HEMATOLOGI
“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (COPD)”
Dosen Pengampu: Ns. Nirwanto K. Rahim, M.Kep
KELAS B | KELOMPOK 3
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kelompok yakni Asuhan
Keperawatan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (Penyakit Paru Obstruktif
Kronis)
Kami menyadari, laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................1
.............................................................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................................1
1.3 TUJUAN MASALAH........................................................................................................1
BAB II KONSEP MEDIS
2.1 DEFINISI...........................................................................................................................2
2.2 ETIOLOGI.........................................................................................................................2
2.3 PATOFISIOLOGI.............................................................................................................3
2.4 MANIFESTASI KLINIS...................................................................................................4
2.5 KLASIFIKASI...................................................................................................................5
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG......................................................................................8
2.7 KOMPLIKASI...................................................................................................................9
2.8 PENATALAKSANAAN....................................................................................................11
2.9 PENCEGAHAN.................................................................................................................13
BAB III KONSEP KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN...................................................................................................................15
3.2 PATHWAY........................................................................................................................20
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN....................................................................................21
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN.............................................................................33
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN.................................................................................................................41
4.2 SARAN..............................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................42
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010).
Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya
sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu
menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari
jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema
paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper
(2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang berkaitan
dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan
udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam
paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.
2.2 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara
2
cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru
dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang
dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang
menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan rendahnya
tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK
saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin
berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.
2.3 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
3
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
4
pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial)
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam
sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena
lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
2.5 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1. Bronkitis Kronis
a) Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut –
turut (Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronkitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, Pneumokokus spp., Haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c) Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akan meningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan
dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus
5
akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.
2. Emfisema
a) Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
Emfisema diklasifikasikan sebagai :
Panlobular (panasinar) : ditandai dengan destruksi bronkiole pernafasan,duktus
alveolar,dan alveoli ;spasium udara di dalam lobules lebih atau kurang
membesar ,dengan sedikit penyakit inflasi.Sering disebut sebagai “pink puffer”’.
Sentrilobular (sentriasinar) : menyebabkan kelainan patologis dalam
bronkiolus,menghasilkan hipoksia kronis,hiperkapnea,positemia, dan episode
gagal jantung sebelah kanan.Seringkali disebut “blue bloater” .
6
b) Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetik
3) Merokok
4) Polusi udara
c) Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
3. Asma Bronkial
a) Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas
(Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c) Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea
8
h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps
bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronkus.
i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan
diagnosa emfisema primer.
k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat),
disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis,
emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
m. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program
latihan.
2.7 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah infeksi
nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik,
gagal nafas dan kor pulmonal.
Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory
Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit
cor-pulmonale.
9
b. Cor Pulmonale.
Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran ventrikel
kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung
ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak pada
penderita penyakit paru obstruksi menahun.
Cor pulmonary merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara
menyeluruh. Apabila terjadi malfungsi pada satu sistem organ maka hal ini akan
merembet ke sistem organ lainnya. Pada penderita dengan penyakit paru obstruksi
menahun, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi kapiler paru-paru yang
kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek domino dari perubahan
ini terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih
kuat dalam memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi
atau membesar.
Perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah dibatasi
hingga 2 liter per menit, diuretik untuk menurunkan edema perifer dan istirahat. Edema
perifer merupakan efek domino yang lain karena darah balik ke jantung dari perifer atau
sistemik dipengaruhi oleh hipertrofi ventrikel kanan. Digitalis hanya digunakan pada
penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung kiri.
c. Pneumothoraks.
Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius lainnya. Pnemo berarti udara
sehingga pneumotoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga pleural. Rongga
pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus yakni berupa lapisan cairan tipis
antara lapisan viseral dan parietal paru-paru Fungsi cairan pleural adalah untuk
membantu gerakan paru-paru menjadi lancar dan mulus selama pernafasan berlangsung.
Ketika udara terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapasitas paru-paru untuk
pertukaran udara secara normal, menjadi melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya
kapasitas vital dan hipoksemia.
d. Giant Bullae.
Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu pembentukan
giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di rongga pleura. Tetapi
bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru. Sehingga alveoli
10
yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas menjadi benar-benar
tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal
yaitu dengan menekan jaringan paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran
udara. Jika udara yang terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak
pula kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer
(2002) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a) Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x
0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b) Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase.
c) Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien
yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f) Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien
11
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
c) Fisioterapi.
d) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e) Mukolitik dan ekspektoran.
f) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi
pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi
psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah
Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan
edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah
untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kekambuhan,
mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari
berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien
mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan. Karena
diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses fundamental dalam asma,
maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering
diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih
dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan
steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih
dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih
berguna.
Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik,
radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini
12
bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis untuk
mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan
terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk
individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini
infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir
dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama
selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap
lanjut.
Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase
postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan bronkoskopi
untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan bagi klien yang
terus mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama
dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru.
Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami
penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan pembedahan
pertama-tama dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa
jauh perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.
Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, memperlambat
progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia.
Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup tindakan pengobatan
dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya bernafas, pencegahan
dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan
ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang
berkesinambungan.
13
2.9 Pencegahan
Strategi yang dianjurkan oleh Public Health service report USA adalah:
a. Ask : lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan
b. `Advice : terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga pasien
didesak mau berhenti merokok
c. Assess : yakinkan pasien untuk berhenti merokok
d. Assist : bantu pasien dalam berhenti merokok
e. Arrange : jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intesif, bila usaha
pertama masih belum memuaskan.
14
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Nama : Tidak Terkaji
Usia : Tidak Terkaji
Jenis kelamin : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Suku Bangsa : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal Keluar : Tidak Terkaji
No. Registrasi : Tidak Terkaji
Diagnosa Medis : Post-traumatic stress disorder
2) Identitas penanggung jawab
Nama : No Name
Umur : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Hubungan dengan klien : Tidak Terkaji
3) Keluhan Utama : Tidak terkaji
4) Status Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Saat Ini : Post-traumatic stress disorder
B. Riwayat Kesehatan Terdahulu
15
c) Alergi : Tidak terkaji
C. Pola Eliminasi
BAB
BAK
16
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
6) Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum : Tidak terkaji
B. Kesadaran : Tidak terkaji
C. Tanda-tanda Vital:
Nadi : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
SB : Tidak terkaji
K. Keadaan Fisik :
1) Kepala
2) Mata
17
c) Pupil : Tidak terkaji
8) Jantung
9) Paru-paru
18
a) Inspeksi : Tidak terkaji
19
Rokok dan Polusi
3.2 Pathway
COPD
Dispnea Inflamasi
Sputum Meningkat
Takikardia PO2 menurun Penurunan
Nafsu Makan
Batuk
Hipoksemia
dx : Gangguan
Mengantuk,Lesuh
Ventilasi
Spontan dx : Bersihan
dx : Gangguan Jalan Nafas
Pertukaran Gas dx :Keletihan Tidak Efektif
Gangguan
Metabolisme
Jaringan
Kompensasi
Tubuh Dengan Dx : Pola Nafas
Peningkatan Tidak Efektif
Metabolisme RR
Anaerob
21
- Fasilitasi mengubah beg-valve mask, jika
Objektif posisi senyaman perlu
1. Gelisah mungkin
2. Takikardia - Berikan oksigenasi Edukasi :
sesuai kebutuhan (mis. 1. Untuk mengajarkan
Kondisi Klinis Terkait Nasal kanul, masker pasien melakukan
1. Penyakit paru obstruktif wajah, masker Teknik relaksasi napas
kronis (PPOK) rebreathing atau non dalam
2. Asma rebreathing) 2. Untuk mengajarkan
3. Cedera kepala - Gunakan beg-valve pasien untuk
4. Gagal napas mask, jika perlu mengubah posisi
5. Bedah jantung Edukasi pasien secara mandiri
6. Adult respiratory - Ajarkan melakukan 3. Untuk mengajarkan
distress syndrome teknik relaksasi napas Teknik batuk efektif
(ARDS) dalam kepada pasien
7. Persistent pulmonart - Ajarkan mengubah
hypertension of posisi secara mandiri Kolaborasi :
newborn (PPHN) - Ajarkan teknik batuk 1. Untuk berkolaborasi
8. Prematuritas efektif memberikan
9. Infeksi saluran napas Kolaborasi bronchodilator, jika
- Kolaborasi pemberian diperlukan
Bronkhodilator, jika
perlu
2. Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas (L.01001) Latihan Batuk Efektif Observasi :
Efektif (D.0001) (I.01006) 1. Untuk mengukur
Kategori : Fisiologis Definisi kemampuan batuk
