Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUGAS KELOMPOK

HIV/AIDS DAN ASTHMA BRONKHIALE


PEMBELAJARAN PATOLOGI

KELOMPOK : 1

1. M. PATHU ROHMAN (201FI03001)


2. FRISDA NURWIDYANINGRUM (201FI03007)
3. HASBY RIESANDY (201FI03011)
4. MUHAMAD RAZAD (201FI03019)
5. M.FAJRUL FADILAH (201FI03029)
6. LUTHFIYAH NURAZIZA(201FI03033)
7. SILVI AYUNI SAHANA (201FI03035)
8. TEGUH MAHARA (201FI03036)
9. TIARA PUSPITA ROSA (201FI03045)

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG, 2021
i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tugas kelompok


Tentang “HIV/AIDS dan Asthma bronkhiale”

Disajikan sebagai salah satu tugas


Untuk melengkapi nilai Mata Kuliah “Patologi”

Mengetahui, Bandung, 22 Maret 2021

Ketua Kelompok (wajib ada ttd virtual mhs) Sekretaris

(Hasby Riesandy) (Tiara Puspita Rosa)


NIM. 201Fi03011 NIM. 201FI03045

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya pada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan HIV/AIDS DAN ASTHMA
BRONKHIALE, untuk melengkapi nilai Mata PATOLOGI
Kami menyadari meskipun segala upaya telah penulis lakukan dalam penyusunan laporan ini,
namun pastilah ada kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami berharap kepada
semua pihak yang sekiranya membaca laporan ini dapat memberikan saran agar di kemudian hari kami
dapat menyempurnakan laporan ini.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada yang terhormat:
1. dr. Jajang Sujana Mail, SpAn., selaku Ketua Prodi D-IV Keperawatan Anestesiologi Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.
2. Madinatul Munawaroh,S.Pd.,M.K.M , M.K.Mselaku Koordinator mata kuliah Patologi, yang
telah membimbing dalam penulisan Laporan kelompok yang telah banyak memberikan
masukan dan bimbingan selama ini.
3. Mahasiswa semester II Tahun Akademik 2020/2021 yang telah bekerjasama dengan baik
selama menyusun Resume Film ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan ini. Semoga segala bantuan dan
dukungan yang diberikan kepada kami, mendapat imbalan yang berlipat dari Allah Subhanahu
Wata’ala, amin.

Bandung,22 Maret 2021

Penulis

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................4
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................15
3.2 Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................18
LAMPIRAN
1. Curriculum Vitae Mahasiswa.................................................................................................19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu
atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan itu disebut kekebalan atau
imunitas. Belakangan ini masalah imunitas merupakan hal yang penting ini dikarenakan banyaknya
penyakit yang mewabah di dalam lingkungan masyarakat yang dikarenakan menurunnya imunitas
tubuh seseorang. Imunitas sendiri merupakan sistem kekebalan tubuh dalam melawan antigen atau
benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun terdiri atas mekanisme yang sangat kompleks
dan luas, dengan keterlibatan banyak jenis sel dan molekul pensinyal. Hal ini menjelaskan sangat
beragamnya penyakit imun yang telah dikenal.

Penyakit imun ini dapat dikelompokan dalam 3 jenis reaksi utama. Pertama penyakit tersebut
dapat disebabkan reaksi abnormal dan hebat dalam usaha menetralkan efek antigen tertentu.
Intoleransi berlebihan ini menghasilkan sejumlah proses yang disebut reaksi alergi. Kedua bila ada
penekanan reaksi terhadap antigen, proses patologis yang terjadi secara garis besar disebut
imunodefisiensi, yang dapat disebabkan oleh kurangnya komponen dari system komplemen, efek pada
aktivitas fagositik makrofag dan neutrofil, atau disebabkan kelainan pada limfosit B dan T. Ketiga
adanya limfosit T yang menyerang antigen sendiri menyebabkan penyakit autoimun. Dalam hal ini,
jaringan terkena atau bahkan dihancurkan oleh sel T yang dihasilkan di dalam organisme terhadap diri
sendiri (Junqueira, 2007).

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa banyak penyakit yang dapat menyerang tubuh
manusia jika sistem imun melemah, maka dari itu perlu adanya upaya untuk menaikkan daya tahan
tubuh. Menaikkan daya tahan tubuh atau imunitas dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi obat-
obatan, berolahraga,ataupun dengan suplementasi makanan.
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia.AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.AIDS
muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh.Sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi,
beberapa penyakit bisa menjadi lebih berat daripada biasanya (Spiritia, 2015).

