Anda di halaman 1dari 21

Makalah

“KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL”

Disusun oleh

Kelompok 6

MUH. FIRMANSYAH LATIEF 841421081


NADIA OKTAVIANA RAHMAN 841421053
WILANDA ABDULLAH 841421068
ASTRID DUNAYA 841421079
IMEL NAZLIA DAUD 841421088
NUR SUCI AINNIYAH THAYIB 841421095

Mata Kuliah : Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikososial

Dosen Pengampuh : Ns Yuniar Mansye Soeli, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J

JURUSAN ILMU S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah melimpahkan
Rahmat- Nya sehingga Makalah Keperawatan Kesehatan jiwa dan psikososial ini dapat selesai
dengan tepat waktu. Terwujudnya makalah ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Dalam kesempatan ini, kami juga ingin
mengucapkan terima kasih dengan hati yang tulus kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini semoga Allah senantiasa membalas dengan kebaikan yang
berlipat ganda. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
perbaikan di masa yang akan datang. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Gorontalo, 9 Februari 2023

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2

A. Sejarah Keperawatan Jiwa............................................................................................2


B. Isu dan Trend dalam Keperawatan Jiwa Global.........................................................4
C. Proses terjadinya gangguan jiwa dalam perspektif keperawatan jiwa.....................7

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................17

A. Kesimpulan.......................................................................................................................17
B. Saran..................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat ini masalah kesehatan jiwa menjadi masalah yang paling mengancam di
dunia. Setiap tahun korban akibat gangguan jiwa selalu meningkat. Hal ini disebabkan
oleh beban hidup yang semakin lama semakin berat. Gangguan jiwa ini tidak hanya
terjadi pada kalangan bawah tetapi juga kalangan pejabat dan kalangan menengah ke
atas. Pada saat ini penyakit gangguan jiwa tidak hanya dialami oleh orang dewasa dan
lansia tetapi juga oleh anak-anak dan remaja. Seseorang yang terkena gangguan jiwa
akan melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan seperti menggunakan obat-obatan
terlarang dan melakukan bunuh diri.
Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah besar di beberapa Negara di dunia
seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Inggris dan lain-lainnya. Selain factor diatas
penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa juga disebabkan oleh perkembangan otak
ketika masih janin yang menyebabkan penyakit skizofrenia. Oleh karena itu saat ini
seluruh Negara di dunia berusaha meningkatkan kesehatan jiwa warga negaranya. Begitu
juga dengan Indonesia yang berusaha meningkatkan pelayanan pada pasiennya dengan
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan jiwa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah keperawatan Jiwa?
2. Bagaimana isu dan trend dalam keperawatan jiwa global?
3. Bagaimana proses terjadinya gangguan jiwa dalam perspektif keperawatan jiwa?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sejarah keperawatan Jiwa
2. Untuk mengetahui isu dan trend dalam keperawatan jiwa global
3. Untuk mengetahui proses terjadinya gangguan jiwa dalam perspektif keperawatan
jiwa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Keperawatan Jiwa


1. Pada Zaman Mesir Kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat
yang bersarang di otak. Oleh karena itu cara menyembuh kannya dengan membuat
lubang di bagian tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di
dalam otak tersebut.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya lubang di kepala pada orang yang pernah
mengalami gangguan jiwa, selain itu di temukan pada tulisan Mesir Kuno tentang
siapa saja yangpernah kena roh jahat dan telah dilubangi kepalanya. Tahun tahun
berikutnya,pasien yang mengalami gangguan jiwa di obati dengan di bakar,
dipukuli, atau di masukan dalam air dingin dengan cara diajak jalan melewati
sebuah jembatan lalu di ceburkan dalam air dingin dengan maksud agar terkejut,
yakni semacam syok terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang.
Hasil pengamatan berikutnya di ketahui ternyata orang yang menderita
skizofernia tidak ada yang mengalami epilepsi (kejang atau hiperplasia). Padahal
penderita epilepsi setelah kejang nya hilang dapat pulih Kembali (Azizah, I.M.,
Zainuri, I., dan Akbar, A. 2016).

