Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN MULTIPLE TRAUMA DENGAN TENSION

PNEUMOTHORAX
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kep. Gawat Darurat
Dosen Pembimbing: Nur Intan Hayati Husnul Khotimah S.Kep.,Ners.M.kep

Kelas : E (Kecil)
Disusun Oleh :
Anggrek Aulia S AK.1.17.049
Ellysa Dwi H AK.1.17.059
Erlita Komalawati AK.1.17.062
Shanti Ariani AK.1.17.081
Siti Nurhalimah AK.1.17.084
Verra Juliani L AK.1.17.089

FAKULTAS KEPERAWATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang multiple trauma dengan tension
pneumothorax.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.    
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah multiple trauma dengan tension
pneumothorax ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, 10 Mei 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Trauma Multiple...................................................6
2.2 Anatomi Fisiologi Pneumothorax.................................................8
2.3 Definisi Pneumothorax.................................................................12
2.4 Etiologi Pneumothorax.................................................................13
2.5 Pathwey Pneumothorax................................................................15
2.6 Manifestasi Klinis Pneumothorax................................................17
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Pneumothorax.......................................18
2.8 Penatalaksanaan Medis Pneumothorax........................................20
2.9 Komplikasi Pneumothorax...........................................................24
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan Pneumothorax ...........................25
BAB III KASUS
3.1 Pengkajian...................................................................................26
3.2 Diagnosa......................................................................................27
3.3 Intervensi.....................................................................................28

BAB IV
4.1 Kesimpulan..................................................................................29
4.2 Saran............................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Multi trauma adalah Keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera defenisi
ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma
juga mempunyai dampak psikologis dan social. Pada kenyataannya trauma adalah
kejadian yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan hilangnya produktif
seseorang. Berdasarkan mekanismenya, terdapat trauma tumpul yang biasanya
disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor dan trauma tajam biasanya
disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan. Trauma yang terjadi
seringkali melibatkan beberapa regio tubuh. Pada multipel trauma, sering terjadi
perdarahan yang akan mengakibatkan kematian (Sauaia, 1995). Selain itu, pada
multipel trauma juga terjadi keadaan hipoperfusi dan asidosis serta koagulopati
yang juga akan meningkatkan mortalitas pasien multipel trauma (Brohi, 2007).
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi
udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera.
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/ rongga pleura.
Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga
pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm
H2O.
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumotoraks dan non-tension
pneumotoraks. Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum
secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-
tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara

4
tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ di dalam rongga dada
juga tidak meningkat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja konsep dari trauma multiple ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi pneumothorax ?
3. Apakah definisi pneumothorax ?
4. Apa sajakah etiologi pneumothorax?
5. Bagaimana pathwey pneumothorax?
6. Bagaimana manifestasi klinis pneumothorax ?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pneumothorax ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis pneumothorax?
9. Apa sajakah komplikasi pneumothorax?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pneumothorax ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep dasar trauma multiple
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi pneumothorax
3. Untuk mengetahui definisi pneumothorax
4. Untuk mengetahui etiologi pneumothorax
5. Untuk mengetahui pathwey pneumothorax
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis pneumothorax
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pneumothorax
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pneumothorax
9. Untuk mengetahui komplikasi pneumothorax
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pneumothorax

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Multiple Trauma
2.1.1 Pengertian Multiple Trauma
Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera definisi
ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma
juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya trauma
adalah kejadian yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan hilangnya
produktif seseorang. Informasi tentang pola atau mekanisme terjadinya cedera
seringkali akan sangat terbantu dalam mendiagnosa kemungkinan gangguan yang
diakibatkan. Trauma tumpul terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor ( KKB)
dan jatuh, sedangkan trauma tusuk (penetrasi) seringkali diakibatkan oleh luka
tembak atau luka tikam. Umumnya, makin besar kecepatan yang terlibat dalam
suatu kecelakaan, akan makin besar cedera yang terjadi, misalnya : KKB
kecelakaan tinggi, peluru dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang sangat
tinggi (Hudak,carolyn 1996).
2.1.2 Etiologi
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.
Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam
kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa
yang cedera ,dan bagaimana derajat kerusakannya, perlu diketahui biomekanik
terutama cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa
benturan, perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam , benda
tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia . Akibat cedera ini dapat
menyebabkan cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.
2.1.3 Patofisiologi
Respon metabolik pada trauma dapat dibagi dalam tiga fase :
1. Fase pertama berlangsung beberapa jam setelah terjadinya trauma. Dalam fase
ini akan terjadi kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan
hiperglikemia.