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dari waktu ke waktu terus
berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari
hewan ke manusia yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme : bakteri, virus, riketsia, jamur, dan
protozoa. Organisme-organisme ini dapat menyerang seluruh tubuh atau sebagian organ saja (Gibson,
1996). Mikroorganisme dapat dihambat atau dirusak menggunakan antibiotik.

Antibiotik adalah salah satu produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang
dalam jumlah kecil dapat merusak atau menghambat mikroorganisme. Resistensi terhadap antibiotik
hanyalah salah satu contoh proses alamiah yang tak pernah ada akhirnya yang dilakukan oleh
organisme untuk mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan yang baru (Pelczar et al.,
1988). Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa adalah contoh bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi.

S. aureus merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit infeksi yang terdapat di saluran
pernafasan atas, kulit, saluran cerna dan vagina dalam hospes dengan keadaan normal. Infeksi kulit
stafilokokus termasuk penyakit infeksi yang paling sering, lebih dari 1,5 juta kasus furunkulosis terjadi
di Amerika Serikat setiap tahunnya (Shulman dkk., 1994). Isolat S. aureus di suatu rumah sakit pada
tahun 1950, 40% diantaranya mengalami resisten terhadap penisilin dan meningkat menjadi 80% pada
tahun 1960 (Anonima , 2007). Isolat pus pada rumah sakit Kustati sejumlah 21 isolat, 19 diantaranya
terdapat bakteri S. aureus dan 52,6% bersifat multiresisten antibiotik (Amelia, 2007).

Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan hiperreaktivitas respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan. Manifestasi dari penyakit ini berupa penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan
(Mutschler,1991).

Asma disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik, secara intrinsik asma bisa disebabkan
oleh infeksi (virus influensa, pneumoni mycoplasmal), fisik (cuaca dingin, perubahan temperatur),
faktor emosional (takut, cemas dan tegang) juga aktivitas yang berlebihan. Secara ekstrinsik atau
imunologik asma bisa disebabkan oleh reaksi antigenantibodi dan inhalasi alergen (debu, serbuk, bulu
binatang) (Danusantoso, 2011).

Asma bronkial merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemen selularnya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi atau wheezing, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk, terutama pada malam hari atau dini hari, dan juga merupakan penyakit yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak -anak
sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mengancam jiwa
seseorang (Prima, A. 2012).

Sebenarnya asma bronkial bukan termasuk penyakit yang mematikan , namun morbiditas dan
mortalitas asma bronkial relatif meningkat tiap tahunnya, menurut perkiraan WHO, sekitar 300 juta
orang menderita asma bronkial dan 255 ribu orang meninggal karena asma bronkial di dunia pada
tahun 2005 dan angka ini masih terus meningkat. Dilaporkan pada bahwa tahun 1994 sekitar 5500
pasien asma bronkial meninggal di Amerika.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS dan Astha Bronkhiale


2. Memahami etiologi HIV/AIDS dan Astha Bronkhiale
3. Megetahui tanda-tanda dan gejala/manifestasi klinis HIV/AIDS dan Astha Bronkhiale
4. Memahami patofisiologi HIV/AIDS dan Astha Bronkhiale
5. Bisa menelaan penegakan diagnose HIV/AIDS dan Astha Bronkhiale
6. Memahami diagnosis banding(jika ada) mengenai HIV/AIDS dan Astha Bronkhiale
7. Mengetahui pengobtan bagi pasien HIV/AIDS dan Astha Bronkhiale
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan HIV / AIDS

2.1.1 Definisi HIV / AIDS

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh,
dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan,
kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.

Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang
disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari
infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang
sepenuhnya.

Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Akan tetapi, ada obat
untuk memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup
penderita HIV (ODHA).Tipe Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Masing-masing tipe terbagi lagi menjadi beberapa subtipe. Pada banyak kasus, infeksi HIV
disebabkan oleh HIV-1, 90% di antaranya adalah HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2
diketahui hanya menyerang sebagian kecil individu, terutama di Afrika Barat.

2.1.2 Etiologi HIV / AIDS

Etiologi penyakit HIV diakibatkan oleh human immunodeficiency virus dengan host
mayoritas manusia.Agen infeksi HIV disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus. Virus
ini terdiri dari 2 subtipe, HIV-1 dan HIV-2.

