“ SISTEM RESPIRASI“
DOSEN PENDAMPING
Ns. Gusti Pandi Liputo , S.Kep,M.Kep
DISUSUN OLEH
KELOMPOK2 | KELAS A
Problem based learning juga menjadikan mahasiswa sanggup memakai fasilitas data
yang telah ada semacam buku, internet, jurnal serta fasilitas komunikasi yang lain buat mencari
bahan serta jadi acuan untuk mencari jawaban tentang permasalahan serta persoalan yang
mencuat dikala komunikasi berlangsung. Problem based learning menjadikan mahasiswa juga
sanggup akan menjelaskan hubungan antara ilmu kedokteran dasar dengan ilmu kedokteran
klinis yang praktis sehingga mudah dipahami dan mengerti. Adapaun scenario yang pertama ini
mengenai “Sistem Respirasi ”. Dengan modul 2 “ Sesak”. Disusun sebagai pemenuhan tugas
pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1.
SESAK
PEMICU
SKENARIO 2
Seorang perempuan berusia 21 tahun masuk UGD dengan keluhan sesak nafas. Hasil
pengkajian: ada bunyi nafas tambahan wheezing, nyeri dada (skala 4), pucat, gelisah, TD:
130/90 mmHg, frekuensi napas 32x/m, frekuensi nadi 80 x/m, suhu 37.50C. Keluhan sesak
sering dialami ketika terpapar debu/asap rokok.
2. Wheezing - -
3. Nyeri Dada -
4. Pucat - - - -
5. Gelisah - - -
-
4. TABEL PERSORTIRAN
1. PERTANYAAN PENTING
1. Apa yang menyebabkan pasien pada kasus tersebut sering mengeluh sesak nafas?
2. Mengapa klien sering merasa sesak ketika terpapar debu/asap rokok?
3. Bagaimana intervensi yang tepat yang dapat dilakukan oleh parameter kesehatan khususnya perawat dalam menangani kasus diatas?!
2. JAWABAN PENTING
1. Yang menyebabkan pasien pada kasus tersebut sering mengeluh sesak nafas Karena paru- paru pada pasien tersebut sudah sering
teriritasi dengan pemicu-pemicu terjadinya gejala ‘ Asma bronkial’ seperti sering tepapar asap rokok, debu, bulu binatang, infeksi virus,
bahkan terpapar zat kimia. Sehingga otot- otot saluran pernapasan dari pasien akan menjadi kaku dan membuat saluran pernapasan
menyempit sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas pada pasien.
2. Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri maupun orang-orang yang terkena asap rokok. Suatu penelitian di
Finlandia menunjukkan bahwa orang dewasa yang terkena asap rokok berpeluang menderita asma dua kali lipat dibandingkan orang
yang tidak terkena asap rokok. Studi lain menunjukkan bahwa seseorang penderita asma yang terkena asap rokok selama satu jam, maka
akan mengalami sekitar 20% kerusakan fungsi paru. Selain itu, paparan debu dalam jangka panjang nantinya bisa merusak jaringan di
sekitar hidung dan tenggorokan. Kondisi ini bisa meningkatkan produksi dahak di saluran napas atas. Penumpukkan dahak ini bisa
menghalangi jalan udara sehingga menyebabkan sesak napas.
3. Intervensi yang tepat yang dapat dilakukan oleh parameter kesehatan khususnya Perawat dalam menangani kasus di atas diamana
perawat lebih memeperbiki dan mempermantap skil praktek dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan dari perawatan penetapan
pemecahan masalah dan menentukan tujuan rencana untuk mengatasi masalah pasien yang lebih khususnya pada pasien asma bronkial.
Dan Perawat juga dapat menggunakan strategi pemecahan untuk mengatasi masalah pasien khususnya pada pasien asma bronkial melalui
intervensi dan manajemen yang baik dan rencana keperawatannya yang lebih baik, dan dengan memiliki tujuan untuk menyembuhkan
pasien bukan memperparah pasien. Dimana tujuannya antara lain :
a) sebagai oganisasi imformasi pasien dan sebagai sumber dokumentasi.
b) Sebagai alat komuniasi atara pasien dan keluarga pasien
c) Sebagai alat komunikasi antara angota tim kesehatan dll.
3. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
a. Di harapkan bisa mengerti dan mendalami masalah sistem Respirasi
b. Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada skenario
c. Untuk mengetahui pemeriksaan selanjutnya dan untuk menegakkan diagnosa dari kasus diatas
d. Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus diatas
4. INFORMASI TAMBAHAN
a. Penatalaksanaan Perawatan
b. Pemeriksaan diagnostik
5. KLARIFIKASI INFORMASI
a) Penatalaksanaan perawatan :
1) Memberikan oksigen 4-6 liter/ menit
2) Melakukan pemenuhan hidras vian invus
3) Memberiksan terbutalin 0,25 mg / 6 jam secara subkutan (SC)
4) Bronkodilator / antibronkospasme dengan cara :
1. Nebulazer (via Inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg (bricasma), feneterol HBr 0,1 % solution (berotec), orciprenaline sulfur 0,75
mg (Allupent)
2. Intravena dengan golongan theophylline ethilenediamine (Aminophillin) bolus IV 5-6 mg/ kg BB
3. Antiedema mukosa dan didnding bronkus dengan golongan kartikosteroid, deksamethasone 4 mg IV setiao 8 jam (Nugroho,t 2016)
b) Pemeriksaan diagnostic :
1) Tes laboratorium spirometri.
Tujuan tes ini adalah untuk mengukur kinerja paru-paru dengan berpatokan kepada volume udara yang dapat pasien embuskan dalam
satu detik dan jumlah total udara yang diembuskan. Sehingga adanya hambatan pada saluran pernapasan yang mengarah kepada asma dapat
diketahui oleh dokter setelah membandingkan data yang didapat dengan ukuran yang dianggap sehat pada orang-orang seusia pasien.
2) Tes untuk melihat adanya peradangan pada saluran napas
Dalam tes ini, dokter akan mengukur kadar oksida nitrat dalam napas ketika pasien bernapas. Jika kadar zat tersebut tinggi, maka bisa
jadi merupakan tanda-tanda peradangan pada saluran pernapasan. Selain oksida nitrat, dokter juga akan mengambil sampel dahak untuk
mengecek apakah paru-paru pasien mengalami radang.
3) Tes responsivitas saluran napas (uji provokasi bronkus)
Tes ini digunakan untuk memastikan bagaimana saluran pernapasan pasien bereaksi ketika terpapar salah satu pemicu asma. Dalam tes
ini, pasien biasanya akan diminta menghirup serbuk kering (mannitol). Setelah itu pasien akan diminta untuk menghembuskan napas ke
dalam spirometer untuk mengukur seberapa tinggi tingkat perubahan FEV1 dan FVC setelah terkena pemicu. Jika hasilnya turun drastis,
maka dapat diperkirakan pasien mengidap asma. Pada anak-anak, selain mannitol, media yang bisa dipakai untuk memicu asma adalah olah
raga.
4) Pemeriksaan status alergi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah gejala-gejala asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan oleh alergi. Misalnya
alergi pada makanan, tungau, debu, serbuk sari, atau gigitan serangga.
5) CT Scan
Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh dokter apabila mencurigai bahwa gejala sesak napas pada diri pasien bukan disebabkan oleh asma,
melainkan infeksi di dalam paru-paru atau kelainan struktur rongga hidung.
6) Pemeriksaan rontgen
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan CT Scan, yaitu untuk melihat apakah gangguan pernapasandisebabkan
oleh kondisi lain.
6. ANALISA & SINTESIS INFORMASI
Asma bronkial adalah suatu kondisi medis yang menyebabkan saluran udara paru-paru membengkak dan menyempit. Dimana karena
pembengkakan ini, jalur udara menghasilkan lendir berlebih sehingga sulit bernapas/ sesak, yang mengakibatkan batuk, napas pendek, dan bunyi nafas
tambahan wheezing.
Berdasarkan hasil pengkajian pd skenario kasus pasien adalah Seorang perempuan berusia 21 tahun masuk UGD dengan keluhan sesak nafas.
Hasil pengkajian: ada bunyi nafas tambahan wheezing, nyeri dada (skala 4), pucat, gelisah, TD: 130/90 mmHg, frekuensi napas 32x/m, frekuensi nadi
80 x/m, suhu 37.50C. Keluhan sesak sering dialami ketika terpapar debu/asap rokok
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Asma Bronkhial merupakan penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran napas dimana saluran napas mengalami penyempitan yang
bersifat reversible karena peningkatan hiperesponsif jalan napas mengalami kontaminasi dengan antigen, yang menimbulkan gejala berulang
seperti batuk-batuk terutama di malam menjelang dini hari, wheezing, sesak napas, dada terasa berat. Penyempitan saluran napas ini dapat terjadi
secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi secara mendadak, sehingga menimbulkan
kesulitan bernapas akut. (Irianto, 2015) dan (Rab, 2010).
2. Etiologi
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) Obstruksi jalan napas pada asma bronkhial disebabkan oleh:
1) Faktor predisposisi :
1. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, meski belum diketahui bagaimana penurunannya dengan jelas.
2) Faktor Pencetus :
a) Alergen
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, polusi).Ingestin, yang masuk
melalui mulut (makanan dan obat-obatan).
b) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma bronkhial, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma
bronkhial seperti musim hujan, musim bunga, musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan angin, serbuk bunga dan debu.
c) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya asma bronkhial, hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu atau cuti.
d) Olahaga
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Serangan asma karena
aktivitas biasanya segera setelah aktivitas selesai. Lari cepat lebih mudah menimbulkan serangan asma.
e) Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Gejala asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.
3. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma bronchial adalah spasme otot polos edema dan inflamasi memakan jalan
nafas dan edukasi muncul intra minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang
meredahkan volume ekspirasi paksa dan kecepatan aliran penutupan prematur jalan udara, hiperinflamasi patu. Bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan dapat menyebabkan gangguan kebutuhan istirahat dan tidur. walaupun, jalan nafas bersifat
difusi, obstruksi menyebabkan perbedaan suatu bagian dengan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi yang
menyebakan kelainan gas-gas terutama CO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi disaluran nafas antibodi COE berikatan dengan alergi degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin di
lepaskan. Histomin menyebabkan kontruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga merangsang pembentukuan mulkus dan
peningkatan permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan pembangunan ruang intensium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu
mudah mengalami degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus edema dan obstruksi aliran udara (Amin, 2015).
4. Manifestasi Klinis
- Mengi/wheezing
- Sesak napas
- Dada terasa tertekan
- Batuk produktif
- Pilek
- Nyeri dada
- Takikardia
- Retraksi otot dada
- Nafas cuping hidung
- Takipnea
- Kelelahan
- Lemah
- Anoreksia
- Sianosis
- Berkeringat
- Ekspirasi memanjang
- gelisah
5. Klasifikasi
Menurut (Somantri, 2012) Tipe asma bronkhial berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopati, dan nonalergik atau campuran
(mixed).
a. Asma Bronkhial Alergik/Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma bronkhial dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari makanan, dan lain-
lain. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit
alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan
asma.Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak.
b. Idiopatik atau Nonalergik Asma Bronkhial/Intrinsik
Tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktorfaktor seperti, common cold, infeksi saluran napas atas,
aktivitas, emosi/stres, dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis ß- adrenergik
dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonelergik menjadi lebih
berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat
berkembang menjadi asma bronkhial campuran. Bentuk asma bronkhial ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
b. Asma Bronkhial Campuran (Mixed Asma)
Merupakan bentuk asma bronkhial yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik
atau nonalergi.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut :
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltraste paru d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
3) Elektrokardiografi
c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES atau terjadi depresi segmen ST negatif
4) Scanning paru
Melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma bronkhial tidak menyeluruh pada paru-paru.
5) Spirometri
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma bronkhial adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilaor (inhaler dan
nebuliser), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20 % menunjukkan diagnosis asma bronkhial. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20 %. Pemeriksaan ini berfungsi untuk menegakkan Diagnosis Keperawatan, menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan banyak penderita tanpa keluhan pada pemeriksaan ini menunjukkan adanya obstruksi.
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma bronchial diantaranya (Kurniawan Adi Utomo, 2015) :
a. Pneumonia adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
b. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus).
c. Gagal nafas terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paruparu tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen
dan terjadi pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
d. Bronkitis adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru yang kecil (bronkiolus) mengalami
bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
e. Fraktur iga adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering bernafas secara berlebihan pada obstruksi jalan nafas
maupun gangguan ventilasi oksigen
8. Penatalaksanaan
Menurut (Rosdahl & Kowalski, 2017) Penatalaksanaan medis pada penderita asma bronkhial yaitu :
a. Pengobatan farmakologi
1) Antikolinergik
Bronkodilator ini bekerja pada sistem saraf untuk mengendalikan ukuran jalan napas :
a) Atropin metilnitrat
b) Ipratropium bromida (Atrovent)
2) Agonis Beta
Obat ini mendilatasi jalan napas bronkhial dengan bekerja pada sistem saraf yang mengendalikan jaringan otot di sekitar jalan napas:
a) Albuterol (Asmavent, Proventil, Vention, Volmax)
b) Epineprin (Adrenalin, Asthmanefrin, Epifrin, Micronefrin, Sus-Phrine)
c) Metaproterenol sulfat (Alupent)
d) Pirbuterol asetat (Maxair Inhiler)
e) Terbutalin sulfat (Brethine,Bricanyl)
3) Kortikosteroid
Obat ini bekerja sebagai ageris anti-inflamasi:
a) Beklometason ( Vanceril, Beclovent, Beconase)
b) Budesonid (Pulmicort, Rhinocort)
c) Flunisolid (Aerobid, Nasalide)
d) Flutikason propionate(Flovent, Flonase)
e) Metilprednison (Medrol)
f) Nedokromil (Tilade)
g) Prednison (Meticorten, Orasone, Deltasone)
h) Triamsinolon (azmacort).
4) Metilsantin
Bronkodilator ini merelaksasi otot polos bronkial:
a) Aminofilin/teofilin etilenediamin (Truphylline)
b) Teofilin(Theo-Dur, Theovent, Sio-Phyllin, UniDur, Uniphyl)
5) Penstabil Sel Mast
Agen ini menghambat pelepasan histamin yang dipicu oleh alergen dan zat anafilaksis lepas lambat (leukotrien) dari sel mast: Natrium
Kromalin( Intal,NasalCrom).
b. Pengobatan Non farmakologi
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) yaitu :
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian carian
4) Fisioterapi napas (senam napas)
1. Pemberian oksigen bila perlu
9. Prognosis
Menurut (Digilulio, 2014) prognosis asma bronkhial dikatakan baik bila asma bronkhial terkontrol dengan baik secara khas mempunyai
gejala serangan yang bisa dibalik, yang dapat dikendalikan dengan pengobatan, sering pada pasien rawat jalan. Dikatakan prognosisnya buruk
bila pasien yang tidak beraksi terhadap pengobatan atau yang menggunakan pengobatan yang tidak sesuai bisa terjadi kematian selama serangan
asma.
9. Pencegahan
• Mengenali dan menghindari pemicu asma.
• Mengikuti anjuran rencana penanganan asma dari dokter.
• Melakukan langkah pengobatan yang tepat dengan mengenali penyebab serangan asma.
• Menggunakan obat-obatan asma yang telah dianjurkan oleh dokter secara teratur.
Memonitor kondisi saluran napas.
Faktor pencetus :
- Alergen (debu, asap rokok, polusi)
PATHWAY
- Perubahan cuaca
- Lingkungan kerja
Faktor Predisposisi:
Genetik - Olahraga dan stress
Imunoglobulin E (Ig E)
Sel mast tersensitasi
Histamin Branditin
Medula Spinalis
Dada tertekan dan nyeri
Nyeri Akut Hipotalamus
dada
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Nama : Tidak terkaji
Usia : 21 tahun
3) Keluhan utama
Sesak nafas
4) Riwayat Keperawatan
a) Riwayat Kesehatan sekarang
Seorang perempuan berusia 21 tahun masuk UGD dengan keluhan sesak nafas. Hasil
pengkajian: ada bunyi nafas tambahan wheezing, nyeri dada (skala 4), pucat, gelisah,
TD: 130/90 mmHg, frekuensi napas 32x/m, frekuensi nadi 80 x/m, suhu 37.5 0C.
Keluhan sesak sering dialami ketika terpapar debu/asap rokok.
Tidak terkaji
Tidak terkaji
c) Pola eliminasi
BAB
BAK
6) Pemeriksaan Fisik
Tanda-Tanda Vital
- Suhu : 37,5º C
- Nadi : 80 x/menit
- RR : 32 x/menit
Keadaan fisik
- Dada
Pemeriksaan Paru
Pemeriksaan Jantung
b. Klasifikasi data
3) Pucat
- TD : 130/90 mmHg
- Respirasi : 32x/menit
- Frekuensi nadi :
80x/menit
- Suhu : 37,5
Ds : Diameter bronkiolus Nyeri akut (D.0077)
mengecil
1) Dispnea
3) Pucat
Medula Spinalis
4) Gelisah
5) TTV:
Hipotalamus
- TD : 130/90 mmHg
Terapeutik
1. Berikan teknik
farmakologis
mengurangi rasa
(mis. TENS, hi
akupresur, terapi
biofeedback, terapi
aroma terapi,
imajinasi terbi
kompres hangat/
terapi bermain
2. Kontrol lingkungan
memperberat rasa
(mis. suhu ru
pencahayaan, kebisi
3. Fasilitasi istirahat
tidur
4. Pertimbangkan jen
sumber nyeri
pemilihan
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan pen
periode, dan pemicu
2. Jelaskan
meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor
secara mandiri
4. Anjurkan mengg
analgetik secara tep
5. Ajarkan teknik
farmakologis
mengurangi rasa ny
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian ana
jika perlu
3. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Definisi:
Tindakan
Observasi :
Definisi:
Mengidentifikasi dan me
pengalaman sensorik atau emosion
berkaitan dengan kerusakan jaring
fungsional dengan onset mendada
lambat dan berintensitas ringan
berat dan konstan.
Tindakan:
Observasi
4. Mengidentifikasi faktor
memperberat dan memperingan n
5. Mengidentifikasi pengetahuan
keyakinan tentang nyeri
6. Mengidentifikasi pengaruh
terhadap respon nyeri
Terapeutik
2. Mengontrol lingkungan
memperberat rasa nyeri (m
ruangan,pencahayaan,kebisingan
Edukasi
1. Menjelaskan penyebab,periode
pemicu nyeri
4. Mengan
menggunakanmenggunakan an
secara tepat