PENDAHULUAN
Pada saat ini masalah kesehatan jiwa menjadi masalah yang paling
mengancam di dunia. Setiap tahun korban akibat gangguan jiwa selalu meningkat.
Hal ini disebabkan oleh beban hidup yang semakin lama semakin berat. Gangguan
jiwa ini tidak hanya terjadi pada kalangan bawah tetapi juga kalangan pejabat dan
kalangan menengah ke atas. Pada saat ini penyakit gangguan jiwa tidak hanya dialami
oleh orang dewasa dan lansia tetapi juga oleh anak-anak dan remaja. Seseorang yang
terkena gangguan jiwa akan melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan seperti
menggunakan obat-obatan terlarang dan melakukan bunuh diri.
Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah besar di beberapa Negara di dunia
seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Inggris dan lain-lainnya. Selain factor diatas
penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa juga disebabkan oleh perkembangan
otak ketika masih janin yang menyebabkan penyakit skizofrenia. Oleh karena itu saat
ini seluruh Negara di dunia berusaha meningkatkan kesehatan jiwa warga negaranya.
Begitu juga dengan Indonesia yang berusaha meningkatkan pelayanan pada
pasiennya dengan meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan jiwa.
1.2 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Bersamaan dengan itu, Herophillus dan Erasitratus memikirkan apa yang ada dalam
otak, sehingga ia mempelajari anatomi otak pada bintang. Khale kurang puas hanya
mempelajari otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh system utuh hewan
(Notosoedirjo, 2001).
3. Zaman Vasalius
Vasalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga
ia ingin mempelajari otak dan system tubuh manusia. Namun, membelah kepala
manusia untuk dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari system
tubuh manusia. Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari.
Sayangnya kegiatannya tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili,
dan diancam hukuman mati (pancung).
Namun, ia bisa membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan
keilmuan, maka akhirnya ia dibebaskan. Varsalius bahkan dapat penghargaan karena
bisa menunjukan adanya perbedaan antara manusia dan binatang. Sejak saat itu dapat
diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun kenyataannya,
pelayanan dirumah sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang yang mengalami gangguan
jiwa dirantai, karena petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.
4. Revolusi Prancis I
Philipe Pinel, seorang direktur RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan
revolusi perancis untuk membebaskan belenggu pada pasien jiwa. Revolusi Prancis
ini dikenal dengan revolusi humanism dengan semboyan utamanya “Liberty,
Equality, Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk
pasien gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, pinel menggunakan
alasan revolusi, yaitu “jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang
berwajah manusia”. Perjuangan ini diteruskan oleh murid-murid pinel sampai
Revolusi ke 2.
5. Revolusi Kesehatan Jiwa II
Dengan diterimanya gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah
perubahan orientasi pada argono biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar
gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, gangguan jiwa
3
dituntut mengikuti paradigma natural sciences, yaitu adalah taksonomi
(penggolongan penyakit) dan nosologi (ada tanda atau gejala penyakit). Akhirnya,
Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa.
Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan
spesfikasinya masing - masing.
6. Revolusi Kesehatan Jiwa III
Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih berorientasi pada
berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada perkembangan berikutnya
dikembangkanlah basis komunitas (community base) dengan adanya upaya pusat
kesehatan mental komunitas (community mental health centre) yang dipelopori oleh
J.F. Kennedy pada saat inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.
4
1. Zaman Kolonial
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para gangguan jiwa ditampung
di RS sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang, Surabaya. Yang ditampung pada
umumnya penderita gangguan jiwa berat. Ternyata tempat RS yang disediakan tidak
cukup. Tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus terhadap
penderita gangguan jiwa di Pulau
Jawa dan Madura, hasilnya ada kira- kira 600 orang penderita gangguan jiwa di Pulau
Jawa dan Madura, 200 orang lagi didaerah- daerah lain.
Keadaan demikian untuk penguasa pada waktu itu sudah ada cukup alasan
untuk membangun RS jiwa. Maka pada tanggal 1 Juli 1882, dibangun Rumah Sakit
Jiwa pertama dibogor, kemudian berturut- turut RSJ Lawang (23 Juni 1902), RSJ
Magelang (1923) dan RSJ Sabang (1927). RSJ ini tergolong RS besar dan
menampung pederita gangguan jiwa menahun yang memerlukan perawatan lama.
