Anda di halaman 1dari 7

Laki laki usia 29 tahun datang dengan

Keluhan Utama: Kejang Kelonjotan berulang seluruh tubuh terjadi secara tiba tiba sejak 1 hari
SMRS.
Keluhan Tambahan: Hari ini kejang 5 kali, lama sekitar 5-7 menit, saat kejang mata melihat ke
atas, kelopak mata berkedip- kedip, keluar air liur berbusa dari mulut pasien, saat kejang pasien
tidak sadar dan setelah kejang pasien tampak lemas dan tertidur, beberapa saat kemudian pasien
Kembali bangun dan sadar. (-) nyeri kepala, muntah, kelemahan anggota gerak.
Riwayat Penggunaan Obat: Biasanya pasien rutin berobat ke poli syaraf dan mendapatkan terapi
karbamazepin dan Asam valproate ER (Extended Release) 500 mg, Namun dalam 14 hari terakhir
tidak teratur minum obat dari poli syaraf.
Vital Sign: TD= 124/79, HR 74x/menit, RR 22x/menit, T 36,6 C, SPO2 (saturasi oksigen kapiler
perifer) 97%.
Pemeriksaan Neurologis: GCS= E3M6V5. N. cranialis: pupil bulat isokor
RCL (+/+), RCTL (+/+), paresis N. tidak ada, kaku kuduk (-), motoric dalam batas normal, refleks
fisiologis dalam batas normal, refleks patologi Babinski (-/-), sensorik dan otonom dalam batas
normal

Identifikasi Istilah:
Kejang: Perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba yang merupakan hasil dari
aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Perubahan ini terjadi karena ketidakseimbangan
antara eksitasi dan inhibisi dalam SSP. Jika gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak
tertentu , maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas
listrik terjadi di seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum. Kejang
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia,
hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat
Nyeri kepala, muntah, kelemahan anggota gerak:
GCS (E3M6V5)= suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat
kesadaran seseorang. Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif. terdiri dari 3 pemeriksaan,
yaitu penilaian: respons membuka mata (eye opening), respons motorik terbaik(best motor
response), dan respons verbal terbaik(best verbal response). Interpretasi GCS (E3M6V5) pasien
compos mentis (GCS 14) E3 berarti respons membuka mata setelah diberikan rangsangan suara,
M6 berarti mematuhi dua perintah yang diberikan, V5 berarti dapat menyebutkan nama, tempat,
dan tanggal atau orientasi baik.

N. cranialis: pupil bulat isokor (3 mm/3 mm)= salah satu pemeriksaan pada saraf III (N. Oculo-
Motorius), bentuk dan ukuran pupil, Bentuk yang normal adalah bulat dan ukuran pupil yang
normal kira-kira 2-3 mm (garis tengah).
RCL (+/+)= Refleks cahaya langsung RCTL (+/+)= refleks cahaya tak langsung
Caranya:
-       Pasien disuruh melihat benda yang jauh.
-       Mata disenter (diberi cahaya) dan lihat apa ada reaksi pupil. Pada keadaan normal, pupil akan
mengecil : RCL (+); bila pupil mata yang TIDAK disinari ikut juga mengecil : RCTL (+).
-       Apabila RCL (-) dan RCTL (+) : kerusakan pada N.II
-       Apabila RCL (-) dan RCTL (-) : kelumpuhan N.III.

kaku kuduk (-):


motoric dalam batas normal
refleks patologi Babinski (-/-)= respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal. Sebagian
besar refleks patologik berhubungan dengan traktus kortikospinal dan jaras-jarasnya, serta juga
terjadi pada penyakit-penyakit lobus frontal dan gangguan sistem ekstrapiramidal. Babinski’s sign
1. Cara: pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks 2. Reaksi:
dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari lainnya.
1. Apa diagnosis kerja pada pasien ini?
Diagnosis kerja adalah diagnosis yang paling mungkin menurut dokter setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium rutin atau laborato
rium sederhana. Selain diagnosis kerja juga ada diagnosis banding, dan diagnosis pasti.
Diagnosis banding adalah kemungkinan diagnosis lain dengan keluhan yang sama.
Sedangkan diagnosis pasti adalah diagnosis kerja yang sudah dikonfirmasi dengan
pemeriksaan penunjang. Pemberian terapi sudah bisa dilakukan pada tahap diagnosis kerja.
Laki laki usia 29 tahun datang dengan
Keluhan Utama: Kejang Kelonjotan berulang seluruh tubuh terjadi secara tiba tiba sejak 1
hari SMRS.
Keluhan Tambahan: Hari ini kejang 5 kali, lama sekitar 5-7 menit, saat kejang mata
melihat ke atas, kelopak mata berkedip- kedip, keluar air liur berbusa dari mulut pasien,
saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien tampak lemas dan tertidur,
beberapa saat kemudian pasien Kembali bangun dan sadar. (-) nyeri kepala, muntah,
kelemahan anggota gerak.
Riwayat Penggunaan Obat: Biasanya pasien rutin berobat ke poli syaraf dan mendapatkan
terapi karbamazepin dan Asam valproate ER (Extended Release) 500 mg, Namun dalam 14
hari terakhir tidak teratur minum obat dari poli syaraf.
Vital Sign: TD= 124/79, HR 74x/menit, RR 22x/menit, T 36,6 C, SPO2 (saturasi oksigen
kapiler perifer) 97%.
Pemeriksaan Neurologis: GCS= E3M6V5. N. cranialis: pupil bulat isokor
RCL (+/+), RCTL (+/+), paresis N. tidak ada, kaku kuduk (-), motoric dalam batas normal,
refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologi Babinski (-/-), sensorik dan otonom
dalam batas normal.
Jadi diagnosis kerjanya adalah Epilepsi Tonik- Klonik.
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsy berulang
berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Diagnosis epilepsi ditegakkan
secara sistematis dengan 3 langkah, yaitu:
1. Langkah pertama, melalui anamnesis baik autoanamnesis maupun alloanamnesis. Pada
kasus diatas diperoleh bahwa pasien datang dengan keluhan kejang kelonjotan berulang
seluruh tubuh terjadi secara tiba tiba sejak 1 hari SMRS. Selain itu menurut orang tua
pasien hari ini kejang 5 kali (hal ini sesuai dengan definisi dari epilepsi), lama sekitar 5-
7 menit, saat kejang mata melihat ke atas, kelopak mata berkedip- kedip, keluar air liur
berbusa dari mulut pasien, saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien
tampak lemas dan tertidur, beberapa saat kemudian pasien kembali bangun dan sadar.
(-) nyeri kepala, muntah, dan kelemahan anggota gerak.
2. Langkah kedua: untuk menentukan jenis bangkitan, dilakukan dengan memperhatikan
klasifikasi ILAE 2017
Gambaran pada pasien mengarah terhadap kejang umum tonik-klonik, karena pasien secara
mendadak menghilang kesadarannya, disertai kejang tonik (badan dan anggota gerak menjadi
kaku ), yang kemudian diikuti oleh kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut - kejut,
kelojotan ). Dan juga saat kejang mata melihat ke atas, kelopak mata berkedip- kedip,
keluar air liur berbusa dari mulut pasien setelah itu disusul oleh fase postiktal ditandai
dengan setelah kejang pasien tampak lemas dan tertidur, air liur berlebihan.
3. Langkah ketiga, menentukan etiologi epilepsy
Etiologi epilepsi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
a. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.
b. Kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui
c. Simtomatik : bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak, misalnya
cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.

Epilepsi yang dialami pasien ini termasuk dalam epilepsy idiopatik karena pada pasien tidak
didapatkan adanya kelainan struktural pada otak dan defisit neurologis. Dari hasil
pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan pada pasien tidak didapatkan hasil yang
menunjukkan adanya gangguan yang berhubungan dengan epilepsi maupun tanda-tanda
defisit neurologi.

