Anda di halaman 1dari 18

Makalah

“Kegawatdaruratan Penyakit Infeksius, Penyakit Non Infeksius, Kontaminasi


Fisik/Radiasi, dan Kontaminasi Bahan Kimia”

Disusun oleh

Kelompok 5

Muh. Firmansyah Latief 841421081


Moh. Fajar R. Ishak 841421093
Inang Novianti Ekaputri Pakaya 841421055
Tri Yuliana Soga 841421058
Astrid Lamadi 841421060
Lyssa Khairunnisa Nuwa 841421065
Astrid Dunaya 841421079
Riska Daud 841421089
Lutvia Mohamad 841421090

Mata Kuliah : KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN


KERJA

Dosen Pengampuh : Ridha Hafid, S.ST., M.Kes

JURUSAN ILMU S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya-Nya kepada
saya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kegawatdaruratan Penyakit
Infeksius, Penyakit Non Infeksius, Kontaminasi Fisik/Radiasi, Kontaminasi Bahan
Kimia.

Tugas dari mata kuliah Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan


Kerja telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan dari beberapa sumber
sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada beberapa sumber yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata
kuliah ini Ridha Hafid, S.ST., M.Kes.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan dan cara pengeditan kerapian dalam tugas ini. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari dosen
pengampu mata kuliah dan pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak
orang dan dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap para pembaca.

Gorontalo, 12 Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3

A. Kegawatdaruratan penyakit infeksius..........................................................................3


B. Kegawatdaruratan penyakit non infeksius...................................................................6
C. Kegawatdaruratan kontaminasi fisik/radiasi...............................................................8
D. Kegawatdaruratan kontaminasi bahan kimia.............................................................11

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................14

A. Kesimpulan.......................................................................................................................14
B. Saran..................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu factor perlindungan
pekerja dengan cara implementasi teknologi pengendalian semua faktor yang
berpeluang membahayakan para pekerja. Pengendalian diarahkan kepada sumber
yang berpeluang menimbulkan penyakit akibat pekerjaan, pencegahan kecelakaan dan
penyerasian peralatan kerja baik mesin dan karakteristik manusia yang menjalankan
pekerjaan tersebut (Elvania, N., C., 2022).
Kontaminasi adalah masuknya bahan perusak lingkungan yang memiliki sifat
beracun ke lingkungan. Polusi berarti adanya beberapa bahan di lingkungan dan
keadaan lingkungan yang terkontaminasi dengan risiko berbahaya zat yang dihasil
dari kegiatan manusia. Secara umum, lingkungan yang terkontaminasi sebagian besar
meliputi makanan, tanah, air dan udara. Keberadaan zat asing seperti (cair, gas, padat)
atau energi seperti (panas, mikroba dan kuman, radiasi, kimia) yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, tumbuhan atau hewan (Sinaga, dkk 2022).
Penyakit infeksi ialah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan
berkembangnya biaknya mikroorganisme, suatu kelompok luas dari organisme
mikroskopik yang terdiri dari satu atau banyak sel seperti bakteri, fungi, dan parasit
serta virus. 2 Penyakit infeksi terjadi ketika interaksi dengan mikroba menyebabkan
kerusakan pada tubuh host dan kerusakan tersebut menimbulkan berbagai gejala dan
tanda klinis. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia disebut
sebagai mikroorganisme patogen, salah satunya bakteri pathogen (Elvania, N., C.,
2022).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kegawatdaruratan penyakit infeksius?
2. Bagaimana kegawatdaruratan penyakit non infeksius?
3. Bagaimana kegawatdaruratan kontaminasi fisik/radiasi?
4. Bagaimana kegawatdaruratan kontaminasi bahan kimia?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kegawatdaruratan penyakit infeksius
2. Untuk mengetahui kegawatdaruratan penyakit non infeksius
3. Untuk mengetahui kegawatdaruratan kontaminasi fisik/radiasi
4. Untuk mengetahui kegawatdaruratan kontaminasi bahan kimia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. kegawatdaruratan penyakit infeksius


