Anda di halaman 1dari 2

Nama: Agnes Yudistira Paimbanan

Kelas: 2A
Matkul: Keperawatan Jiwa

Tren dan Isu Bunuh Diri pada Anak-anak dan Remaja

Gagasan bunuh diri merupakan keluhan pertama yang sering dijumpai dalam pelayanan
psikiatrik darurat. Semua ancaman bunuh diri, sikap dan buah pikiran itu harus ditanggapi
dengan serius, sampa dapat dibuktikan sebaliknya. Pasien yang berisiko bunuh diri perlu
diamati secara cermat. Alasan seseorang bunuh diri adalah putus asa dengan masalah dia
hadapi dan tidak merasa tidak berdaya. Di dunia pun bunuh diri merupakan masalah psikologis
dunia yang sangat mengancam, angka kejadian terus meningkat dan sangat mengancam Sejak
tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh diri.
Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama
diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit
seorang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10 kali lebih
besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan trend bunuh diri
mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan remaja. Di Benua Asia, Jepang dan Korea
termasuk Negara yang sering diberitakan bahwa warganya melakukan bunuh diri.
Gejala bunuh diri di kalangan anak dan remaja di Indonesia menunjukkan trend peningkatan
dari tahun ke tahun. Fenomena ini baru menjadi perhatian publik sejak 1998. Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas Anak) dalam laporannya menyatakan bahawa kasus bunuh diri ana
dan remaja semakin memprihatinkan. Menurut Arist Merdeka Sirait, Ketua umum Komnas
Perlindungan Anak, pencetus tindakan bunuh diri secara dominan memiliki kaitan dengan
urusan putus cinta dari
kaum remaja, tekanan akibat masalah ekonomi, anak yang hidup dalam lingkungan keluarga
yang tidak harmonis serta juga masalah yang dialami anak di sekolah.
Pencegahan bunuh diri sangat penting dan direkomendasikan untuk strategi pengembangan
dan penerapan penurunan angka bunuh diri. Pencegahan primer yaitu program dalam latar
pendidikan, meliputi Program Berbasis Sekolah, Krisis Hotline, Pembatasan Metode yang
Mematikan, Edukasi melalui Media serta Mengidentifikasi Anak dan Remaja dengan Faktor
Resiko Tinggi Bunuh Diri. Pencegahan sekunder berkaitan dengan mengidentifikasi dan
penatalaksanaan yang adekuat terhadap mereka yang memilki risiko bunuh diri, berupa
penatalaksanaan psikososial dan penatalaksanaan secara biologi dengan pemberian
antidepresan (AACAP, 2018; Pelkonen dan Marttunen, 2020).
Pencegahan tersier bertujuan mengembangkan penatalaksanaan yang tepat untuk anak
dan remaja, khususnya modalitas terapi yang tepat setelah melakukan percobaan bunuh diri,
sehingga dapat mencegah terjadinya bunuh diri (AACAP, 2018; Pelkonen dan Marttunen, 2020).
Postvention adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan intervensi yang dilakukan setelah
terjadi bunuh diri. Setelah anak atau remaja melakukan bunuh diri, sangat dianjurkan untuk
melakukan krisis intervensi pada orang-orang terdekatnya karena mereka berisiko menderita
depresi, gangguan stres paska trauma atau reaksi duka cita yang patologis. Bila hal ini tidak
dilakukan, maka jumlah kejadian bunuh diri pada kerabat dan orang terdekat pelaku selama
setahun setelah kejadian bunuh diri akan meningkat (AACAP, 2018; Gould dan Kramer, 2018;
Pelkonen dan Marttunen, 2020).

SUMBER: https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=trend+bunuh+diri&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3D3rOeDW5jTL8J

Anda mungkin juga menyukai