberian makanan yang sedikit dan
sering untuk pasien yang mengalami sesak nafas ketika makan. memperbaiki
status nutrisi pasien ppok yang mengalami penurunan berat badan dapat
menyebabkan peningkatan kekuatan otot pernapasan.

3. Penyuluhan
Berhenti merokok adalah metode tunggal yang palinng efektif dalam
mengurangi resiko terjadinya ppok dan memperlambat kemajuan penyakit.
Pasien harus dianjurkan untuk memeriksa penggumuman public tentang
kualotas udara, dan bergantung kepada keparahan penyakit mereka, mereka
harus menghindari latihan yang keras diluar ruangan atau tinggal didalam
ruangan jika mungkin selama beberapa hari ketika kadar polusi tinggi.
2.1.1.1.6.2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk pasien ppok yang stabil terutama adalah
bronkodilator dan glukokortikosteroid.
1. Bronkodilator
Adalah bagian penting penatalaksaan gejala pada pasien ppok dan
diresepkan sesuai kebutuhan atau secara teratur untuk mencegah atau
mengurangi gejala. Bronkodilator memperbaiki pengosogan paru, mengurangi
hiperinflasi pada saat istirahat dan selama latihan, dan memperbaiki performa
latihan.
2.glukokortikoid
Terapi inhalasi glukokortikosteriod yang rutin untuk ppok hanya
sesuai pada pasien dengan penyakit simtomatik dan respon spirometrik yang
tercatat terhadap glukokortikosteroid , atau pada pasien dengan FEV, kurang
dari 50% diprediksi dan eksaserbasi berulang yang memerlukan terapi dengan
antibiotic.
3. Agens farmakologi lain
Beberapa obat lain dapat bermanfaat tetapi tidak direkomendasikan
secara universal. Antibiotic tidak boleh digunakan pada ppok kecuali untuk
terapi eksaserbasi infeksi dan infeksi bakteri lainnya. N-asetilsistein, suatu
anti oksidan, terbukti mengurangi frekuensi eksaserbasi ppok dan dapat
berperan untuk terapi pasien yang mengalami eksaserbasi
berulang.imunostimulator terbukti untuk mengurangi keparahan namun tidak
mengurangi frekuensi eksaserbasi PPOK.
2.1.1.1.6.3. Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah salah satu terapi non farmakologi utama untuk pasien
yang mengalami PPOK berat. Terapi oksigen dapat diberikan sebagai kontinu
jangka panjang, selama olahraga, dan untuk mengurangi dyspnea akut. Tujuan
rerapi oksigen jangka panjang adalah meningkatkan Pao2,dasar pada saat
istirahat sampai minimal 60mmHg setinggi permukaan air laut atau
menghasilkan satu rasi oksigen dalam darah arteri minimal 90%. Hal ini untuk
mempertahankan fungsi organ vital dengan memastikan distribusi oksigen
yang adekuat. Pemberian oksigen jangka panjang(lebih dari 15 jam perhari)
untuk pasien yang mengalami gagal napas kronis terbukti meningkatkan
harapan hidup. Akan tetapi, kewaspadaan harus dilakukan dalam pemberian
oksigen tambahan untuk kelompok pasien pilihan ini.
2.1.1.1.6.4. Terapi Pembedahan
1. Bedah reduksi volume paru

Bedah reduksi volume paru(lung volume reduction surgery,LVRS)


adalah prosedur pembedahan yakni bagian-bagian paru direseksi untuk
mengurangi hiperinflasi sehingga memperbaiki efesiensi mekanis otot
pernapasan, meningkatkan tekanan recoil elastis paru, dan pada akhirnya
memperbaiki kecepatan aliran ekspirasi. Saat ini, LVRS,atau pneumektomi,
dirancang untuk mengurangi dyspnea dan memperbaiki fungsi paru pada
pasien yang mengalami disabilitas berat dengan emfisema stadium 3 yang
menggunakan alternative medis. Untuk pasien yang menunggu transplantasi
paru akhir, LVRS merupakan cara untuk mendapatkan perbaikan simtomatik
segera. Secara khusus, LVRS mereseksi jaringan paru yang mengalami
emfisema berat sehingga terjadi perbaikan recoil elastis pada parenkim paru
yang tersisa, yang mengurangi hiperinflasi dan memperbaiki fungsi
diafragma.