Subkategori : Respirasi Kemampuan membersihkan sekret Definisi 2. Untuk melihat adanya
atau obstruksi jalan napas untuk Melatih pasien yang tidak retensi sputum
Definisi mempertahankan jalan napas tetap memiliki kemampuan batuk 3. Untuk melihat tanda
Ketidakmampuan paten secara efektif untuk dan gejala infeksi
membersihkan sekret atau membersihkan laring, trakea saluran napas
obstruksi jalan napas untuk Setelah dilakukan intervensi dan bronkiolus dari sekret atau 4. Untuk memonitor input
mempertahankan jalan napas keperawatan 3x24 jam masalah benda asing di jalan napas dan output cairan
22
tetap paten terhadap bersihan jalan napas Terapeutik :
dapat diatasi dengan indikator : Tindakan 1. Untuk memposisikan
Penyebab pasien secara semi-
Fisiologis 1. Batuk efektif (5) Observasi fowler atau fowler
1. Spasme jalan napas 2. Produksi sputum (1) - Identifikasi kemampuan 2. Untuk memasang
2. Hipersekresi jalan napas 3. Mengi (1) batuk perlak dan bengkok di
3. Disfungsi 4. Wheezing (1) - Monitor adanya retensi pangkuan pasien
neuromuskuler 5. Meconium (pada neonatus sputum 3. Untuk membuang
4. Benda asing dalam jalan (1) - Monitor tanda dan gejala secret pada tempat
napas 6. Dyspnea (1) infeksi saluran napas sputum
5. Adanya jalan napas 7. Ortopnea (1) - Monitor input dan
buatan 8. Sulit bicara (1) output cairan (mis. Edukasi :
6. Sekresi yang tertahan 9. Sianosis (1) Jumlah dan 1. Untuk menjelaskan
7. Hiperplasia dinding 10. Gelisah (1) karakteristik) tujuan dan prosedur
jalan napas 11. Frekuensi napas (5) Terapeutik batuk efektif
8. Proses infeksi 12. Pola napas (5) - Atur posisi semi-Fowler 2. Untuk membuat pasien
9. Respon alergi atau Fowler relaks
10. Efek agen farmakologis - Pasang perlak dan 3. Untuk mengatur
(mis. Anastesi) bengkok di pangkuan pernapasan pasien
pasien 4. Untuk meembuat leher
Situasional - Buang sekret pada pasien lega
1. Merokok aktif tempat sputum
2. Merokok pasif Kolaborasi :
Edukasi
3. Terpajan polutan Untuk berkolaborasi dalam
- Jelaskan tujuan dan
pemberian mukolitik atau
Gejala dan Tanda Mayor prosedur batuk efektif
ekspektoran, Jika perlu
- Anjurkan tarik napas
Subjektif dalam melalui hidung
(tidak tersedia) selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
Objektif kemudian keluarkan dari
1. Batuk tidak efektif atau mulut dengan bibir
tidak mampu batuk mencucu (dibulatkan)
2. Sputum berlebih / selama 8 detik
23
obstruksi di jalan - Anjurkan mengulangi
napas / meconium di tarik napas dalam hingga
jalan napas (pada 3 kali
neonatus) - Anjurkan batuk dengan
3. Mengo, wheezing kuat langsung setelah
dan/atau ronkhi kering tarik napas dalam yang
ke-3
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
Subjektif mukolitik atau
1. Dyspnea ekspektoran, jika perlu
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Gullian barre syndrome
2. Sclerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik
(mis. Bronkoskopi,
transesophageal
echocardiography
[TEE])
5. Depresi sistem saraf
pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
24
9. Sindrom aspirasi
mekonium
10. Infeksi saluran napas
11. Asma
3. Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Manajemen Jalan Napas Observasi :
(D.0005) Buatan (I.01012) 1. Untuk memonitor
Definisi posisi (ETT)
Kategori : Fisiologis Inspirasi dan/atau ekspirasi yang Definisi 2. Untuk memonitor
Subkategori : Respirasi memberikan ventilasi adekuat Mengidentifikasi dan mengelola tekanan balon ETT
selang endotrakeal dan setiap 4-8jam
Definisi Setelah dilakukan intervensi trakeostomi 3. Untuk memonitor kulit
Inspirasi dan/atau ekspirasi keperawatan 3x24 jam masalah area stroma
yang tidak ventilasi adekuat terhadap pola napas dapat diatasi Tindakan trakeostomi
dengan indikator :
Penyebab Observasi Terapeutik :
1. Depresi pusat 1. Dyspnea (1) - Monitor posisi selang 1. Untuk mengurangi
pernapasan 2. Penggunaan otot bantu endotrakeal (ETT), tekanan balon secara
2. Hambatan upaya napas napas (1) terutama setelah periodik tiap shift
(mis. Nyeri saat 3. Pemanjangan fase ekspirasi mengubah posisi 2. Untuk mencegah ETT
bernapas, kelemahan (1) - Monitor tekanan balon tergigit
otot pernapasan) 4. Ortopnea (1) ETT setiap 4-8 jam 3. Untuk mencegah ETT
3. Deformitas dinding 5. Pernapasan pursed-lip (1) - Monitor kulit area terlipat
dada 6. Pernapasan cuping hidung stroma trakeostomi (mis. 4. Untuk memberikan pre
4. Deformitas tulang dada (1) Kemerahan, drainase, oksigenasi 100%
5. Gangguan 7. Frekuensi napas (5) perdarahan) selama 30 detik,
neuromuskular 8. Kedalaman napas (5) Terapeutik sebelum dan setelah
6. Gangguan neurologis 9. Ekskursi dada (5) - Kurangi tekanan balon penghisapan
(mis. 10. Ventilasi semenit (5) secara periodik tiap shift 5. Untuk memberikan
Elektroensefalogram 11. Kapasitas vital (5) - Pasang ortopharingeal volume pre-oksigenasi
[EEG] positif, cedera 12. Diameter thoraks anterior- airway (OPA) untuk 6. Untuk menghisap
kepala, gangguan posterior (5) mencegah ETT tergigit lender
kejang) 13. Tekanan ekspirasi (5) - Cegah ETT terlipat 7. Untuk mengganti
7. Imaturitas neurologis 14. Tekanan inspirasi (5) (kinking) fiksasi ETT
8. Penurunan energi
25
9. Obesitas - Berikan pre-oksigenasi 8. Untuk mengubah
10. Posisi tubuh yang 100% selama 30 detik posisi ETT
menghambat ekspansi (3-6 kali ventilasi) 9. Untuk merawat mulut
paru sebelum dan setelah 10. Untuk merawat stoma
11. Sindrom hipoventilasi penghisapan trakeostomi
12. Kerusakan inervasi - Berikan volume pre-
diafragma (kerusakan oksigenasi (bagging atau Edukasi :
saraf C5 ke atas) ventilasi mekanik) 1,5 1. Untuk
13. Cedera pada medulla kali volume tidal memberitahukan
spinalis - Lakukan penghisapan tujuan dan prosedur
14. Efek agen farmakologis lendir kurang dari 15 pemasangan jalan
15. Kecemasan detik jika diperlukan napas buatan kepada
(bukan secara berkala / keluarga pasien
Gejala dan Tanda Mayor rutin)
- Ganti fiksasi ETT setiap Kolaborasi :
Subjektif 24 jam 2. Untuk berkolaborasi
1. Dyspnea untuk intubasi ulang
- Ubah posisi ETT secara
jika terbentuk mucous
bergantian (kiri dan
Objektif plug yang tidak dapat
kanan) setiap 24 jam
1. Penggunaan otot bantu dilakukan penghisapan
pernapasan - Lakukan perawatan
2. Fase ekspirasi mulut (mis. Dengan
memanjang sikat gigi, kasa,
3. Pola napas abnormal pelembab bibir)
(mis. Takipnea, - Lakukan perawatan
bradipnea, stoma trakeostomi
hiperventilasi, Edukasi
kussmaul, cheynea- - Jelaskan pasien dan/atau
stokes) keluarga tujuan dan
prosedur pemsangan
Gejala dan Tanda Minor jalan napas buatan
Kolaborasi
Subjektif - Kolaborasi intubasi
1. Ortopnea ulang jika terbentuk
26
mucous plug yang tidak
Objektif dapat dilakukan
1. Pernapasan pursed-lip penghisapan
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada berubah
28
2. Diaforesis pemantauan tujuan dan prosedur
3. Gelisah Edukasi pemantauan
4. Napas cuping hidung - Jelaskan tujuan dan Untuk
5. Pola napas abnormal prosedur pemantauan menginformasikan
(cepat/lambat, - Informasikan hasil hasil pemantauan, jika
regular/ireguler, pemantauan, jika perlu perlu
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal
(mis. Pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
30
mengidentifikasi target target dan jenis
Gejala dan Tanda Minor dan jenis aktivitas sesuai aktivitas sesuai
kemampuan kemampuan
Subjektif
1. Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun
Objektif
(tidak tersedia)
32
1. Anemia
2. Kanker
3. Hipotiroidisme/
hipertiroidisme
4. AIDS
5. Depresi
6. Menopause
Definisi O:
Memfasilitasi dalam mempertahankan
pernapasan spontan untuk memaksimalkan A:
pertukaran gas di paru-paru
P:
Tindakan
Observasi
- Mengidentifiksi adanya kelelahan otot
bantu napas
- Mengidentifikasi efek perubahan posisi
terhadap status pernapasan
33
- Memonitor status respirasi dan
oksigenasi (mis. Frekuensi dan
kedalaman napas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas tambahan,
saturasi oksigen)
Terapeutik
- Mempertahankan kepatenan jalan napas
- Memberikan posisi semi fowler atau
fowler
- Memfasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
- Memberikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis. Nasal kanul, masker
wajah, masker rebreathing atau non
rebreathing)
- Menggunakan beg-valve mask, jika
perlu
Edukasi
- Mengajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
- Mengajarkan mengubah posisi secara
mandiri
- Mengajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian
bronkhodilator, jika perlu
2. (D.0001) Latihan Batuk Efektif (I.01006) S:
Definisi O:
Melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif untuk A:
membersihkan laring, trakea dan bronkiolus
dari sekret atau benda asing di jalan napas P:
34
Tindakan
Observasi
- Mengidentifikasi kemampuan batuk
- Memonitor adanya retensi sputum
- Memonitor tanda dan gejala infeksi
saluran napas
- Memonitor input dan output cairan
(mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Mengatur posisi semi-Fowler atau
Fowler
- Memasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
- Membuang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
- Menganjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
- Menganjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
3. (D.0005) Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012) S:
35
Definisi O:
Mengidentifikasi dan mengelola selang
endotrakeal dan trakeostomi A:
Tindakan P:
Observasi
- Memonitor posisi selang endotrakeal