6
2.  Pada fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen
yang negative, hiperglikemia, dan produksi panas. Fase ini yang terjadi
setelah tercapainya perfusi jaringan dengan baik dapat berlangsung dari
beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung beratnya trauma, keadaan
kesehatan sebelum terjadi trauma, dan tindakan pertolongan medisnya.
3.  Pada fase ketiga terjadi anabolisme yaitu penumpukan kembali protein dan
lemak badan yang terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Rasa
nyeri hilang dan oksigenasi jaringan secar keseluruhan sudah teratasi. Fase ini
merupakan proses yang lama tetapi progresif dan biasanya lebih lama dari
fase katabolisme karena isintesis protein hanya bisa mencapai 35 gr /hari.
2.1.4 Manifestasi Klinis
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Tidak adanya bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah
6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,
biasanya pada arteri karotis)
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada
perdarahan retroperitoneal
14. Tanda Coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada
fraktur pelvis

7
2.1.5 Komplikasi Multiple Trauma
1. Penyebab kematian dini ( dalam 72 jam )
Hemoragi dan cedera kepala adalah penyebab utama kematian dini setelah
trauma multiple. Untuk mencegah kehabisan darah, maka perdarahan harus
dikendalikan. Ini dapat diselesaikan dengan operasi ligasi ( pengikatan ) dan
pembungkusan, dan embolisasi dengan angiografi. Hemoragi berkelanjutan
memerlukan tranfusi multiple, sehingga meningkatkan kecenderungan terjadinya
ARDS dan DIC. Hemoragi berkepanjangan mengarah pada syok hipovolemik
dan akhirnya terjadi penurunan perfusi organ.
2. Penyebab Lambat Kematian ( Setelah 3 Hari ) :
Sepsis adalah komplikasi yang sering terjadi pada trauma multiple. Pelepasan
toksin menyebabkan dilatasi pembuluh, yang mengarah pada penggumpalan
venosa yang mengakibatkan penurunan arus balik vena. Pada mulannya, curah
jantung mengikat untuk mengimbangi penurunan tekanan vaskular sistemik.
Akhirnya, mekanisme kompensasi terlampaui dan curah jantung menurun sejalan
dengan tekanan darah dan perfusi..

2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Penampakan thorax dari luar adalah batas bawah leher dan batas atas
abdomen. Namun pada bagian dalam tidaklah demikian, batas ronga thorax
adalah (Blaivas, 2007):
a. Batas belakang thorax setinggi C7, lebih tinggi dari bagian depan karena
melalui bidang yang dibentuk oleh iga pertama agak miring kebawah
b. Batas depan thorax setinggi vertebrae thorakal ke-2
c. Batas bawah thorax adalah diafragma yang berbentuk seperti kubah ke atas.
Karena bentuk diafragma yang seperti kubah, dari permukaan tidak dapat
dipakai peregangan bahwa bawah thorax adalah batas bawah costae.
d. Batas atas thorax dapat diraba di incisura jugularis, yatu cekungan antara
caput klavikula kanan dan kiri. Incisura ini berseberangan dengan batas atas
bawah dari vertebrae thorakal ke-2.