2. Prosedur bedah lain


Pasien ppok berat(stadium 3)juga dapat mempertimbangkan bulektomi dan
tranplantasi paru. Bulektomi adalah prosedur pembedahan untuk emfisema
bula, yang efektif dalam mengurangi dispnea dan memperbaiki fungsi paru
secara keseluruhan. Pasien ppok yang sangat parah merupakan kandidat untuk
transplantasi paru. Transplantasi paru terbukti memperbaiki kualitas hidup dan
kapasitas fungsional.

2.1.1.1.6.6. Pencegahan

Vaksin influenza mengurangi penyakit serius dan kematian sekitar 50%


pada pasien ppok. Vaksin yang mengandung virus tidak aktif, hidup atau mati,
direkomendasi karena vaksin tersebut lebih pada pasien lansia yang
mengalami ppok. Vaksin diberikan satu kali(musim gugur)atau dua
kali(musim gugur dan musim dingin)setiap tahun. Saat ini tidak ada bukti
rekomendasi penggunaan umum vaksin neumokokus untuk ppok. Akan tetapi,
beberapa ahli merekomendasi pemberian vaksin pneumokokus satu kali setiap
tahun untuk pasien ppok dan bronkitis kronis dan selang saru tahun untuk
pasien yang tidak memiliki limfa atau pasien yang beresiko mengalami
penurunan kadar antibodi.

2.1.1.2.6.6. Pemeriksaan Diagnostik


1. Spirometri

Keterbatasan aliran udara ekspirasi adalah tanda diagnostic utama ppok.


Karena spirometri adalah pengukuran keterbatasan aliran udara yang paling
dapat diulang dan objektif, spirometri tetap menjadi standar utama untuk
mendiagnosis ppok dan memantau kemajuannya. Spirometri dilakukan pada
pasien yang mengalami batuk kronis dan produksi sputum walaupun tanpa
dispnea. Spirometri mengukur volume maksimal udara yang diekshalasi
secara kuat dari titik inspirasi maksimal(FVC)dan volume udara yang
diekshalasi selama detik pertama latihan ini(FEV)
2. Gas Darah Arteri

Pengukuran gas darah arteri harus dilakukan pada semua pasien dengan
FEV, kurang dari 40% yang diprediksi atau ketika tanda klinis gagal napas
atau gagal jantung kanan terjadi. gagal napas diindikasikan oleh tekanan
parsial oksigen arteri, 60mmHg dengan atau tanpa tekanan parsial
karbondioksida arteri 45mmHg jika udara pernapasan sejajar permukaan air
laut. beberapa tindakan kewaspadaan haryus dilakukan untuk memastikan
hasil yang akurat. Pertama, harus dicatat jika pasien saat ini mendapatkan
sumber oksigen dan sejumlah oksigen diberikan kepada pasien selama masa
sampel gas darah. Kedua, jika fraksi oksigen inspirasi berubah, periode 20
sampai 30 menit harus berlalu sebelum tekanan gas diperiksa kembali.

2.1.1.1.6.7. Intervensi keperawatan


Memperbaiki pertukatan gas. Bronkospasme, yang timbul pada banyak
penyakit paru, mengurangi diameter dan bronki yang kecil, mengakibatkan
statis sekresi dn infeksi. Bronkospasme dideteksi ketika terdengar mengi saat
diauskultasi dengan stetoskop. Peningkatan pembentukan mucus sejalan
dengan penurunan aksi mukosiliaris menunjang penurunan lebih lanjut
diameter bronki dan mengakibatkan penurunan aliran udara serta penurunan
pertukaran gas, yang diperburuk dengan kehilangan daya elastisitas paru.
Pembuangan sekresi bronkial. Tujuan utama dalam pengobatan COPD
adalah untuk menghilangkan kuantitas dan viskositas sputum untuk
memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas. Semua iritan paru harus
disingkirkan, terutama merokok, yang merupakan sumber persisten iritan
paru.
Mencegah infeksi bronkopulmonal. Infeksi bronkulpulmonal harus
dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan untuk
memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal.
Latihan bernafas dan training pernafasan. Latiah bernafas sebagian besar
individu dengan PPOK bernafas dengan dalam dari dada bagian atas dengan
cara yang cepat dan tidak efisien. Jenis bernafas dengan dada atas ini dapat
diubah menjadi bernafas diafragmatik dengan latihan. Training pernafasan
diafragmatik menguramgi frekuensi pernapasan, meningkatkan ventilasi
alveolar, dan kadang membantu mengeluarkan udara sebanyak mungkin
selama ekspirasi.