(ETT), terutama setelah mengubah
posisi
- Memonitor tekanan balon ETT setiap 4-
8 jam
- Memonitor kulit area stroma
trakeostomi (mis. Kemerahan, drainase,
perdarahan)
Terapeutik
- Mengurangi tekanan balon secara
periodik tiap shift
- Memasang ortopharingeal airway
(OPA) untuk mencegah ETT tergigit
- Mencegah ETT terlipat (kinking)
- Memberikan pre-oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6 kali ventilasi)
sebelum dan setelah penghisapan
- Memberikan volume pre-oksigenasi
(bagging atau ventilasi mekanik) 1,5
kali volume tidal
- Melakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik jika diperlukan (bukan
secara berkala / rutin)
- Mengganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Mengubah posisi ETT secara
36
bergantian (kiri dan kanan) setiap 24
jam
- Melakukan perawatan mulut (mis.
Dengan sikat gigi, kasa, pelembab
bibir)
- Melakukan perawatan stoma
trakeostomi
Edukasi
- Menjelaskan pasien dan/atau keluarga
tujuan dan prosedur pemsangan jalan
napas buatan
Kolaborasi
- Mengolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak dapat
dilakukan penghisapan
4. (D.0003) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Definisi S:
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan napas dan O:
keefektifan pertukaran gas
A:
Tindakan
P:
Observasi
- Memonitor frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya napas
- Memonitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-Stokes, biot, ataksik)
- Memonitor kemampuan batuk efektif
- Memonitor adanya produksi sputum
37
- Memonitor adanya sumbatan jalan
napas
- Melakukan tindakan palpasi
kesimetrisan ekspansi paru
- Melakukan tindakan auskultasi bunyi
napas
- Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor nilai AGD
- Memonitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Mendokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Menginformasikan hasil pemantauan,
jika perlu
5. (D.0055) Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.12362) S:
Definisi O:
Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
A:
Tindakan
P:
Observasi
- Mengidentifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Menyediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
- Menjadwalkan pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
38
- Memberikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk bertanya
Edukasi
- Menjelaskan intinya melakukan
aktivitas fisik/olahraga secara rutin
- Menganjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
- Menganjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
6. (D.0057) Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.12362)
Definisi S:
Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
O:
Tindakan
A:
Observasi
- Mengidentifikasi kesiapan dan P:
kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Menyediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
- Menjadwalkan pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
- Memberikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk bertanya
39
Edukasi
- Menjelaskan intinya melakukan
aktivitas fisik/olahraga secara rutin
- Menganjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
- Menganjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
40
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan
dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible (Lyndon Saputra, 2010). Pada klien PPOK paru-paru klien tidak
dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan
sekret yang menumpuk pada paru-paru. PPOK adalah penyakit paru kronik
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain
itu menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang
menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun,
bronkiektasis. PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY
DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia
Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008),
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang
berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
4.2 Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit
myocarditis karena akan menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain itu
perawat juga memberi health education kepada klien dan keluarga agar mereka
faham dengan myocarditis dan bagaimana pengobatannya.
41
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnosis. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan TIndakan Keperawatan.
Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan .
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Suzanne C. Smeltzer, B. G. ( EGC , 2013). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 1 - Brunner
dan Suddarth . EGC.
42