Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

DOSEN PENGAMPU

Ns. Gusti Pandi Liputo, S.Kep, M.Kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 | KELAS A

Afrilia Agustia Jaya Markus 841420004 [A]

Alfarhan Sidik Yahya 841420016 [A]

Ayu Puspita Mobonggi 841420033 [A]

Izzatul Magafirah Baba 841420019 [A]

Mirsin H.N. Dahitu 841420029 [A]

Nurul Khairunnisa 841420050 [A]

Sri Ilvana Rahman 841420034 [A]

Sri Harpin Larote 841420027 [A]

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN
KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya
dan telah melindungi penulis hingga dapat menyusun dan menyelesaikan makalah mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 “Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) “.
Selama pembuatan makalah ini penulis mendapatkan banyak dukungan dan juga bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu pula penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada:

1. Ns. Gusti Pandi Liputo, S.Kep selaku dosen pembimbing yang memberikan ide,
dorongan,dan juga masukan kepada penulis
2. Kedua orang tua yang selalu mensuport dan memeberikan dorongan untuk semangat
kepada penulis
3. Teman teman sekalian yang selalu mendukung menyusun dan menyelesaikan makalah
dengan semaksimal mungkin

Adapun makalah ilmiah tentang “Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan Penyakit


Paru Obstruktif Kronis (PPOK)“ ini telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin,
tetapi penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kriktik yang membangun dari para pembaca yang budiman sangat di butuhkan
untuk penyempurnaan makalah ini kedepanya.

Gorontalo, 01 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................................ii
BAB I (Konsep Medis)..........................................................................................................1
A. Definisi........................................................................................................................1
B. Etiologi........................................................................................................................1
C. Manifestasi Klinis.......................................................................................................2
D. Patofisiologi................................................................................................................2
E. Klasifikasi...................................................................................................................3
F. Prognosis.....................................................................................................................3
G. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................4
H. Penatalaksanaan..........................................................................................................5
I. Komplikasi..................................................................................................................5
J. Pencegahan.................................................................................................................5
BAB II (Konsep Keperawatan)............................................................................................7
A. Pengkajian...................................................................................................................7
B. Pathway.......................................................................................................................11
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................13
D. Rencana Intervensi Keperawatan................................................................................18
E. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan.............................................27
F. Dokumentasi...............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................33

ii
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dicirikan oleh
keterbatasan aliran udara yang bersifat progresif dan dikaitkan dengan respon inflamasi paru
yang tidak normal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan
jalan nafas, hipersekresi mukus (Brunner & Suddarth, 2016). PPOK merupakan perpaduan
dari dua penyakit yang terjadi bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis
kronis merupakan kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun yang disebabkan oleh
beberapa faktor yang mengakibatkan produksi mukus berlebih, sedangkan emfisema
merupakan kelainan yang terjadi pada alveolar (Somantri, 2018)
Permasalahan keperawatan yang kerap timbul pada penderita PPOK merupakan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Permasalahan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
dapat terjadi karena terdapatnya penumpukan secret pada jalur nafas akibat permasalahan
yang terjadi secara kronik. Perihal ini membutuhkan tindakan asuhan keperawatan yang
tepat mulai dari pengkajian sampai dengan intervensi serta evaluasi. Bagi Nursing
Intervention Classification (2019) penatalaksanaan bersihan jalan napas bisa dicoba dengan
intervensi chest fisioterapi serta pemberian metode batuk efisien yang bertujuan buat
menghasilkan sputum serta pengontrolan respirasi untuk mengurangi sesak.
B. Etiologi
Berdasarkan penelitian Oemiati (2013) menyatakan bahwa faktor risiko utama PPOK
antara lain merokok, polutan indoor, outdoor dan polutan di tempat kerja. Tetapi
Faktor risiko PPOK di seluruh dunia yang paling banyak ditemui adalah merokok, dimana
bagi PPOK dalam hal merokok yang dapat berisiko tidak hanya bagi perokok aktif saja
namun juga bisa berisiko bagi perokok pasif yang terkenan pajanan asap rokok.
Selain itu faktor - faktor yang berpengaruh pada perjalanan dan perburukan PPOK antara
lain:
1) Faktor genetik
2) Usia & jenis kelamin
3) Pertumbuhan dan perkembangan paru
4) Pajanan terhadap partikel, gas berbahaya
5) faktor sosial ekonomi

1
6) Asma dan hipereaktivitas saluran napas
7) Bronkitis kronis
8) Infeksi berulang di saluran napas
9) konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik.

C. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi dari tanpa gejala dan dengan gejala dari ringan
sampai berat, atau dapat dibuatkan siklus “ Gejala  Eksaserbasi Komorbidities” yaitu
batuk kronis, berdahak, sesak napas bila beraktifitas, sesak tidak hilang dengan pelega
napas, memburuk pada malam/dini hari, dan sesak napas episodic (Tana et al., 2016). Untuk
dapat menghindari kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang penyakit dan cara
mencegah kekambuhan PPOK menjadi dasar yang sangat penting bagi seseorang khususnya
penderita PPOK. Kekambuhan dapat terukur dengan meliputi skala sesak berdasarkan skala
MMRC (Modified Medical Research Counci). Untuk mengeluarkan dahak dan
memperlancar jalan pernapasan pada penderita PPOK dapat dilakukan dengan cara batuk
efektif (Faisal, 2017)
Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke atas,
paling tinggi pada laki-laki usia 55-74 tahun. Hal ini dikarenakan keluhan muncul bila
terpapar asap rokok yang terus menerus dan berlangsung lama (Salawati, 2016).
Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai berikut Suddarth,
(2015):
a) PPOK dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dyspnea saat menggerakkan
tenaga kerap memburuk seiring waktu.
b) Penurunan berat badan sering terjadi.
c) Gejala yang spesifik dengan penyakit. Lihat “Manifestasi Klinis” pada “Asma”,
“Bronkiektasis”, “Bronkitis”, dan “ Emfisema”
D. Patofisiologi
PPOK di tandai dengan obstruksi progresif lambat pada jalan nafas. Penyakit ini
merupakan salah satu eksaserbasi periodic, sering kali berkaitan dengan infeksi pernapasan,
dengan peningkatan gejala dyspnea dan produksi sputum. Tidak seperti proses akut yang
memungkinkan jaringan paru pulih, jalan napas dan parenkim paru tidak kembali ke normal
setelah ekserbasi; Bahkan, penyakit ini menunjukkan perubahan destruktif yang progresif
(LeMone et al., 2016).

2
Meskipun salah satu atau lainya dapat menonjol PPOK biasanya mencakup komponen
bronchitis kronik dan emfisema, dua proses yang jauh berbeda. Penyakit jalan napas kecil,
penyempitan bronkiola kecil, juga merupakan bagian kompleks PPOK. Melalui mekanisme
yang berbeda, proses ini menyebabkan jalan napas menyempit, resistensi terhadap aliran
udara untuk meningkat, dan ekpirasi menjadi lambat dan sulit (LeMone et al., 2016).

E. Klasifikasi
Penentuan derajat PPOK sesuai dengan Kementerian Kesehatan tahun 2011
Derajat Klinis Faal Paru Keterangan
Derajat I: Sesak kadang-kadang tapi FEV1/FVC < Pasien belum menyadari
PPOK tidak selalu, batuk kronik dan 70 % atau terdapatnya kelainan fungsi paru
Ringan berdahak FEV1 ≥ 80%
Prediksi
Derajat II: Perburukan dari penyempitan FEV1/FVC < Pada kondisi ini pasien datang
PPOK jalan napas, ada sesak napas 70 % 50 % ≤ berobat karena eksaserbasi atau
Sedang terutama pada saat exercise FEV1 < 80% keluhan pernapasan
Prediksi
Derajat III: Perburukan penyempitan jalan FEV1/FVC <
PPOK Berat napas yang semakin berat, sesak 70 % 30 % ≤
napas bertambah, kemampuan < FEV1 50%
exercise berkurang berdampak Prediksi
pada kualitas
Derajat IV: Penyempitan jalan napas yang FEV1/FVC < Sering disertai komplikasi.
PPOK berat 30% Prediksi Pada kondisi ini kualitas hidup
Sangat atau FEV1< rendah dan sering disertai
Berat 50% Prediksi eksaserbasi berat/mengancam
dengan gagal napas kronik jiwa