2.1.7. Patofisiologi

Seiring perkembangan COPD atau PPOK, perubahan patofisiologis


berikut biasanya terjadi secara berurutan : hipersekresi mucus, disfungsi silia,
keterbatasan aliran udara, hiperinflasi pulmonal, abnormalitas pertukaran gas,
hipertensi pulmonal, dan kor pulmonal. Jalan nafas perifer menjadi tempat
utama obstruksi pada pasien PPOK. Perubahan structural dinding jalan nafas
adalah penyebab terpenting peningkatan tahanan jalan nafas perifer.
Perubahan inflamasi seperti edema jalan nafas dan hipersekresi mucus juga
menyebabkan penyempitan jalan nafas perifer. Hipersekresi mucus
disebabkan oleh stimulasi pembesaran kelenjar yang menyekresi mucus dan
peningkatan jumlah sel goblet oleh mediator inflamasi seperti leukotrien,
proteinase, dan neuropeptide. Sel epitel yang bersilia mengalami metaplasia
skuamosa, yang menyebabkan gangguan pembersihan mukosilia, yang
biasanya merupakan abnormalitas fisiologis yang pertama kali terjadi pada
PPOK. Abnormalitas ini dapat terjadi selama beberapa tahun sebelum
abnormalitas lain terjadi. Keterbatasan aliran udara ekspirasi adalah temuan
penting pada PPOK. Ketika proses penyakit berkembang, volume ekspirasi
kuat dalam satu detik (forced expiratory volume in 1 second, FEVI) dan
kapasitas vital kuat (forced vital capacity, FVC) menurun; hal, ini
berhububgan dengan peningkatan ketebalan dinding jalan nafas, penurunan
kelekatan alveolar, dan penurunan recoil elastis paru. Sering kali, tanda
pertama terjadinya keterbatasan aliran udara adalah penurunan rasio
FEV/FVC. Menurut global initiative for chronic obstructive lung disease
(GOLD) 2001, adanya FEV pascabronkodilator kurang dari 80% dari nilai
prediksi yang dikombinasi dengan rasio FEV/FVC kurang dari 70%
menegaskan adanya keterbatasan aliran udara yang tidak reversible
sepenuhnya. Pada PPOK berat, udara terperangkap di paru selama ekspirasi
kuat, yang menyebabkan kapasitas residual fungsional (functional residual
capacity, FRC) tinggi secara abnormal. Peningkatan FRC menyebabkan
hiperinflasi pulmonal.

Pada PPOK lebih lanjut, obstruksi jalan nafas perifer, destruksi parenkim,
dan iregularitas vascular pulmonal mengurangi kapasitas paru untuk
pertukaran gas sehingga menyebabkan hipoksemia (oksigen darah rendah) dan
hiperkapnia (karbon dioksida darah tinggi). Ketidakseimbangan rasio
ventilasi-perfusi adalah kekuatan pendorong dibelakang hipoksemia pada
pasien PPOK, tanpa memperhatikan stadium penyakit. Hiperkapnia kronis
biasanya mengindikasikan disfungsi otot inspirasi dan hipoventilasi alveolar.
Ketika hiposekmia dan hiperkapnia berkembang lambat pada PPOK,
hipertensi pulmonal sering terjadi, yang menyebabkan hipertrofi ventrikel
kanan, lebih dikenal sebagai kor pulmonal. Gagal jantung kanan
menyebabkan statis vena lebih lanjut dan thrombosis yang dapat berpotensi
menyebabkan embolisme paru lebih lanjut mengganggu sirkulasi paru,.
Terakhir, PPOK berkaitan dengan inflamasi sistemik dan disfungsi otot
rangka yang dapat menyebabkan keterbatasan kapasitas aktivitas fisik dan
penurunan status kesehatan. (Morten.patricia gonce, RN, PhD, ACNP,
FAAN.dkk :2005)
2.1.1.8. Pengkajian