HIV-1 merupakan jenis virus HIV yang paling umum ditemukan hampir di seluruh
belahan dunia, memiliki progresivitas yang tinggi, lebih cepat dalam meningkatkan nilai viral-
load, dan menurunkan tingkat CD4.HIV-2 memiliki predominansi untuk ditemukan pada area
Afrika Barat. Subtipe ini tidak seagresif HIV-1 dan ketika ditemukan, umumnya memiliki
tingkatan CD4 yang lebih tinggi dibanding penderita infeksi HIV-1.

Sesuai dengan namanya Human Immunodeficiency Virus, maka manusia merupakan


pejamu utama pada infeksi HIV. Walau demikian, manusia bukan satu-satunya pejamu infeksi
HIV. Diketahui bahwa infeksi ini berawal dari salah satu spesies simpanse di Afrika.
Terdapat berbagai perilaku dan tindakan yang dapat menyebabkan peningkatan risiko
terinfeksi HIV:

1. Melakukan hubungan seks yang tidak terproteksi


2. Memiliki riwayat mengidap infeksi menular seksual, terutama jika berulang
3. Menggunakan jarum yang telah terkontaminasi HIV, secara bergantian (seperti pada
pengguna narkoba suntik, tindik, atau tato)
4. Bekerja pada lingkungan yang berisiko tertusuk jarum/infeksius (pekerja/tenaga
kesehatan)
5. Ibu HIV terhadap janin yang dikandungnya, atau pada bayinya

2.1.3 Tanda dan gejala /manifstasi klinis HIV / AIDS

Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya meliputi
demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan), batuk, nyeri
persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit
(makula/ruam).Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila menunjukkan tes HIV positif dan
sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor .

Tabel . Gejala mayor dan minor diagonis AIDS

GEJALA MAYOR GEJALA MINOR

Berat badan turun >10% dalam 1 bulan Batuk menetap >1 bulan

Diare kronik >1 bulan Dermatitis generalisata

Demam berkepanjangan >1 bulan Herpes Zooster multisegmental

dan berulang
Penurunan kesadaran Kandidiasi orofaringeal

Demensia / HIV ensefalopati Herpes simpleks kronis progresif

Limfadenopati generalisata

Dikutip dari : Buku Informasi Dasar Infeksi jamur


HIV/AIDS berulang
dari pada alat
kepustakaan
Halaman
Beberapa tes HIV adalah Full Blood Count (FBC), pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan
fungsi ginjal : Ureum dan Creatinin, analisa urin, pemeriksaan feses lengkap. Pemeriksaan
Penunjang adalah tes antibodi terhadap HIV, Viral load, CD4/CD8

 Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV :

1. Keadaan umum :

- Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar


- Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral> 37,5oC) yang lebih dari
satu bulan,
- Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan.
- Limfadenopati meluas

2. Kulit :

Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan
kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts), folikulitis dan
psoriasis sering terjadi pada orang dengan HIV/AIDS(ODHA) tapi tidak selalu terkait
dengan HIV.

3. Infeksi :

- Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina berulang


- Infeksi viral : Herpes zoster
- Herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
- Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas, tuberkulosis, pneumonia
berulang, sinusitis kronis atau berulang.
- Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.

2.1.4 Patofisiologi HIV / AIDS

Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring pertambahan
replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD 4+ akan terus menurun.
Umumnya, jarak antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 –
10 tahun. Infeksi primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti demam,
nyeri kepala, faringitis dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut
tersebut dilanjutkan dengan periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi
penurunan jumlah sel limfosit CD 4+ selama bertahun – tahun hingga terjadi manifestasi klinis
AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain
dapat timbul akibat reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita
Selekta, 2014).
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel – sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler
makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong (Susanto & Made Ari, 2013).

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun – tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200 –
300 per ml darah, 2 – 3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala –
gejala infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik) (Susanto & Made Ari, 2013).

2.1.5 Penegakan diagnosa HIV / AIDS

Untuk memastikan apakah pasien terinfeksi HIV, maka harus dilakukan tes HIV. Skrining
dilakukan dengan mengambil sampel darah atau urine pasien untuk diteliti di laboratorium.
Jenis skrining untuk mendeteksi HIV adalah:

 Tes antibodi. Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk
melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi
dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.

 Tes antigen. Tes antigen bertujuan mendeteksi p24, suatu protein yang menjadi bagian
dari virus HIV. Tes antigen dapat dilakukan 2-6 minggu setelah pasien terinfeksi.Bila
skrining menunjukkan pasien terinfeksi HIV (HIV positif), maka pasien perlu
menjalani tes selanjutnya. Selain untuk memastikan hasil skrining, tes berikut dapat
membantu dokter mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta menentukan metode
pengobatan yang tepat. Sama seperti skrining, tes ini dilakukan dengan mengambil
sampel darah pasien, untuk diteliti di laboratorium. Beberapa tes tersebut antara lain:

o Hitung sel CD4. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh
HIV. Oleh karena itu, semakin sedikit jumlah CD4, semakin besar pula
kemungkinan seseorang terserang AIDS. Pada kondisi normal, jumlah CD4
berada dalam rentang 500-1400 sel per milimeter kubik darah. Infeksi HIV
berkembang menjadi AIDS bila hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel per
milimeter kubik darah.
o Pemeriksaan viral load (HIV RNA). Pemeriksaan viral load bertujuan untuk
menghitung RNA, bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri.
Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan
infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA di
bawah 10.000 kopi per mililiter darah, mengindikasikan perkembangan virus
yang tidak terlalu cepat. Akan tetapi, kondisi tersebut tetap saja menyebabkan
kerusakan perlahan pada sistem kekebalan tubuh.

o Tes resistensi (kekebalan) terhadap obat. Beberapa subtipe HIV diketahui kebal
pada obat anti HIV. Melalui tes ini, dokter dapat menentukan jenis obat anti
HIV yang tepat bagi pasien.

2.1.6 Pengobatan / therapy HIV / AIDS

Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat
yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV).
ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan
diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain:

 Efavirenz
 Etravirine
 Nevirapine
 Lamivudin
 Zidovudin

Pengobatan HIV juga bisa digunakan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi.
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4
untuk menilai respons pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3-6
bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-
4 bulan selama masa pengobatan.

Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV, agar
perkembangan virus HIV dapat dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus
terus merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS.
Selain itu, penting bagi pasien untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan
konsumsi obat akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi
pasien.

2.2 Pembahasan Asthma Bronkhiale


2.2.1 Definisi Astha Bronkhiale

Asma bronkial termasuk penyakit asma yang paling umum terjadi. Penyakit ini dapat
menyebabkan jalan napas paru membengkak (edema) dan menyempit, sehingga jalur udara
menghasilkan lendir yang berlebihan. Kondisi ini membuat penderitanya sulit bernapas, yang
seringkali juga diikuti batuk, napas pendek, dan napas berbunyi (mengi). 

Pemicu asma bronkial berbeda bagi setiap orang. Terdapat penderita yang dapat
mengalami gejalanya hampir setiap hari, namun ada juga penderita yang hanya merasakan
gejalanya saat sedang kelelahan atau terserang flu/pilek. Walau demikian, mengenali gejala
dan tanda-tanda asma bronkial sejak dini lebih baik agar seseorang bisa dengan cepat dan tepat
menanganinya. Berikut sejumlah gejala awal asma bronkial yang patut diwaspadai:

 Batuk keras.
 Napas berbunyi (mengi).
 Sulit bernapas.
 Dada terasa sesak.
 Lemah dan lesu.

2.2.2 Etiologi Asthma Bronkhiale

Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita asma belum
diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012). Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya
serangan asma, diantara lain:

1) Kegiatan fisik (exercise)

2) Kontak dengan alergen dan irritan

Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di sekitar penderita
asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu debu rumah yang
mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga dapat menyebabkan alergi.
Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi pemicu timbulnya alergi
bagi penderita asma.Bagian dari tumbuhan seperti tepung sari dan ilalang serta
jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai allergen.Irritans atau iritasi pada
penderita asma dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara.
Faktor lingkungan seperti udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat
menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang menyengat dari cat atau masakan dapat
menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi emosi yang berlebihan (menangis,
tertawa) dan stres juga dapat memicu iritasi pada penderita asma.
3) Akibat terjadinya infeksi virus

4) Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu:


 Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)
 Sulfite (buah kering wine)
 Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar pada
lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan asma
terutama yang terjadi pada malam hari
 Bahan kimia dan debu di tempat kerja
 Infeksi

2.2.3 Tanda dan gejala/manifestasi klinis asthma bronkhiale

1. Manifestasi Klinis

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian
penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak,
antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

2. Gejala dan Diagnosis Penderita Asma Bronkial

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktifitas bronkus.
Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan.Gejala-gejala
asma (klinik citama, 2011) antara lain :
 Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
 Batuk produktif, sering pada malam hari.
 Nafas atau dada seperti tertekan.

Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada
malam hari. Diagnosis asma berdasarkan :

 Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap


asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total,IgE spesifik), sputum
(eosinofil, spiral Curshman, kristal Charcot-Leyden)
 Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan adanya
obstruksi jalan nafas

2.2.4 Patofisiologi Asthma Bronkhiale

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau
lebih dari konstraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang menyempitkan jalan nafas,
atau pembengkakan membran yang melapisi bronkhi, atau penghisap bronkhi dengan
mukus yang kental.

Selain itu, otot-otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam
jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum diketahui, tetapi ada yang
paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sisitem otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin,
bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-
A).Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
nafas,menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membaran mukosa dan pembentukan
mukus yang sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis, Asma idiopatik atau nonalergik, ketika ujung saraf pada
jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan,meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.

Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi
terjadi ketika reseptor β- adregenik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan
β- adregenik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi
reseptor alfa mengakibatkan penurunan cAMP, mngarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta adrenergik
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyababkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Wijaya dan
Putri, 2014).

2.2.5 penegakan diagnose asthma bronkhiale

Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita penyakit asma, dokter perlu
melakukan sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter biasanya akan mengajukan
pertanyaan seputar gejala yang dirasakan, misalnya apakah pasien suka mengalami sesak
napas, nyeri dada, mengi, sulit bicara, dan kondisi bibir atau kuku berubah warna menjadi
kebiruan.

Jika jawabannya positif, maka selanjutnya dokter akan bertanya mengenai waktu
kemunculan gejala tersebut. Misalnya apakah ketika malam hari atau dini hari, ketika
berolahraga, ketika merokok, ketika berada di dekat binatang berbulu, ketika tertawa, ketika
merasa stres, atau tidak bisa diprediksi. Selain itu, dokter juga perlu menanyakan apakah
pasien memiliki keluarga yang memiliki riwayat penyakit asma atau alergi.

Jika seluruh keterangan yang diberikan oleh pasien mengarah pada penyakit asma, maka
selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Tes laboratorium bisa dilakukan
untuk memperkuat bukti. Tes yang paling sering dilakukan adalah spirometri. Di dalam tes ini,
pasien akan diminta dokter untuk menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secepat
mungkin ke sebuah alat yang dinamakan spirometer. Tujuan tes ini adalah untuk mengukur
kinerja paru-paru dengan berpatokan kepada volume udara yang dapat pasien embuskan dalam
satu detik dan jumlah total udara yang diembuskan. Adanya hambatan pada saluran
pernapasan yang mengarah kepada asma dapat diketahui oleh dokter setelah membandingkan
data yang didapat dengan ukuran yang dianggap sehat pada orang-orang seusia pasien. Selain
berpatokan pada ukuran sehat, asma juga bisa dideteksi melalui spirometri dengan cara
membandingkan data awal dengan data setelah pasien diberikan obat inhaler. Jika setelah
diberikan inhaler hasilnya menjadi lebih bagus, maka pasien kemungkinan besar menderita
asma.

Tes berikutnya yang bisa dipakai untuk mendiagnosis asma adalah tes kadar arus ekspirasi
puncak. Di dalam tes yang dibantu dengan alat bernama peak flow meter (PFM) ini ,
kecepatan udara dari paru-paru dalam sekali napas yang bisa diembuskan oleh pasien akan
diukur guna mendapatkan data tingkat arus ekspirasi puncak (PEFR). Dokter biasanya
menyarankan pasien untuk membeli sebuah PFM untuk digunakan di rumah, serta membuat
sebuah catatan PEFR tiap harinya. Selain itu, pasien juga akan disarankan untuk mencatat tiap
gejala yang muncul agar dokter bisa mengetahui kapan asma memburuk.
Jika pasien merasa bahwa gejala gangguan pernapasan kerap pulih ketika sedang tidak
bekerja, kemungkinan pasien mengidap asma yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan.
Kemungkinan di tempat pasien bekerja terdapat zat-zat yang memicu kambuhnya gejala asma.
Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang yang berprofesi sebagai perawat, pegawai pabrik
pengolahan bahan kimia, staf laboratorium, tukang cat, tukang las, pekerja pengolahan kayu,
pengurus hewan, dan pekerja pengolahan makanan. Untuk mendukung diagnosis, biasanya
dokter akan meminta pasien melakukan tes aliran ekspirasi puncak (PEFR) dengan
menggunakan peak flow meter (PFM), baik di tempat bekerja maupun di luar lingkungan kerja.
Dari data yang didapat, dokter bisa memperkirakan apakah pasien mengidap asma akibat
pekerjaan.

Jika Anda terdiagnosis mengidap asma akibat paparan zat di lingkungan pekerjaan,
informasikan hasil diagnosis tersebut kepada perusahaan tempat Anda bekerja, terutama pada
bagian layanan kesehatan kerja. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menjamin
kesehatan karyawan.

Contohnya, apabila asma Anda dipicu kandungan zat yang ada pada bahan baku produksi,
maka minta perusahaan untuk memberi Anda perlengkapan yang dapat melindungi diri dari
paparan zat tersebut atau memindahkan Anda ke divisi lain yang tidak melibatkan pengolahan
secara langsung. Hal ini bisa coba Anda ajukan apabila perusahaan tidak memungkinkan untuk
mengganti bahan-bahan produksi tersebut dengan bahan-bahan yang lebih aman.Jika dalam
waktu setahun Anda tetap sering terkena asma ketika berada di tempat kerja, maka
pertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru.

Selain spirometri dan tes kadar arus ekspirasi puncak, beberapa tes lainnya mungkin
dibutuhkan pasien untuk memperkuat dugaan asma atau membantu mendeteksi penyakit-
penyakit selain asma. Contoh-contoh tes tersebut adalah:

 Tes untuk melihat adanya peradangan pada saluran napas. Dalam tes ini, dokter akan
mengukur kadar oksida nitrat dalam napas ketika pasien bernapas. Jika kadar zat
tersebut tinggi, maka bisa jadi merupakan tanda-tanda peradangan pada saluran
pernapasan. Selain oksida nitrat, dokter juga akan mengambil sampel dahak untuk
mengecek apakah paru-paru pasien mengalami radang.

 Tes responsivitas saluran napas (uji provokasi bronkus). Tes ini digunakan untuk
memastikan bagaimana saluran pernapasan pasien bereaksi ketika terpapar salah satu
pemicu asma. Dalam tes ini, pasien biasanya akan diminta menghirup serbuk kering
(mannitol). Setelah itu pasien akan diminta untuk menghembuskan napas ke dalam
spirometer untuk mengukur seberapa tinggi tingkat perubahan FEV1 dan FVC setelah
terkena pemicu. Jika hasilnya turun drastis, maka dapat diperkirakan pasien mengidap
asma. Pada anak-anak, selain mannitol, media yang bisa dipakai untuk memicu asma
adalah olah raga.

 Pemeriksaan status alergi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah gejala-
gejala asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan oleh alergi. Misalnya alergi pada
makanan, tungau, debu, serbuk sari, atau gigitan serangga.

 CT Scan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh dokter apabila mencurigai bahwa gejala
sesak napas pada diri pasien bukan disebabkan oleh asma, melainkan infeksi di dalam
paru-paru atau kelainan struktur rongga hidung.

 Pemeriksaan rontgen. Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan


CT Scan, yaitu untuk melihat apakah gangguan pernapasandisebabkan oleh kondisi
lain.

2.2.6 Pengobatan / therapy Asthma Bronkhiale

Biasanya obat-obatan asma diberikan melalui alat yang disebut inhaler (obat hirup untuk
asma). Alat ini dapat mengirimkan obat ke dalam saluran pernapasan secara langsung dengan
cara dihirup melalui mulut. Menggunakan obat asma dengan cara dihirup dinilai efektif karena
obat tersebut langsung menuju paru-paru. Kendati begitu, tiap inhaler bekerja dengan cara
yang berbeda.
Selain inhaler, ada juga yang disebut sebagai spacer. Ini merupakan wadah dari logam atau
plastik yang dilengkapi dengan corong isap di satu ujungnya dan lubang di ujung lainnya untuk
dipasangkan inhaler. Saat inhaler ditekan, obat akan masuk ke dalam spacer dan dihirup
melalui corong spacer itu sendiri. Spacer juga dapat mengurangi risiko sariawan di mulut atau
tenggorokan akibat efek samping dari obat-obatan asma yang dihirup.

Spacer mampu meningkatkan jumlah obat-obatan yang mencapai paru-paru dan


mengurangi efek sampingnya. Beberapa orang bahkan merasa lebih mudah memakai spacer
ketimbang inhaler saja. Pada kenyataannya karena dapat meningkatkan distribusi obat ke
dalam paru-paru, penggunaan spacer sering disarankan.

Ada dua jenis inhaler yang digunakan dalam penanganan penyakit asma, yaitu:
 Inhaler pereda. Inhaler pereda digunakan untuk meringankan gejala asma dengan cepat
saat serangan sedang berlangsung. Biasanya inhaler ini berisi obat-obatan yang disebut
short-acting beta2-agonist atau beta2-agonist yang memiliki reaksi cepat (misalnya
terbutaline dan salbutamol). Obat ini mampu melemaskan otot-otot di sekitar saluran
pernapasan yang menyempit. Dengan begitu, saluran pernapasan dapat terbuka lebih
lebar dan membuat pengidap asma dapat bernapas kembali dengan lebih mudah. Obat-
obatan yang terkandung di dalam inhaler pereda jarang menimbulkan efek samping dan
aman digunakan selama tidak berlebihan. Inhaler pereda tidak perlu sering digunakan
lagi jika asma sudah terkendali dengan baik. Bagi pengidap asma yang harus
menggunakan obat ini sebanyak lebih dari tiga kali dalam seminggu, maka keseluruhan
penanganan perlu ditinjau ulang.

 Inhaler pencegah. Selain dapat mencegah terjadinya serangan asma, inhaler pencegah
juga dapat mengurangi jumlah peradangan dan sensitivitas yang terjadi di dalam
saluran napas. Biasanya Anda harus menggunakan inhaler pencegah tiap hari untuk
sementara waktu sebelum merasakan manfaatnya secara utuh. Anda juga mungkin akan
membutuhkan inhaler pereda untuk meredakan gejala saat serangan asma terjadi.
Namun jika Anda terus-menerus membutuhkan inhaler pereda tersebut, maka
penanganan Anda harus ditinjau ulang secara keseluruhan. Umumnya pengobatan
pencegah disarankan jika Anda mengalami serangan asma lebih dari dua kali dalam
seminggu, harus menggunakan inhaler pereda lebih dari dua kali dalam seminggu, atau
terbangun pada malam hari sekali atau lebih dalam seminggu akibat serangan asma.
Inhaler pencegah biasanya mengandung obat-obatan steroid seperti budesonide,
beclometasone, mometasone, dan fluticasone. Merokok dapat menurunkan kinerja obat
ini.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan masalah kesehatan atau
persoalan pembangunan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan lain-lain. Berdasarkan sifat dan
efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan kelompok yang paling produktif dan paling efektif
secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian berdampak pada mengurangi produktivitas dan
kapasitas dari masyarakat. Dampak yang ditimbulkan AIDS terhadap masyarakat dapat bersifat
permanen atau setidaknya berjangka sangat panjang.
AIDS secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian kerusakan yang ditimbulkannya
sangatlah nyata. HIV/AIDS karena sifatnya yang sangat mematikan sehingga menimbulkan rasa malu
dan pengucilan dari masyarakat yang kemudian akan mengiring pada bentuk-bentuk pembungkaman,
penolakan, stigma, dan diskriminasi pada hampir semua sendi kehidupan. Hampir semua orang yang
diduga terinfeksi AIDS tidak memiliki akses terhadap tes HIV, inilah yang membuat usaha-usaha
pencegahan dan penyembuhan menjadi sangat rumit. Program pencegahan penyebaran HIV/AIDS
harus segera dilaksanakan, tak terkecuali area Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan.

Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Berdasarkan penyebabnya,
asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non
alergik) ,Asma gabungan.

      Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial yaitu :
faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja,
olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :

1. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

2. Menghindari kelelahan

3. Menghindari stress psikis

4. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

5. Olahraga renang, senam asma 

3.2 Saran

Masa depan bangsa ini harus segera diselamatkan caranya adalah dengan mendidik dan
membimbing generasi muda secara intensif agar mereka mampu menjadi motor penggerak kemajuan
dan mendorong perubahan kearah yang lebih dinamis, progesif dan produktif. Dengan demikian
diharapkan kedepannya bangsa ini mampu bersaing dengan negara lainya .

Agar mencapai impian tersebut remaja Indonesia harus tumbuh secara positif dan kontruktif, serta
sebisa mungkin dijauhkan dari telibat kenakalan remaja. Inialah tantangan riil yang kita hadapi sebagai
guru dan orang tua. Sudah sedemikian lama fenomena maraknya kenakalan remaja ini dibiarkan
begitu saja, seolah hanya di tangani dengan asal-asalan.

Pemerintahan sebagai pemengang utama kebijakan juga dapat menjalankan perannya, yaitu
membuat undang undang pendidikan, undang undang teknologi komunikasi (yang mengatur tayangan
yang layak di akses di internet, televisi, dan media massa), serta membangun aparat kepolisian yang
kuat.
Dengan permasalahan remaja yang terkena HIV DAN AIDS dikalangan masyarakat diakibatkan
pergaulan bebas remaja yang tidak terpantau, dengan sebab itupenulis berharap ada pengawasan dari
orang yang bertanggung jawab.

Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah dan
memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan
pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/46234/3/Talita_ZI_22010111120046

https://www.alodokter.com/asma/pengobatan

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3659/8/BAB%20II%20dan%20kerangka.pdf

https://www.alodokter.com/asma/diagnosis

https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/asma

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/hiv/etiologi

https://www.alodokter.com/hiv-aids

https://www.siloamhospitals.com/Contents/News-Events/Advertorial/2020/05/20/07/02/Asma-Bronkial-Apa-
Gejala-dan-Penyebabnya

https://www.alodokter.com/hiv-aids/pengobatan
LAMPIRAN

A. Curriculum Vitae Mahasiswa


1. Nama : Tiara Puspita Rosa
Tempat,tanggal lahir :Durian Depun, 23 Mei 2002
Alamat : Jln.Bukit barisan Kec.Merigi Kab.Kepahiang Prov.Bengkulu
Riwayat Pendidikan : - SDN 1 Rejang Lebong
-SMPN 1 Rejang Lebong
-SMAN 1 Rejang Lebong

2. Nama : Muhamad pathu Rohman


Tanggal lahir : 09 Maret 2002
Alamat : Dsn.Baturumpil Ds.Cisempur, kec.jatinangor. kab. Sumedang
Riwayat Pendidikan : -SDN Santaka
-SMPN 2 Jatinangor
-SMK Kesehatan Bhakti Kencana Cileunyi

3. Nama : Hasby Riesandy


Tempat,tanggal lahir : Banjarmasin,04 April 2002
Alamat : Jl. Flamboyan A5 No.128 RT.16, Kab. Tabalong, Kalimantan Selatan
Riwayat Pendidikan : - SDN Pembataan
-SMP Hasbunallah
-SMAN 2 TANJUNG
4. Nama : Teguh mahara
Tempat,tanggal lahir : Lampahan,14 september 2000
Alamat : lampahan kab.bener meriah prov. Aceh
Riwayat pendidikan : -SDN 2 timang gajah
-SMP N 2 timang gajah
-SMA N 4 aceh tengah

5. Nama : Frisda Nurwidyaningrum


Tempat, Tanggal lahir : Cirebon, 01 Desember 2001
Alamat : Desa Cikalahang Kecamatan Dukupuntang, Cirebon
Riwayat pendidikan : -SDN 2 Cikalahang
-SMPN 1 Dukupuntang
-SMAN 1 Sindangwangi

15
6. Nama : Hasby Riesandy
Tanggal lahir : Banjarmasin, 04 April 2002
Alamat : Jl. Flamboyan A5 No.128 RT.16, Kab. Tabalong, Kalimantan Selatan
Riwayat Pendidikan : - SDN Pembataan
-SMP Hasbunallah
-SMAN 2 TANJUNG

7. Nama : Muhamad fajrul fadilah


Tempat, tanggal lahir : pandeglang, 20 oktober 2002
Alamat : desa gunung batu kec.munjul kab.pandeglang prov.banten
Riwayat pendidikan : -SDN Gunung batu 1
-SMPS Daar el falaah
-SMAS Daar el falaah

8. Nama : Muhamad Razad


Tempat, tanggal lahir : Duri,5 Februari 2002
Alamat : Jalan Obor Utama , Duri , Riau
Riwayat pendidikan : -SDS IT MUTIARA
-SMPS IT MUTIARA
-SMAS IT MUTIARA

9. Nama : Luthfiyah Nurazizah


Tempat,tanggal lahirr : Bengkulu, 16 April 2001
Alamat: jln padat karya
Riwayat pendidikan : - SDN 82 Kota Bengkulu
-SMPN 2 Kota Bengkulu
-SMAN 2 kota Bengkulu

Anda mungkin juga menyukai