Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH SEJARAH, TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN JIWA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah: Keperawatan Jiwa

Dosen Pengampu: Dr.Linda Amalia,S.kp.,MKM..

Oleh:

Al Ghumayda

NIM 2106986

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2023
A. SEJARAH KEPERAWATAN JIWA

1) Pada Zaman Mesir Kuno


Pada zaman ini, dipercaya orang dengan gangguan jiwa disebabkan oleh adanya roh
jahat. Oleh karana itu pada saat itu cara menyembuhkannya mereka membuat lubang di
bagian tengkorang dengan tujuan untuk mengeluarkan roh jahat yang dipercaya bersarang di
dalam otak. Hal ini di buktikan dari ditemukannya lubang di kepala orang-orang yang pernah
mengalami gangguan jiwa.
Tahun-tahun berikutnya pasien dengan gangguan jiwa diobati dengan cara di bakar,
dipukuli, atau di masukkan dalam air dingin yang bertujuan agar pasien diberi kejut semacam
syok dengan harapan agar gangguannya menghilang.
2) Zaman Yunani
Pada zaman ini gangguan jiwa sudah dianggap penyakit. Sehingga pengobatannya
dilakukan oleh dokte dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat. Pada waktu itu,
orang sakit jiwa yang mmiskin dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa.
Jadi, rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan orang gangguan
jiwa yang miskin, sehhingga keadaan disana sangat kotor dan jorok, sedangkan orang kaya
yang mengalami gangguan jiwa di rawat di rumah sendiri.
Pada tahun 1841. Dorothea line Dick melihat keadaan perawatan gangguan jiwa ia
tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan Kesehatan jiwa. Bersamaan
dengan itu Herophilus dan Erasistratus memikirkan apa yang sebenarnya ada dalam otak
sehingga ia mempelajari anatomi otak pada binatang karena kurang puas hanya mempelajari
otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh sistem tubuh hewan (Maramis. 2009)
3) Zaman Vesalisus
Vesalisus tidak yakin apabila hanya mempelajari anatomi hewan, ia ingin mempelajari
otal dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala manusia untuk dipelajari
merupakan hal yang mustahi, apalagi mempelajari sistem tubuh manusi pada saat itu.
Akhirnya ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari, sayangnya ia ketahuan dan
diadili untuk dihukum, bahakan vesalisus mendapat ancaman hukuman mati (pancung).
Namun ia bisa membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan Kesehatan, akhirnya
ia pun di bebaskan dan bahkan mendapatkan penghargaan karena dapat membedakan
manusia dan hewan.
Sejak saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa itu merupan penyakit, namun
kenyataannya pelayanan rumah sakit jiwa tidak pernah dirubah, orang ang mengalami
gangguan jiwa di rantai, karena petugas yang khawatir dengan keadaan pasien.
4) Revolusi Prancis I
Phillipe Pinel, seorang direktur rumah sakit Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan
revolusi prancis untuk membebaskan belenggu pada pasien gangguan jiwa. Revolusi prancis
ini dikenal dengan revolusi humanism dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality,
Fraternity”. Ia meminta pada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan
jiwa. Pada awalnya, waliota menolak untuk. Namun pinel menggunakan alasan revolusi,
yaitu “ jika tidak, kita harus siap di terkam binatang buas yang berwajah manusia”.
Perjuanagan ini diteruskan oleh murid-murid pinel sampai revolusi II.
5) Revolusi Kesehatan Jiwa II
Dengan di terimanya gangguan jiwa sebagai suatu penyait, maka terjadilah perubahan
orientasi padan organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar ganguan jiwa masuk
dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu gangguan jiwa di tuntut mengikuti paradigma
natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosology (ada tanda dan
gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee ampu membuat penggolongan dari tanda-tanda
gangguan jiwa. Sejak saatitu, Kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan
spesifikasinya masing-masing.
6) Revolusi Kesehatan Jiwa III
Pola perkembangan pada revolusi Kesehatan jiwa II masih berorientasikan pada Hospital
base ( berbasis rumah sakit), maka pada perkembangan berikutnya dikembangkanlah
community base (berbasi komunitas), dengan adanya upaya community mental health centre