Riwayat

Riwayat medis yang rinci tentang pasien baru yang diketahui memiliki
atau dicurigai PPOK, harus mengkaji hal-hal ini :

 Pajanan terhadap factor resiko, seperti merokok , dan pajanan


okupalsional atau lingkungan.
 Riwayat penyakit dahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis atau polip
hidung, inpeksi pernapasan pada masa kanak-kanak, dan penyakit
pernapasan lainnya.
 Riwayat keluarga PPOK atau penyakit pernafasan kronis lainnya.
 Pola perkembangan gejala. COPD biasanya terjadi pada orang dewasa,
dan sebagaian besar pasien menyadari terjadinya peningkatan sesak
nafas, peningkatan frekuensi “pilek” musim dingin, dan beberapa
keterbatasan social selama beberapa tahun sebelum mencari pertolongan
medis.
 Riwayat eksaserbasi atau hospitalisasi sebelumnya untuk gangguan
pernapasan. Pasien mungkin menyadari perburukan gejala secara periodik
walaupun episode ini tidak diidentifikasi sebagai eksaserbasi akut PPOK.
 Komorbiditas seperti penyakit jantung dan reumatik, yang juga dapat
menyebabkan keterbatasan aktivitas.
 Ketepatan terapi medis saat ini,seperti penyekat beta yang biasanya
diresepkan untuk penyakit jantung. Penyekat beta biasanya di
kontadiksikan untuk PPOK.
 Dampak penyakit terhadap kehidupan pasien, termasuk keterbatasan
aktivitas, kehilangan pekerjaan dan konsekuensi ekonomi, efek pada
rutinitas keluarga, atau perasaan depresi atau ansietas.
 Dukungan social dan keluarga. Kemungkinan untuk mengurangi factor
resiko, terutama berhenti merokok.
2.1.1.9. Diagnosa Keperawatan
Penulis merumuskan beberapa diagnosa keperawatan antara lain :
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi
mukus berlebih .
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
kebutuhan dan suplai oksigen
c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan (terlalu
ramai) .
d) Pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara).
e) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dyspnea, kelemahan, efeksamping obat,
produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
f) Keletihan berhubungan dengan ansietas, depresi, kendala
lingkungan, peningkatan kelelahan fisik, malnutrisi, gaya hidup
tanpa stimulasi, tuntutan pekerjaan, fisik tidak bugar, kurang tidur,
stressor.
g) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas, posisi
tubuh yang menghambat ekspansi paru, keletihan, hiperventilasi,
obesitas, nyeri, keletihan otot pernafasan.
h) Ansietas berhubungan dengan kesedihan yang mendalam, gelisah,
distress, ketakutan, perasaan tidak adekuat, putus asa, samgat
khawatir, peka, gugup, senang berlebihan, menggerutukkan gigi,
menyesal, berfokus pada diri sendiri, ragu.
i) Nyeri akut yang berhubungan dengan agens cedera biologis, agens
kimiawi, agens cedera fisik.