8
Dinding dada dibentuk oleh 12 tulang vertebrae thorakalis, 12 pasang iga
dan sternum (Sideras, 2011):
a. Vertebrae
Persendian vertebrae dengan tulang iga menyebabkan iga ini
mempunyai bentuk yang agak spesifik. Vertebrae thorakalis pertama memiliki
persendian yang lengkap dengan costae I dan setengah persendian dengan
costae II. Selanjutnya costae II-VIII mempunyai dua persendian, di atas dan di
bawah korpus vertebrae untuk costae II sampai dengan VIII, sedangkan costae
IX-XII hanya satu.
b. Costae
Secara umum costae ada 12 pasang kanan dan kiri, Tujuh pasang iga
pertama dinamakan costae vera (iga sejati). Costae I-VII bertambah panjang
secara bertahap, yang kemudian memendek secara bertahap. Costae VIII-X
berfungsi membentuk tepi costal sebelum menyambung dengan tepi bawah
sternum, maka disebut costae spuriae (iga palsu). Costae XI-XII disebut
costae fluctuantes (iga melayang).
c. Sternum
Sternum terdiri dari manubrium sterni, korpus sterni dan procesus

9
xiphoideus. Angulus sterni ludovici yang terbentuk antar manubrium dan
korpus sterni dapat teraba dan merupakan patokan dalam palpasi iga ke-2 di
lateralnya.

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan musculus utama


dinding anterior thorax. Musculus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan
musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus dinding posterior
thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan / plica
aksilaris anterior, lengkungan dari musculus latisimus dorsi dan teres mayor
membentuk lipatan axial posterior (Blaivas, 2007).
Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah
dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak
sensitive. Pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding thorax dan diafragma. Pleura parietalis
mendapatkan persarafan dari nerve ending, sehingga ketika terjadi penyakit atau
cedera maka timbul nyeri. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada tiap arah dan
sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal. Pleura parietalis hampir
semua merupakan lapisan dalam, diikuti tiga lapisan muskulus yang mengangkat

10
iga selama respirasi tenang. Vena arteri, dan nervus dari tiap rongga intercostalis
berada di belakang tepi bawah iga. Karenanya jarum torakosintesis atau klem
yang digunakan untuk masuk kepleura harus dipasang melewati bagian atas iga
yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih (Brohi, 2011).

d. Diafragma
Bagian musculus perifer berasal dari bagian bawah iga ke-6 dan kartilago
costae, dari vertebrae lumbalis, dan dari lengkung lumbosakral, sedang bagian
muscular melengkung membentuk tendosentral. Serabut ototnya berhubungan
dengan M.transverse abdominis di batas costae. Diafragma menempel di bagian
belakang costae melalui serat-serat yang berasal dari ligamentum arcuata dan
crura. Nervus prenicus mempersarafi motorik dan intercostals bawah
mempersarafi sensorik. Diafragma berperan besar pada ventilasi paru selama
respirasi tenang (Blaivas, 2007).
Sewaktu inspirasi terjadi pembesaran dinding dada kea rah ventrodirsalis
dan lateralis. Pengembangan dada ini dimungkinkan karena mobilitas artikulatio
kostovertebralis, elatisitas tulang rawan iga, dank arena sedikit bertambahnya
kifosis kolumna vertebralis. Otot-otot yang berperan dalam inspirasi adalah
diafragma (otot primer inspirasi), M intercostalis externa (otot komplementer
inspirasi), dan otot-otot leher, yakni M. skalenus dan M. sternokleidomastoideus,
keduanya berperan pada inspirasi paksa dengan mengangkat bagian atas rongga

11
thorax. Ekspirasi terjadi akbat proses pasif dengan melemasnya otot-otot
inspirasi sehingga rongga dada dan paru kembali ke ukuran prainspirasi. Pada
ekspirasi paksa, otot-otot yang berperan adalah otot-otot abdomen dan
mm.intercoastalis interna. Gaya yang menggerakkan rangka dada secara umum
adalah mm. intercostalis dan mm. scalene. Otot-otot tersebut merupakan otot
metametrik primitive yang harus dimasukkan ke dalam golongan otot
authochthonus dada. Termasuk pula mm.transverses thoracis dan
mm.subcostales. Otot-otot tersebut dipersarafi oleh rami anterior N.spinalis dan
N. intercostalis (Sideras, 2011).

