Anda di halaman 1dari 45

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM PERNAPASAN, KARDIOVASKULAR, DAN

HEMATOLOGI
“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (COPD)”
Dosen Pengampu: Ns. Nirwanto K. Rahim, M.Kep

KELAS B | KELOMPOK 3

1. MUHAMMAD FIRMANSYAH LATIEF 841421081


2. ISRA NUR 841421034
3. NADIA OKTAVIANA RAHMAN 841421053
4. WINARTI DIKUM 841421054
5. TRI YULIANA SOGA 841421058
6. ASTRIT LAMADI 841421060
7. LYSSA KHAIRUNNISA NUWA 841421065
8. RISMA ASMARANI AZIS 841421066

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kelompok yakni Asuhan
Keperawatan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (Penyakit Paru Obstruktif
Kronis)

Adapun tujuan dari penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk


memenuhi tugas dari dosen pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pernapasan, Kardiovaskular, dan Hematologi yakni Ns. Nirwanto K. Rahim,
M.Kep. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
konsep asuhan keperawatan pada pasien penderita Keperawatan Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

Kami menyadari, laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................1
.............................................................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................................1
1.3 TUJUAN MASALAH........................................................................................................1
BAB II KONSEP MEDIS
2.1 DEFINISI...........................................................................................................................2
2.2 ETIOLOGI.........................................................................................................................2
2.3 PATOFISIOLOGI.............................................................................................................3
2.4 MANIFESTASI KLINIS...................................................................................................4
2.5 KLASIFIKASI...................................................................................................................5
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG......................................................................................8
2.7 KOMPLIKASI...................................................................................................................9
2.8 PENATALAKSANAAN....................................................................................................11
2.9 PENCEGAHAN.................................................................................................................13
BAB III KONSEP KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN...................................................................................................................15
3.2 PATHWAY........................................................................................................................20
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN....................................................................................21
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN.............................................................................33
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN.................................................................................................................41
4.2 SARAN..............................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................42

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra,
2010). Selain itu menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(COPD/PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi
yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun,
bronkiektasis. Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008), Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang berkaitan dengan sekelompok
penyakit : emfisema, asma, bronchitis kronis, dan bronkiektasis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan
udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam
paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma, emfisema, dan
bronkiektasis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep medis dan konsep keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (COPD)

1.3 TUJUAN MASALAH


1. Untuk mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD)

1
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010).
Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya
sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu
menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari
jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema
paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper
(2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang berkaitan
dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan
udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam
paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.

2.2 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara

2
cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru
dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang
dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang
menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan rendahnya
tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK
saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin
berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.

2.3 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema

3
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Reeves
(2001) adalah :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi
dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang
berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami
perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang
semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang
cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab

4
pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial)
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam
sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena
lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

2.5 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1. Bronkitis Kronis
a) Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut –
turut (Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronkitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, Pneumokokus spp., Haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c) Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akan meningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan
dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus

5
akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.

2. Emfisema
a) Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
Emfisema diklasifikasikan sebagai :
 Panlobular (panasinar) : ditandai dengan destruksi bronkiole pernafasan,duktus
alveolar,dan alveoli ;spasium udara di dalam lobules lebih atau kurang
membesar ,dengan sedikit penyakit inflasi.Sering disebut sebagai “pink puffer”’.
 Sentrilobular (sentriasinar) : menyebabkan kelainan patologis dalam
bronkiolus,menghasilkan hipoksia kronis,hiperkapnea,positemia, dan episode
gagal jantung sebelah kanan.Seringkali disebut “blue bloater” .

6
b) Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetik
3) Merokok
4) Polusi udara

c) Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan

3. Asma Bronkial
a) Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas
(Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran  nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara

7
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c) Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges
(2012) antara lain :
a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula (emfisema),
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).
b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi
abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.
c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan
emfisema.
d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
e. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.
f. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan
kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.
g. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis misalnya
paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan
emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis
respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).

8
h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps
bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronkus.
i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan
diagnosa emfisema primer.
k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat),
disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis,
emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
m. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program
latihan.

2.7 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah infeksi
nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik,
gagal nafas dan kor pulmonal.
Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory
Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit
cor-pulmonale.

a. Acute Respiratory Failure (ARF).


ARF terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh saat istirahat. Analisa gas darah bagi pasien penyakit paru obstruksi menahun
menunjukkan tekanan oksigen arterial PaO2 sebesar 55 mm Hg atau kurang dan tekanan
karbondioksida arterial (PaCO2) sebesar 50 mm Hg atau lebih besar. Jika pasien atau
keluarganya membutuhkan alat-alat bantu kehidupan maka pasien tersebut dilakukan
intubasi dan diberi sebuah respirator untuk ventilasi secara mekanik.