F. Prognosis
Prognosis PPOK bergantung pada penatalaksanaan dan komorbidnya. Komorbid
biasanya muncul bersamaan atau tidak dengan PPOK. Indeks prognostic yang multi dimensi
adalah BODE INDEX (Body Mass Index, Obstructive Ventilatory Defect Severity,
Dyspnea Severity and Exercise Capacity). Studi klinis telah menunjukan bahwa terapi
medikamentosa rutin dapat menurunkan frekuensi terjadinya eksaserbasi. Rehabilitasi paru

3
segera dilakukan setelah pasien pulang dari rumah sakit serta mempertahankan aktivitas
fisik guna meningkatkan exercise capacity dan status kesehatan pasien (Jusuf, Winarai,
Hariadi 2010; Amin, et. al 2017).
G. Pemeriksaaan Penunjang
a) Pengukuran Fungsi Paru
1) Kapasitas inspirasi menurun.
2) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhial, dan asma.
3) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif kronis.
4) FVC awal normal menurun pada bronkhitis dan asma.
5) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema).
b) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH normal,
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
c) Pemeriksaan Laboratorium
1) Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder.
2) Jumlah darah merah meningkat.
3) Pulse oksimetri SaO2 okseigenasi menurun.
4) Elektrolit menurun karena pemakaian obat deuritik.
d) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman/kuktur adanya infeksi campuran. Kuman pathogen yang bias
ditemukan adalah Strepcoccus pneumonia, Hemaphylus influenza, dan Moraxella
catarrhalis.
e) Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan Lateral) Menunjukkan adanya hiperinflasi
paru, pembesaran jantung, dan bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan
diafragma dengan letak yang rendah dan mendatar ruang udara retrosternal > (foto
lateral), jantung tampak bergantung memanjang dan menyempit.
f) Pemeriksaan Bronkhogram Menunjukkan dilatasi bronkhus kolap bronkhiale pada
ekspirasi kuat.
g) EKG Menurut Wahid & Suprapto (2013), Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung
tidak mengalami pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama
ekspirasi. Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan pulmonal pada
hantaean II,III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di VI rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1

4
rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet (Muttaqin, 2008).

H. Penatalaksanaan
Menurut (Ikawati, 2016) melakukan penatalaksanaan pada PPOK mengupayakan terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non- farmakologi yang dimaksud antara
lain seperti berhenti merokok, rehabilitasi, melakukan aktivitas fisik, dan vaksinasi.
Penghentian merokok merupakan hal yang penting karena hal tersebut dapat menurunkan
gejala, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
I. Komplikasi
PPOK adalah penyakit yang progresif dan irreversible. Gejala dan perubahan pada
saluran napas harus dipantau untuk modifikasi dalam terapi dan menentukan komplikasi
pada pasien. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain gagal napas, infeksi berulang, kor
pulmonale dan PPOK dengan pneumotoraks (PDPI, 2016).
J. Pencegahan
Langkah utama pencegahan PPOK adalah dengan menjauhi penyebabnya. Tidak hanya
untuk mencegah terjadinya PPOK, langkah-langkah ini pun bisa membantu meringankan
dan membuat PPOK agar tidak semakin parah.
Untuk melindungi diri Anda dari PPOK, ada beberapa langkah pencegahan yang bisa
dilakukan, antara lain:

1) Menghentikan kebiasaan merokok dan selalu jauhi asap rokok


2) Menghindari paparan debu, asap, polusi, atau polutan lain, terutama bila Anda
bertempat tinggal atau bekerja di lingkungan dengan kualitas udara yang buruk
3) Menjalani vaksinasi flu dan vaksinasi peneumokokus untuk mencegah dan mengurangi
risiko infeksi pada saluran pernapasan dan paru-paru
4) Menerapkan gaya hidup sehat dengan rutin berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi
seimbang, dan cukup minum air putih (sekitar 8 gelas per hari)

5
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tidak terkaji
Usia : Tidak terkaji
Jenis kelamin : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku bangsa : Tidak terkaji
Tanggal masuk : Tidak terkaji
Tanggal keluar : Tidak terkaji
No. Registrasi : Tidak terkaji
Diagnosa medis : Tidak terkaji
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Hubungan dengan pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
c. Keluhan utama : Tidak terkaji
d. Riwayat penyakit sekarang : Tidak terkaji