2.3. Definisi Pneumothorax


Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam rongga pleura
secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara
untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan di
dalam rongga pleura. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi
paru-paru kronis (primer) dan juga pada mereka dengan penyakit paru-paru (sekunder), dan
banyak pula terjadi setelah trauma fisik ke dada, cedera ledakan , atau sebagai
komplikasi dari perawatan medis (Committee of Trauma ACOS).

12
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi
udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan
tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif
ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Manjoer, 2000).

2.4. Etiologi Pneumothorax


Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah
karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut:
1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura
visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang
rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension
Pneumotoraks).
2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),
biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter
subklavia).
3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana
ke Tension Pneumotoraks.
4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
2.5. Patofisiologi Pneumothorax

Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki


tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya.Udara
memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup
satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak
bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup pada saat ekspirasi.

13
Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan
tekanan udara mulai melampaui tekanan barometrik.Peningkatan tekanan
udara akan mendorong paru yang dalam keadaan recoiling sehingga
terjadi atelektasis kompresi.

Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran


jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang
semakin meningkat akibat penumpukan udara ini menyebabkan kolaps
paru.Ketika udara terus menumpuk dan tekanan intrapleura terus meningkat,
mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena dan aliran balik vena
menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esofagus dan pembuluh

14
darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada
jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat (Sudoyo, 2009).
Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat
dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan
intraprgleura yang negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan
pleura. Ketika udara masuk ke ruang pleura factor-faktor ini akan hilang dan
paru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu. Jika lebih
banyak udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di bandingkan
dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola katup dan
tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total dan
akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum
terdorong ke sisi berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat
menyebabkan hipoksia yang berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura
meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah yang melalui sirkulasi sentral
akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan
syok.(Kowalak, 2011).

2.6. Pemeriksaan Diagnostik Pneumothorax

1. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila


pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan
ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal
serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan
pneumotoraks sekunder.

15
2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive,
tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-
Scan. Ada 4 derajat.

3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung
terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah
antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut.
Sinar x dada :  menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

16
4. Pemeriksaan Laboratorium :
a. GDA :  variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri
memberikan gambaran hipoksemia.
b. Hb  :      menurun, menunjukan kehilangan darah.
c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.

2.7 Komplikasi Pneumothorax

1. Gagal napas akut (3-5%)


2. Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
3. Henti jantung-paru
4. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
5. Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya
a. Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus
b. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
6. Syok (Alagaff, 2005)
7. Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun.
Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.

17
8. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian
dapat terjadi (Corwin, 20

18
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Data Subjektif
1) Riwayat Penyakit Pasien
a) Pasien mengeluh sesak
b) Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur
rusuk dan sternum)
c) Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
d) Pasien mengeluh lemas, lemah
e) Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan
tertusuk di bagian dada
2) Riwayat Kesehatan Pasien
a) Riwayat penyakit sebelumnya
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
c) Adanya alergi

b. Data Objektif
1) Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
2) Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas
kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
3) Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
4) Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)
2. Pengkajian Sekunder

19
a. Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab
trauma pada dinding dada
b. Five Intervention / Full set of vital sign (F)
1) Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi
2) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
3) Aritmia jantung
4) Pemeriksaan Lab :
Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
a) Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
b) Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya
batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
c) Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
d) Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan
hemidiafragma.
e) Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan
dislokasi sternoklavikular.
5) CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks,
kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
6) Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury
esophagus.
7) Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
8) Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung
(pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada
katup jantung)
9) EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan
dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan
cedera pada arteri koronaria.

20
10) Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan
dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi
miokardia kontusion.
c. Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi
pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
d. Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada:
1) Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ
(Distensi Vena Jugularis)
2) Daerah dada :
a) Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul,
terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah
dada.
b) Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri
tekan
c) Perkusi : adanya hipersonor
d) Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal.
Terkadang terjadi penurunan bising napas.
e) Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tension Pneumothorax
yaitu (Menurut NANDA NIC-NOC 2016):
1. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.