Infeksius adalah proses invasif mikroorganisme penyebab penyakit yang
berpoliferasi di dalam host. infeksi adalah pertumbuhan organisme penyebab penyakit
di dalam tubuh. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama di negara maju dan berkembang. World Health Organization (WHO)
mengemukakan bahwa penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada anak-
anak. Data WHO tahun 2012 menyatakan bahwa tingkat kematian anak <5 tahun di
Indonesia disebabkan oleh penyakit infeksi dengan persentase 1-20% (Simandalahi,
T., Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Penyakit infeksi ialah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan
berkembangnya biaknya mikroorganisme, suatu kelompok luas dari organisme
mikroskopik yang terdiri dari satu atau banyak sel seperti bakteri, fungi, dan parasit
serta virus. Penyakit infeksi terjadi ketika interaksi dengan mikroba menyebabkan
kerusakan pada tubuh host dan kerusakan tersebut menimbulkan berbagai gejala dan
tanda klinis. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia disebut
sebagai mikroorganisme patogen, salah satunya bakteri pathogen (Simandalahi, T.,
Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Kejadian penyakit infeksi di pusat pelayanan kesehatan dianggap sebagai
suatu masalah serius karena mengancam kesehatan dan keselamatan pasien dan
petugas kesehatan secara global. perawat dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kompeten dibidangnya karena resiko
pekerjaan perawat tidak hanya menyangkut kesehatan dan keselamatan pasien tetapi
juga menyangkut kesehatan dan keselamatan perawat. Salah satu resiko serius
tersebut adalah tertular atau menularkan penyakit Infeksi (Simandalahi, T., Prawata,
A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Resiko tertular atau menularkan penyakit infeksi seperti blood borne:HIV,
Hepatitis B dan Hepatitis C, berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau yang
tidak diketahui seperti benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai dan benda
tajam lainnya. Secara global, lebih dari 35 juta petugas kesehatan menghadapi resiko
luka perkutan akibat terkena benda tajam yang terkontaminasi. Insiden terpapar
mikroorganisme yang diobservasi diantara semua petugas kesehatan yang paling

3
tinggi terpajan adalam perawat (Simandalahi, T., Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N.
A. L., 2019).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2002, telah terjadi
lebih dari 16.000 kasus penularan virus Hepatitis C, 66.000 kasus penularan Hepatitis
B dan 1000 kasus penularan HIV pada tenaga kesehatan diseluruh dunia .
Untuk melindungi perawat dari penyakit infeksi tersebut maka dalam
melaksanakan Tindakan keperawatan, perawat harus selalu memperhatikan metode
universal precautions (Kewaspadaan Universal) yang telah ditetapkan oleh Centers
for Disease Control And Universal precautions adalah suatu tindakan pengendalian
infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi dengan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh
dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan (Simandalahi, T., Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Penerapan universal precautions harus menjadi perhatian dan dilaksanakan
oleh perawat yang ada diseluruh rumah sakit di Indonesia. Sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh Depkes RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI (Kepmenkes RI)
Nomor: 382/menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi dirumah. sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tetapi pada
kenyataannya, dari hasil survei yang dilakukan oleh Depkes RI dan WHO ke rumah
sakit-rumah sakit di propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia masih banyak rumah
sakit daerah yang belum menjalankan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan metode universal precautions tersebut (Simandalahi, T., Prawata, A. H. M., &
Toruan, E. N. A. L., 2019).
Permasalahan kepatuhan penerapan kewaspadaan standar di Indonesia
disebabkan oleh keterbatasan fasilitas dalam pengendalian infeksi, misalnya fasilitas
cuci tangan hanya sedikit yang tersedia dan jika tersedia kadang- kadang tanpa sabun
dan handuk. Terkadang ketersediaan air mengalir juga tidak tersedia. Selain itu,
pembersih tangan yang berbasis alkohol tidak tersedia secara luas dan sering
kekurangan sarung tangan, gaun dan masker crap perawat mengatakan tidak
melakukan perlindungan diri disebabkan karena sarana yang kurang seperti sarung
tangan tidak cukup,sabun cuci tangan habis.hal ini menunjukan sarana dan prasarana
mempengaruhi perawat dalam pelaksanaan universal precautions (Simandalahi, T.,
Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).