e. Riwayat penyakit dahulu : Tidak terkaji

f. Riwayat kesehatan keluarga : Tidak terkaji

g. Pola Kebutuhan Dasar

a) Pola persepsi dan manajemen Kesehatan: Tidak terkaji

b) Pola nutrisi metabolik

Sebelum sakit : Tidak terkaji

6
Sesudah sakit : Tidak terkaji

c) Pola eliminasi : Tidak terkaji

BAB

Sebelum sakit : Tidak terkaji

Sesudah sakit : Tidak terkaji

BAK

Sebelum sakit : Tidak terkaji

Sesudah sakit : Tidak terkaji

d) Pola aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit : Tidak terkaji

Sesudah sakit : Tidak terkaji

h. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum : Tidak terkaji

 Kesadaran : Tidak terkaji

 Tanda-tanda Vital

Suhu : Tidak terkaji

Nadi : Tidak terkaji

RR : Tidak terkaji

TD : Tidak terkaji

 Keadaan fisik

Kepala : Tidak terkaji

Leher : Tidak terkaji

Dada : Tidak terkaji

o Pemeriksaan paru

Inspeksi : Tidak terkaji

7
Palpasi : Tidak terkaji

Perkusi : Tidak terkaji

Auskultasi : Tidak terkaji

o Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Tidak terkaji

Palpasi : Tidak terkaji

Perkusi : Tidak terkaji

Auskultasi : Tidak terkaji

o Integument : Tidak terkaji

o Genetalia : Tidak terkaji

o Ekstremitas : Tidak terkaji

i. Pola persepsi dan konsep diri : Tidak terkaji

j. Pola tidur dan istirahat

Sebelum sakit : Tidak terkaji

Sesudah sakit : Tidak terkaji

k. Pemeriksaan penunjang : Tidak terkaj

8
1. Faktor genetic
2. Usia dan jenis kelamin
Faktor Lingkungan Merokok
3. Pertumbuhan dan perkembangan paru
4. Pajanan terhadap pertikel, gas berbahaya
Polusi Mengandung nikotin dan
5. Faktor sosial dan ekonomi
zat karbondioksida
6. Asma dan hiperaktiivtas saluran naps
7. Bronchitis kronis
Pencetus Menurunkan fungsi sel
8. Infeksi berulang disaluran napas Asma, Bronkitis Kronis, Emfisema epitel pada saluran napas
9. Konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fiisk
PPOK

Respon inflamasi

Hipersekresi mucus Lisis dinding alveoli

Penumpukan lendir dari Kerusakan alveolar Sesak napas


sekresi berlebih Obstuksi jalan napas
Kolaps saluran napas Penurunan nafsu
Merangsang refleks kecil saat elspirasi makan
batuk
Obstruksi pada
Penurunan BB
DX. Bersihan jalan Penurunan suplai O2 pertukaran O2 dan CO2
napas tidak efektif dari dan ke paru-paru
DX.Ketidakseimbangan
Hipoksemia
Nutrisi: Kurang Dari
9 Kompensasi tubuh
Kebutuhan Tubuh
DX. Gangguan dengan peningkatan RR
Pertukaran gas DX. Pola Napas Tidak Efektif
B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan merokok dan polutan

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dispnea

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan


C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


1 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001) Bersihan Jalan Napas Latihan batuk efektif
Kategori: Fisiologis Kriteria Hasil Definisi:
Subkategori: Respirasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Melatih pasien yang tidak memiliki
3x24 jam maka bersihan jalan napas pada pasien kemampuan batuk secara efektif
Definisi: dapat meningkat, dengan: untuk membersihkan laring trakea
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau dan bronkiolus dari sekret atau benda
1. Produksi sputum menurun (5)
obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan asing di jalan napas.
napas tetap paten
Tindakan:
Penyebab: Observasi:
Fisiologis:
1. Identifikasi kemampuan
1. Spasme jalan napas batuk

10
2. Hipersekresi jalan napas 2. Monitor adanya retensi
sputum
3. Disfungsi neuromuskuler
3. Monitor tanda dan gejala
4. Benda asing dalam jalan napas
infeksi saluran napas
5. Adanya jalan napas buatan
4. Monitor input dan output
6. Sekresi yang tertahan
cairan (mis. Jumlah dan
7. Hiperplasia dinding jalan napas karakteristik)

8. Proses infeksi
Terapeutik:
9. Respon alergi
1. Atur posisi semi-Fowler atau
10. Efek agen farmakologis (mis. Anestesi)
Fowler
Situasional
2. Pasang perlak dan bengkok
1. Merokok aktif dipangkuan pasien