9
b. Cor Pulmonale.
Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran ventrikel
kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung
ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak pada
penderita penyakit paru obstruksi menahun.
Cor pulmonary merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara
menyeluruh. Apabila terjadi malfungsi pada satu sistem organ maka hal ini akan
merembet ke sistem organ lainnya. Pada penderita dengan penyakit paru obstruksi
menahun, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi kapiler paru-paru yang
kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek domino dari perubahan
ini terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih
kuat dalam memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi
atau membesar.
Perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah dibatasi
hingga 2 liter per menit, diuretik untuk menurunkan edema perifer dan istirahat. Edema
perifer merupakan efek domino yang lain karena darah balik ke jantung dari perifer atau
sistemik dipengaruhi oleh hipertrofi ventrikel kanan. Digitalis hanya digunakan pada
penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung kiri.
c. Pneumothoraks.
Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius lainnya. Pnemo berarti udara
sehingga pneumotoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga pleural. Rongga
pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus yakni berupa lapisan cairan tipis
antara lapisan viseral dan parietal paru-paru  Fungsi cairan pleural adalah untuk
membantu gerakan paru-paru menjadi lancar dan mulus selama pernafasan berlangsung.
Ketika udara terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapasitas paru-paru untuk
pertukaran udara secara normal, menjadi melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya
kapasitas vital dan hipoksemia.
d. Giant Bullae.
Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu pembentukan
giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di rongga pleura. Tetapi
bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru. Sehingga alveoli

10
yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas menjadi benar-benar
tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal
yaitu dengan menekan jaringan paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran
udara. Jika udara yang terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak
pula kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer
(2002) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a) Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x
0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b) Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase.
c) Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien
yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f) Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien

11
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
c) Fisioterapi.
d) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e) Mukolitik dan ekspektoran.
f) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi
pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi
psikis dan rehabilitasi pekerjaan.

Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah
Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan
edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah
untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kekambuhan,
mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari
berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien
mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan. Karena
diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses fundamental dalam asma,
maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering
diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih
dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan
steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih
dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih
berguna.
Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik,
radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini

12
bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis untuk
mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan
terapi fisik  dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk
individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini
infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir
dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama
selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap
lanjut.
Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase
postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan bronkoskopi
untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan bagi klien yang
terus mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama
dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru.
Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami
penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan pembedahan
pertama-tama dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa
jauh perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.
Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, memperlambat
progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia.
Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup tindakan pengobatan
dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya bernafas, pencegahan
dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan
ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang
berkesinambungan.

13
2.9 Pencegahan

1. Mencegah terjadinya PPOK

a. Hindari asap rokok

b. Hindari polusi udara

c. Hindari infeksi saluran nafas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK


a. Berhenti merokok
b. Gunakan obat-obatan adekuat
c. Mencegah eksaserbasi berulang

Strategi yang dianjurkan oleh Public Health service report USA adalah:
a. Ask : lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan
b. `Advice : terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga pasien
didesak mau berhenti merokok
c. Assess : yakinkan pasien untuk berhenti merokok
d. Assist : bantu pasien dalam berhenti merokok
e. Arrange : jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intesif, bila usaha
pertama masih belum memuaskan.

14
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Nama : Tidak Terkaji
Usia : Tidak Terkaji
Jenis kelamin : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Suku Bangsa : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal Keluar : Tidak Terkaji
No. Registrasi : Tidak Terkaji
Diagnosa Medis : Post-traumatic stress disorder
2) Identitas penanggung jawab
Nama : No Name
Umur : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Hubungan dengan klien : Tidak Terkaji
3) Keluhan Utama : Tidak terkaji
4) Status Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Saat Ini : Post-traumatic stress disorder
B. Riwayat Kesehatan Terdahulu

a) Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji

b) Pernah dirawat : Tidak terkaji

15
c) Alergi : Tidak terkaji

d) Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll) : Tidak terkaji

C. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak Terkaji


5) Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spritual)
A. Pola Persepsi Dan Manajemen Kesehatan : Tidak terkaji
B. Pola Nutrisi-Metabolik

- Sebelum sakit : Tidak terkaji

- Saat sakit : Tidak terkaji

C. Pola Eliminasi
BAB

- Sebelum sakit : Tidak terkaji

- Saat sakit : Tidak terkaji

BAK

- Sebelum sakit : Tidak terkaji

- Saat sakit : Tidak terkaji

D. Pola kognitif dan persepsi : Tidak terkaji


E. Pola persepsi-Konsep diri : Tidak terkaji
F. Pola Tidur dan Istirahat : Tidak terkaji

- Sebelum Sakit : Tidak Terkaji

- Sesudah Sakit : Tidak Terkaji

G. Pola Peran-Hubungan : Tidak terkaji


H. Pola Seksual-Reproduksi : Tidak terkaji

16
- Sebelum sakit : Tidak terkaji

- Sesudah sakit : Tidak terkaji

I. Pola Toleransi Stress-Koping : Tidak terkaji


J. Pola Nilai-Kepercayaan : Tidak terkaji

6) Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum : Tidak terkaji
B. Kesadaran : Tidak terkaji
C. Tanda-tanda Vital:
Nadi : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
SB : Tidak terkaji
K. Keadaan Fisik :
1) Kepala