Pemerintah Hindia Belanda mengenal 4 macam tempat perawatan penderita psikiatrik
yaitu:
a. RS Jiwa (kranzinnigengestichten)
Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang, RSJ terus penuh, sehingga terjadi
penumpukan pasien di RS sementara, tempat tahanan sementara kepolisian dan
penjara-penjara. Maka dibangunlah “aanexinrichtingen” pada RS Jiwa yang sudah
ada seperti di Semplak (Bogor) tahun 1931 dan Pasuruan (dekat Lawang) tahun 1932.
b. RS Sementara (Doorgangshuizen)
Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang akut, dipulangkan
setelah sembuh, yang perlu perawatan lebih lama dikirim ke RS Jiwa yang didirikan
di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Palembag, Bali, Padang,
Banjarmasin, Manado, dan Medan.
c. Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
Berfungsi sebagai RS jiwa tetapi dikepalai seorang perawat berijazah dibawah
pengawasan dokter umum.
5
d. Koloni
Tempat penampungan pasien psikiatrik yang sudah tenang pasien dapat
berkerja dalam bidang pertanian serta tinggal di rumah penduduk, tuan rumah diberi
uang kos, dan masih berada dibawah pengawasan. Rumah-rumah semacam ini
dibangun jauh dari kota dan masyarakat umum. Perawatan bersifat isolasi dan
penjagaan (custodial care). Teori dasar (yang sekarang tidak dianut lagi):
1. Pasien harus keluar dari rumah dan lingkungan yang menyebabkan ia sakit,
oleh sebab itu harus dirawat disuatu tempat yang tenang, sehingga terbiasa
dengan suasana rumah sakit.
2. Menghindari stigma (cap yang tidak baik).
a. Dewasa ini pemerintah hanya memiliki satu jenis rumah sakit jiwa yaitu
RSJ pemerintah, untuk menyederhanakan dan memperkuat struktur
organisasi serta sekaligus menghapus kecenderungan pada diskriminasi
pelayanan.
b. Terdapat pula kecenderungan membangun rumah sakit yang tidak besar
lagi tetapi berkapasitas 250-300 tempat tidur, karena lebih efektif dan
efisien. RS juga sebaiknya tidak terpencil tetapi berada ditengah-tengah
masyarakat agar kegiatan dan hubungan lebih dijamin.
c. Cara pengobatan yang dahulu sering dipakai RSJ adalah isolasi dan
penjagaan (custodial care) sejak 1910 telah dicoba untuk meninggalkan
penjagaan yang terlalu ketat terhadap pasien dengan memberikan
kebebasan yang lebih besar (no restrin). Kemudian pada tahun 1930 di
coba terapi kerja.
d. Semua RSJ dan fasilitasnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda,
yang akhirnya membentuk Dienstvan het krankzinnigenwezen untuk
mengurus hal ini. Dari pihak swasta atas prakarsa Van Wullffen Palthe
didirikan koloni di Lenteng Agung yang mendapat subsidi dari
pemerintah. Witte Kruis Kolonie suatu usaha swasta untuk menampung
pengemis didaerah Jawa Tengah tetapi juga bersedia menerima orang
bekas pasien gangguan jiwa yang sudah tenang, dirawat cuma- cuma.
6
2. Zaman Setelah Kemerdekaan
Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesehatan jiwa, Oktober
1947 Pemerintah RI membentuk jawatan Urusan Penyakit Jiwa, karena masih terjadi
revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik. Pada tahun 1950 pemerintahan
RI menugaskan untuk melaksanakan hal - hal yang dianggap penting bagi
penyelenggaraan dan pembinaan kesehatan jiwa di Indonesia. Jawatan ini bernaung
dibawah Departemen Kesehatan; tahun 1958 diubah menjadi Urusan Penyakit Jiwa;
1960 menjadi Bagian Kesehatan Jiwa; pada tahun 1966 menjadi Direktorat Kesehatan
Jiwa yang sampai sekarang dipimpin oleh Direktur Kesehatan Jiwa atau Kepala
Direktorat Kesehatan Jiwa.
Direktorat Kesehatan Jiwa menyempurnakan struktur organisasinya menjadi
Dinas, yang diubah menjadi Subdirektorat Peningkatan (promosi), Subdirektorat
pelayanan dan pemulihan, Subdirektorat Rehabilitasi serta Subdirektorat
pengembanga Program. Dengan ditetapkannya UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966
oleh pemerintah, maka lebih terbuka untuk menghimpun semua potensi guna secara
bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas
kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa
mengadakan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah dan dengan fakultas
kedokteran, badan kedokteran, badan internasional, seminar nasional dan regional
asia serta rapat kerja nasional serta daerah. Adanya pembinaan sistem pelaporan,
tersusunnya PPDGJ I tahun 1973 dan diterbitkan tahun 1975 serta integrasi dalam
pelayanan kesehatan dipuskesmas.