21
2. Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan Respiratory status: Ventilation Terapi Oksigen
dengan ekspansi paru Respiratory status: Airway patency 1. Pertahankan jalan nafas yang paten
yang tidak maksimal Vital sign Status 2. Monitor aliran oksigen
karena akumulasi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3. Pertahankan posisi pasien
udara/cairan 1x3 jam diharapkan pola nafas pasien efektif 4. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
dengan kriteria hasil: Vital sign Monitoring
- tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 2. Monitor kualitas dari nadi
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien 4. Monitor suara paru
tidak merasa tercekik, irama nafas, 5. Monitor pola pernapasan abnormal
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, 6. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
tidak ada suara nafas abnormal) 7. Monitor sianosis perifer
- Tanda tanda vital dalam rentang normal 8. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
(tekanan darah: Sistole 110/120, Diastole yang melebar, bradikardi, peningkatan
70-80 mmHg; Nadi 60-80x/menit, RR: 16- sistolik)

22
20x/menit, Suhu: 36-37˚C)
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan trauma jaringan Pain Level Analgesic Administration
dan reflex spasme otot. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Cek riwayat alergi
1x3 jam nyeri akut teratasi dengan kriteria 2. Pilih analgesik yang diperlukan atau
hasil : kombinasi dari analgesik ketika pemberian
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dari lebih dari satu
skala 5 menjadi 3 (dari 0-10) 3. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
4. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
7. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

Kerusakan integritas kulit NOC: NIC:


berhubungan dengan Tissue integrity: skin and mucous Pressure ulcer prevention: Wound care

23
trauma mekanik Wound healing: primary and secondary 1. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
terpasang bullow intention 2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
drainage. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
1x3 jam diharapkan kerusakan pada integritas 4. Monitor status nutrisi pasien
kulit pasien dapat membaik dengan kriteria 5. Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman
hasil: luka, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi
- Perfusi jaringan normal lokal, formasi traktus.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi 6. Lakukan teknik perawatan luka dengan
- Ketebalan dan tekstur jaringan normal prinsip steril
- Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cidera berulang
- Menunjukkan terjadinta proses
penyembuhan luka
Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Risk Control Infection Protection (proteksi terhadap
faktor risiko tempat Setelah dilakukan asuhan selama 1x3jam risiko infeksi)
masuknya organisme infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
sekunder terhadap trauma 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dan lokal
2. Mengidentifikasi faktor yang dapat 2. Monitor WBC

24
menimbulkan resiko 3. Inspeksi kulit dan membran mukosa
3. WBC dalam batas normal terhadap kemerahan, panas, drainase
4. Mempertahankan interaksi sosial 4. Ispeksi kondisi luka
5. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
6. Dorong masukan cairan
7. Dorong istirahat
8. Beri pasien obat antibiotik

25
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD Sebuah rumah Sakit oleh tim ambulance
PSC 119 karena mobil yang kendarainya menabrak mobil lain dan terguling, pasien saat
ditemukan berada di posisi pengemudi, pasien mengalami benturan di kepala dan dada. Pada
pemeriksaan breathing didapatkan data saat di auskultasi suara nafas redup atau tidak
terdengar pada sisi yang sakit, saat diperkusi terdapat hipersonor, terdapat peningkatan JVP,
terdapat hematom pada daerah kepala, Tensi : 90/60 mmHg, Nadi; 90x/menit, RR; 26x/menit.

3.1 Pengkajian
a) Usia : 30 tahun
b) Riwayat kesehatan sekarang :
Pasien mengalami benturan dikepala dan dada.
c) Riwayat kesehatan dahulu : -
d) Riwayat kesehatan keluarga : -
e) Pemeriksaan fisik
A. Primary Survey
1. Airway (A)
Tidak ada sumbatan jalan nafas
2. Breathing (B)
Auskultasi : suara nafas redup atau tidak terdengar pada sisi yang sakit
Perkusi : terdapat hipersonor
3. Circulation (C)
Terdapat peningkatan JVP
4. Disability (D)
tidak terkaji karena klien mengalami penurunan kesadaran.
B. Survey Sekunder
1. Exposure (E)
Terdapat hematom pada daerah kepala
2. Fluid, faranheit (F)
pasien mengalami benturan di kepala dan dada
3. TTV
TD : TD: 90/60 mmHg,