.2.0. Intervensi Keperawatan

Intervensi
No Diagnosa keperawatan NANDA Hasil yang dicapai (NOC)
(NIC)
1 Ketidakefektifan bersihan Status pernafasan: patensi jalan Manajemen jalan nafas:
jalan nafas nafas Independen
Yang berhubungan dengan:  Mempertahankan kepatenan  Auskultasi jalan
 Produksi mukus berlebihan, jalan nafas dengan suara nafas nafas. Catat suara
sekresi tertahan, eksudat di bersih atau dibersihkan. nafas tambahan
dalam alveoli  Menunjukkan perilaku yang seperti mengi,
 Merokok/perokok aktif bertujuan untuk meningkatkan crackles, atau ronki
 Spasme jalan nafas, jalan bersihan jalan nafas.  Kaji dan pantau
nafas alergi frekuensi pernafasan.
Definisi : Catat rasio inspirasi
Ketidakmampuan membersihkan ke ekspirasi
sekresi atau obstruksi dari  Catat keberadaan dan
saluran nafas untuk derajad dyspnea, mis,
mempertahankan bersihan jalan laporan “lapar udara”,
nafas. gelisah ansientas,
hipoksia distress
napas, dan
penggunaan otot
aksesoris, gunakan
skala 0-10 atau
thoracic society’s
grade of
breathlessness scale
untuk menilai
kesulitan bernafas.
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan  Kaji kemampuan
Yang berhubungan dengan: asuhankeperawatan selama 3x24 jam pasien untuk
 Ketidakseimbangan diharapkan klien dapat melakukan aktivitass
kebutuhan meningkatkan  partisipasi dalam normal, catat
 suplai oksigen aktivitas dengan kriteria hasil kelemahan, keletihan.
Definisi: menunjukkan peningkatan toleransi  Awasi TD, nadi,
Ketidakcukupan energi untuk aktivitas. pernapasan.
melakukan aktivitas sehari-hari.  Berikan lingkugan
tenang.
 Ubah posisi pasien
dengan perlahan dan
pantau kondisi
pusing.
3 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan  Pantau keadaan umum
Yang berhubungan dengan: keperawatan selama 2 x 24 jam pasien dan TTV
 gangguan dengan cara tidur diharapkan pasien dapat istirahat  Kaji Pola Tidur.
pasangan tidur malam optimal dengan KH=  Kaji fungsi
 kendala lingkungan Melaporkan istirahat tidur malam pernapasan: bunyi
 kurang privasi yang optimal. Tidak menunjukan napas, kecepatan,
 pola tidur tidak perilaku gelisah. Wajah tidak pucat irama.
menyehatkan dan konjungtiva mata tidak anemis  Kaji faktor yang
Definisi: karena kurang tidur malam. menyebabkan
Gangguan kualitas dan Mempertahankan (atau membentuk) gangguan tidur (nyeri,
kuantitas waktu tidur akibat pola tidur yang memberikan energi takut, stress, ansietas,
faktor eksternal. yang cukup untuk menjalani imobilitas, gangguan
aktivitas sehari-hari. eliminasi seperti
sering berkemih,
gangguan
metabolisme,
gangguan transportasi,
lingkungan yang
asing, temperature,
aktivitas yang tidak
adekuat).
 Catat tindakan
kemampuan untuk
mengurangi
kegelisahan.
 Ciptakan suasana
nyaman, Kurangi atau
hilangkan distraksi
lingkungan dan
gangguan tidur.
 Batasi pengunjung
selama periode
istirahat yang optimal
(mis; setelah
makan).
 Minta klien untuk
membatasi asupan
cairan pada malam
hari dan berkemih
sebelum tidur.
 Anjurkan atau berikan
perawatan pada petang
hari (mis; hygiene
personal, linen dan
baju tidur yang
bersih).
 Gunakan alat bantu
tidur (misal; air hangat
untuk kompres
rilaksasi otot, bahan
bacaan, pijatan di
punggung, music yang
lembut, dll).
 Ajarkan relaksasi
distraksi.
 Beri obat dengan
kolaborasi dokter.
4 Pertukaran Gas Status Respirasi :  Manajemen asam dan
Yang berhubungan dengan: Pertukaran gas dengan skala ……. basa
 gangguan suplai oksigen (1 – 5) setelah diberikan perawatan  tubuh
Deninisi: selama……. Hari dengan kriteria :  Manajemen jalan
Kelebihan atau deficit  Status mental dalam batas nafas
oksigenasi dan/atau eleminasi normal  Latih batuk
karbon dioksida pada  Bernafas dengan mudah  Tingkatkan keiatan
membrane alveolar-kapiler.  Tidak ada cyanosis  Terapi oksigen
 PaO2 dan PaCO2 dalam batas  Monitoring respirasi
normal  Monitoring tanda
 Saturasi O2 dalam rentang vital
normal