2. Zaman Yunani (Hypocrates)


Zaman ini gangguan jiwa sudah di anggap suatu penyakit. Upaya
pengobatannya dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan
roh jahat. Pada waktu itu, orang sakit jiwa yang miskin dikumpulkan dan
dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan
sebagai tempat penampungan orang gangguan jiwa yang miskin, sehingga
keadaannya sangat kotor dan jorok, sementara orang kaya yang mengalami
gangguan jiwa di rawat dirumah sendiri.
Pada tahun 1841. Dorothea line Dick melihat keadaan perawatan gangguan jiwa
ia tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan kesehatan jiwa.
Bersamaan dengan itu Herophilus dan Erasistratus memimikirkan apa yang

2
sebenarnya ada dalam otak sehingga ia mempelajari anatomi otak pada binatang
karna kurang puas hanya mempelajari otak, sehingga ia berusaha mempelajari
seluruh sistem tubuh hewan (Azizah, I.M., Zainuri, I., dan Akbar, A. 2016).

3. Zaman Vesalisus
Vesalisus tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga
ia ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala
manusia untuk di pelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari
seluluh sistem tubuh manusia. Akhirnya ia berusaha mencuri mayat manusia untuk
di pelajari, sayangnya kegiatannya tersebut diketaui masyarakat, sehingga ia di
tanggkap, diadili dan diancam hukuman mati (pancung), namun ia bisa
membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan, maka akhirnya
di bebaskan.
Versalius bahkan mendapat penghargaan karna bisa menunjukan perbedaan
antara manusia dan binatang. Sejak saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa
adalah penyakit, namun kenyataanya pelayanan di rumah sakitjiwa tidak pernah
berubah, orang yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karna petugasnya kawatir
dengan keadaan pasien (Azizah, I.M., Zainuri, I., dan Akbar, A. 2016).

4. Revolusi Prancis I
Phillipe Pinel, seorang direktur di rumah sakit Bicetri Prancis, berusaha
memanfaatkan revolusi prancis untuk membebaskan belenggupada pasien gangguan
jiwa. Revolusi prancis ini dikenal dengan revolusi humanisme dengan semboyan
utamanya "Liberty, Equality, Fraternity". la meminta kepada walikota agar
melepaskan belenggu untuk pasien gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota
menolak. Namun pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu " jika tidak kita harus
siap di terkam binatang buas yang berwajah manusia". Perjuangan ini diteruskan
oleh murid-murid pinel sampai revolusi II (Azizah, I.M., Zainuri, I., dan Akbar, A.
2016).

3
5. Revolusi Kesehatan Jiwa II.
Dengan di terima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah
perubahan orientasi padan organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar
gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu gangguan jiwa di
tuntut mengikuti paradigma natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan
penyakit) dan nosologi (ada tanda dan gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee
mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu,
kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya masing-
masing (Azizah, I.M., Zainuri, I., dan Akbar, A. 2016).

6. Revolusi Kesehatan Jiwa III.


Pola perkembangan pada revolusi kesehatan jiwa II masih berorientasiakan pada
berbasis rumah sakit ( hospitas base), maka pada perkembangan berikutnya di
kembangkannlah basis komunitas (community base), dengan adanya upaya pusat
kesehatan mental komunitas (community mental health centre) yang di pelopori
oleh J.F, Kennedy. Pada saat inilah di sebut revolusi kesehatan jiwa III (Azizah,
I.M., Zainuri, I., dan Akbar, A. 2016).

B. Isu dan Trend dalam Keperawatan Jiwa Global

1. Tren Keperawatan
Jumlah penderita sakit jiwa di era globalisasi indonesia terus meninggat.
Contohnya di berbagai provinsi dan Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak hanya orang
kelas bawah saja yang menderitagangguan jiwa bahkan di kalangan menengah keatas
juga tersentuh gangguan psikotik dan depresif.
Pasien gangguan jiwa terus bertambah sejak 2002. Dan ditahun 2003 sudah 7000
orang, 2004 naik 10.610 orang, 678 rawat inap pada tahun 2003, dan 2004 yang
menjalani rawat inap 1.314 orang, dan yang gangguan jiwa ternyata di alami oleh
kalangan mahasiswa, pegawai negri sipil, pegawai swasta dan kalangan profesional,
klien gangguan jiwa pada menengah keatas di sebabkan tidak mampu mengelola stres
dan ada juga yang mengalami post power syndrom akibat dipecat atau mutasi jabatan.