a) Lingkar kepala : Tidak terkaji

b) Rambut : Tidak terkaji

c) Warna : Tidak terkaji

d) Tekstur : Tidak terkaji

e) Distribusi rambut : Tidak terkaji

f) Kuat/mudah rontok : Tidak terkaji

2) Mata

a) Sklera : Tidak terkaji

b) Konjungtiva : Tidak terkaji

17
c) Pupil : Tidak terkaji

3) Telinga : Tidak Terkaji


4) Hidung : Tidak terkaji
5) Mulut : Tidak terkaji

a) Kebersihan : Tidak terkaji

b) Warna : Tidak terkaji

c) Kelembapan : Tidak terkaji

d) Lidah : Tidak terkaji

e) Gigi : Tidak terkaji

6) Leher : Tidak Terkaji


7) Dada/pernapasan

a) Inspeksi : Tidak terkaji

b) Palpasi : Tidak terkaji

c) Perkusi : Tidak terkaji

d) Auskultasi : Tidak terkaji

8) Jantung

a) Inspeksi : Tidak terkaji

b) Palpasi : Tidak terkaji

c) Perkusi : Tidak terkaji

d) Auskultasi : Tidak terkaji

9) Paru-paru

18
a) Inspeksi : Tidak terkaji

b) Palpasi : Tidak terkaji

c) Perkusi : Tidak terkaji

d) Auskultasi : Tidak terkaji

10) Abdomen : Tidak terkaji


11) Punggung : Tidak terkaji
12) Ekstremitas : Tidak terkaji
13) Genetalia : Tidak terkaji
14) Integument : Tidak terkaji

a) Warna : Tidak terkaji

b) Turgor : Tidak terkaji

c) Integritas : Tidak terkaji

d) Elastisitas : Tidak terkaji

Pemeriksaan penunjang : Tidak terkaji

Penatalaksanaan : Tidak terkaji

19
Rokok dan Polusi
3.2 Pathway

Asma bronchial, Bronkitis kronis, Emfisema


Asma bronchial, Bronkitis kronis, Emfisema

COPD

Dispnea Inflamasi

Sputum Meningkat
Takikardia PO2 menurun Penurunan
Nafsu Makan
Batuk
Hipoksemia
dx : Gangguan
Mengantuk,Lesuh
Ventilasi
Spontan dx : Bersihan
dx : Gangguan Jalan Nafas
Pertukaran Gas dx :Keletihan Tidak Efektif

Gangguan
Metabolisme
Jaringan
Kompensasi
Tubuh Dengan Dx : Pola Nafas
Peningkatan Tidak Efektif
Metabolisme RR
Anaerob

Produksi ATP dx : Gangguan 20


Defisit Energi Lelah, Lemah
Menurun Pola Tidur
3.3 Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Gangguan Ventilasi Spontan Sirkulasi Spontan (L.02015) Dukungan Ventilasi (I.01002) Observasi :
(D.0004) 1. unruk mengidetifikasi
Kategori : Fisiologis Definisi Definisi kelelahan pada otot
Subkategori : Respirasi Kemampuan untuk Memfasilitasi dalam bantu
mempertahankan sirkulasi yang mempertahankan pernapasan 2. untuk mengetahui
Definisi adekuat untuk menunjang spontan untuk memaksimalkan adanya perubahan
Penurunan cadangan energi kehidupan pertukaran gas di paru-paru dampak perubahan
yang mengakibatkan individu posisi pada status
tidak mampu bernapas dengan Setelah dilakukan intervensi Tindakan pernapasan
adekuat keperawatan 3x24 jam masalah 3. untuk mengetahui
terhadap sirkulasi spontan dapat Observasi frekuensi dan
Penyebab diatasi dengan indikator : - Identifiksi adanya kedalaman napas,
1. Gangguan metabolisme kelelahan otot bantu penggunaan otot bantu
2. Kelemahan otot 1. Tingkat kesadaran (5) napas napas, bunyi napas
pernapasan 2. Saturasi oksigen (5) - Identifikasi efek tambahan, saturasi
3. Gambaran EKG aritmia (1) perubahan posisi oksigen
Gejala dan Tanda Mayor 4. Frekuensi nadi (5) terhadap status
5. Tekanan darah (5) pernapasan terapeutik :
Subjektif 6. Frekuensi napas (5) - Monitor status respirasi 1. untuk mempertahankan
1. Dispnea 7. Suhu tubuh (5) dan oksigenasi (mis. kepatenan jalan napas
Objektif 8. ETCO2 (5) Frekuensi dan 2. untuk memposisikan
1. Penggunaan otot bantu 9. Produksi urine (5) kedalaman napas, pasien pada posisi
napas meningkat penggunaan otot bantu fowler atau semi
2. Volume tidal menurun napas, bunyi napas fowler
3. PCO2 meningkat tambahan, saturasi 3. untuk mengubah posisi
4. PO2 menurun oksigen) pasien senyaman
5. SaO2 menurun Terapeutik mungkin
Gejala dan Tanda Minor - Pertahankan kepatenan 4. untuk memberikan
jalan napas kebutuhan oksigenasi
Subjektif - Berikan posisi semi pasien
(tidak tersedia fowler atau fowler 5. untuk memakaikan