4
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan perawat di salah satu IGD
rumah sakit umum Kerinci pada tanggal 9-10 Juni 2018 masih banyak petugas
kesehatan terutama perawat yang tidak mengindahkan dan memperhatikan metode
universal precautions dalam melaksanakan tindakan keperawatan, peneliti melihat
perawat tidak menggunakan sarung tangan dan masker setiap melakukan pengkajian,
khususnya sarung tangan hanya digunakan beberapa perawat saja. Mencuci tangan
dengan teknik aseptikpun jarang dilakukan. Kalaupun dilakukan tidak dengan teknik
yang tepat, semua perawat tersebut tidak pernah mendapatkan pelatihan khusus
membahas tentang universal precautions. Hanya mendapatkan informasi universal
precautions saat tentang menjalani pendidikan. Sarana dan prasarana universal
precautions di Instalasi Gawat Darurat RSU Kerinci seperti wastafle tempat cuci
tangan yang kurang, peralatan cuci tangan yang kurang memadai (Simandalahi, T.,
Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Kewaspadaan universal merupakan suatu tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi
dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam,
2007). Tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau
penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit
tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Prosedur universal
precautions bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan, pasien dan staf dari
paparan objek yang infeksius selama porsedur perawatan berlangsung (Simandalahi,
T., Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Menurut analisa peneliti, lebih dari separuh responden yang melaksanaan
universal precaution disebabkan adanya perawat yang selalu melakukan cuci tangan
setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan, mencuci tangan dengan
menggunakan larutan antiseptik, adanya perawat yang selalu memakai alat pelindung
diri seperti sarung tangan dan masker, adanya perawat yang selalu membuang benda
tajam ke dalam kontainer khusus, melakukan pembuangan sampah medis ke tempat
yang terpisah sesuai dengan label atau kode warnanya (Simandalahi, T., Prawata, A.
H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Sedangkan masih ada perawat yang tidak melaksanakan universal precaution
disebabkan oleh adanya perawat yang tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan sarung tangan, masih ada perawat yang hanya mencuci tangan saja

5
tanpa menggunakan sabun atau deterjen, masih ada perawat yang tidak menggunakan
alat pelindung diri seperti kaca mata khusus, celemek dan sepatu saat melakukan
tindakan yang kemungkinan dapat terkena cipratan cairan tubuh seperti darah, masih
ada perawat yang tidak melakukan dekontaminasi alat kesehatan. sumber daya yang
dibutuhkan petugas kesehatan dalam menerapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi di tempat kerja yaitu tersedianya sarana dan prasarana cuci tangan, Alat
Pelindung Diri (APD), perlengkapan disinfektan dan sterilisasi, serta perlengkapan
untuk pengelolaan benda tajam dan pembuangan limbah baik medis. maupun non
medis (Simandalahi, T., Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).
Menurut analisa peneliti, sebagian besar dan prasarana dalam pelaksanaan
sarana universal precaution sudah tersedia seperti washtafle, air mengalir, sarung
tangan, tempat pencucian alat kesehatan, alat sterilisasi, wadah penampungan benda
tajam, tempat sampah sesuai kode warna dan tempat pembuangan akhir, namun ada
beberapa sarana dan prasarana yang ketersediaannya tidak memadai atau tidak
mencukupi, sehingga perawat menggunakan, dan terkadang terkadang juga tidak
menggunakannya seperti ketersediaan sarung tangan steril, sarung tangan bersih yang
kadang habis, pelindung wajah, kacamata, pelindung kepala, celemek, sepatu
pelindung yang ketersediaannya terbatas. Terkadang perawat juga melihat jenis kasus
yang didahapinya, jika kasus pasien non infeksius, perawat terkadang tidak
menggunakan handscoon agar tindakan lebih cepat dan nyaman seperti saat
memasang infus, mengukur tanda-tanda vital pasien, dan lain-lainnya (Simandalahi,
T., Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L., 2019).

B. kegawatdaruratan penyakit non infeksius


Penyakit Tidak Menular (PTM) atau Non Communicable Disease (NCD)
adalah penyakit yang tidak bisa ditularkan dari orang ke orang, yang
perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang panjang (kronis).
Penyakit Tidak Menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, cenderung
berlangsung lama dan merupakan hasil kombinasi faktor genetik, fisiologis,
lingkungan, dan perilaku (WHO, 2018). Jenis utama PTM adalah penyakit
kardiovaskuler (seperti serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan
kronis (seperti penyakit paru obstruktif kronik dan asma), dan diabetes (WHO, 2018).
Sebagian besar PTM dapat dicegah melalui pengurangan empat risiko perilaku
utamanya, antara lain: penggunaan tembakau, aktivitas fisik, penggunaan alkohol