2. Merokok pasif 3. Buang sekret pada tempat


sputum
3. Terpajan polutan

Gejala dan Tanda Mayor


Edukasi:
Subjektif
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
(tidak tersedia) batuk efektif

11
2. Anjurkan terik napas dalam
melalui hidung salam 4 detik,
Objektif
ditahan selama 2 detik,
1. Batuk tidak efektif
kemudian keluarkan
2. Tidak mampu batuk keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan)
3. Sputum berlebih
selama 8 detik
4. Mengi, wheezing, dan/atau ronkhi kering
3. Anjurkan mengulangi tarik
5. Mekonium dijalan napas (pada neontus)
napas dalam hingga 3 kali

4. Anjurkan batuk dengan kuat


Gejala dan Tanda Minor
setelah taril napas dalam yang
Subjektif ke-3
1. Dispnea Kolaborasi:

2. Sulit bicara 1. Kolaborasi pemberian


mukolitik atau ekspektoran,
3. Ortopnea
jika perlu

Objektif

1. Gelisah

12
2. Sianosis

3. Bunyi napas menurun

4. Frekuensi napas berubah

5. Pola napas berubah

Kondisi Klinis Terkait

1. Gullian barre syndrome

2. Sklerosis multiple

3. Myasthenia gravis

4. Prosedur diagnostic

5. Depresi sistem saraf pusat

6. Cedera kepala

7. Stroke

8. Kuadriplegia

9. Sindrom aspirasi mekonium

10. Infeksi saluran napas


2 Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
13
Kategori: Fisiologis Kriteria Hasil Definisi:
Subkategori: Respirasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Mengumpulkan dan menganalisis
3x24 jam maka masalah gangguan pertukaran data untuk memastikan kepatenan
Definisi gas dapat teratasi dengan: jalan napas dan keefektifan
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau pertukaran gas
1. Dispnea: Menurun (5)
eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-
kapiler. Tindakan:
Observasi:
Penyebab
1. Monitor frekuensi, irama,
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi kedalaman, dan upaya napas

2. Perubahan membran alveolus-kapiler 2. Monitor pola napas (seperti


bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Gejala dan Tanda Mayor
cheyne-stokes, biot, atasksik)
Subjektif
3. Monitor kemampuan batuk
1. Dispnea efektif

Objektif 4. Monitor adanya produksi


sputum
1. PCO2 meningkat/menurun
5. Monitor adanya sumbatan
2. PO2 menurun
jalan napas
14
3. Takikardia 6. Palpasi kesimetrisam
ekspansi paru
4. pH arteri meningkat/menurun
7. Auskultasi bunyi napas
5. Bunyi napas tambahan
8. Monitor saturasi oksigen
Gejala dna Tanda Minor
9. Monitor nilai AGD
Subjektif
10. Monior hasil x-rey toraks
1. Pusing

2. Penglihatan kabur Terapeutik:


1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Objektif
2. Dokumentasi hasil pemantauan
1. Sianosis

2. Diaforesis Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Gelisah
pemantauan
4. Napas cuping hidung 2. Informasikan hasil

5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, pemantauan, jika perlu

regular/irregular, dalam/dangkal)

6. Warna kulit abnormal (mis. pucat,

15
kebiruan)

7. Kesadaran menurun

Kondisi Klinis Terkait

1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

2. Gagal jantung kongestif

3. Asma

4. Pneumonia

5. Tuberkolosis paru

6. Penyakit membran hialin

7. Asfiksia

8. Persistent pulmonary hypertension of


newborn (PPHN)

9. Prematuritas

10. Infeksi saluran napas


3 Pola Napas Tidak Efeektif (D.0005) Pola Napas Manejemen Jalan Napas
Kategori: Fisiologis Kriteria Hasil Definisi:
Subkategori: Respirasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Mengidentifikasi dan mengelolah
16
3x24 jam maka masalah pola napas tidak efektif selang endotrakeal dan trakeostomi
Definisi: pada pasien sudah membaik dengan:
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak Tindakan:
1. Dispnea: menurun (5)
memberikan ventilasi adekuat. Observasi:
2. Frekuensi napas membaik (5)
1. Monitor pasisi selang
Penyebab:
endotrakeal (ETT), terutama
1. Depresi pusat pernapasan setelah mengubah posisi