5 Ketidakseimbangan nutrisi Status Nutrisi :  Manajemen cairan


kurang dari kebutuhan tubuh Intake cairan dan makanan gas#  Monitoring cairan
Yang berhubungan dengan: dengan skala ……. (1 – 5) setelah  Status diet
 faktor biologis diberikan Tujuan (NOC)  Manajemen gangguan
 kesulitan ekonomi perawatan selama……. makan
Definisi: Hari dengan kriteria :
 Manajemen nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup • Asupan makanan skala (1 – 5)
 Terapi nutrisi
untuk memenihi kebutuhan (adekuat)
 Konseling nutrisi
metabolik • Intake cairan peroral (1 – 5)
 Kontroling nutrisi
(adekuat)
Terapi menelan
• Intake cairan (1 – 5)
 Monitoring tanda
(adekuat)
vital
 Bantuan untuk
peningkatan BB
 Manajemen berat
badan
6 Keletihan  Memperbalisasikan Management energy
Yang berhubungan dengan : peningkatan energy dan merasa  Observasi adanya
 Ansietas lebih baik. pembatasan klien
 Depresi  Menjelaskan penggunaan dalam melakukan
 Kendala lingkungan energy untuk mengatasi aktivitas
 Peningkatan kelelahan fisik kelelahan.  Dorong anak untuk
 Malnutrisi  Kecemasan menurun mengungkapkan

 Gaya hidup tanpa stimulasi  Glukosa darah adekuat perasaan terhadap

 Tuntutan pekerjaan  Kualitas hidup meningkat keterbatasan

 Fisik tidak bugar  Istirahat cukup  Kaji adanya faktor

 Mempertahankan kemampuan yang menyebabkan


 Kurang tidur
untuk berkonsentrasi kelelahan
 Stressor
 Monitor nutrisi dan
Definisi :
sumber energy yang
Keletihan terus menerus dan
adekuat
penurunan kapasitas kerja fisik
 Monitor pasien akan
dan mental pda tingkat yang
adanya kelelahan fisik
lazim
dan emosi secara
berlebihan
 Monitor respon
kardiovaskuler
terhadap aktivitas
7 Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan asuhan  Kaji dan pantau
Yang berhubungan dengan: keperawatan selama 3 x 24 jam frekuensi pernapasan,
 Ansietas diharapkan klien dapat mengurangi kedalaman dan irama.
 Posisi tubuh yang disstres pernafasan dengan kriteria  Tempatkan pasien
menghambat ekspansi paru hasil mempertahankan pola dalam posisi nyaman.
 Keletihan, hiperventilasi pernapasan normal dan efektif.  Bantu pasien
 Obesitas untukmengubah posisi
 Nyeri secara periodic.

 Keletihan otot pernafasan.  Bantu dengan teknik


napas dalam.
8 Ansietas  Melanjutkan aktivitas yang  Pantau perubahan
Yang berhubungan dengan: dibutuhkan meskipun mengalami tanda-tanda vital dan
 Kesedihan yang mendalam kecemasan kondisi yang
 Gelisah  Menunjukkan kemampuan untuk menunjukkan
 Distress berfokus pada pengetahuan dan peningkatan