6
yang berbahaya dan pola makan yang tidak sehat. Gambaran pengaruh faktor risiko
dan faktor metabolik/fisiologis lain dapat mempengaruhi PTM adalah sebagai berikut:
1) Tembakau
Hampir 6 juta orang meninggal karena penggunaan tembakau setiap tahun,
baik dari penggunaan tembakau langsung maupun perokok pasif. Pada tahun
2020, jumlah ini akan meningkat menjadi 7,5 juta, terhitung 10% dari semua
kematian. Merokok diperkirakan menyebabkan sekitar 71% kanker paru-paru,
42% penyakit pernapasan kronis dan hampir 10% dari penyakit kardiovaskular.
Insiden merokok tertinggi di kalangan pria berada di kelas menengah ke bawah
negara; untuk total populasi, prevalensi merokok tertinggi di antara negara-negara
berpenghasilan menengah ke atas.
2) Aktivitas fisik yang tidak mencukupi
Sekitar 3,2 juta orang meninggal setiap tahun karena kurangnya aktivitas fisik.
Orang yang kurang aktif secara fisik memiliki risiko 20% sampai 30% lebih tinggi
dari semua penyebab kematian. Aktivitas fisik secara teratur mengurangi risiko
penyakit kardiovaskular termasuk tekanan darah tinggi, diabetes, kanker payudara
dan usus besar, dan depresi. Aktivitas fisik yang tidak mencukupi paling tinggi di
negara-negara berpenghasilan tinggi, tetapi tingkat yang sangat tinggi sekarang
juga terlihat di beberapa negara berpenghasilan menengah terutama di kalangan
wanita.
3) Penggunaan alkohol yang berbahaya
Sekitar 2.3 juta orang meninggal setiap tahun akibat penggunaan alkohol yang
berbahaya, terhitung sekitar 3,8% dari semua kematian di dunia. Lebih dari
separuh kematian ini terjadi karena PTM termasuk kanker, penyakit
kardiovaskular, dan sirosis hati. Sedangkan konsumsi per kapita orang dewasa
adalah tertinggi di negara-negara berpenghasilan tinggi, hampir sama tingginya di
negara-negara berpenghasilan menengah ke atas yang padat.
4) Pola makan tidak sehat
Konsumsi buah dan sayuran yang cukup dapat mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular, kanker perut dan kanker kolorektal. Sebagian besar populasi
mengonsumsi garam yang jauh lebih tinggi dari yang direkomendasikan oleh
WHO. Konsumsi garam yang tinggi menyebabkan tekanan darah tinggi dan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Selain itu konsumsi tinggi lemak
jenuh dan asam lemak trans dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung.

7
Data yang tersedia menunjukkan bahwa asupan lemak trans dikaitkan dengan
peningkatan resiko penyakit jantung. Data yang tersedia menunjukkan bahwa
asupan lemak telah meningkat pesat di negara-negara berpenghasilan menengah
ke bawah sejak tahun 1980-an
5) Tekanan darah tinggi
Tekanan darah yang meningkat diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian,
sekitar 12,8% dari semua kematian. Ini merupakan faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular. Prevalensi tekanan darah tinggi serupa di semua kelompok
pendapatan, meskipun umumnya paling rendah di populasi berpenghasilan tinggi.
6) Kegemukan dan obesitas
Setidaknya 2,8 juta orang meninggal setiap tahun akibat kegemukan atau
obesitas. Kegemukan dan obesitas ditentukan dengan pengukuran Indeks Massa
Tubuh (IMT)/Body Mass Index (BMI). Risiko penyakit jantung, stroke, dan
diabetes terus meningkat seiring dengan meningkatnya BMI. Peningkatan BMI
juga diketahui dapat meningkatkan risiko jenis kanker tertentu. Obesitas
cenderung terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas, akan tetapi
saat ini juga dilaporkan terjadi pada beberapa negara dengan pendapatan
menengah ke bawah.
7) Asupan kolesterol
Peningkatan asupan kolesterol diperkirakan menyebabkan 2,6 juta kematian
setiap tahun; meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
8) Infeksi terkait kanker
Setidaknya 2 juta kasus kanker per tahun, 18% dari beban kanker global,
disebabkan oleh beberapa infeksi kronis tertentu, dan fraksi ini jauh lebih besar di
kalangan berpenghasilan rendah negara. Agen infeksius utama adalah human
papillomavirus, virus Hepatitis B, virus Hepatitis C dan Helicobacter pylori.
Infeksi ini sebagian besar dapat dicegah melalui vaksinasi dan tindakan untuk
hindari penularan, atau bisa diobati. Misalnya, penularan virus Hepatitis C
sebagian besar telah