4
Kasus gangguan jiwa tidak mengenal baik sastra sosial maupun usia. Ada orang
kaya yang mengalami tekanan hebat setelah kehilangan seluruh hartadan bendanya
akibat kebakaran, dan kasus neurosis pada anak dan remaja juga cenderung
meningkat,
Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya
stres, cemas berlebihan, gangguan tidur, dan keluhanpenyakit fisisk yang tidak jelas
penyebabnya, penyakit jiwa pada anak dan remaja adalah kasus kekerasan fisik dan
non fisik, trauma non fisik contohnya kehilangan atau masalah keluarga, sedangkan
gangguan jiwa psikotik yang di alami orang dewasa cenderung berprilaku abnormal
secara kasat mata, mengoceh tak karuan, dan melakukan hal yang membahayakan
bagi dirinya dan orang lain (Ruswadi,I. 2021).

1) Gangguan jiwa Skizofernia.


Merupakan gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang yang
mengakibatkan penderitanya mengalami halusinasi, dilusi,kekacauan berpikir,
dan perilaku berubah, dari hasil Riskesdas 2018 diseluruh indonesia di temukan
penderita Skizofernia mencapai 282,654 jiwa. Pederitanya adalah rumah tangga
yang memiliki ART (Anggota Rumah Tangga), pendirita tidak hanya di perkotaan
di perdesaan pun juga banyak yang mengalami Skizofernia, banyak dari penderita
skizofernia yang di perlakukan tidak baik salah satunya di pasung, pada daerah
perkotaan yang dipasung seumur hidup berjumlah 1.021 dan di perdesaan 907,
dan yang di pasung 3 bulan terahir di perkotaan 125, dan di perdesaam 183 jiwa
beberapa penyebab Skizoferrnia antara lain, waktu kecil pernah mengalami
kecelakaan dan trauma kepala, riwayat waktu kecil ada yang tertutup dan tidak
punya teman, tidak bisa memenihi keinginannya dan berpisah dari keluarga,
auitis.

2) Depresi
Merupakan suatu kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak
negatif terhadap pikirannya, tindakan dan perasaannya. Dari hasil Riskesdas 2018
di seluruh indonesia yang mengalami Depresi jumlahnya mencapai 706 689 jiwa,

5
yang mengalami depresi dari yang berusia 15-75 tahun keatas, laki-laki 352.269
jiwa dan perempuan 354.420 wanita lebih mudah mengalami depresi karena
perubahan hormon yang terjadi seperti saat menstruasi, kehamilan, melahirkan
dll, penyebab Depresi bisa juga karena mengalami peristiwa traumatis seperti
pelecehan, kematian orang yang di cintai, putus cinta, pekerjaan.

3) Gangguan mental emosional


Merupakan suatu kondisi dimana emosi seseorang berubah secara
berlebihan atau beruabah rubah karna hal tertentu, dari hasil Riskesdas 2018
jumlahnya mencapai 706,688 jiwa. Terbanyak di indonesia adalah di provinsi
jawa barat dengan jumlah 130.528 jiwa Gangguan mental emosional ini di
sebabkan karna kecemasan, ketakutan serta kekawatiran berlebihan contohnya
trauma dengan benda atau hewan yang digejalai dengan jantung berdetak cepat
dan berkeringat dingin.

2. Issue Keperawatan

a. Pelayanan keperawatan mental yang kurang dipertanggung jawabkan secara


ilmiah, karna kurangnya hasil riset tentang taniiwa (Ruswadi,I. 2021).
b. Perawat jiwa yang ada kurang siap menghadapi pasar bebas karena pendidikan
yang rendah dan belum adanya licence untuk praktek yang bisa diakui oleh
internasional (Ruswadi,I. 2021).
c. Pembedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman sering
kali tidak jelas dalam "Position Decription' jop responsibility dan sistem reward di
dalam pelayanan keperawatan di mana mereka berkerja (Ruswadi,I. 2021).
d. Menjadi perawat jiwa bukanlah pilihan bagi peserta didik (mahasiswa
keperawatan). Mereka cenderung menghindari pofesi ini (Ruswadi,I. 2021).
e. Menjadikan kesehatan jiwa sebagai prioritas global dengan cara meningkatkan
pelayanan kesehatan jiwa (Ruswadi,I. 2021).
f. Mengurangi tindakan pemasungan yang biasanya dilakukan pada penderita
gangguan jiwa berat,dengan cara dikurung, dirantai kakinya, dimasukkan kedalam

6
balok kayu dan lain- lain sehingga kebebasannya menjadi hilang dan merampas
kebahagiaan serta kesempatan mereka untuk mendapat perawatan yang memadai
dan sekaligus juga mengabaikan martabat mereka sebagai manusia (Ruswadi,I.
2021).
g. Melakukan tindakan Family Psychoeducation yaitu sebuah metode yang
berdasarkan terhadap pelatihan keluarga yang berkerja sama dengan tenaga
kesehatan ahli jiwa untuk anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, hal
ini dapat mengurangi beban pada keluarga dan menurunkan tingkat kekambuhan,
meningkatkan dukungan pada keluarga, menurunkan stres pada keluarga dan
meningkatkan kemampuan pada keluarga dalam merawat ART gangguan jiwa
(Ruswadi,I. 2021).

C. Proses terjadinya gangguan jiwa dalam perspektif keperawatan jiwa

Penyebab Umum Gangguan Jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga secara
cultural-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus
diperhatikan. Gangguan jiwa ialah gejala-gejala patologik dominan berasal dari unsur spike. Hal
ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu sekali lagi, yang sakit menderita ialah
manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah ketrunan dan konstitusi, umur
dan jenis kelamin, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan
dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antara manusia, dan sebaginya. Tabel dibawah ini
taksiran kasar jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun di
indonesia dengan penduduk 130 juta orang.

Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi
penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun
dispike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab
sekaligus dari berbagai unsur itu saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu

7
timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang
makan dan daya tahan badaniah seorang berkurang sehingga mengalami keradangan
tenggorokan atau seorang dengan mania mendapat kecelakaan.Sebaliknya seorang dengan
penyakit badaniah umpamanya keradangan yang mengalami depresi. Sudah lam diketahui juga,
bahwa penyakit pada otak sering mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit
pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain ialah seorang anak yang mengalami
gangguan otak (karena kelahiran, radang, dan sebaginya) kemudian menjadi hiperkinetik dan
sukar diasuh. la mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan keluarga lain yang
serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi (Widiyawati, W.
2020).

1. Faktor keturunan.
Pada mongoloism atau sindromadown (suatu macam retardasi mental dengan mata sipit,
muka datar, telinga kecil, jari-jari pendek dan lain-lain) terdapat trisoma (yaitu tiga buah,
bukan dua) pada pasangan kromosoma No.21. Sindromaturner (dengan ciri khas: tubuh
pendek, leher melebar, infatilismesexual) ternyata berhubungan dengan jumlah kromosom
seks yang abnormal gangguan yang berhubungan dengan kromosoma seks dikatakan "terikat
pada seks" (seks linked), artinya bahwa efek genetik itu itu terdapat pada kromosom seks.
Kaum wanita ternyata lebih kurang peka terhadap gangguan yang terikat pad seks,
karenamereka mempunyai dua kromosoma X: bila satu tidak baik, maka yang lain biasanya
melakukan pekerjaannnya. Akan tetapi seorang pria hanya mempunyai satu kromosoma x
dan krosoma Y, dan bila salah satu tidak baik, maka terganggulah ia. Masih
dipermasalahkan, betulkah pria dengan XYY lebih cenderung melakukan perbuatan kriminal
yang kejam? (Widiyawati, W. 2020).

2. Faktor konstitusi
Konstitusi pada umumnya menunjukkan pada keadaan biologik seluruhnya termasuk baik
yang diturunkan maupun yang didapati kemudian, umpamanya bentuk badan (perawatan),
seks, temperamen, fungsi endoktrin, urat syaraf, jenis darah. Jenis bahwa hal-hal ini
mempengaruhi perilaku individu secara baik atau tidak baik, umpamanya bentuk badan yang
atletis atau yang kurus, tinggi badan yang terlalu tinggi ataupun yang terlalu pendek, paras
muka yang cantik ataupun jelek, seks wanita atau pria, fungsi hormonal yang seimbang atau

8
yang berlebihan salah satu hormon, urat syaraf yang cepat reaksinya atau yang lambat sekali,
dan seterusnya. Semua ini turut mempengaruhi hidup seseorang (Widiyawati, W. 2020).

3. Cacat kongenital
Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi perkmbangan jiwa anak, terlebih
yang berat, seperti retardasi mental yang berat. Akan tetapi umunya pengaruh cacat ini pada
timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada individu itu, bagaimana ia menilai dan
menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang cacat atau brubah itu. Orang tua dapat
mempersulit penyesuaian ini dengan perlindungan yang berlebihan (proteksi berlebihan).
Penolakan atau tuntutan yang sudah ada di luar kemampuan anak.
Singkatnya: kromosoma dan "genes" yang defektif serta banyak faktor lingkungan
sebelum, sewaktu, dan sesudah lahir dapat mengakibatkan gangguan badaniah. Cacat
badaniah biasanya dapat dilihat dengan jelas tetapi gangguan sistem biokimiawi lebih halus
dan sukar dan ditentukan. Gangguan badaniah dapat mengganggu fungsi biologik atau
psikologik secara langsung atau dapat mempengaruhi daya tahan terhadap stress
(Widiyawati, W. 2020).

4. Perkembangan psikologik yang salah.


a. Ketidakmatangan atau fiksasi, yaitu individu gagal berkembang lebih lanjut ke fase
berikutnya.
b. "tempat-tempat lemah" yang ditinggalkan olehpengalaman yang traumatik sebagai
kepekaaan terhadap jenis stres tertentu.
c. Disorsi, yaitu bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai atau
gagal mencapai integrasi kepribadian yang normal (Widiyawati, W. 2020).

5. Deprivasi dini
Deprivasi maternal atau kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan ibu atau
di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal deprivasi rangsangan umum
dari lingkungan, bila sangat berat, ternyata berhubungan dengan retardasi mental. Deprivasi
atau frustasi dini dapat menimbulkan "tempat-tempat yang lemah" pada jiwa, dapat
mengakibatkan perkembangan yang salah atau perkembangan yang berhenti. Untuk

9
perkembangan psikologik rupanya ada "masa-masa gawat". dalam masa ini rangsangan dan
pengalaman belajar yang berhubungan dengannya seeta pemuasan barbagai kebutuhan sangat
perlu bagi urut-urutan perkembangan intelektual, emosional dan emosi normal (Widiyawati,
W. 2020).

6. Pola keluarga yang petagonik.


Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan yang penting dalam pembentukan
kepribadian. Hubungan orang tua-anak yang salah atau interaksi yang patogenik dalam
keluarga sering merupakan sumber gangguan penyesuaian diri. Kadang-kadang orang tua
berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak itu berkembang
sendiri. Ada kalanya orang tua berbuat terlalu sedikit dan tidak merangsang anak itu atau
tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. Kadang-kadang mereka malahan
mengajarkan anak itu pola-pola tidak sesuai.
Akan tetapi pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara
keseluruhan hal itu dilakukan. Dan juga anak-anak bereaksi secara berlainan terhadap cara
yang sama dan tidak semua akibat adalah tetapi kerusakan dini sering diperbaiki oleh
sebagian pengalaman di kemudian hari. contoh orang tua yang salah, ketidaksesuaikan
perkawinan dan rumah tangganya yang berantakan, tuntutan yang bertentangan (Widiyawati,
W. 2020).

7. Masa remaja.
Masa remaja dikenal dengan masa gawat dalam perkembangan kepribadian sebagai masa
"masa dan stress". dalam masa ini individu dihadapi dengan pertumbuhan yang cepat,
perubahan-perubahan badaniah dan pematangan seksual. Pada waktu yang sama status
sosialnya juga mengalami perubahan, bila dahulu ia sangat tergantung pada orang tuanya
atau orang lain, sekarang ia hanya belajar berdiri sendiridan bertanggung jawab. Kebebasan
yang lebih membawa yang lebih besar pula.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan bahwa ia harus mengubah konsep tentang diri
sendiri. Tidak jarang terjdi "krisis identitas". Ia harus memantapkan dirinya sebagai seorang
individu yang berpribadian lepas dan keluarganya, ia harus menyelesaikan masalah
pendidikan, pernikahan dan kehidupan dalam masyarakat. Bila ia tidak dibekali dengan

10
pegangan hidup yang kuat, maka akan mengalami "Difusi identitas", yaitu ia bingung tentang
"apakah sebenarnya ia ini"? atau" apakah sebenarnya hidup ini? Sindroma ini dibuat sebagai
anomi remaja merasa terombang-ambing, terapung-apung dalam hidup ini tanpa tujuan
tertentu. Banyak sebenarnya remaja tidak memberontak, akan tetapi hanya sekedar mencari
arti dirinya sendiri serta pegangan hidup yang berarti bagi mereka. Hal "badai dan stress"
bagi kaum remaja ini sebagian besar berakar pada struktur sosial suatu masyarakat. Ada
masyarakat yang membantu para remaja ini dengan adat istiadatanya sehingga masa remaja
dilalui tanpa gangguan emosional yang berarti (Widiyawati, W. 2020).

8. Faktor sosiologik dalam perkembangan yang salah


zaman modern dengan "super industrialisasi", ialah kecepatan perubahan dan pergantian
yang makin cepat dalam hal "kesementaraan" (transience), kebaruan (novelty), dan zaman
modern dengan "super industrialisasi, ialah kecepatan perubahan dan pergantian yang makin
cepat dalam hal "kesementaraan" (transience), kebaruan (novelty), dan "keanekaragaman"
(diversity),. Dengan demikian individu rangsangan yang berlebihan sehingga kemungkinan
terjadinya kekacauan mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar kemungkinannya dalam
masa depan, maka dinamakannya "syok masa depan" (future shock).
Telah diketahui bahwa seseorang yang mendadak berada di tengah-tengah kebudayaan
asing dapat mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaan ini yang serba baru dan
asing baginya. Hal ini dinamakan "syok kebudayaan" (culture shock). Seperti seorang
individu, suatu masyarakat secara keseluruhan dapat berkembang kea rah yang tidak baik.
Hal ini dapat dipengaruhi olehlingkungan fisik ataupun oleh keadaan osisal masyarakat itu
sendiri (Widiyawati, W. 2020).

9. Genetika
Gangguan jiwa; terutama gangguan persepsi sensori dan gangguan psikotik lainnya erat
sekali penyebabnya dengan factor genetik termasuk di dalamnya saudara kembar, atau anak
hasil adopsi individu yang memiliki anggota yang mengalami gangguan jiwa yang memiliki
kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak memiliki factor herediter.
Individu yang memiliki hubungan ayah, ibu, atau saudara anak dari klien yang menglami
gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10% sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-

11
4%. individu yang memiliki kecenderungan 46- 48% sedangkan kembar dzigot 14-
17%.faktor genetic tersebut dapat ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan dengan asuh
yang diwariskan sesuai dengan pengakaman yang dimiliki oleh anggot keluarga klien yang
mengalami gangguan jiwa (Widiyawati, W. 2020).

10. Neurobiological.
Klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri-ciri biologis yang khas terutama pada
struktur dan susunan syaraf pusat, biasanya klien mengalami pembesaran vertrikel ke-3
sebelah kirinya ciri lainnya terutama adalah pada klien yang mengalami skizofrenia memiliki
lobus frontalis yang lebih kecil dari rata-rata orang yang normal. Klien yang mengalami
gangguan jiwa gejala takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada daerah amigdala
sedangkan pada klien skizofrenia yang memiliki lesi pada area Wernick dan area bocha
biasanya disertai dengan aphasia serta disorganisasi dalam proses berbicara (world salad)
(Widiyawati, W. 2020).