Pihak swastapun lebih memikirkan masalah kesehatan jiwa, terutama dikota-
kota besar. Di Jakarta, kemudian di Jogjakarta dan Surabaya serta beberapa kota
lainnya didirikan sanatorium kesehatan jiwa. RSU Pemerintah dan RS ABRI
menyediakan tempat tidur untuk pasien gangguan jiwa dan mendirikan bagian
pskiatri, demikian pula RS Swasta seperti RS St. Carolus di Jakata RS Gunung Maria
(minahasa). Di Jakarta dan Surabaya telah didirikan pusat kesehatan jiwa masyarakat.
Metode pengobatan penderita gangguan jiwa telah banyak
7
mengalami kemajuan dari jaman ke jaman. Evolusi ini merupakan cerminan dari
perubahan dasar-dasar filosofi dan teori tentang pengobatan.
a. Awal Sejarah
Gangguan Jiwa masih dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan berkaitan dengan dosa atau kejahatan, sehingga terkadang
pengobatan yang dilakukan bersifat brutal dan tidak manusiawi (Maramis,
1990).
b. Abad Pertengahan
Orang yang mengalami gangguan Jiwa biasanya dipenjara/dikurung oleh
keluarganya. Bahkan mereka dibuang dan dibiarkan hidup dijalanan dengan
mengemis. Namun setelah ada beberapa kelompok agama yang memberikan
sumbangan, para penderita mulai disalurkan kerumah sakit rumah sakit
(Stuartsuneen, 1998).
c. Abad ke 15-17
Kondisinya masih memprihatikan penderita laki-laki dan perempuan
disatukan. Mereka mendapat pakaian dan makanan yang tidak layak, bahkan
sering dirantai, dikurung, dan dijauhkan dari sinar matahari (Connolly, 1968;
dikutip oleh Antai Otong, 1994).
d. Abad ke 18
Terjadi revolusi Perancis dan Amerika yang memberikan inspirasi pada
masyarakat luas akan kebebasan serta perlakuan yang adil untuk semua.
e. Abad ke 19
Didirikan Rumah Sakit Jiwa pertama, McLean Asylum di Massachusetts yang
memberikan pengobatan secara manusiawi pada penderita Gangguan Jiwa
(Stuartsueen, 1998).
f. Abad ke 20
Disebut Era psikiatri, karena para medis mulai menggali basis Gangguan Jiwa
secara ilmu dan klinik, seperti:
1. Adolphmeyer (1866-1950) dengan teori psikobiologi
8
2. Cliffordbeers (1876-1943) yang menulis artikel mengenai intensif
3. Emill Krapelin (1856-1926) dengan klsifikasi Gangguan Jiwanya
4. Eugene Bleuler (1857-1939) yang menemukan istilah Skizofrenia
5. Sigmund Freud (1856-1939) yang mengembangkan teori Psikoanalisis,
Psikoseksual, dan Neurolosis
6. Carll Gustav (1857- 1961)
7. Karen Horny (1885-1952).
Kesehatan Jiwa berkembang pesat pada perang dunia II karena menggunakan
pendekatan metode pelayanan publik Health service. Konsekuensinya, peran perawat
Jiwa juga berubah dari peran pembantu menjadi peran aktif dalam tim kesehatan
untuk mengobati penderita Gangguan Jiwa lebih difokuskan pada basis komunitas.