(pusat esehatan mental komunitas) yang dipelopori oleh J.F, Kennedy. Pada saat inilah di
sebu revolusi Kesehatan jiwa III.
B. SEJARAH KESEHATAN JIWA DI INDONESIA
1) Zaman Kolonial
Pada zaman ini RS sipil atau RS meliter menjadi tempat penampungan orang yang
mengalami gangguan jiwa karna belum ada rumah sakit khusus jiwa dan yang di tamping
kebanyakan gangguan jiwa berat.
Rumah sakit jiwa pertama yaitu di Bogor pada tahun 1882, rumah sakit jiwa kedua di
Lawangpada pada 23 juni 1902, kemudian yang ketiga di Magelang 1923, yang keempat di
Sabang 1927. Rumah sakit jiwa tersebut merupakan rumah sakit yang besar dan ditempati
oleh penderita yang sakitnya lama sehingga memerlukan perawatan yang lama. Ada 4 macam
tempat perawatan gangguan jiwa pada zaman colonial belanda :
a) RSJ (kranzinnigengesticthen)
Karena di RSJ Bogor, Lawang, Sabang pasien gangguan jiwanya terus meningkat maka
pasien-pasien tersebut di tamping di RS sementara dan di rumah tahanan. Sehingga di
bangunlah “annexinrichtigen” di RSJ Bogor dan Pasuruan dekat Lawabng.
b) RS Sementara (Doorgangshizen)
Orang yang memiliki gangguan jiwa akut akan di tempatkan di rumah sakit sementara
dan akan di pulangkan jika sudah sembuh, dan yang masih mengalami gangguan jiwa
akan dikirim ke RSJ di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Padang, Palembang, Bali,
Padang, Banjarmasin, Manado dan Medan.
c) Rumah Perawatan (Veerplegthuiizen)
Perawat yang berijazah akan di jadikan kepala RSJ tetapi dibawah pengawasan dokter.
d) Koloni
Yakni pasien yang keadaannya membaik dan tenang, akan ditempatkan di rumah
penduduk, tuan rumah akan diberi uang tiap bulannya serta pasien juga dapat bekerja di
bidang pertanian, tetapi masih dalam pengawasan dokter
Rumah-rumah seperti di atas di bangun jauh dari kota dan tempat tinggal masyarakat
sehingga bisa dibilang perawatan ini sifatnya isolasi dan penjagaan.
2) Zaman Setelah Kemerdekaan
Metode pengobatan penderita ganguan jiwa telah banyak mengalami kemajuan dari zaman ke
zaman. Inilah beberapa perubahan dasar filosofi tentang pengobatan jiwa.
a) Awal Sejarah
Gangguan jiwa masih di anggap sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan
sehingga perawatan dilakukan dengan cara yang kasar dan tidak manusiawi, orang yang
mengalami gangguan jiwa akan dikurung atau dipenjara oleh keluarganya, bahkan ada
yang dibuang dan dibiarkan di jalanan dengan mengemis, tetapi sejak ada kelompok
agama yang memberikan sumbangan, sehingga para penderita dapat disalurkan ke rumah
sakit.
b) Abad ke-15-17
Penderita laki-laki dan perempuan disatukan, mereka mendapat pakaian dan makanan
yang tidak layak, bahkan sering di rantai, dikurung, dan dijauhkan dari sinar matahari.
c) Abad ke-18
Terjadi revolusi prancis dan amerika yang memberikan inspirasi kepada masyarakat akan
kebebasan serta perlakuan yang adil terhadap pasien gangguan jiwa.
C. TREND DAN ISU DALAM KEPERAWATAN JIWA GLOBAL
1) Trend Keperawatan
Jumlah penderita sakit jiwa di era globalisasi indonesi terus meningkat contohnya di berbagai
provinsi dan Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak hanya orang kelas bawah saja yang
menderita gangguan jiwa bahkan dikalangan menengah keatas juga tersentuh gangguan
psikotik dan depresif
Pasien gangguan jiwa terus bertambah sejak 2022. Dan di tahun 2003 sudah 7000 orang,
2004 naik 10.610 orang, 678 rawat inap pada tahun 2003, dan 2004 yang menjalani rawat
inap 1.314 orang, dan yang gangguan jiwa ternyata di alami oleh kalangan mahasiswa,
pegawai negri sipil, pegawai swasta dan kalangan professional, klien gangguan jiwa pada
menengah keatas disebabkan tidak mampu mengelola stress dan ada juga yang mengalami
post power syndrome akibat dipecat atau mutase jabatan.
Prof. Dr. Suwadi kepala jabatan Staf Medik Fungsional Jiwa di RS Sardjito Yogyakarta
mengatakan, pada tahun2003 jumlah pasien rawat inap 371 pasien, 2004 433 pasien dan
belum termasuk jumlah rawat jalan yang di poliklinik rata-rata 25 pasien, dan di Sumatra
Selatan jumlah gangguan jiwa meningkat rata-rata di sebabkan oleh beban hidup yang
semakin berat. Kepala RSJ di Provinsi Sumatra Selatan mengatakan bahwa setahun ini pasien
mengalami peningkatan 10-15% dengan kasus psikotik dan disusul dengan kasus neurosis
yang cenderung meningkat, jumlah pasien mencapai 4.101 orang di tahun 2004.