 Ketakutan keterampilan baru kecemasan klien

 Perasaan tidak adekuat  Mengomunikasikan kebutuhan  Berikan informasi

 Putus asa dan perasaan negative secara serta bimbingan


tepat antisipasi tentang
 Sangat khawatir
 Memiliki tanda-tanda vital segala bentuk
 Peka
dalam batas normal kemungkinan yang
 Gugup
akan terjadi dimasa
 Senang berlebihan
depan
 Menggerutukkan gigi
 Ajarkan teknik
 Menyesal
penenangan diri dan
 Berfokus pada diri sendiri
pengendalian oerasaan
 Ragu negative atas segala
hal yang dirasakan
klien
 Intruksikan untuk
melaporkan timbulnya
gejala-gejala
kecemasan yang
muncul dan tidak
dapat lagi dikontrol
 Meningkatkan koving
individu
 Memberikan
dukungan emosi
selama masa stress.
 Berikan obat jenis anti
depresan apabila klien
benar-benar tidak
mampu
mengendalikan
dirinya.
9 Nyeri akut Setelah dilakukan  Kaji keluhan nyeri,
Yang berhubungan dengan: asuhankeperawatan selama 2x24 perhatikan lokasi atau
 Agens cedera biologis jamdiharapkan skala nyeri karakter danintensitas
 Agens kimiawi berkurang sehingga klien tidak lagi (skala 0-10)
 Agens cedera fisik. meringis kesakitan dengankriteria  Berikan tindakan
hasil nyeri teratasi. kenyamanan dasar
contohnya teknik
relaksasi, perubahan
posisi dengan sering.
 Berikan lingkungan
yang tenang sesuai
indikasi.
 Dorong ekspresi
perasaan tentang nyeri.
 Kolaborasi dalam
pemberian analgetik.
2.2.1 Hasil Evaluasi
Diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
produksi mukus berlebih. Berdasarkan respon perkembangan yang
ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian dengan
terpenuhinya sebagian kriteria hasil yang ada yaitu pasien mengatakan sesak
napas berkurang, terlihat pasien tidak menggunakan tarikan dada saat
bernapas dan tidak terlihat menggunakan cuping hidung saat bernapas. Untuk
itu penulis memotivasi pasien untuk menghindari penyebab-penyebab
terjadinya sesak napas serta sering melakukan napas dalam dan batuk efektif
untuk mengeluarkan sputum (Wilkinson, 2013 dalam saminan 2014).
Diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
kebutuhan dan suplai oksigen. Berdasarkan respons perkembangan yang
ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian dengan
terpenuhinya kriteria hasil pasien mampu melakukan aktivitas sendiri seperti
ke toilet sendiri tanpa di bantu dengan anggota keluarganya. Untuk ini penulis
mempertahankan dan melanjutkan perencanaan yaitu melakukan aktivitas
(jalan-jalan) dengan jeda istirahat selama aktivitas dan monitor tanda – tanda
vital untuk mengetahui apakah terjadi dispnea atau kelelahan saat beraktivitas
(Carpenito, 2006 dalam saminan 2014).
Diagnosa Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan
(terlalu ramai). Berdasarkan respon perkembangan yang ditunjukkan oleh
pasien masalah keperawatan dapat teratasi dengan terpenuhinya kriteria hasil
yang ada pasien mengatakan tidur dengan nyenyak dengan durasi 8 jam dari
22:00-06:00 WIB tanpa terbangun lagi. Untuk ini penulis menghentikan
perencanaan (Jackson, 2014. Dalam saminan 2014).
BAB III
PENUTUP

.1 Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronis(PPOK) adalah keadaan
penyakit yang ditandai keterbatasan aliran udara yang tidak
reversible sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya
progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi abnormal pada
paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya atau defisiensi
antitripsin yang diturunkan. Istilah PPOK digunakan pada
beberapa gabungan penyakit, yang meliputi emfisema dan
bronchitis kronis. (Morten.patricia gonce., RN, PhD, ACNP,
FAAN,dkk.2005)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversible. Hambatan udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau
gas racun yang berbahaya (GOLD, 2010 ;Robbins et al., 2010
dalam saminan 2014).

.2 Saran

Sebagai tenaga keperawatan hendaknya memberikan asuhan


keperawatan dengan semaksimal mungkin agar klien
mendapatkan perawatn yang baik dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Smaltzer,Suzanne c., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC
Long,Barbara c. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Bandung :
Yayasan IAPK
Hurst, Marlene. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : ECG
Morton,Patricia gonce.,dkk. 2008. Keperawatan Kritis. Jakarta :
ECG
Saminan. 2014. Efek Paparan Partikel Terhadap Kejadian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Rahmadi, Yasir. 2015. Naskah Publikasi

Anda mungkin juga menyukai