C. kegawatdaruratan kontaminasi fisik/radiasi


Kontaminasi adalah masuknya bahan perusak lingkungan yang memiliki sifat
beracun ke lingkungan. Polusi berarti adanya beberapa bahan di lingkungan dan
keadaan lingkungan yang terkontaminasi dengan risiko berbahaya zat yang dihasil

8
dari kegiatan manusia. Secara umum, lingkungan yang terkontaminasi sebagian besar
meliputi makanan, tanah, air dan udara. Keberadaan zat asing seperti (cair, gas, padat)
atau energi seperti (panas, mikroba dan kuman, radiasi, kimia) yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, tumbuhan atau hewan (Sinaga, dkk 2022).

Jenis - Jenis Kontaminasi Fisik


a) Suhu
Suhu ekstrem dapat secara langsung memengaruhi kesehatan dengan
mengorbankan kemampuan tubuh untuk mengatur suhu tubuh. Hilangnya
kontrol suhu tubuh dapat mengakibatkan berbagai penyakit, termasuk kram
panas, kelelahan panas, sengatan panas, dan hipotermia dari peristiwa panas
yang ekstrem. Suhu ekstrem yang terkait dengan panas juga dapat
memperburuk kondisi kronis seperti penyakit kardiovaskular, penyakit
pernapasan, penyakit serebrovaskular, dan kondisi terkait diabetes (Ebi, 2021).
Perubahan iklim juga dapat berkontribusi pada peristiwa cuaca dingin
yang ekstrem. Ketika udara hangat mengganggu kestabilan pusaran kutub
yang mengedarkan udara dingin di kutub bumi, udara dingin dapat dilepaskan
ke arah khatulistiwa. Efek kesehatan dari dingin yang ekstrem dapat
mencakup tekanan kardiovaskular saat tubuh berjuang untuk mempertahankan
panas dan dapat menyebabkan penyakit seperti hipotermia (Mason, 2022).
b) Kebisingan
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan. Kebisingan
lingkungan terdiri dari semua suara yang tidak diinginkan di lingkungan kita
kecuali yang berasal dari tempat kerja. Kebisingan, suatu bentuk pencemaran
udara, merupakan ancaman bagi kesehatan dan kesejahteraan. Ini lebih parah
dan meluas dari sebelumnya, dan itu akan terus meningkat dalam besaran dan
keparahan karena pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pertumbuhan terkait
dalam penggunaan yang semakin kuat, bervariasi, dan tinggi sumber
kebisingan seluler (Sinaga, dkk 2022).
Kebisingan menghasilkan efek merugikan langsung dan kumulatif yang
mengganggu kesehatan dan menurunkan lingkungan perumahan, sosial dan
kerja dengan kerugian nyata (ekonomi) dan tidak berwujud (kesejahteraan)
yang sesuai. Kebisingan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan tidur,

9
penyakit kardiovaskular, cacat (pendengaran), penurunan produktivitas,
perilaku sosial negatif, reaksi jengkel, ketidakhadiran dan kecelakaan
(Eriksson, 2018).
Kebisingan dapat mengganggu seseorang untuk menikmati fasilitas
properti dan waktu luang seseorang dan meningkatkan frekuensi perilaku anti
sosial (Clark and Paunovic, 2018).
c) Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya sangat menentukan kemampuan pekerja menyelesaikan
pekerjaannya, karena dengan intensitas cahaya yang sesuai dengan jenis
pekerjaan akan membantu pekerja untuk mengetahui dengan jelas objek yang
akan dikerjakan, sehingga kelelahan mata yang akhirnya menjadi gangguan
mata akibat intensitas cahaya kurang tidak terjadi .Pengaturan cahaya di
tempat kerja disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Cahaya yang terlalu
terang dapat menimbulkan kesilauan dan juga dapat menaikkan suhu di
ruangan kerja, sedangkan apabila cahaya terlalu rendah dapat menyebabkan
otot mata bekerja lebih maksimal sehingga dapat menyebabkan kelelahan
mata (Samitz, 2022).
d) Radiasi Frekuensi Radio (RF)
Mencakup gelombang radio dan gelombang mikro, berada di ujung
spektrum elektromagnetik berenergi rendah. Ini adalah jenis radiasi non-
pengion. Radiasi non-pengion tidak memiliki energi yang cukup untuk
menghilangkan elektron dari atom. Cahaya tampak adalah jenis lain dari
radiasi non-pengion. Radiasi RF memiliki energi yang lebih rendah daripada
beberapa jenis radiasi non-pengion lainnya, seperti cahaya tampak dan
inframerah, tetapi memiliki energi yang lebih tinggi daripada radiasi frekuensi
sangat rendah (ELF) (American Cancer Society, 2020).
Jika radiasi RF diserap tubuh dalam jumlah yang cukup besar, maka dapat
menghasilkan panas. Hal ini dapat menyebabkan luka bakar dan kerusakan
jaringan tubuh. Meskipun radiasi RF tidak dianggap menyebabkan kanker
dengan merusak DNA dalam sel seperti halnya radiasi pengion, ada
kekhawatiran bahwa dalam beberapa keadaan, beberapa bentuk radiasi non-
pengion mungkin masih memiliki efek lain pada sel yang entah bagaimana
dapat menyebabkan kanker (American Cancer Society, 2020).

10
e) Getaran
Paparan getaran baik segmental dan getaran seluruh tubuh menghasilkan
peningkatan risiko gangguan muskuloskeletal, masalah vaskular perifer dan
sensorineural, dan penyakit lainnya. Paparan berulang terhadap getaran jangka
panjang menghasilkan pengurangan sensitivitas sentuhan, hilangnya
ketangkasan manual dan vasospasme yang disebabkan oleh dingin yang
menyebabkan pucat pada jari dan tangan. (Krajnak, 2018).
Gejala ini disebut sebagai sindrom getaran tangan-lengan. Pekerja yang
terpapar alat dengan frekuensi dominan dalam kisaran 60-300 Hz lebih
mungkin mengembangkan gejala Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS).
Sebaliknya, pekerja yang menggunakan perkakas tangan yang memancarkan
frekuensi dominan yang lebih rendah (yaitu, 10-60 Hz) dapat menunjukkan
gejala HAVS. Namun, alat dengan frekuensi dominan yang lebih rendah lebih
cenderung menyebabkan hilangnya massa otot, dan cedera sendi pada siku dan
bahu (Krajnak, 2018).

D. kegawatdaruratan kontaminasi bahan kimia


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu factor perlindungan pekerja
dengan cara implementasi teknologi pengendalian semua faktor yang berpeluang
membahayakan para pekerja. Pengendalian diarahkan kepada sumber yang
berpeluang menimbulkan penyakit akibat pekerjaan, pencegahan kecelakaan dan
penyerasian peralatan kerja baik mesin dan karakteristik manusia yang menjalankan
pekerjaan tersebut. Bahan kimia merupakan senyawa dari beberapa unsur.
Sedangkan material industri adalah produk dari campuran maupun reaksi dari
beberapa senyawa. Kedua hal itu mempunyai tingkat bahaya yang berbeda. Pada
umumnya bahan kimia lebih berbahaya daripada material industri, meskipun banyak
material industri yang juga berbahaya. Bahan kimia yang digunakan dalam
lingkungan kerja dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu (Elvania, N., C.,
2022):
1. Industri kimia yaitu industri yang mengolah dan menghasilkan bahan-bahan
kimia di antaranya industri pupuk, asam sulfat, soda, bahan peledak,
pestisida, cat, detergen, dan lain-lain. Industri kimia dapat diberi batasan sebagai
industri yang ditandai dengan penggunaan proses-proses yang berkaitan dengan