2. Hambatan upaya napas (Mis, nyeri saat 2. Monitor tekanan balon (ETT)
bernapas, kelemahan otot pernapasan) setiap 4-8 jam

3. Deformitas dinding dada 3. Monitor kuliat area stoma


strakeostomi (mis.
4. Deformitas tulang dada
Kemerahan, drainase,
5. Gangguan neuromuskular
perdarahan)
6. Gangguan neurologis (mis. Terapeutik:
elektroensefalogram [EEG] positif, cedera
1. Kurangi tekanan balon secara
kepala, gangguan kejang)
periodik tiap shift
7. Imaturitas neurologis
2. Pasang oropharingeal airway
8. Penurunan energi (OPA) untuk mencegah ETT
tergigit
9. Obesitas
3. Cegah ETT terlipat (kinking)
17
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi 4. Berikan pre-oksigenasi 100%
paru selama 30 detik (3-6 kali
ventilasi) sebelum dan setelah
11. Sindrom hipoventilasi
penghisapan
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan
5. Berikan volume pre-
saraf C5 ke atas)
oksigenasi (bagging atau
13. Cedera pada medula spinalis
ventilasi mekanik) 1,5 kali
14. Efek agen farmakologis volume tidal

15. Kecemasan 6. Lakukan penghisapan lendir


kurang dari 15 detik jika
Gejala dan Tanda Mayor diperlukan (bukan secara
Subjektif berkala/rutin)

1. Dispnea 7. Ganti fiksasi ETT setiap 24


Objektif jam

1. Penggunaan otot bantu pernapsan 8. Ubah posisi ETT secara


bergantian (kiri dan kanan)
2. Fase ekspirasi memanjang
setiap 24 jam
3. Pola nafas abnormal (mis. takipnea,
9. Lakukan perawatan mulut
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
(mis. Dengan sikat gigi, kasa,
cheyne-stokes)
pelembab bibir)
18
10. Lakukan perawatan stoma
Gejala dan Tanda Minor
trakeaostomi
Subjektif

1. Ortopnea Edukasi:

1. Jelaskan pasien dan/atau


Objektif keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan
1. Pernapasan pursed-lip
jalan napas buatan
2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter thoraks anterior-posterior Kolaborasi:


meningkat
1. Kolaborasi intubasi ulang
4. Ventilasi semenit menurun jika terbentuk mucous
plug yang tidak dapat
5. Kapasitas vital menurun
dilakukan penghisapan
6. Tekanan ekspirasi menurun

7. Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait

1. Depresi sistem saraf pusat


19
2. Cedera kepala

3. Trauma thoraks

4. Gullian barre syndrome

5. Mutiple sclerosis

6. Myasthenia gravis

7. Stroke

8. Kuadriplegia

9. Intoksikasi alkohol
4 Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Kategori: Fisiologis Kriteria hasil Definisi
Subkategori: Nutrisi dan Cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Megidentifikasi dan mengelola
3x24 jam maka masalah deficit nutrisi pada asupan nutrisi yang seimbang
Definisi pasien sudah membaik dengan:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi Tindakan
1. Porsi makanan yang dihabiskan
kebutuhan metabolisme. Observasi
meningkat (5)
1. Identifikasi status nutrisi
2. Berat badan indeks massa tubuh (IMT)
Penyebab
meningkat (5) 2. Identifikasi alergi dan
1. Ketidakmampuan menelan makanan
intoleransi makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
20
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi makanan 3. Identifikasi makanan yang
disukai
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
4. Identifikasi kebutuhan kalori
5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak
dan jenis nutrient
mencukupi
5. Identifikasi perlunya
6. Faktor psikologis
penggunaan selang
nasogastric
Gejala dan Tanda Mayor
6. Monitor asupan makanan
Subjektif
7. Monitor berat badan
(tidak tersedia)
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Objektif

1. Berat badan menurun minimal 10% Terapeutik


dibawah rentang ideal
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan jika perlu

Gejala dan Tanda Minor 2. Fasilitasi menentukan


pedoman diet (mis piramida
Subjektif
makanan)
1. Cepat kenyang setelah makan
21
2. Kram/nyeri abdomen 3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
3. Nafsu maakn menurun
sesuai