Pada masa kini, perawatan penderita Gangguan Jiwa ini sesuai dengan hasil
konferensi Nasional I Keperawatan Jiwa (Oktober 2004) bahwa pengobatan akan
lebih difokuskan dalam hal tindakan prefentif. Beberapa jurnal menunjukkan bahwa
tindakan prefentif sangat penting.
a. Childhood maltreatment (Phycal abuse, sexual abuse, expousure abuse) yang
didapat seseorang ketika kecil ternyata memberi pengaruh dan menyebabkan
kerentanan mengalami Gangguan Jiwa.
b. Perempuan yang mengalami depresi ketika usianya 18 sampai 21 tahun
mempunyai kecenderungan menderita obesitas dibandingkan dengan yang
tidak mengalaminya. Namun secara umum, mereka baik laki-laki maupun
perempuan yang mengalami depresi ketika usianya 11-15 tahun, maka ia
mempunyai kecenderungan untuk mengalami obesitas lebih tinggi di masa
adult-nya (Archives of pendiatrics and Adolescent Medicine, Volume 157,
August 2003).
c. Terapi farmakologi dan psikoterapi yang diberikan secara bersamaan pada
wanita berpenghasilan rendah (low income) penderita depresi, ternyata dapat
menurunkan tingkat depresi. Dilaporkan bahwa mereka yang hanya mendapat
terapi farmakologi saja, menunjukkan penurunan tingkat depresi dan juga
peningkatan aktivitas kerja rumah ataupun pekerjaannya. Sedangkan mereka
9
yang hanya mendapat psikoterapi saja, juga mengalami penurunan tingkat
depresi tetapi tidak mengalami peningkatan dalam aktivitas rumah atau
pekerjaaanya (Journal of the American Medical Association, Volume 290,
July 2003).
d. Seorang anak dengan orang tua yang mengalami gangguan jiwa, maka ia
mempunyai kecenderungan untuk mengalami gangguan jiwa pula pada masa
adolescent-nya (Pediatrics, Volume 112, August 2003).
2.3 Upaya Kesehatan Jiwa Di Indonesia
Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperlakukan pada jaman dahulu di
Indonesia, tidak diketahui secara pasti. Namun, pada masa jaman kolonial Belanda,
para penderita ganguan jiwa ditampung di rumah sakitrumah sakit sipil atau militer.
Semakin banyak jumlah penderita gangguan jiwa, mendorong pemerintah pada saat
itu untuk mendirikan Rumah Sakit Jiwa pertama di Bogor pada tanggal 1 Juli 1882
(sekarang RSJ Marzoeki Mahdi). Selanjutnya di Lawang (23 Juni 1902), RSJ
Magelang (1923), RSJ Sabang (1927). Namun sangat disayangkan, setelah Jepang
menduduki Indonesia perkembangan kesehatan jiwa sempat mengalami kemunduran,
bahkan RSJ yang berada di Sabang hancur. Selama tahun 1940 sampai dengan 1990
terjadi berbagai gerakan perubahan kesehatan mental, diantaranya:
1. Tahun 1946: peluncuran Undang-Undang Kesehatan Mental; Perubahan yang
terjadi: Terbentuknya farmasi institut nasional kesehatan mental yang
mendukung penelitian tentang intervensi, diagnosa psikiatri, dan pencegahan
serta pengobatan gangguan jiwa.
2. Tahun 1961: Komisi Presiden kesehatan dan gangguan jiwa. Perubahan yang
terjadi: Dukungan legislatif untuk pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan
jiwa termasuk perawat, pekerja sosial, psikiatri, dah psikolog.
3. Tahun 1963: Peluncuran Undang-Undang tentang pusat kesehatan jiwa
masyarakat. Perubahan yang terjadi: Deinstitusionalisasi klien gangguan jiwa
kronik pindah dari institusi (RSJ) ke pusat rehabilitasi masyarakat.
10
4. Tahun 1970-1980: munculnya minat pada aspek biologi dan neurobiologi dari
gangguan jiwa dan pengobataannya. Perubahan yang terjadi: Munculnya
generasi ketiga obat psikotropika popularitas terapi biologi meningkat.
5. Tahun 1990-an: dekade otak. Perubahan yang terjadi:
a. Semakin berkembangnya neurobiologi dan teknologi.
b. Identifikasi penelitian-penelitian diagnostik yang inovatif khususnya
untuk skizoprenia dan gangguan mood.
6. Tahun 1990-awal abad ke-20: terjadinya perubahan pada ekonomi dan sosial
reformasi pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi:
a. Meningkatnya jumlah tunawisma.
b. Kurangnya dukungan dana legislatif untuk pencegahan primer, sekunder
dan tersier.
c. Epidemik global AIDS.
d. Perlunya pemberian pelayanan kesehatan yang sistematis.
e. Berkembangnya resiko tinggi gangguan jiwa pada wanita hamil.
f. Kekerasan pada wanita anak-anak, orang tua, dan pengguna obat-obat
terlarang.
11
dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus
untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda
pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic
yang membekas pada masa dewasa.
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan
analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien
dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya
pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk
menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang
memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.
2. Interpersonal ( Sullivan, peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat
adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas
timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang
lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya
ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya
membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal
Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam
bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
3. Social ( Caplan, Szasz)
Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang
akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors
create stress, which cause anxiety and symptom).
12
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah
environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan
adanya dukungan sosial).
4. Existensial ( Ellis, Rogers)
Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi
bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak
memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan
dalam Bodi-image-nya
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar
berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang
dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship),
memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan
kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima
jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang
lain (encouraged to accept self and control behavior).
5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan
respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit
maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan
seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah.
Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai,
bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal
tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul
akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat
ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.
13
6. Medica ( Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang
kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus
penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic,
farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan
tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist
berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan
diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.
Menurut WHO kesehatan jiwa adalah kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada
gangguan jiwa melainkan megandung berbagai karakteristik yang positif
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.
Pada jiwa yang sehat ada beberapa factor yang dapat memprngaruhinya. Factor
tersebut adalah sebagai berikut :
14
1. Inherited Characteristic (Warisan Karakteristik)
Beberapa teori percaya bahwa tidak ada satupun manusia normal dengan
sempurna dan kemampuan untuk mempertahankan sebuah mental yang sehat di
pandangan hidupnya. Di sisi lain orang yang mengalami kecacatan genetik
mempengaruhi seseorang untuk mempertahankan kesehatan jiwanya. Setiap orang
memiliki sifat yang berbeda, ada yang sensitive dan ada yang temperamental semua
itu dipengaruhi oleh lingkungannya.
Hal ini mengacu pada interaksi dengan orang tua di masa kecil juga akan
mempengaruhi kesehatan jiwa. Pemeliharaan yang dimulai dengan positif ketika anak
dilahirkan akan menciptakan perasaan cinta, aman dan mau menerima. Pemeliharan
yang buruk ketika kecil juga akan mempengaruhi mental sang anak seperti
kekurangan kasih saying ibu, penolakan dari orang tua dan kegagalah komunikasi
awal.
Keadaan hidup bisa mempengaruhi keadaan mental seseorang dimulai dari dia
lahir. Contoh keadaan yang positif adalah sukses di sekolah, keuangan yang
mencukupi, kesehatan fisik yang baik, pekerjaan yang menyenangkan dan
perkawinan yang sukses. Sedangkan keadaan hidup yang negative meliputi kesehatan
fisik yang buruk, pekerjaan dan perkawinan yang tidak sukses.
15
2.6 Ciri-Ciri Jiwa Yang Sehat
Setiap orang ingin memiliki jiwa yang sehat, tetapi tidak semua orang bisa
mengontrol emosi dan mengelola stresnya. Sehingga banyak orang yang memilih
jalan yang salah yaitu dengan mengakhiri hidupnya. Jiwa yang sehat memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :
1. Menurut WHO :
3. Menurut Jahoda
16
e. Persepsi realitas : kemampuan individu memiliki penerimaan tentang
dunia luar melalui pengalaman berfikir.
f. Menguasai lingkungan : individu merasa sukses dalam menjalankan
perannya dalam masyarakat atau kelompok menghadapi dunia luar secara
efektif, mendapatkan kepuasan hidup.
Bukan hanya kesehatan fisik saja yang penting, tetapi kesehatan jiwa juga harus
dijaga agar bisa menjalankan kehidupan dengan baik. Menjaga kesehatan jiwa sangat
sulit karena masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Bagi seseorang yang tidak
mampu mengelola emosi dan stressnya akan menyebabkan gangguan pada jiwanya.
Walaupun begitu seorang perawat memiliki pandangan positif terhadap seseorang
yang mengalami gangguan jiwa, yaitu sebagai berikut :
17
2.8 Tren Dan Isu Keperawatan Jiwa
Tren dan isu dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang
hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap
ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik
dalam tatanan regional maupun global. Berikut ini beberapa contoh tren dan isu yang
terjadi dalam keperawatan jiwa :
Di Indonesia banyak terjadi gangguan jiwa di mulai pada usia 19 tahun dan
jarang sekali melihat fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan pada saat
ini menunjukkan bahwa jika berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari
masa konsepsi bahkan sebelum pranikah. Banyak penelitian yang menunjukkan
bahwa adanya keterkaitan kesehatan fisik dan mental seseorang ketika berada dalam
kandungan di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian berikut membuktikan
bahwa kesehatan mental seseorang dimulai pada masa konsepsi. Berikut ini
merupakan hasil dari penelitian :
a. Marc Lehrer ( 300 bayi yg diteliti): stimulasi dini ( berupa suara, musik,
getaran, sentuhan ) setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental dan
emosional yg lebih baik.
b. Mednick : ada hubungan skizofrenia dengan infeksi virus dalam kandungan.
Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada
pada trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang lebih tinggi
untuk menderita skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini
menunjukkan bahwa lingkungan luar yang terjadi pada waktu yang tertentu
dalam kandungan dapat meningkatkan risiko menderita skizofrenia. Mednick
menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan
bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan
neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif
seperti berkurangnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian,
18
membedakan suara rangsang yang berurutan, working memory, dan fungsi-
fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia. Dipercaya
kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan dalam
kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat
dalam kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang
mempengaruhi fungsi otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah
berkembang ini menjadi dasar dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi,
kekacauan proses pikir, waham/delusi, perilaku yang aneh dan gangguan
emosi.
2. Tren peningkatan masalah kesehatan
Pada era globalisasi ini masalah kesehatan jiwa sudah meningkat, hal ini
sudah terbukti dalam dua tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh beban hidup yang
semakin berat. Pada saat sekarang ini pasien gangguan jiwa bukan hanya dari
kalangan bawah tetapi juga dari kalangan mahasiswa, pns, pegawai swasta pejabat
dan masyarakat kalangan menengah ke atas. Semua itu terjadi karena sebagian besar
masyarakat menengah ke atas tidak mampu mengelola stress dan juga bisa
disebabkan oleh post power syndrome atau mutasi jabatan. Pada saat sekarang ini
penyakit gamgguan jiwa tidak lagi mengenal strata social dan usia. Banyak orang
kaya yang terkena gangguan jiwa karena hartanya habis akibat bencana.
Selain itu kasus neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan
kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang
mengakibatkan penderitanya mengalami stress, kecemasan yang berlebihan,
gangguan tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Tipe
gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang menunjukkan
gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap mengoceh
tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain,
seperti mengamuk.
19
3. Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder
Trauma yang katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma
yang umum di alami manusia dalam kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan
stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang demikian.
Mereka menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat akhir
menjadi tidak produktif. Trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat
individual, trauma muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara ingatan sosial dan
ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan.
4. Tren bunuh diri pada anak-anak dan remaja
20
karena akan memiliki self confidence yang cukup. Orang tua juga melatih anak
bertanggung jawab mengerjakan tugas-tugas di rumah sepert: mencuci, menyiram
bunga dll.
1. Definisi Trend
Trend adalah hal yang sanat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa,
tren juga dapat di definisikan salah satu gambar ataupun informasi yang
terjadi pada saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan masayarakat.
Trend adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang saat ini dan
kejadiannya berdasarkan fakta.
2. Definisi Issu
Issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau
tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter,
social, politik, hokum, pembanguanan nasional, bencana alam, hari kiamat,
kematian ataupun tentang krisis. Issu adalah suatu yang sedang di bicarakan
oleh banyak namun belum jelas faktanya atau buktinya.
21
Beberapa contoh issu dalam keperawatan jiwa di antaranya, yaitu :
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Banyaknya persoalan yang dihadapi selama hidup ini seperti ekonomi dan
kemiskinan dapat menyebabkan terganggunya kesehatan mental. Orang yang
mengalami depresi atau stress akan berusaha menghilangkan stresnya dengan
menggunakan NAPZA dan ada yang melakukan bunuh diri. Untuk itu sebagai
seorang perawat kita harus bisa merawat pasien dengan gangguan jiwa dengan baik
agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. Penigkatan pelayanan terhadap pasien
juga harus diperhatikan. Untuk mengurangi pasien penyakit jiwa bisa dilakukan
dengan dimensi spiritual, sehingga pasien harus lebih diperkenalkan dengan
agamanya dan memperkuat imannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, A.I, Sadock B.J. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (I); Jakarta. Widya
Medika.
Hamid, A.Y.S. (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa (I);
Jakarta. Buku Kedokteran ECG.
Shives, L.R. (1998). Basic Consept of Psychiatric-Mental Health Nursing (4); East
Washington Square. Lippincott.
24