Neurosis adalah bentuk gangguan jiwa yang mengakibatkan penderitanya stress, cemas
berlebihan, gangguan tidur dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya, penyakit
jiwa pada anak dan remaja adalah kasus kekerasan fisik dan non fisik, trauma non fisi
contohnya kehilangan atau masalah keluarga, sedangkan gangguan jiwa psikotik yang
dialami orang dewasa cenderung berperilaku abnormal secara kasat mata, engoceh tak
karuan, dan melakukan hal yang membahayakan bagi dirinya dan orang lain.
a) Gangguan jiwa Skizofernia
Merupakan gangguan mental yang terjadi dalam jangka Panjang yang mengakibatkan
penderitanya mengalami halusinasi, dilusi, kekacauan berpikir, dan perilaku berubah, dari
hasil Riskesdas 2018 diseluruh Indonesia ditemukan penderita skizofernia mencapai
282,654 jiwa. Penderitanya adalah rumah tangga yang memiliki ART (Anggota rumah
Tangga), penderita tidak hanya di perkotaan di perdesaan pun juga banyak yang
mengalami skizofernia yang di perlakukan tidak baik, salah satunya di pasung, pada
daerah perkotaan yang dipasung seumur hidup berjumlah 1.021 dan di perdesaan 907,
dan yang di pasung 3 bulan terakhir di perkotaan 125, dan di perdesaan 183 jiwa.
Beberapa penyebab skizofernia antara lain, waktu kecil pernah mengalami kecelakaan
dan trauma kepala, Riwayat waktu kecil ada yang tertutup dan tidak punya teman, tidak
bisa memenuhi keinginannya dan berpisah dari keluarga, auitis.
b) Depresi
Merupakan suatu kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak negative
terhadap pikirannya, Tindakan dan perasaannya. Dari hasil Riskedas 2018 di seluruh
Indonesia yang mengalami depresi jumlahnya mencapai 706.689 jiwa, yang mengalami
depresi dari yang berusia 15-75 tahun keatas, laki-laki 352.269 jiwa dan perempuan
354.420 wanita lebih mudah mengalami depresi karena perubahan hormon yang terjadi
seperti saat menstruasi, kehamilan, melahirkan, dll. Penyebab depresi juga bisa karen
mengalami peristiwa traumatis seperti pelecehan, kematian orang yang dicintai, ptus
cinta, pekerjaan.
c) Gangguan mental emosional
Merupakan suatu kondisi dimana emosi seseorang berubah secara berlebihan atau
berubah-ubah karena hal tertentu, dari hasil Riskesdas 2018 jumlahnya mencapai 706.688
jiwa. Terbanyak di Indonesia adalah di provinsi Jawa Barat dengan jumlah 130.528 jiwa.
Gangguan mental emosional ini disebabkan karena kecemasan, ketakutan serta
kekhawatiran berlebihan contohnya trauma dengan benda atau hewan yang digejalai
dengan jantung berdetak cepat dan berkeringat dingin.
2) Issue Keperawatan
a) Pelayanan keperawatan mental yang kurang dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
karena kurangnya hasil riset tentang keperawatan jiwa
b) Perawat jiwa yang ada kurang siap menghadapi pasar bebas karena Pendidikan yang
rendah dan belm adanya licence untuk praktik yang bisa diakui oleh internasional.
c) Pembedaan peran perawat jiwa berdasarkan Pendidikan dan pengalaman sering kali tidak
jelas dalam “Position Decription’ jop responsibility” dan sistem reward di dalam
pelayanan keperawatan di mana mereka bekerja.
d) Menjadi perawat jiwa bukanlah pilihan bagi peserta didik (mahasiswa keperawatan).
Mereka cenderung menghindari profesi ini.
e) Menjadikan Kesehatan jiwa sebagai prioritas global dengan cara meningkatkan
pelayanan Kesehatan jiwa.
f) Mengurangi Tindakan pemasungan yang biasanya dilakukan pada penderita gangguan
jiwa berat, dengan cara di kurung, dirantai kakinya, dimasukkan kedalam balok kayu dan
dalin-lain, sehingga kebebasannya menjadi hilang dan merampas kebahagiaan serta
kesempatan mereka untuk mendapat perawatan yang memadai dan sekaligus juga
mengabaikan martabat mereka sebagai manusia.
g) Melakukan Tindakan Family Psychoeducation yaitu sebuah metode yang berdasarkan
terhadap pelatihan keluarga yang bekerja sama dengan tenaga Kesehatan ahli jiwa untuk
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, hal ini dapat mengurangi beban pada
keluarga dan menurunkan tingkat kekambuhan, meningkatkan dukungan pada keluarga,
menurunkn stress pada keluarga dan meningkatkan kemampuan pada keluarga dalam
merawat ART gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Widiyawati, W. (2020). Keperawatan Jiwa . Malang: Literasi Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai