Anda di halaman 1dari 27

Referat

PEMERIKSAAN LABORATORIUM HEMATOLOGI


UNTUK DETEKSI PENYAKIT INFEKSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior
Bagian/SMF Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
Rahma Bismi
2207501010263

Pembimbing:
dr. Vivi Keumala Mutiawati, Sp.PK., M.Kes

BAGIAN/SMF PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH

i
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas referat yang berjudul
“Pemeriksaan Laboratorium Hematologi untuk Deteksi Penyakit Infeksi”.
Shalawat dan salam penulis selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa umatnya menuju ke alam yang berilmu pengetahuan dan budi pekerti
yang baik.
Penyusunan referat ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepanitraan
Klinik Senior pada Bagian/SMF Patologi Klinik RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih banyak dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr
Vivi Keumala Mutiawati, M.Kes., Sp.PK yang telah bersedia meluangkan waktu
membimbing penulis dalam penulisan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan semangat dalam
penyelesaian tugas ini.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
kesempurnaan referat ini.

Banda Aceh, Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................2

2.1 Definisi .........................................................................................................2


2.2 Etiologi ........................................................................................................2
2.3 Tanda dan Gejala........................................................................................ 4
2.4 Anamnesis ...................................................................................................4
2.5 Pemeriksaan Tanda Vital dan Fisik ............................................................7
2.6 Pemeriksaan Laboratorium .......................................................................11
2.7 Pemeriksaan Laboratorim Hematologi pada Penyakit Infeksi ...................18

BAB III KESIMPULAN ......................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah dan kelainan darah.
Pemeriksaan hematologi meliputi pemeriksaan terhadap darah, protein darah, dan
organ penghasil darah. Tes hematologi dapat membantu mendiagnosis anemia,
infeksi, hemofilia, gangguan pembekuan darah, dan leukemia.1
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang
dari waktu ke waktu terus berkembang. Setiap tahun, infeksi menewaskan 3,5 juta
orang yang sebagian besar terdiri dari anak-anak miskin dan anak yang tinggal di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Data lain menyebutkan bahwa
pada tahun 2013, terdapat 6,3 juta anak-anak di bawah 5 tahun meninggal, di mana
setiap harinya terjadi sekitar 17.000 kematian. Dari data tersebut sekitar 83 %
kematian disebabkan oleh penyakit infeksi, kelahiran dan kondisi gizi yang
didapatkan oleh anak-anak. Kasus penyakit infeksi, saat ini masih dinilai cukup tinggi
di Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional Kemenkes tahun 2019,
diketahui angka insidensi penyakit infeksi (per 100.000 penduduk) masih cukup
tinggi, diantaranya yang menyumbang angka paling besar adalah tuberkulosis
sebanyak 193,1 kasus.2
Melalui mobilitas global dan kemajuan dalam ilmu pengetahuan medis
dengan adanya peningkatan kasus pada populasi yang rentan, maka sangat penting
diperlukan diagnosis cepat terhadap penyakit infeksi. Untuk mengilustrasikan peran
penting tersebut salah satunya dapat diberikan deteksi melalui laboratorium
hematologi.3
Tujuan deteksi penyakit infeksi adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati
orang yang terinfeksi sebelum mereka mengalami komplikasi dan sebelum mereka
menyebarkan penyakit kepada orang lain. Selain itu, skrining berupaya
mengidentifikasi, menguji, dan merawat mereka yang telah melakukan kontak
dengan orang-orang untuk mencegah penyebaran infeksi yang berkelanjutan.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit infeksi atau
penyakitmenular adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit. Penyakit ini bisa menyebar secara
langsung maupun tidak langsung dari satu orang ke orang lainnya.5

2.2 Etiologi
Penyakit infeksi disebabkan oleh patogen yang ditularkan baik secara
langsung antar manusia atau tidak langsung melalui vektor atau lingkungan. Oleh
karena itu, penyakit ini juga disebut “penyakit menular”, karena penularannya
bergantung pada suatu bentuk kontak antar individu dalam suatu populasi.
Penyebaran suatu penyakit infeksi melalui suatu populasi ditentukan oleh
karakteristik agen penular, inang, dan lingkungan. Agen penular dicirikan oleh sifat
biologisnya, spektrum inangnya, dan kejadian alaminya; Karakteristik pejamu,
misalnya, kerentanan terhadap penyakit tertentu, status kekebalan, sosio-demografis,
dan perilaku kontak. Interaksi antara inang dan patogen antara lain dipengaruhi oleh
respon imun, virulensi patogen, respon perilaku terhadap gejala penyakit, dan
adaptasi patogen terhadap pengobatan. Faktor lingkungan menentukan kondisi
terjadinya interaksi inang-patogen dan mempengaruhi kelangsungan hidup patogen
serta perilaku inang. Faktor lingkungan meliputi faktor fisik (misalnya iklim), faktor
biologis.
Sama seperti bidang epidemiologi lainnya, epidemiologi penyakit infeksi
berkaitan dengan populasi, bukan menangani pasien secara individu. Fokus utama
epidemiologi penyakit menular adalah hubungan antara agen penular dan inangnya,
jalur penularannya, dan lingkungan tempat terjadinya penularan. Berbeda dengan
penyakit tidak menular, individu (kasus) yang terinfeksi dapat menjadi sumber awal

2
penularan lebih lanjut sehingga menimbulkan rantai penularan dalam suatu populasi.
Jika penyakit ini dikelompokkan pada waktunya maka penyakit ini akan dikenali
sebagai wabah dan memerlukan intervensi lokal untuk memutus rantai penularan.
Infeksi yang tidak terlihat dan subklinis serta pembawa infeksi dapat menjadi sumber
infeksi lebih lanjut tanpa teridentifikasi sebagai kasus menular. 6Penularan penyakit
menular digambarkan dengan rantai enam elemen yang diperlukan agar infeksi dan
penyakit dapat terjadi pada seseorang. Interaksi ini disebut sebagai “rantai infeksi”
(Gambar. 1). Setiap elemen harus ada dan terletak secara berurutan agar infeksi dapat
terjadi. Intervensi dapat menargetkan salah satu dari enam elemen siklus tersebut.

Gambar. 1 Rantai Infeksi


Pintu masuk (portal of entry) adalah cara agen penular memasuki pejamu
yang rentan. Portal masuk biasanya sama dengan portal keluar dari host. Virus
campak keluar dari saluran pernafasan inang dan masuk ke saluran pernafasan inang
baru. Dalam kasus infeksi saluran cerna, agen infeksius terdapat dalam tinja dan
dapat dibawa ke mulut inang baru melalui pencucian tangan yang tidak benar. Pintu
masuk lainnya adalah kulit (misalnya schistosomes), selaput lendir (penyakit menular
seksual), darah (HIV) dan cara masuk transplasenta (toksoplasmosis).
Pintu keluar (portal of exit) adalah jalur dimana agen penular meninggalkan
pejamu. Pintu keluarnya biasanya bergantung pada lokalisasi agen infeksi pada
pejamu. Pintu keluar yang paling umum adalah saluran pernapasan (misalnya
influenza, campak, gondok, dan rubella), saluran pencernaan (hepatitis A,

3
Salmonella), melalui kulit (hepatitis B melalui jarum suntik), plasenta
6
(toksoplasmosis).

2.3 Tanda dan Gejala Klinis


Tanda dan gejala klinis infeksi tergantung pada masing-masing penyakit.
Beberapa tanda infeksi mempengaruhi keseluruhan tubuh secara umum, seperti
kelelahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam, keringat malam,
kedinginan, sakit, dan nyeri. Beberapa tanda lain bersifat khusus untuk bagian tubuh
tertentu, seperti ruam kulit, batuk, atau keluarnya cairan dari hidung.7
Penyakit infeksi mungkin asimtomatik (tidak bergejala) untuk sebagian besar
atau bahkan keseluruhan proses penyakit. Individu lain dapat menderita penyakit,
sebagai penderita sekunder, setelah mengalami kontak dengan pembawa penyakit
yang asimtomatik.7

2.4 Anamnesis
Tabel 1. Sistematika anamnesis pada pendekatan kasus hematologi-infeksi 8
Gejala Anamnesis
Mudah lelah Melakukan anamnesis lebih dalam mengenai keluhan utama dan
menelusuri seluruh sistem
 Dirasakan sejak kapan?
 Apakah lelah dirasakan sepanjang hari?
 Faktor pemicu, yang memperberat dan memperingan?
 Progresifitas?
 Penurunan nafsu makan dan badan?
Sistem organ:
 Apakah disertai sesak napas, batuk-batuk?
 Apakah berdebar-debar dan nyeri dada?
 Intoleransi dingin/panas, peningkatan penurunan berat
badan drastis, diare/konstipasi, insomnia, tremor?
 Apakah sakit kepala dan kaku atau tegang pada leher?
 Apakah sering muncul bercak kebiruan di tubuh atau
sering mengalami memar?
 Luka-luka di kulit?
 Apakah merasa tidak nyaman di perut? Begah? Kembung?
Mual, muntah? Nyeri perut? BAB berdarah? Gangguan
pola defekasi?
 Sedang hamil? Siklus menstruasi?

4
 Ganggguan kencing, nyeri kencing?
Kecurigaan adanya hilang darah, dapat ditanyakan
 Adakah muntah darah?
 Adakah BAB warna hitam
 Apakah BAB berdarah segar?
 Apakah pasien sedang dalam masa pasca-operasi?
 Bila pasien perempuan baiknya ditanyakan apakah sedang
menstruasi dan berapa kali ganti pembalut dalam sehari?
Pola makan pasien:
 Penurunan nafsu makan? Sedang diet?
 Apakah banyak mengonsumsi daging sehari-hari?
 Bagaimana konsumsi sayur dan buah sehari-hari?
 Apakah memiliki kebiasaan minum the manis sesudah
makan?
 Apakah rutin meminum obat-obat penghilang rasa sakit?
 Konsumsi alkohol?
 Apakah konsumsi vitamin dan suplemen lainnya?
Penyakit kronis dan keganasan
 Apakah ada batuk lama uang disertai demam, keringat
malam, dan penurunan berat badan?
 Apakah ada penurunan berat badan yang drastis?
 Apakah ada benjolan di leher?
 Adakah riwayat diabetes melitus?
Riwayat kebiasaan dan traveling
 Kebiasaan cuci tangan sebelum makan
 Berkebun tanpa alas kaki
 Makan daging mentah
 Hubungan seksual
 Minum alkohol
 Penggunaan obat-obatan terlarang, jarum suntik
bergantian
 Habis berpergian ke daerah tertentu
 Kebiasaan tidur, pola tidur, pekerjaan
Riwayat transfusi
 Apakah pasien atau keluarga pasien ada yang rutin
menerima transfuse darah?
Demam  Berapa suhunya?
 Bagaimana pola demamnya? Apakah membentuk siklus
tertentu seperti 3 hari/per 4 hari demam turun? Apakah
lebih demam di sore hari menjelang malam?
 Kapan demam dirasa paling tinggi?
 Apakah pasien menggigil, diikuti keringat dingin?
 Telusuri semua sistem organ
 Penurunan berat badan, benjolan-benjolan
 Pertanyaan ke arah immunosupresif
Tanyakan pula:

5
 Apakah pasien memiliki hewan peliharaan:
 Apakah hobi memakan daging sapi setengah matang?
 Apakah memiliki riwayat bepergian ke daerah endemis?
 Apakah terdapat banyak genangan air di lokasi rumah dan
apakah terdapat banyak nyamuk di lingkungan rumah?
Anak Pada kasus anak, dapat pula ditanyakan pertanyaan berikut selain
di atas:
 Riwayat kelahiran
 Riwayat tumbuh kembang
 Status nutrisi
 Riwayat imunisasi
 Riwayat alergi atau atopi di keluarga
 Riwayat pengobatan lainnya

2.5 Pemeriksaan Tanda Vital dan Fisik


2.5.1 Tanda vital
Tanda vital meliputi suhu tubuh, laju pernafasan, denyut jantung, dan tekanan
darah. Suhu tubuh manusia merupakan indikator penting yang mencerminkan
kesehatan tubuh dan memberikan informasi penting seiring dengan peningkatan
suhu tubuh sebagai respons terhadap infeksi atau peradangan akibat berbagai
penyakit. Demam adalah gejala umum dari penyakit infeksi, yang didefinisikan
sebagai peningkatan suhu tubuh manusia yang diatur di atas kisaran normal (36,5–
37,5°C) untuk mencapai tingkat optimal untuk pertahanan tubuh. Kesimpulan
rasional bahwa demam dapat menjadi pelindung bagi pasien dengan infeksi.
Peningkatan suhu tubuh tidak selalu merupakan demam tetapi dapat merupakan
indikasi peningkatan produksi panas sekaligus penurunan pembuangan panas, hal ini
berdasarkan durasinya dapat digolongkan menjadi akut (kurang dari 7 hari), subakut
(hingga 2 minggu), dan kronis (lebih dari 2 minggu).9
Perubahan relatif pada laju pernapasan berperan lebih baik dalam
membedakan antara pasien dalam kondisi stabil atau berisiko karena perubahan
nyata pada laju pernapasan dibandingkan perubahan tekanan darah dan detak
jantung. Kisaran normal laju pernapasan bergantung pada usia. Kelompok usia
prematur dan bayi baru lahir, laju pernapasan normal masing-masing berada pada
kisaran 40–60 dan 30–50 x/menit, sedangkan untuk anak sehat pada dua tahun

6
pertama tercatat pada kisaran 20–40 x/menit. Menurut Flenady dkk., orang dewasa
sehat yang tidak mengalami gangguan pernapasan memiliki laju pernapasan normal
pada kisaran 12-20 x/menit, sedangkan nilai rata-rata untuk lansia adalah sekitar 19
x/menit. Penurunan laju pernapasan terlihat sejak lahir hingga awal masa remaja,
berbeda dengan peningkatan laju pernapasan pada orang dewasa yang lebih tua. Laju
pernapasan yang tidak normal merupakan indikator penting adanya infeksi dan
penyakit serius lainnya. Oleh karena itu, pasien dewasa dengan laju pernapasan lebih
dari 24 x/menit harus menerima pemantauan ketat dan sering, dan pasien yang
menunjukkan laju pernapasan tinggi lebih dari 27 bpm harus segera menerima
perawatan medis.9
Sebuah studi oleh Karjalainen dkk., menunjukkan bahwa selama demam,
detak jantung meningkat sebesar 8,5 denyut per menit untuk setiap kenaikan suhu
tubuh sebesar 1°C. Denyut jantung normal berada dalam kisaran 60–100 x/menit.
Detak jantung normal juga berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, gaya hidup,
aktivitas fisik, dan parameter lainnya. Oleh karena itu, secara fisiologis penting untuk
mengetahui riwayat pasien dan informasi pribadi sebelum mengevaluasi kelainan
detak jantung. Penelitian terbaru terhadap pasien COVID-19 melaporkan bahwa 56%
pasien rawat inap dengan demam mengalami bradikardia (denyut jantung rendah).
Pada pandangan pertama, hasil mereka tampaknya bertentangan dengan penelitian
sebelumnya yang melaporkan bahwa peningkatan detak jantung mengikuti
peningkatan suhu. Namun para peneliti menggunakan istilah “bradikardia relatif”
untuk menggambarkan penurunan detak jantung setelah memperhitungkan
peningkatan yang diperkirakan akibat demam. Penyakit menular lainnya seperti
penyakit virus Ebola menyebabkan takikardia ringan (peningkatan denyut jantung),
ketika masuk rumah sakit.9
Tekanan Darah adalah tekanan yang diberikan oleh sirkulasi darah pada
dinding pembuluh darah dan dianggap sebagai tanda vital. Oleh karena itu, tekanan
darah tinggi atau hipertensi diartikan sebagai pengukuran tekanan darah maksimum
yang diperoleh pada saat jantung berkontraksi atau tekanan darah sistolik lebih tinggi
dari 140 mmHg, dan pengukuran tekanan darah minimum yang diperoleh pada saat

7
jantung dalam keadaan normal. istirahat atau tekanan darah diastolik lebih tinggi dari
90 mmHg. Barrios dkk., merangkum klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa,
berdasarkan tekanan darah rendah yang tidak normal (hipotensi), normal, dan tinggi
yang tidak normal (hipertensi).9
2.5.2 Pemeriksaan fisik
Memberikan salam, jabat tangan, memperkenalkan diri, menjelaskan tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan, meminta izin, dan meminta pasien melepaskan
baju serta berbaring. Memeriksa keadaan umum dan tanda-tanda vital. Pastikan
pasien stabil, tidak dalam keadaan syok, sepsis, demam juga dapat menaikkan denyut
jantung sehingga penting dilakukan hitung nadi. Pada kasus tifoid bisa ditemukan
bradikardia relative.
Pemeriksaan pada mata ada tidak konjuntiva anemis yang menenandakan
anemia defisiensi besi. Sklera ikterik menandakan demam berdarah dengue dan
anemia hemolitik. Pemeriksaan pada telinga-hidung-tenggorokan, apakah telinga
membran timpaninya intak? Nyeri tekan tragus? meatus acusticus eksternal
kemerahan atau tidak? Hidung bila pasien mengeluh mimisan, dapat dilihat
menggunakan rhinoscopy anterior adakah bekuan darah? Tenggorokan dapat dilihat
coated tounge -> tifoid, dan atrofi papil lidah, stomatitis angularis/angular chelitis,
dan mukosa mulut pucat -> anemia defiesiensi besi
Pemeriksaan kepala dan leher. Inspeksi, dapat ditemukan face coli pada
pasien dengan thalassemia, kaku kuduk, pemeriksaan kelenjar getah bening adalah
hal penting yang menandakan kasus hematologi, keganasan, dan infeksi secara
umum. Perabaan dilakukan secara sistematis di sekitar wilayah leher-leher mulai dari
submental ke submandibular, lalu ke anterior dari M. Sternocledomastoideus (jugular
chain) dilanjutkan dengan meraba area posterior dari M. Sternocledomastoideus
(posterior triangle), kemudian menuju post-aurikula, terakir ke supraklavikula.
Pemeriksaan thorax meliputi inspeksi retraksi? Rose spot -> 30% pada kasus
tifoid pada perkusi batas jantung ditemukan cardiomegali terutama pada kasus-
kasus anemia berat kronis. Auskultasi penting dilakukan pada kasus anemia

8
terutama anemia berat, dapat terdengar bising jantung sistolik akibat peningkatan
curah jantung pada pasien. Auskultasi paru.
Pemeriksaan abdomen meliputi palpasi dan perkusi dilakukan untuk
menemukan adanya organomegali seperti hepatomegali dan splenomegali yang bisa
terdapat pada malaria. Hepatomegali, multipel nodul, abses hepar. Ballotemen, nyeri
ketok, nyeri tekan suprapubis. Pemeriksaan abdomen lainnya.
Pemeriksaan Extremitas dan kulit meliputi inspeksi: ptechiea? Purpura?
Ekimosis?Kaku kuduk -> khas anemia defisiensi besi. Edema? Non-pitting? Nyeri? -
> bila non-pitting dan tidak nyeri maka curiga malaria dan edema pitting dapat terjadi
pada malaria stage awal. Nyeri tekan M. Gastrocnemius? -> bila nyeri saat dilakukan
pemijatan tersebut, maka curiga leptospirosis. Kulit -> luka-luka, ulkus, dan
dekubitus.8

2.6 Pemeriksaan Laboratorium Hematologi


Deteksi penyakit infeksi bisa diketahui melalui prinsip pemeriksaan
laboratorium hematologi khususnya, berikut adalah tingkat kompetensi yang dalam
melakukan pemeriksaan patologi klinik pada penyakit infeksi yang disajikan dalam
tabel di bawah ini:
Tabel. 2 Pemeriksaan Patologi Klinik pada Penyakit Infeksi 10

Tingkat
No Parameter
Kompetensi
1. Malaria
1.1 Darah lengkap 4
1.2 Evaluasi apusan darah tepi: tebal dan tipis 4
1.3 Enzim transaminase 4
1.4 Tes fungsi hati
a. Enzim transaminase
b. Bilirubin total/direk
4
c. Total protein, albumin
d. PT, APTT, TT
e. Fibrinogen
1.5 Urinalisis lengkap 4
1.6 Deteksi antigen Malaria 4
2. Leismaniasis dan tripanosomiasis
2.1 Darah lengkap 4
2.2 Pemeriksaan mikroskopik 2
2.3 Enzim transaminase 4

9
2.4 Deteksi antibodi 2
2.5 Total protein, albumin 4
3. Toksoplasmosis
3.1 Darah lengkap 4
3.2 igM dan IgG anti toxoplasma 4
3.3 Aviditas IgG anti toxoplasma 3
3.4 Deteksi antigen toxoplasma 2
4. Leptospirosis
4.1 Darah lengkap 4
4.2 Enzim transaminase 4
4.3 Tes fungsi hati
a. Enzim transaminase
b. Bilirubin total/direk
4
c. Total protein, albumin
d. PT, APTT, TT
e. Fibrinogen
4.4 Tes fungsi ginjal: kreatinin, ureum 4
4.5 Urinalisis lengkap 4
4.6 Deteksi organisme (direk), urin medan gelap 2
4.7 Deteksi antibodi MAT leptospira 2
4.8 Deteksi antibodi leptospira 4
5. Sepsis
5.1 Darah lengkap 4
5.2 PT/APTT/D-dimer, fibrinogen 4
5.3 Tes fungsi hati
a. Enzim transaminase
b. Bilirubin total/direk
4
c. Total protein, albumin
d. PT, APTT, TT
e. Fibrinogen
5.4 Uji fungsi ginjal
a. Ureum
4
b. Kreatinin
c. GFR
5.5 C-Reactive Protein (CRP) 4
5.6 Procalsitonin 4
5.7 Biomarker inflamasi yang lain 2
5.8 Bakteriologi 2
5.8.1 Kultur, identifikasi dan uji kepekaaan antibiotik: bakteri non
4
fastidious
5.8.2 Kultur, identifikasi dan uji kepekaan antibiotik: bakteri
fastidious ( H. influenza, S. Pneumoniae, N, meningidis, dan 2
bakteri anaerob)
5.9 Mikologi
5.9.1 Kultur, identifikasi dan uji kepekaan anti-jamur Candida sp. 2
5.9.2 Kultur, identifikasi dan uji kepekaan anti-jamur selain Candida
2
sp.
5.10 Pemeriksaan molekuler/PCR panel patogen sepsis 2
6. Tuberkulosis (Paru dan Ekstra Paru)
6.1 Darah lengkap 4

10
6.2 Pemeriksaan mikroskopis pewarnaan BTA 4
6.3 Kultur dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis 2
6.4 Kultur dan identifikasi Mycobacterium non-
2
Tuberculosis (NTM)
6.5 Uji kepekaan untuk Mycobacterium tuberculosis 2
6.6 Tes cepat molekuler 4
6.7 Adenosin Deaminase (ADA) pada cairan efusi pleura 2
6.8 Pemeriksaan molekuler/PCR deteksi resistensi OAT lain (Line
2
Probe Assay)
6.9 Genotyping 1
7. TORCH
7.1 IgM/ IgG anti toxoplasma 4
7.2 IgM/ IgG anti rubella 4
7.3 igM/ IgG anti Cytomegalovirus 4
7.4 igM/ IgG anti HSV-1 4
7.5 igM/ IgG anti HSV-2 4
7.6 Aviditas IgG 3
7.5 Antigenemia CMV 2
7.6 Pemeriksaaan Molekuler/ PCR CMV 2
8. Demam Berdarah (Dengue)
8.1 Darah lengkap 4
8.2 IgM/ IgG anti dengue 4
8.3 Antigen NS-1 4
8.4 Pemeriksaaan Molekuler/ PCR dengue 2
8.5 Tes pra-transfusi
a. Golongan darah 4
b. Skrening antibodi 2
c. Cross-matching 4
9. Infeksi yang lain (Chikunguya, Ricketsia, Japanese Encephalitis)
9.1 Darah lengkap 4
9.2 Deteksi antibody 2
9.3 Pemeriksaaan Molekuler/ PCR 2
10. Infeksi virus lain yang menjadi masalah di masyarakat (Corona, Influenza, Zika, dll)
10.1 Pemeriksaan serologi antigen/ antibody 4
10.2 Tes cepat molekuler 4
10. 3 Pemeriksaan molekuler/ PCR 3

11
Keterangan:
Tingkat Kompetensi 1
Mampu menjelaskan definisi, klasifikasi penyakit, patofisiologi & patogenesis, dan pemeriksaan laboratorium
terkait indikasi (skrining, faktor risiko, diagnostik, monitoring, prognostik) serta keterbatasan uji laboratorium
tersebut dan aplikasinya dalam tatalaksana penyakit.
Tingkat Kompetensi 2
Tingkat Kompetensi 1 ditambah dengan memahami prinsip, metode, teknologi dan bahan pemeriksaan, faktor-
faktor yang mempengaruhi (pra-analitik, analitik, dan pasca analitik); serta memilih dan melakukan parameter
pemeriksaan laboratorium dan pemantapan mutu laboratorium, didampingi oleh supervisor atau guided
instruction.
Tingkat Kompetensi 3
Tingkat Kompetensi 2 ditambah dengan mampu memilih teknologi 17 (tujuh belas) laboratorium yang tepat,
melakukan program penjaminan mutu, melakukan pemeriksaan laboratorium untuk tatalaksana pernyakit di
bawah supervisi, dan mampu merujuk untuk kasus dengan penyulit atau kasus langka (Ret ICD-10).
Tingkat kompetensi 4
Tingkat Kompetensi 3 ditambah dengan mampu melakukan pemeriksaan laboratorium, melakukan penilaian
medik dan memberikan ekspertise atas hasil pemeriksaan laboratorium secara mandiri, serta mampu berperan dan
berkolaborasi dalam tim medis untuk tatalaksana penyakit secara tuntas.

2.6.1 Darah lengkap


Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar hemoglobin, hitung jumlah
eritrosit, hitung jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, hematokrit, trombosit, indeks
eritrosit (MCV, MCH, MCHC), laju endap darah (LED), PDW, RDW dan hitung
jenis leukosit. Pemeriksaan darah lengkap lebih dikenal dengan nama Complete
Blood Count (CBC). Sebuah mesin automatis (Haematologic analyzer) melakukan
pemeriksaan ini dalam waktu kurang dari 1 menit terhadap setetes darah. 11
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai
protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung
atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung
dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri)
berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam
vena) berwarna merah tua.Kadar normal hemoglobin di dalam tubuh tergantung
pada usia dan jenis kelamin. Kadar hemoglobin normal pada perempuan dewasa,
yaitu antara 12-16 g/dL, sedangkan kadar hemoglobin pada pria dewasa, yaitu
antara 13-18 g/dL.11
Hematokrit adalah nilai yang menunjukan persentase zat padat dalam darah
terhadap cairan darah. Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap
volume darah total. Perembesan cairan darah keluar dan pembuluh darah,sementara

12
bagian padatnya tetap dalam pembuluh darah, akanmembuat persentase zat padat
darah terhadap cairannya naik sehingga kadar hematokritnya juga meningkat. Pria
dewasa, level hematokrit yang normal adalah 40%–50%, dan untuk perempuan
dewasa adalah 35%–45%. Anak-anak yang berusia 15 tahun ke bawah memiliki
rentang level hematokrit yang berubah-ubah sesuai dengan pertambahan usia
mereka.12
Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter
kirakira 4,5 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5
mikrometer dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Volume rerata sel
darah merah adalah 90 sampai 95 mikrometer kubik. Hasil tes eritrosit yang tidak
normal dapat mengindikasikan penyakit seperti peradangan, autoimun dan penyakit
lainnya. Jumlah eritrosit pada pria dewasa berkisar 4,4–5,6 juta/mcl (mikroliter),
sedangkan pada wanita 3,8–5,0 juta/mcl.11
Leukosit adalah Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan
infeksi dalam tubuh. Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah
jumlah total leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi) umumnya
berarti tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah artinya ada masalah
dengan sumsum tulang. Leukosit rendah, yang disebut leukopenia atau sitopenia,
berarti tubuh kita kurang mampu melawan infeksi. Hitung Jenis (differential)
menghitung lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan
basofil. Hasil masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit.
Persentase ini dikalikan leukosit untuk mendapatkan hitung ‘mutlak’. Leukosit
bersirkulasi dalam darah dan meningkatkan respons inflamasi dan seluler terhadap
cedera atau patogen. Leukosit dapat diklasifikasikan menjadi granulosit dan
agranulosit berdasarkan ada tidaknya butiran mikroskopis pada sitoplasmanya bila
diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau Leishman.13
Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-70%
dari leukosit. Jumlah neutrofil rendah disebut neutropenia), hal ini mengakibatkan
akan terkena infeksi bakteri. Contohnya pada penyakit HIV lanjut dapat
menyebabkan neutropenia.Monosit atau makrofag mencakup 2-8% dari leukosit.

13
Sel ini melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem
kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam
darah. Monosit yang berada di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah
monosit yang tinggi umumnya menunjukkan adanya infeksi bakteri. Eosinofil
biasanya 1-3% dari leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap
parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan jumlah eosinofil yang
tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare, kentut, atau perut kembung,
mungkin menandai keberadaan parasit. Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun
sel ini terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit.
Sel ini jumlahnya kurang dari 1% leukosit.
Trombosit adalah sel darah kecil yang tumbuh dari sel di sumsum tulang
(megakariosit). Trombosit membentuk gumpalan ketika ada kerusakan pada
pembuluh darah. Kadar trombosit tinggi mungkin mengindikasikan infeksi, masalah
kekebalan tubuh, keganasan dan penyakit lainya. Kadar trombosit rendah dapat
mengindikasikan kerusakan sumsum tulang, autoimun, keganasan seperti leukemia
dan penyakit lainnya.19 Kadar trombosit yang normal pada setiap manusia berkisar
150.000-400.000 per mikroliter darah.
Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) atau Sed Rate mengukur kecepatan sel
darah merah mengendap dalam tabung darah. LED yang tinggi menunjukkan
adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, atau disebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi.14
• Nilai normal dewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama
• Nilai normal lansia pria <20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama
• Nilai normal wanita hamil 18-70 mm/jam pertama
• Nilai normal anak <10 mm/jam pertama

14
Gambar 2. Laju endap darah
2.6.2 Evaluasi apusan darah tepi
Tes yang paling umum dilakukan di laboratorium hematologi klinis adalah
hitung darah lengkap. Tes hematologi kedua yang paling umum dilakukan adalah tes
yang secara tradisional disebut jumlah leukosit diferensial atau DIFF. Alat analisa
hematologi otomatis yang tersedia saat ini mampu melakukan kedua tes ini dengan
cukup andal, efisien, dan hemat biaya Namun demikian, pemeriksaan mikroskopis
terhadap apusan darah yang dibuat dengan tepat dan diwarnai dengan baik oleh ahli
laboratorium yang berpengetahuan luas, diperlukan dan berguna secara klinis dalam
sejumlah keadaan dan karena berbagai alasan. Indikasi klinis umum untuk analisis
apusan darah tepi meliputi sitopenia yang tidak dapat dijelaskan seperti anemia,
leukopenia, atau trombositopenia, leukositosis, limfositosis, atau monositosis yang
tidak diketahui penyebabnya.
Apusan darah adalah sampel darah yang ditebarkan pada kaca objek yang
diberi pewarna khusus. Di masa lalu, semua noda darah diperiksa di bawah
mikroskop oleh ahli laboratorium. Kini sistem digital otomatis dapat digunakan untuk
membantu pemeriksaan apusan darah. Tujuan pemeriksaan apusan darah adalah

15
untuk memeriksa ukuran, bentuk, dan jumlah tiga jenis sel darah merah yaitu
eritrosit, leukosit, dan trombosit.15

Gambar 3. Apusan darah tepi


2.6.3 Tes darah Alanine Transaminase
Tes darah alanine transaminase (ALT) adalah mengukur tingkat enzim ALT
dalam darah. Pemeriksaan ini termasuk SGPT (Serum glutamat piruvat
transaminase), Alanine transaminase, dan Alanine aminotransferase. ALT
merupakan enzim yang ditemukan dalam jumlah tinggi di hati. Enzim adalah protein
yang menyebabkan perubahan kimia tertentu dalam tubu. Kisaran normalnya adalah
4 hingga 36 U/L. Peningkatan kadar ALT seringkali merupakan tanda penyakit hati
seperti pada hepatitis. 16

Gambar 4. Tes darah Alanine Transaminase

16
2.6.4 Tes imunoglobulin
Tes immunoglobulin untuk mengukur tingkat jenis antibodi dalam darah.
Sistem kekebalan membuat antibodi untuk melindungi tubuh dari bakteri, virus, dan
alergen. Jenis imunoglobulin yaitu:
imunoglobulin A (IgA) : Ditemukan di lapisan saluran pernapasan dan sistem
pencernaan , serta di air liur (ludah), air mata, dan ASI. Imunoglobulin G (IgG): Ini
adalah antibodi yang paling umum. Itu ada dalam darah dan cairan tubuh lainnya, dan
melindungi terhadap infeksi bakteri dan virus. IgG membutuhkan waktu untuk
terbentuk setelah infeksi atau imunisasi. Imunoglobulin M (IgM): Ditemukan
terutama dalam darah dan cairan getah bening, ini adalah antibodi pertama yang
dibuat tubuh saat melawan infeksi baru. Imunoglobulin E (IgE): Biasanya ditemukan
dalam jumlah kecil di dalam darah. Jumlahnya mungkin lebih tinggi ketika tubuh
bereaksi berlebihan terhadap alergen atau sedang melawan infeksi parasit.
Imunoglobulin D (IgD): Ini adalah antibodi yang paling sedikit dipahami, hanya
terdapat dalam jumlah kecil di dalam darah.17

Gambar 5. Tes immunoglobulin

17
2.7 Pemeriksaan Laboratorium Hematologi pada Penyakit Infeksi
2.7.1 Malaria
Pemeriksaan darah lengkap pada pasien malaria didapatkan trombosit yang
rendah dengan jumlah trombosit <150.000/uL mempunyai sensitivitas (85%) dan
spesifisitas (85%) yang tinggi untuk diagnosis infeksi malaria. Leukopenia sebagai
jumlah sel darah putih total <4.000/μL. Jumlah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil
dan basofil semuanya menurun secara signifikan pada pasien malaria falciparum dan
malaria vivax. Lalu didapatkan anemia sebagai kadar Hb <11g/dl untuk pria dan
wanita berdasarkan nilai batas normal.18
2.7.2 Demam berdarah
Pemeriksaan darah tepi pada pasien demam berdarah dengue diantaranya
didapatkan kadar hematokrit meningkat sampai 20%, penurunan jumlah trombosit
dibawah 100.000/Ul pada hari ke-3 dan ke-8, serta leukopenia pada limfosit dan
monosit pada awal terjadinya infeksi, namun kemudian dapat normal pada sel
netrofil. Selanjutnya pemeriksaan koagulasi diantaranya adalah rumple leed
menunjukkan hasil positif, pemeriksaan clotting time dan bleeding time akan
memberikan hasil memanjang, pemeriksaan trombosit didapatkan penurunan, dan
pemeriksaan faktor koagulasi didapatkan penurunan faktor II, IV, VII, VIII, IX, dan
XII.19
Rapid Tes NS1 adalah suatu tes in vitro dengan teknik pengujian
immunochromato graphic, suatu tes satu langkah untuk menentukan secara
kualitatif Antigen NS Dengue virus didalam serum manusia untuk diagnosa dini pada
infeksi dengue akut. Setiap tes berisikan satu membran strip, yang telah dilapisi
dengan anti-dengue NS1 antigen capture pada daerah garis tes. Anti-dengue NS1
antigen-colloid gold conjugate dan serum sampel bergerak sepanjang membran
menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis yang dapat dilihat sebagai
suatu bentuk kompleks antibody-antigen-antibody gold particle. Dengue Dx NS1
Antigen Rapid Tes memiliki dua garis hasil, garis ”T” (garis tes) dan ”C” (garis
kontrol). Kedua garis ini tidak akan terlihat sebelum sampel ditambahkan. Garis

18
kontrol C digunakan sebagai kontrol prosedur. Garis ini selalu muncul jika prosedur
tes dilakukan dengan benar dan reagen dalam kondisi baik. 20

Gambar 6. Prosedur Pengujian NS1

Gambar 7. Interpretasi hasil NS1

19
Pemeriksaaan IgG/IgM Rapid Tes adalah suatu tes cepat dengan teknik
pengujian Immunochromatographic untuk mendeteksi secara kualitatif sekaligus
membedakan antibodi IgG dan IgM terhadap virus dengue didalam serum. Pada
infeksi primer Antibodi IgM muncul pada hari ke 3-5 sejak gejala dan bertahan untuk
jangka waktu 30-60 hari. Antibodi IgG muncul disekitar hari ke 14 dan bertahan
seumur hidup. Infeksi dengue sekunder ditunjukkan dengan tingkat antibodi IgG
meningkat dalam 1-2 hari setelah gejala muncul dan merangsang respon antibodi IgM
setelah 20 hari infeksi.20

Gambar 8. Prosedur pengujian tes IgM/ anti dengue

20
Gambar. 9 Interpretasi hasil IgM anti dengue

21
KESIMPULAN

1. Penyakit infeksi atau penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit. Penyakit ini bisa
menyebar secara langsung maupun tidak langsung dari satu orang ke orang lainnya
2. Penyebaran suatu penyakit infeksi melalui suatu populasi ditentukan oleh
karakteristik agen penular, inang, dan lingkungan.
3. Diagnosis penyakit infeksi dapat dilakukan anamnesis tanda dan gejala penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan hematologi
3. Pemeriksaan hematologi yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan terhadap
darah, protein darah, dan organ penghasil darah terdiri dari pemeriksaan darah
lengkap, tes darah Alanine Transaminase, dan pemeriksaan immunoglobulin.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. https://askhematologist.com/common-hematology-tests/ diakses tanggal 26


Agustus 2023.

2. Kemenkes. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2023 melalui:


https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2019.pdf

3. Padmore RF, Shier LR, Paliga A, Ellis C, Buyukdere H, Atkins H, Alvarez


GG. Importance of the Hematology Laboratory in Infectious Disease
Diagnosis by Morphology: Four Educational Case Studies. International
Journal of Laboratory Hematology. 2020 Juny;42 Suppl 1(Suppl 1):133-137.
https://doi.org/10.1111/ijlh.13227. PMID: 32543066; PMCID: PMC7318573.

4. Kamfrath, Thomas. Infections Disease Testing. Diakses tanggal 23 Agustus


2023 melalui https://www.testing.com/infectious-disease-testing/.

5. WHO. (2014). Infection prevention and control of epidemic- and pandemic-


prone acute respiratory infections in health care. Geneva: World Health
Organization.

6. Kramer A, Akmatov M, Kretzmascmar M. Principle of Infectious Disease


Epidemiology. 2010: 85-99. Dapat diakses melalui
doi:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7178878/.

7. Ryan KJ, Ray CG, penyunting. (2004). Mikrobiologi Medis Sherris (edisi ke-
4). Bukit McGraw. ISBN 978-0-8385-8529-0

8. https://www.studocu.com/id/document/universitas-pelitaharapan/introduction-
to-clinical-medicine-i/infection/32319621

9. Al-Halhouli A, Albagdady A, Alawadi J, Abeeleh MA. Monitoring Symptoms


of Infectious Diseases: Perspectives for Printed Wearable Sensors.
Micromachines (Basel). 2021 May 27; 12(6):620. doi:
https://www.mdpi.com/2072-666X/12/6/620

10. https://galihendradita.files.wordpress.com/2021/05/2021-peraturan-kki-no-98-
standar-kompetensi-dokter-spesialis-patologi-klinik.pdf

11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data


Klinik. Kementrian Kesehat RI. 2011; (January):1–83.

23
12. Hinkle J, Brunner K C. Hematocrit. Philadelphia: Wolters Kluwer Health,
Lippincott Williams & Wilkins; 2014. 320 p.

13. Tigner A, Ibrahim S, Murray I V. Histology, White Blood Cell [Internet].


StatPearls; 2022. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563148/#:~:text=Whitebloodcells%
2C or leukocytes, responses to injury or pathogens.

14. Brunner K C. Sed Rate (Erythrocyte Sedimentation Rate or ESR). Cleveland


Clinic. 2018.

15. Ann Lab Med. Purpose and Criteria for Blood Smear Scan, Blood Smear
Examination, and Blood Smear Review. .2013 Jan; 33(1): 1–7. Published
online 2012 Dec 17. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3535191/

16. Chernecky CC, Berger BJ. Alanine aminotransferase (ALT, alanine


transaminase, SGPT) - serum. In: Chernecky CC, Berger BJ, eds. Laboratory
Tests and Diagnostic Procedures. 6th ed. St Louis, MO: Elsevier Saunders;
2013:109-110.

17. https://kidshealth.org/en/parents/test-immunoglobulins.html

18. Kotepui M, Phunphuech B, Phiwklam N, Chupeerach C, Duangmano S.


Effect of malarial infection on haematological parameters in population near
Thailand-Myanmar border. Malar J. 2014 Jun 5; 13:218. doi: 10.1186/1475-
2875-13-218. PMID: 24898891; PMCID: PMC4053303.

19. Purwanto. 2002. Pemeriksaan Laboratorium pada Demam Berdarah Dengue.


Semarang: Media Litbang Kesehatan. Vol XII No.1.

20. Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis-Dit PPBB-Ditjen PP dan PL,


Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.

24

Anda mungkin juga menyukai