2. Bagaimana penatalaksanaannya?
Penatalaksanaan pada pasien epilepsi adalah dengan pemberian OAE. Prinsip terapi farmakologi
pada pasien epilepsi antara lain:
1. OAE diberikan apabila: a) Diagnosis epilepsi sudah dipastikan, b) Pastikan factor pencetus
bangkitan dapat dihindari, c) Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu tahun, d) Pasien dan atau
keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan. e) Pasien dan keluarga
sudah diberitahu tentang kemungkinan efek samping obat.
2. Terapi dimulai dengan mono terapi, penggunaan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan
jenis sindrom epilepsi. a) Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, b) Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE
tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru
dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal
kedua OAE pertama.

3. Patofisiologi?
4. Diagnosis banding?
Diagnosis banding epilepsi adalah kejang non-epileptik dan serangan paroksismal bukan kejang
(peringkat bukti 5, derajat rekomendasi C). Yang termasuk kejang non-epileptik adalah kejang
demam, kejang refleks, kejang anoksik, kejang akibat withdrawal alkohol, kejang yang dicetuskan
obatobatan atau bahan kimiawi lainnya, kejang pascatrauma, dan kejang akibat kelainan
metabolik atau elektrolit akut.

5. Pemeriksaan Penunjang?
Penegakan diagnosis selanjutnya dapat ditunjang dengan CT-scan, EEG dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) sesuai indikasi. EEG sangat berperan dalam menegakkan diagnosis epilepsi dan
memberikan informasi berkaitan dengan sindrom epilepsi. Pemeriksaan mencakup fase bangun
untuk menilai frekuensi dan irama background dan fase tidur untuk menentukan lokasi atau fokus
kejang khususnya pada kasus-kasus kejang fokal guna menentukan, evaluasi pengobatan, dan
menentukan prognosis. CT-Scan merupakan pemeriksaan penunjang yang cukup penting karena
dapat menunjukkan kelainan pada otak seperti atrofi jaringan otak, jaringan parut, tumor dan
kelainan pada pembuluh darah otak. MRI merupakan pemeriksaan pencitraan yang sangat
penting pada kasus kasus epilepsi karena MRI dapat memperlihatkan struktur otak dengan
sensitivitas yang tinggi. Gambaran yang dihasilkan oleh MRI dapat digunakan untuk membedakan
kelainan pada otak, seperti gangguan perkembangan otak (sklerosis hipokampus, disgenesis
kortikal), tumor otak, kelainan pembuluh darah otak (hemangioma kavernosa) serta abnormalitas
lainnya. MRI tidak dianjurkan pada sindrom epilepsi dengan kejang umum karena jenis epilepsi ini
biasanya bukan disebabkan oleh gangguan structural.
6. Epidemiologi
Epilepsi paling sering terjadi pada anak dan orang lebih tua (di atas 65 tahun). Pada 65 % pasien,
epilepsi dimulai pada masa kanak-kanak. Puncak insidensi epilepsi terdapat pada kelompok usia 0-
1 tahun, kemudian menurun pada masa kanak-kanak, dan relatif stabil sampai usia 65 tahun.
Menurut data yang ada, insidensi per tahun epilepsi per 100000 populasi adalah 86 pada tahun
pertama, 62 pada usia 1 – 5 tahun, 50 pada 5 – 9 tahun, dan 39 pada 10 – 14 tahun.
7. Pengertian
Definisi Konseptual
Kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang
terus menerus , dan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial

Definisi Operasional
Penyakit otak yang ditandai oleh gejala atau kondisi sebagai berikut : a. Setidaknya ada dua kejang
tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang lebih dari 24 jam b. Satu bangkitan
tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya kemungkinan bangkitan berulang
dengan risiko rekurensi sama dengan dua bangkitan tanpa provokasi (setidaknya 60%), yang dapat
timbul hingga 10 tahun ke depan (Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi
oleh faktor pencetus tertentu seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitif, dan
somatomotorik) c. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsi

Anda mungkin juga menyukai