21
- Fasilitasi mengubah beg-valve mask, jika
Objektif posisi senyaman perlu
1. Gelisah mungkin
2. Takikardia - Berikan oksigenasi Edukasi :
sesuai kebutuhan (mis. 1. Untuk mengajarkan
Kondisi Klinis Terkait Nasal kanul, masker pasien melakukan
1. Penyakit paru obstruktif wajah, masker Teknik relaksasi napas
kronis (PPOK) rebreathing atau non dalam
2. Asma rebreathing) 2. Untuk mengajarkan
3. Cedera kepala - Gunakan beg-valve pasien untuk
4. Gagal napas mask, jika perlu mengubah posisi
5. Bedah jantung Edukasi pasien secara mandiri
6. Adult respiratory - Ajarkan melakukan 3. Untuk mengajarkan
distress syndrome teknik relaksasi napas Teknik batuk efektif
(ARDS) dalam kepada pasien
7. Persistent pulmonart - Ajarkan mengubah
hypertension of posisi secara mandiri Kolaborasi :
newborn (PPHN) - Ajarkan teknik batuk 1. Untuk berkolaborasi
8. Prematuritas efektif memberikan
9. Infeksi saluran napas Kolaborasi bronchodilator, jika
- Kolaborasi pemberian diperlukan
Bronkhodilator, jika
perlu
2. Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas (L.01001) Latihan Batuk Efektif Observasi :
Efektif (D.0001) (I.01006) 1. Untuk mengukur
Kategori : Fisiologis Definisi kemampuan batuk
Subkategori : Respirasi Kemampuan membersihkan sekret Definisi 2. Untuk melihat adanya
atau obstruksi jalan napas untuk Melatih pasien yang tidak retensi sputum
Definisi mempertahankan jalan napas tetap memiliki kemampuan batuk 3. Untuk melihat tanda
Ketidakmampuan paten secara efektif untuk dan gejala infeksi
membersihkan sekret atau membersihkan laring, trakea saluran napas
obstruksi jalan napas untuk Setelah dilakukan intervensi dan bronkiolus dari sekret atau 4. Untuk memonitor input
mempertahankan jalan napas keperawatan 3x24 jam masalah benda asing di jalan napas dan output cairan

22
tetap paten terhadap bersihan jalan napas Terapeutik :
dapat diatasi dengan indikator : Tindakan 1. Untuk memposisikan
Penyebab pasien secara semi-
Fisiologis 1. Batuk efektif (5) Observasi fowler atau fowler
1. Spasme jalan napas 2. Produksi sputum (1) - Identifikasi kemampuan 2. Untuk memasang
2. Hipersekresi jalan napas 3. Mengi (1) batuk perlak dan bengkok di
3. Disfungsi 4. Wheezing (1) - Monitor adanya retensi pangkuan pasien
neuromuskuler 5. Meconium (pada neonatus sputum 3. Untuk membuang
4. Benda asing dalam jalan (1) - Monitor tanda dan gejala secret pada tempat
napas 6. Dyspnea (1) infeksi saluran napas sputum
5. Adanya jalan napas 7. Ortopnea (1) - Monitor input dan
buatan 8. Sulit bicara (1) output cairan (mis. Edukasi :
6. Sekresi yang tertahan 9. Sianosis (1) Jumlah dan 1. Untuk menjelaskan
7. Hiperplasia dinding 10. Gelisah (1) karakteristik) tujuan dan prosedur
jalan napas 11. Frekuensi napas (5) Terapeutik batuk efektif
8. Proses infeksi 12. Pola napas (5) - Atur posisi semi-Fowler 2. Untuk membuat pasien
9. Respon alergi atau Fowler relaks
10. Efek agen farmakologis - Pasang perlak dan 3. Untuk mengatur
(mis. Anastesi) bengkok di pangkuan pernapasan pasien
pasien 4. Untuk meembuat leher
Situasional - Buang sekret pada pasien lega
1. Merokok aktif tempat sputum
2. Merokok pasif Kolaborasi :
Edukasi
3. Terpajan polutan Untuk berkolaborasi dalam
- Jelaskan tujuan dan
pemberian mukolitik atau
Gejala dan Tanda Mayor prosedur batuk efektif
ekspektoran, Jika perlu
- Anjurkan tarik napas
Subjektif dalam melalui hidung
(tidak tersedia) selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
Objektif kemudian keluarkan dari
1. Batuk tidak efektif atau mulut dengan bibir
tidak mampu batuk mencucu (dibulatkan)
2. Sputum berlebih / selama 8 detik

23
obstruksi di jalan - Anjurkan mengulangi
napas / meconium di tarik napas dalam hingga
jalan napas (pada 3 kali
neonatus) - Anjurkan batuk dengan
3. Mengo, wheezing kuat langsung setelah
dan/atau ronkhi kering tarik napas dalam yang
ke-3
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
Subjektif mukolitik atau
1. Dyspnea ekspektoran, jika perlu
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Gullian barre syndrome
2. Sclerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik
(mis. Bronkoskopi,
transesophageal
echocardiography
[TEE])
5. Depresi sistem saraf
pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
24
9. Sindrom aspirasi
mekonium
10. Infeksi saluran napas
11. Asma
3. Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Manajemen Jalan Napas Observasi :
(D.0005) Buatan (I.01012) 1. Untuk memonitor
Definisi posisi (ETT)
Kategori : Fisiologis Inspirasi dan/atau ekspirasi yang Definisi 2. Untuk memonitor
Subkategori : Respirasi memberikan ventilasi adekuat Mengidentifikasi dan mengelola tekanan balon ETT
selang endotrakeal dan setiap 4-8jam
Definisi Setelah dilakukan intervensi trakeostomi 3. Untuk memonitor kulit
Inspirasi dan/atau ekspirasi keperawatan 3x24 jam masalah area stroma
yang tidak ventilasi adekuat terhadap pola napas dapat diatasi Tindakan trakeostomi
dengan indikator :
Penyebab Observasi Terapeutik :
1. Depresi pusat 1. Dyspnea (1) - Monitor posisi selang 1. Untuk mengurangi
pernapasan 2. Penggunaan otot bantu endotrakeal (ETT), tekanan balon secara
2. Hambatan upaya napas napas (1) terutama setelah periodik tiap shift
(mis. Nyeri saat 3. Pemanjangan fase ekspirasi mengubah posisi 2. Untuk mencegah ETT
bernapas, kelemahan (1) - Monitor tekanan balon tergigit
otot pernapasan) 4. Ortopnea (1) ETT setiap 4-8 jam 3. Untuk mencegah ETT
3. Deformitas dinding 5. Pernapasan pursed-lip (1) - Monitor kulit area terlipat
dada 6. Pernapasan cuping hidung stroma trakeostomi (mis. 4. Untuk memberikan pre
4. Deformitas tulang dada (1) Kemerahan, drainase, oksigenasi 100%
5. Gangguan 7. Frekuensi napas (5) perdarahan) selama 30 detik,
neuromuskular 8. Kedalaman napas (5) Terapeutik sebelum dan setelah
6. Gangguan neurologis 9. Ekskursi dada (5) - Kurangi tekanan balon penghisapan
(mis. 10. Ventilasi semenit (5) secara periodik tiap shift 5. Untuk memberikan
Elektroensefalogram 11. Kapasitas vital (5) - Pasang ortopharingeal volume pre-oksigenasi
[EEG] positif, cedera 12. Diameter thoraks anterior- airway (OPA) untuk 6. Untuk menghisap
kepala, gangguan posterior (5) mencegah ETT tergigit lender
kejang) 13. Tekanan ekspirasi (5) - Cegah ETT terlipat 7. Untuk mengganti
7. Imaturitas neurologis 14. Tekanan inspirasi (5) (kinking) fiksasi ETT
8. Penurunan energi
25
9. Obesitas - Berikan pre-oksigenasi 8. Untuk mengubah
10. Posisi tubuh yang 100% selama 30 detik posisi ETT
menghambat ekspansi (3-6 kali ventilasi) 9. Untuk merawat mulut
paru sebelum dan setelah 10. Untuk merawat stoma
11. Sindrom hipoventilasi penghisapan trakeostomi
12. Kerusakan inervasi - Berikan volume pre-
diafragma (kerusakan oksigenasi (bagging atau Edukasi :
saraf C5 ke atas) ventilasi mekanik) 1,5 1. Untuk
13. Cedera pada medulla kali volume tidal memberitahukan
spinalis - Lakukan penghisapan tujuan dan prosedur
14. Efek agen farmakologis lendir kurang dari 15 pemasangan jalan
15. Kecemasan detik jika diperlukan napas buatan kepada
(bukan secara berkala / keluarga pasien
Gejala dan Tanda Mayor rutin)
- Ganti fiksasi ETT setiap Kolaborasi :
Subjektif 24 jam 2. Untuk berkolaborasi
1. Dyspnea untuk intubasi ulang
- Ubah posisi ETT secara
jika terbentuk mucous
bergantian (kiri dan
Objektif plug yang tidak dapat
kanan) setiap 24 jam
1. Penggunaan otot bantu dilakukan penghisapan
pernapasan - Lakukan perawatan
2. Fase ekspirasi mulut (mis. Dengan
memanjang sikat gigi, kasa,
3. Pola napas abnormal pelembab bibir)
(mis. Takipnea, - Lakukan perawatan
bradipnea, stoma trakeostomi
hiperventilasi, Edukasi
kussmaul, cheynea- - Jelaskan pasien dan/atau
stokes) keluarga tujuan dan
prosedur pemsangan
Gejala dan Tanda Minor jalan napas buatan
Kolaborasi
Subjektif - Kolaborasi intubasi
1. Ortopnea ulang jika terbentuk

26
mucous plug yang tidak
Objektif dapat dilakukan
1. Pernapasan pursed-lip penghisapan
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait


1. Depresi sistem saraf
pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Sclerosis multiple
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
4. Gangguan Pertukaran Gas Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi Observasi
(D.0003) (I.01014)  Untuk memonitor
frekuensi, irama,
Kategori : Fisiologis Definisi Definisi kedalaman dan upaya
Subkategori : Respirasi Oksigenasi dan/atau eliminasi Mengumpulkan dan napas
karbon dioksida pada membran menganalisis data untuk
27
Definisi alveolus-kapiler dalam batas memastikan kepatenan jalan  Untuk memonitor pola
kelebihan atau kekuarangan normal napas dan keefektifan napas
oksigenasi dan/atau eliminasi pertukaran gas  Untuk memonitor
karbon dioksida pada membran Setelah dilakukan intervensi kemampuan batuk
alveolus-kapiler keperawatan 3x24 jam masalah Tindakan efektif
terhadap pertukaran gas dapat  Untuk memonitor
Penyebab diatasi dengan indikator : Observasi adanya produksi
1. Ketidakseimbangan - Monitor frekuensi, sputum
ventilasi-perfusi 1. Tingkat kesadaran (5) irama, kedalaman dan  Untuk memonitor
2. Perubahan membran 2. Dyspnea (1) upaya napas adanya sumbatan jalan
alveolus-kapiler 3. Bunyi napas tambahan (1) - Monitor pola napas napas
4. Takikardia (1) (seperti bradipnea,  Untuk memeriksa
Gejala dan Tanda Mayor 5. Pusing (1) takipnea, hiperventilasi, kesimetrisan ekspansi
6. Penglihatan kabur (1) kussmaul, Cheyne-
Subjektif paru
7. Diaphoresis (1) Stokes, biot, ataksik)
1. Dyspnea  Untuk mengetahui
8. Gelisah (1) - Monitor kemampuan bunyi napas
9. Napas cuping hidung (1) batuk efektif
Objektif 10. PCO2 (5)  Untuk memonitor
- Monitor adanya saturasi oksigen
1. PCO2 11. PO2 (5) produksi sputum
meningkat/menurun 12. pH arteri (5)  Untuk memonitor nilai
- Monitor adanya AGD
2. PO2 menurun 13. Sianosis (5) sumbatan jalan napas
3. Takikardia 14. Pola napas (5)  Untuk memonitor hasil
- Palpasi kesimetrisan x-ray toraks
4. pH arteri 15. Warna kulit (5) ekspansi paru Terapeutik :
meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan - Auskultasi bunyi napas  Untuk mengatur
- Monitor saturasi oksigen interval pemantauan
Gejala dan Tanda Minor - Monitor nilai AGD respirasi sesuai kondisi
- Monitor hasil x-ray pasien
Subjektif toraks  Untuk
1. Pusing Terapeutik mendokumentasikan
2. Penglihatan kabur - Atur interval hasil pemantauan
pemantauan respirasi
Objektif sesuai kondisi pasien Edukasi :
1. Sianosis - Dokumentasikan hasil  Untuk menjelaskan

28
2. Diaforesis pemantauan tujuan dan prosedur
3. Gelisah Edukasi pemantauan
4. Napas cuping hidung - Jelaskan tujuan dan  Untuk
5. Pola napas abnormal prosedur pemantauan menginformasikan
(cepat/lambat, - Informasikan hasil hasil pemantauan, jika
regular/ireguler, pemantauan, jika perlu perlu
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal
(mis. Pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun

Kondisi Klinis Terkait


1. Penyakit paru obstruktif
(PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkolosis paru
6. Penyakit membran
hialin
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary
hypertension of
newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas
5. Gangguan Pola Tidur Pola Tidur (L.05045) Edukasi Aktivitas/Istirahat Observasi :
(D.0055) (I.12362)  Untuk
mengidentifikasi
Kategori : Fisiologis Definisi Definisi kesipan dan
Subkategori : Aktivitas/istirahat Keadekuatan kualitas dan Mengajarkan pengaturan kemampuan menerima
kuantitas tidur aktivitas dan istirahat informasi
Definisi
Gangguan kualitas dan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
29
kuantitas waktu tidur akibat keperawatan 3x24 jam masalah Terapeutik ;
faktor eksternal terhadap pola tidur dapat diatasi Observasi  Untuk menyediakan
dengan indikator : - Identifikasi kesiapan dan materi dan media
Penyebab kemampuan menerima pengaturan aktivitas
1. Hambatan lingkungan 1. Kemampuan beraktivitas informasi dan istirahat
(mis. Kelembaban (5) Terapeutik  Untuk menjadwalkan
lingkungan sekitar, suhu 2. Keluhan sulit tidur (1) - Sediakan materi dan pemberian Pendidikan
lingkungan, 3. Keluhan sering terjaga (1) media pengaturan Kesehatan sesuai
pencahayaan, 4. Keluhan tidak puas tidur aktivitas dan istirahat kesepakatan
kebisingan, bau tidak (1) - Jadwalkan pemberian  Untuk memberikan
sedap, jadwal 5. Keluhan pola tidur berubah pendidikan kesehatan kesempatan kepada
pemantauan / (1) sesuai kesepakatan pasien dan keluarga
pemeriksaan / tindakan 6. Keluhan istirahat tidak - Berikan kesempatan untuk bertanya
2. Kurangnya kontrol tidur cukup (1) kepada pasien dan
3. Kurangnya privasi keluarga untuk bertanya Edukasi :
4. Restraint fisik Edukasi  Untuk menjelaskan inti
5. Ketiadaan teman tidur - Jelaskan intinya dari melakukan
6. Tidak familiar dengan melakukan aktivitas aktivitas fisik/olahraga
peralatan tidur fisik/olahraga secara secara rutin
rutin  Untuk menganjurkan
Gejala dan Tanda Mayor - Anjurkan terlibat dalam terlibat dalam aktivitas
aktivitas kelompok, kelompok, aktivitas
Subjektif
aktivitas bermain atau bermain, atau aktivitas
1. Mengeluh sulit tidur
aktivitas lainnya lainnya
2. Mengeluh sering terjaga
- Anjurkan menyusun  Untuk menganjurkan
3. Mengeluh tidak puas
jadwal aktivitas dan Menyusun jadwal
tidur
istirahat aktivitas dan istirahat
4. Mengeluh pola tidur
berubah - Ajarkan cara  Untuk mengajarakan
5. Mengeluh istirahat tidak mengidentifikasi cara mengidentifikasi
cukup kebutuhan istirahat (mis. kelelahan, sesak napas
Kelelahan, sesak napas saat beraktivitas
Objektif saat aktivitas)  Untuk mengajarkan
(tidak tersedia) - Ajarkan cara cara mengidentifikasi

30
mengidentifikasi target target dan jenis
Gejala dan Tanda Minor dan jenis aktivitas sesuai aktivitas sesuai
kemampuan kemampuan
Subjektif
1. Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun

Objektif
(tidak tersedia)

Kondisi Klinis Terkait


1. Nyeri/kolik
2. Hipertiroidisme
3. Kecemasan
4. Penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK)
5. Kehamilan
6. Periode pasca partum
7. Kondisi pasca operasi
6. Keletihan (D.0057) Tingkat Keletihan (L.05046) Edukasi Aktivitas/Istirahat Observasi :
(I.12362)  Untuk
Kategori : Fisiologis Definisi mengidentifikasi
Subkategori : Aktivitas/Istirahat Kapasitas kerja fisik dan mental Definisi kesiapan dan
yang tidak pulih dengan istirahat Mengajarkan pengaturan kemampuan menerima
Definisi aktivitas dan istirahat informasi
Penurunan kapasitas kerja fisik Setelah dilakukan intervensi
dan mental yang tidak pulih keperawatan 3x24 jam masalah Tindakan Terapeutik :
dengan istirahat terhadap tingkat keletihan dapat  Untuk menyediakan
diatasi dengan indikator : Observasi Materi dan pengaturan
Penyebab - Identifikasi kesiapan dan aktivitas dan istirahat
1. Gangguan tidur 1. Verbalisasi kepulihan kemampuan menerima  Untuk menjadwalkan
2. Gaya hidup monoton energi (1) informasi pemberian pendidikan
3. Kondisi fisiologis (mis. 2. Tenaga (1) Terapeutik kesehatan sesuai
Penyakit kronis, penyakit 3. Kemampuan melakukan - Sediakan materi dan kesepakatan
31
terminal, anemia, malnutrisi, aktivitas rutin (1) media pengaturan  Untuk memberikan
kehamilan) 4. Motivasi (1) aktivitas dan istirahat kesempatan kepada
4. Program 5. Verbalisasi lelah (5) - Jadwalkan pemberian pasien dan keluarga
perawatan/pengobatan jangka 6. Lesu (5) pendidikan kesehatan untuk bertanya
panjang 7. Gangguan konsentrasi (5) sesuai kesepakatan
5. Peristiwa hidup negative 8. Sakit kepala (5) - Berikan kesempatan Edukasi :
6. Stress berlebihan 9. Sakit tenggorokan (5) kepada pasien dan  Untuk menjelaskan
7. Depresi 10. Mengi (5) keluarga untuk bertanya intinya melakukan
11. Sianosis (5) Edukasi aktivitas fisik/olahraga
Gejala dan Tanda Mayor 12. Gelisah (5) - Jelaskan intinya secara rutin
Subjektif 13. Frekuensi napas (5) melakukan aktivitas  Untuk menganjurkan
1. Merasa energi tidak 14. Perasaan bersalah (5) fisik/olahraga secara terlibat dalam aktivitas
pulih walaupun telah tidur 15. Nafsu makan (5) rutin kelompok, aktivitas
2. Merasa kurang tenaga 16. Pola napas (5) - Anjurkan terlibat dalam bermain atau aktivitas
3. Mengeluh lelah 17. Libido (5) aktivitas kelompok, lainnya
18. Pola istirahat (5) aktivitas bermain atau  Untuk menganjurkan
Objektif aktivitas lainnya menyusun jadwal
1. Tidak mampu aktivitas dan istirahat
- Anjurkan menyusun
mempertahankan hubungan  Untuk mengajarkan
jadwal aktivitas dan
2. Tampak lesu cara mengidentifikasi
istirahat
- Ajarkan cara Kelelahan, sesak napas
Tanda dan Gejala Minor
mengidentifikasi saat aktivitas
Subjektif kebutuhan istirahat (mis.  Untuk mengajarkan
1. Merasa bersalah akibat Kelelahan, sesak napas cara mengidentifikasi
tidak mampu menjalankan saat aktivitas) target dan jenis
tanggung jawab - Ajarkan cara aktivitas sesuai
2. Libido menurun mengidentifikasi target kemampuan
dan jenis aktivitas sesuai
Objektif kemampuan
1. Kebutuhan istirahat
meningkat

Kondisi Klinis Terkait

32
1. Anemia
2. Kanker
3. Hipotiroidisme/
hipertiroidisme
4. AIDS
5. Depresi
6. Menopause

3.4 Implementasi Keperawatan


NO No. Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. (D.0004) Dukungan Ventilasi (I.01002) S:

Definisi O:
Memfasilitasi dalam mempertahankan
pernapasan spontan untuk memaksimalkan A:
pertukaran gas di paru-paru
P:
Tindakan

Observasi
- Mengidentifiksi adanya kelelahan otot
bantu napas
- Mengidentifikasi efek perubahan posisi
terhadap status pernapasan

33
- Memonitor status respirasi dan
oksigenasi (mis. Frekuensi dan
kedalaman napas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas tambahan,
saturasi oksigen)
Terapeutik
- Mempertahankan kepatenan jalan napas
- Memberikan posisi semi fowler atau
fowler
- Memfasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
- Memberikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis. Nasal kanul, masker
wajah, masker rebreathing atau non
rebreathing)
- Menggunakan beg-valve mask, jika
perlu
Edukasi
- Mengajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
- Mengajarkan mengubah posisi secara
mandiri
- Mengajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian
bronkhodilator, jika perlu
2. (D.0001) Latihan Batuk Efektif (I.01006) S:

Definisi O:
Melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif untuk A:
membersihkan laring, trakea dan bronkiolus
dari sekret atau benda asing di jalan napas P:

34
Tindakan

Observasi
- Mengidentifikasi kemampuan batuk
- Memonitor adanya retensi sputum
- Memonitor tanda dan gejala infeksi
saluran napas
- Memonitor input dan output cairan
(mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Mengatur posisi semi-Fowler atau
Fowler
- Memasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
- Membuang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
- Menganjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
- Menganjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
3. (D.0005) Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012) S:

35
Definisi O:
Mengidentifikasi dan mengelola selang
endotrakeal dan trakeostomi A:

Tindakan P:

Observasi
- Memonitor posisi selang endotrakeal
(ETT), terutama setelah mengubah
posisi
- Memonitor tekanan balon ETT setiap 4-
8 jam
- Memonitor kulit area stroma
trakeostomi (mis. Kemerahan, drainase,
perdarahan)
Terapeutik
- Mengurangi tekanan balon secara
periodik tiap shift
- Memasang ortopharingeal airway
(OPA) untuk mencegah ETT tergigit
- Mencegah ETT terlipat (kinking)
- Memberikan pre-oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6 kali ventilasi)
sebelum dan setelah penghisapan
- Memberikan volume pre-oksigenasi
(bagging atau ventilasi mekanik) 1,5
kali volume tidal
- Melakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik jika diperlukan (bukan
secara berkala / rutin)
- Mengganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Mengubah posisi ETT secara

36
bergantian (kiri dan kanan) setiap 24
jam
- Melakukan perawatan mulut (mis.
Dengan sikat gigi, kasa, pelembab
bibir)
- Melakukan perawatan stoma
trakeostomi
Edukasi
- Menjelaskan pasien dan/atau keluarga
tujuan dan prosedur pemsangan jalan
napas buatan
Kolaborasi
- Mengolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak dapat
dilakukan penghisapan
4. (D.0003) Pemantauan Respirasi (I.01014)

Definisi S:
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan napas dan O:
keefektifan pertukaran gas
A:
Tindakan
P:
Observasi
- Memonitor frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya napas
- Memonitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-Stokes, biot, ataksik)
- Memonitor kemampuan batuk efektif
- Memonitor adanya produksi sputum

37
- Memonitor adanya sumbatan jalan
napas
- Melakukan tindakan palpasi
kesimetrisan ekspansi paru
- Melakukan tindakan auskultasi bunyi
napas
- Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor nilai AGD
- Memonitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Mendokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Menginformasikan hasil pemantauan,
jika perlu
5. (D.0055) Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.12362) S:

Definisi O:
Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
A:
Tindakan
P:
Observasi
- Mengidentifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Menyediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
- Menjadwalkan pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan

38
- Memberikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk bertanya
Edukasi
- Menjelaskan intinya melakukan
aktivitas fisik/olahraga secara rutin
- Menganjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
- Menganjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
6. (D.0057) Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.12362)

Definisi S:
Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
O:
Tindakan
A:
Observasi
- Mengidentifikasi kesiapan dan P:
kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Menyediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
- Menjadwalkan pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
- Memberikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk bertanya

39
Edukasi
- Menjelaskan intinya melakukan
aktivitas fisik/olahraga secara rutin
- Menganjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
- Menganjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan

40
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan
dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible (Lyndon Saputra, 2010). Pada klien PPOK paru-paru klien tidak
dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan
sekret yang menumpuk pada paru-paru. PPOK adalah penyakit paru kronik
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain
itu menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang
menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun,
bronkiektasis. PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY
DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia
Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008),
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang
berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
4.2 Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit
myocarditis karena akan menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain itu
perawat juga memberi health education kepada klien dan keluarga agar mereka
faham dengan myocarditis dan bagaimana pengobatannya.

41
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnosis. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan TIndakan Keperawatan.
Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan .
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Suzanne C. Smeltzer, B. G. ( EGC , 2013). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 1 - Brunner
dan Suddarth . EGC.

42

Anda mungkin juga menyukai