Objektif 4. Berikan makanan tinggi serat


untuk mencegah konstipasi
1. Bising usus hiperaktif
5. Berikan makanan tinggi
2. Obat pengunyah lemah
kalori dan tinggi protein
3. Otot menelan lemah
6. Berikan suplemen makanan,
4. Membrane mukosa pucat
jika perlu
5. Sariawan
7. Hentikan pemberian
6. Serum albumin turun makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral
7. Rambut rontok berlebihan
dapat ditoleransi.
8. Diare

Edukasi
Kondisi Klinis Terkait
1. Anjurkan posisi duduk, jika
1. Stroke
mampu
2. Parkinson
2. Ajrakan diet yang
3. Mobius syndrome
diprogramkan
22
4. Cerebral palsy
Kolaborasi
5. Cleft lip
1. Kolaborasi pemberian
6. Cleft pelate
medical sebelum makan
7. Amyotropic lateral sclerosis (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
8. Kerusakan neuromuscular
2. Kolaborasii dengan ahli gizi
9. Luka bakar
untuk menentukan jumlah
10. Kanker
kalori dan jenis nutrient yang
11. Infeksi dibutuhkan, jika perlu

12. AIDS

13. Penyakit Crohn’s

14. Enterokolotis

15. Fibrosis kistik

23
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
KODE DX IMPLEMENTASI EVALUASI
D.0001 Latihan batuk efektif S: -
Definisi: O: -
Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif A: -
untuk membersihkan laring trakea dan bronkiolus dari sekret atau benda
P: -
asing di jalan napas.

Tindakan:
Observasi:

1. Identifikasi kemampuan batuk

2. Monitor adanya retensi sputum

3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas

5. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)

Terapeutik:

4. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler

24
5. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien

6. Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi:

5. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

6. Anjurkan terik napas dalam melalui hidung salam 4 detik,


ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik

7. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

8. Anjurkan batuk dengan kuat setelah taril napas dalam yang ke-3
Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

D.0003 Pemantauan Respirasi S: -


Definisi: O: -
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan A: -
jalan napas dan keefektifan pertukaran gas. P: -
Tindakan:
Observasi:

25
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot, atasksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisam ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monior hasil x-rey toraks

Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

26
D.0005 Manejemen jalan napas S: -
Definisi: O: -
Mengidentifikasi dan mengelolah selang endotrakeal dan trakeostomi A: -
P: -
Tindakan:
Observasi:

1. Monitor pasisi selang endotrakeal (ETT), terutama setelah


mengubah posisi

2. Monitor tekanan balon (ETT) setiap 4-8 jam

3. Monitor kuliat area stoma strakeostomi (mis. Kemerahan,


drainase, perdarahan)

Terapeutik:

1. Kurangi tekanan balon secara periodik tiap shift

2. Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk mencegah ETT tergigit

3. Cegah ETT terlipat (kinking)

4. Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi)


sebelum dan setelah penghisapan

5. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik)


27
1,5 kali volume tidal

6. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan


(bukan secara berkala/rutin)

7. Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam

8. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24 jam

9. Lakukan perawatan mulut (mis. Dengan sikat gigi, kasa,


pelembab bibir)

10. Lakukan perawatan stoma trakeaostomi

Edukasi:

1. Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur


pemasangan jalan napas buatan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak


dapat dilakukan penghisapan

D.0019 Manajemen Nutrisi S: -


28
Definisi O: -
Megidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang A: -
P: -
Tindakan
Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. Identifikasi makanan yang disukai

4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric

6. Monitor asupan makanan

7. Monitor berat badan

8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu

2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis piramida makanan)

29
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen makanan, jika perlu

7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika


asupan oral dapat ditoleransi.

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajrakan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medical sebelum makan (mis. Pereda


nyeri, antiemetik), jika perlu

2. Kolaborasii dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori


dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Kristian rin siska. 2019. Asuhan keperawatan pasien penyakit paru obstruktif kronik
(ppok) pada tn. M dan tn. J dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas di ruang melati
rsud dr. Haryoto lumajang masalah keperawatan. Laporan

Rahayu esti. 2018. Hubungan Asupan Makan Dan Status Merokok Dengan Status gizi
Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Rawat Jalan Di Rumah Sakit Paru
dr. Ario Wirawan Salatiga. Laporan

Wibowo Anggit. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Melati Rsud
Bangil Pasuruan. karya Tulis Ilmiah

32
33

Anda mungkin juga menyukai