26
Nadi: 90 x/menit,
RR: 26 x/menit,
4. Head to toe, history (H)
Kepala : terdapat hematom pada daerah kepala
Leher : terdapat peningkatan JVP
Dada : terdapat benturan pada dada

Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Traumatik Gangguan perfusi
DO : jaringan cerebral b.d
- Pasien mengalami Mengalami cedera Hematom
benturan dikepala kepala
- Terdapat hematom
pada daerah kepala Hematom
- TD:90/60 mmhg
- Nadi: 90 x/menit, terjadi peningkatan tik
- RR: 24 x/menit,
- Terdapat Autoregulasi darah otak
peingkatan jvp terganggu

Aliran darah ke otak


menurun

Gangguan perfusi
jaringan cerebral
DS : - Protein plasma Resiko Terjadinya syok
DO :- Pasien mengalami hipovolemik b.d
benturan dikepala Proteinemia pindahnya cairan
karena mobil yang intravaskuler ke
kendarainya Hipoalbumenia ekstravaskuler
menabrak mobil
lain dan terguling, Cairan intra vaskuler
- auskultasi suara Cairan interstitial

27
nafas redup atau
tidak terdengar Hematom
pada sisi yang sakit
- diperkusi terdapat Syok hipovolemik
hipersonor
- TD:90/60 mmhg
- Nadi: 90 x/menit,
- RR: 24 x/menit,

3.2 Diagnosa Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d Hematoma
2. Resiko Terjadinya syok hipovolemik b.d pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Gangguan Setelah di lakukan 1. Kaji TTV 1. Untuk mengetahui
perfusi jaringan tindakan 2. Kaji keadaan umum klien
cerebral b.d keperawatan7x24 karakteristk 2. untuk mengetahui
Hematoma perfusi jaringan nyeri tanda dan gejala
cerebral optimal secara 3. Berikan neurologis
bertahap klien posisi 3. untuk memberikan
Dengan kriteria hasil : semifowler rasa nyaman bagi
1. Kesadaran kepala klien
pasien compos ditinggikan 4 Untuk memberikan
mentis 30 derajat terapi terhadap
2. Ttv dalam 4. Berikan kehilangan
batas normal klien posisi kesadaran

28
3. Pasien tampak semi 1.
rileks fowler
4 Tidak ada kepala
hematom ditinggikan
30 derajat
5. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian
oksigen.
Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk memonitor
Terjadinya syok tindakan keperawatan keadaan kondisi pasien
hypovolemia 14x24 jam klien tidak umum 2. untuk mengobservasi
b.d perdarahan mengalami syok pasien vital sign untuk
yang pindahnya hipovolemik 2. Observasi memastikan tidak
cairan Dengan kriteria hasil : vital sign terjadi syok
intravaskuler ke 1. Nadi klien normal setiap 3 3. Untuk mengatasi
ekstravaskuler (120-60x/mnt ) jam atau kehilangan cairan
2. RR normal lebih tubuh secara hebat
20x/menit 3. Kaloborasi
3. Klien tidak ada pemberian
hematom cairan
intravena

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Multi trauma adalah Keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera defenisi
ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga

29
mempunyai dampak psikologis dan social. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian
yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan hilangnya produktif seseorang.
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi
udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera.
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension
pneumathoraks. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan
meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga
pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.

4.2 Saran
Dalam usaha peningkatan mutu dan kualitas sumber daya perawat dalam
usaha pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat, maka hendaknya mahasiswa
calon perawat dapat melakukan pemenuhan pembelajaran. Khususnya dalam
pembuatan asuhan keparawatan dan dalam melakukan tindakan keperawatan
hendaknya dapat dilakukan dengan baik dan benar. Maka untuk itu dipandang perlu
bimbingan yang optimal dari bapak/ibu pembimbing guna peningkatan mutu dari
mahasiswa tersebut terlebih dalam bidang gawat darurat.

30
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University
Press.
Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta: Interna
Publishing.
Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASAN-
PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253. Jakarta: EGC.
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e. dalam
Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

31

Anda mungkin juga menyukai