11
perubahan kimiawi atau fisik dalam sifat-sifat bahan tersebut dan khususnya
pada bagian kimiawi dan komposisi suatu zat.
2. Industri pengguna bahan kimia yaitu industri yang menggunakan bahan
kimia sebagai bahan pembantu proses, di antaranya industri tekstil, kulit, kertas,
pelapisan listrik, pengolahan logam, obat-obatan, dan lain-lain.
3. Laboratorium yaitu tempat kegiatan untuk uji mutu, penelitian, dan
pengembangan serta pendidikan. Kegiatan laboratorium banyak
dilakukan oleh industri, lembaga penelitian dan pengembangan,
perusahaan jasa, rumah sakit, dan perguruan tinggi. Beberapa contoh bahan
kimia yaitu amoniak, natrium hidroksida, asam sianida, asam chloride,
akrilamida.
Kontaminasi bahan kimia dapat menimbulkan beberapa bahaya bagi tubuh
seperti bahaya kimia dan bahaya radiasi (Elvania, N., C., 2022).
1. Bahaya kimia
Bahaya ini adalah bahaya yang bersumber dari bahan yang dihasilkan
selama produksi. Bahan ini terhambur ke lingkungan dikarenakan cara kerja yang
salah, kerusakan atay kebocoran dari peralatan atau instalasi yang digunakan
dalam proses kerja. Bahaya kimia yang terhambur ke lingkungan kerja dapat
mengganggu baik itu local maupun sistemik. Gangguan lokal adalah kelainan
yang ditimbulkan ditempat bahan kimia yang kontak dengan tubuh yaitu kulit dan
selaput lender yang menimbulkan gejala iritasi mulkus dan kanker. Apabila
terserap dan masuk kedalam peredaran darah akan timbul gejala sistemik. Jalan
masuk bahan kimia kedalam tubuh adalah melalui kulit, pernapasan dan
pencernaan.
Bahaya kimia umumnya berasal dari bahan-bahan kimia yang ada di
tempat kerja. Bahaya kimia dapat mempengaruhi atau masuk ke dalam tubuh
pekerja melalui pernafasan, pencernaan, kontak kulit, atau tertusuk/tersuntik.
Contoh bahaya kimia antara lain: Debu, Asap (smog), Gas, Uap, Fume,
Kabut (mists/aerosol), Bedak/ Tepung (vapors), dan Fiber (Ramesh, 2017).

2. Bahaya radiasi
Radiasi adalah pancaran energy melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk pana, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya dari sumber radiasi.
Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal disekitar kehudipan kita seperti

12
televise, lampu penerangan, alat pemanas makanan, computer dan lain-lain. Selain
benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah yang
berada di udara, di dalam air atau didalam lapisan bumi.
Radiasi memberikan pengaruh atau efek terhadap manusia. Efk radiasi
bagi manusia dibedakan menjadi dua yaitu efek genetic dan efek somatic. Efek
genetic adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena
paparan radiasi. Efek somatic adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu
yang terpapar radiasi. Gejala yang dirasakan oleh efek somatic ini bervariasi, ada
yang segera tapi ada juga yang tertunda. Gejala yang bisa langsung terlihat dalam
waktu singkat seperti epilepsy, eritema, luka bakar, dan penurunan jumlah sel
darah. Gejala dari efek yang tertunda akan dirasakan dalam waktu yang lama
antara bulanan dan tahunan seperti katarak dan kanker.
Radiasi inframerah dapat menyebabkan katarak, contoh tungku
pembakaran. Laser berkekuatan besar dan merusak mata dan kulit contohnya
komunikasi, pembedahan. Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat
menyebabkan kanker contohnya yaitu pengelasan.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut WHO pengertian K3 adalah upaya yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang
setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap
gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan
bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan.
(WHO, n.d.)
K3 adalah kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman,
terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan,
pengarahan dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari karyawan dan pemberian
bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun
perusahaan dimana mereka bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

B. Saran
Dengan makalah ini, kami berharap pembaca dapat memahami mengenai
Kegawatdaruratan Penyakit Infeksius, Penyakit Non Infeksius, Kontaminasi
Fisik/Radiasi, Kontaminasi Bahan Kimia dan kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, Sekian dan terima kasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Simandalahi, T., Prawata, A. H. M., & Toruan, E. N. A. L. (2019). Faktor yang Berhubungan
Dengan Pelaksanaan Universal Precautions di Instalasi Gawat Darurat. JIK Jurnal
Ilmu Kesehatan, 3(2), 108-117.

Aini, M., N., dan Nuryono, A., (2020) Analisis Bahaya dan ResikoKerja di Industri
Pengolahan Teh dengan Metode HIRA atau IBPR. Journal of Industrialand System
Engineering 1(1), 65-74

Elvania, N., C., (2022) K3 LINGKUNGAN. Bandung: WIDINA BHAKTI PERSADA


BANDUNG

Hasibuan, A., Purba, B., dkk. (2020) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Medan:
Yayasan Kita Menulis

Higiene, Sanitasi, dan Keselamatan Kerja. (2022). : Yayasan Kita Menulis.

15

Anda mungkin juga menyukai