11. Neurobehavioral
Kerusakan pada bagian-bagian otak tertentu ternyata memegang peranan pada timbulnya
gejala-gejala jiwa, misalnya;
a. Kerusakan pada lobus frontalis; meenyebabkan kesulitan dalam proses pemecahan
masalah dan perilaku yang mengarah pada tujuan, berpikir abstrak, perhatian dengan
manifestasi gangguan psikomotorik.
b. Kerusakan pada basal ganglia dapat menyebabkan distonia dan tremor.
c. Gangguan pada lobus temporal limbic akan meningkatkan kewaspadaan, disctracbility,
gangguan memory (short time) (Widiyawati, W. 2020).

12. Stress
Stress psikososial dan stress perkembangan yang terjadi secara terus-menerus dengan koping
yang tidak efektif akan mendukung timbulnya gejala psikotik dengan manifestasi;
kemiskinan, kebodohan, pengagguran, isolasi social, dan perasaan kehilangan. beberapa
penyebab gangguan mental dapat ditimbulkan oleh hal berikut:
a. Prasangka orang tua yang menetap, penolakan atau shock yang dialami anak.

12
b. Ketidaksanggupan memuaskan keinginan dasar dalam pengertian kelakuan yang dapat
diterima umum.
c. Kelelahan yang luar biasa, ansietas, dan kecemasan.
d. Masa-masa perubaha fisologis yang hebat; pubertas dan menopouse.
e. Tekanan-tekanan yang timbul karena keadaan ekonomi, politik dan sosila yang
terganggu.
f. Keadaan iklim yang mempengaruhi exhaustion dan toxema.
g. Penyakit kronis misalnya, aids.
h. Trauma kepala dan vertebra.
i. Kontaminasi zat toksik.
j. Shock emosional yang hebat; ketakutan akan kematian tiba tiba (Widiyawati, W. 2020).

13. Penyalahgunaan obat-obatan.


Koping yang maladptif yang digunakan individu untuk menghadapi stressor melalui obat-
obatan yang memiliki sifat adiksi (efek ketergantungan) seperti concaine, amphetamine
menyebabkan gangguan persepsi dan gangguan berfikir (Widiyawati, W. 2020).

14. Psikodinamik
Menurut Sigmund freud adanya gangguan tugas perkembangan pada masa anak terutama
dalam hal berhubungan dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan
perasaan takut respon orang tua yang maladaptive pada anak akan meningkatkan stress. Di
samping hal tersebut factor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa merupakan
perpaduan dari beberapa aspek mndukung yang meliputi bilogis, psikologis, social,
lingkungan. Sebab-sebab gangguan jiwa dibedakan atas :
a. Sebab-sebab jasmaniah/biologic
b. Sebab-sebab kejiwaan/psikologik
c. Sebab-sebab yang berdasarkan kebudayaan (Widiyawati, W. 2020).

15. Sebab biologic


a. Keturunan

13
Peran yang pasti masih belom ditemukan sehingga akibat gangguan jiwa ditunjang
dengan factor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
b. Jasmaniah
Beberapa penyelidik berependapat bentuk tubuh seorang berhubungan dengan gangguan
jiwa. Misalnya: tubuh gemuk, cenderung mnderita psikosa manic defresif, sedang yang
kurus cenderung menjadi skizofrenia.
c. Teperamen
Orang yang terlalu peka/sensitive mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan.
d. Penyakit dan cedera tubuh.
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyait jantung, mungkin menyebabkan rasa murung
dan sedih. Demikian cedera tubuh dapat tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.

16. Sebab psikologik.


Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan, dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai
sikap, kebiasaan dn sifat di kemudian hari (Widiyawati, W. 2020)

17. Sebab sosiokultural.


Kebudayaan secara teknis adalah idea tau tingkah laku yang dapat dilihat atau tidak terlihat.
Factor budaya bukan penybab langsung gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan
"warna" gejala-gejala. Di samping itu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian seseorang (Widiyawati, W. 2020).

Proses Perjalanan Penyakit


Gejala timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal dampai dengan umur
pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain:
1. Fase prodromal.
a. Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
b. Gangguan dapat berupa selfcare, gangguan dalam akdemik, gangguan dalam
pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi (Widiyawati, W.
2020)
2. Fase aktif

14
a. Berlangsung kurang lebih 1 bulan
b. Gangguan dapat berupa gejala psikotik, halusinasi, dilusigigordinasi proses berpikir,
gangguan berbicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi (Widiyawati,
W. 2020)
3. Fase residual
a. klien mengalami minimal 2 gejala, gangguan afek dan gangguan peran, serangan
biasanya berulang. (Widiyawati, W. 2020)

Tahapan Halusinasi dan Delusi yang Biasa Menyertai Gangguan Jiwa

Menurut janiceclack (2011) klien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai
halusinasi dan delusi yang meliputi beberapa tahapan antara lain:

1) Tahap comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, biasanya
mengkompensasikan stresssornya dengan koping imajinasi sehingga merasa senang dan
merasa terhindar dari ancaman. (Widiyawati, W. 2020)
2) Tahap condemning
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa
mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa
yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (withdrwal) (Widiyawati, W.
2020)
3) Tahap controling
4) Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara
tersebut terus-menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan
dengan orang lain. Apabila suara itu hilang klien merasa sangat kesepian/sedih.
(Widiyawati, W. 2020)

Psikopatologi dan Patofisiologi

Perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada susunan saraf pusat (otak) pada pasien
skizofrenia. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan neurotransmitter dan
resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia depamin dan serotonin,

15
ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku dan menjelma dalam bentuk gejala-
gejala positip dan negatif skizofrenia.

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian ct scan


otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita
kronis. Perubahannnya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan
atrofi otak kecil (cerebelum) (Widiyawati, W. 2020)

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan jiwa seseorang bisa terganggu karena masalah-masalah yang didapat
selama hidup. Dalam menjalankan kehidupan setiap orang akan mendapatkan masalah.
Sebagian besar manusia tidak mampu mengontrol emosi dan mengelola stresnya,
sehingga akan melakukan yang hal-hal yang tidak baik bagi dirinya. Walaupun begitu
ada sebagian orang yang bisa melaluinya dengan baik. Kesehatan jiwa menjadi masalah
besar di dunia dan dianggap sangat mengancam. Seseorag yang mengalami gangguan
jiwa akan melakukan beberapa hal, seperti menggunakan NAPZA, melakukan bunuh diri
dll. Setiap tahunnya kasus bunuh diri selalu meningkat yang menyebabkan banyak orang
yang meninggal. Pada saat sekarang ini tren dan isu tentang keperawatan jiwa sangat
berkembang. Gangguan jiwa bukan hanya terjadi pada orang dewasa dan lansia saja
tetapi juga terjadi pada anak-anak dan remaja. Dan tidak hanya dialami oleh masyarakt
kalangan bawah saja tetapi juga kalangan menengah ke atas.

B. Saran
sebagai seorang perawat kita harus bisa merawat pasien dengan gangguan jiwa dengan
baik agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. Peningkatan pelayanan terhadap
pasien juga harus diperhatikan. Untuk mengurangi pasien penyakit jiwa bisa dilakukan
dengan dimensi spiritual, sehingga pasien harus lebih diperkenalkan dengan agamanya
dan memperkuat imannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ruswadi,I. 2021. KEPERAWATAN JIWA Panduan Praktis Untuk Mahasiswa Keperawatan


Jiwa. Indramayu: CV. Adanu Abimata

Murharyati, A., Rahmawati, A, N., Nyumirah, S., Baba, W, N., Herminsih, A, R., Rokhman, A.,
Lindriani., Hertiana., Napolion, K., Avelina, Y. 2021. Keperawatan Jiwa Mengenal
Kesehatan Mental. Malang : Ahlimedia Press

Widiyawati, W. 2020. Keperawatan Jiwa. Malang : Literasi Nusantara Abadi

Azizah, I.M., Zainuri, I., dan Akbar, A. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan
Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

18

Anda mungkin juga menyukai