Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

INFEKSI ALIRAN DARAH

Nama : Fakhria Sabri Otuhu

NIM : 711345318027

Kelas : 2B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MANADO

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas Makalah
yang berjudul ―INFEKSI ALIRAN DARAH‖ guna memenuhi tugas mata kuliah Bakteriologi 2.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Infeksi Aliran Darah yang saya sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi. Makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran
kepada pembaca khususnya para mahasiswa Poltekkes Kemenkes Manado. Saya sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.

Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Manado, 21 November 2019

Penulis
ABSTRAK

Infeksi aliran darah dapat disebabkan oleh pemasangan kateter vena. Bahaya pemasangan kateter vena
perifer sering diabaikan, berbeda dengan kateter vena sentral.Penelitian ini bertujuan mengetahui adakah
perbedaan kejadian infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter vena perifer dan sentral di HCU
Neonatus RSUD Dr. Moewardi. Penelitian ini bersifat analitik komparatif dengan pendekatan cohort
retrospective. Metode random sampling digunakan untuk pengambilan sampel. Subjek penelitian ini
adalah neonatus yang terpasang kateter vena perifer atau sentral pada Mei 2015 hingga Oktober 2016 di
HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi, data diambil dari rekam medis. Pasien didiagnosis infeksi aliran
darah berdasarkan kriteria pada Guideline CDC. Di antara penyebab bakteri BSI, Staphylococcus aureus,
Coagulase negative Staphylococci, dan Enterococcus faecalis adalah yang paling umum di antara
organisme Gram positif; Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, dan Serratia spp adalah yang paling
umum di antara Enterobacteriaceae; dan Pseudomonas spp dan Acinetobacter baumannii adalah yang
paling umum di antara organisme negatif Gram nonfermenter. Analisis statistik yang digunakan adalah
X2 (Chi kuadrat) untuk membandingkan proporsi infeksi aliran darah terkait kateter pada 2 kelompok
yaitu kateter vena perifer dan kateter vena sentral. Didapatkan 53,33% dan 56.67% kejadian infeksi aliran
darah pada kelompok kateter vena perifer dan kateter vena sentral, berturutan (p = 0,714). Tidak terdapat
perbedaan signifikan pada kejadian infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter vena sentral dan
kateter vena perifer di HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi.

Kata Kunci: Kateter vena perifer, kateter vena sentral, infeksi aliran darah.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah.................................................................................................................................1

1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................................................2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................3

2.1 Definisi.....................................................................................................................................................3

2.2 Patofisiologi penyakit…………………………………………………………………………………..3

2.3 Gejala penyakit.………………………………………………………………………………………...4

2.4 Pemeriksaan Laboratorium..……………………………………………………………………………4

BAB III. METEDOLOGI PENELITIAN ……………………………………………………………….....5

3.1 Jenis Penelitian …………………………………………………………………………………...….....5

3.2 Desain Penelitian …………………………………………………......................................................5

3.3 Variabel Penelitian..........................................………………………………………….........................5

3.4 Definisi Operasional................................................................................................................................5

3.5 Cara Pengumpulan Data.......................................................................................................................6

3.6 Cara Kerja................................................................................................................................................6

3.7 Alat dan Bahan.........................................................................................................................................7


3.8 Analisis Data............................................................................................................................................8

BAB IV HASIL PENELITIAN ………………………………………………………………….………...9

BAB V KESIMPULAN……………..…………………………………………………………………….14

A. Simpulan ………………………………………………………………................................................14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….....................................15

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Laboratorium Sample Darah…………………………………………...................................9

Tabel 2 Perawatan Luka Pasien Rawat Inap dengan Transparant Dressing............……...........................10

Tabel 3 Perawatan Luka Pasien Rawat Jalan dengan Transparant Dressin.................................................11

Tabel 4 Perawatan Luka Pasien Rawat Jalan dengan Kassa Steril..............................................................11


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Infeksi aliran darah merupakan permasalahan kesehatan global karena angka kesakitan dan
kematian yang cukup tinggi di seluruh dunia. Pengertian mengenai infeksi aliran darah atau bakteremia
adalah adanya pertumbuhan bakteri dalam kultur darah dari pasien dengan tanda klinis infeksi, dimana
adanya kontaminasi dapat disingkirkan. Infeksi aliran darah diklasifikasikan primer dan sekunder.
Klasifikasi primer ditetapkan jika fokal infeksi tidak diketahui, sedangkan klasifikasi sekunder ditetapkan
jika infeksi aliran darah ini terkait dengan infeksi pada bagian tubuh yang lain(Garner et al., 1988).
Infeksi aliran darah yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sering dijumpai. Penelitian yang
dilakukan di Korea pada tahun 2006-2007 menunjukkan bahwa 677 isolat (59,18%) dari pasien yang
menderita infeksi aliran darah merupakan bakteri gram negatif (Son et al., 2010). Penelitian lain
melaporkan bahwa

61,9% infeksi aliran darah pada pneumonia nosokomial disebabkan oleh kuman gram negatif. Klepsiela
sp dan E. coli secara berturut-turut berkontribusi sebesar 13,1% dan 8,3% (Magret et al., 2011).
Penelitian surveilans di bagian timur laut Thailand pada tahun 2004 sampai dengan 2010 menemukan
bahwa angka insidensi bakteremia yang diperoleh dari komunitas antara tahun 2004 dan 2010 meningkat
dari 16,7 menjadi 38,1 per 100.000 orang tahun. Penelitian tersebut melaporkan bakteri gram negatif
sebagai penyebab bakteremia terbanyak yaitu 71,1%. Secara berturut-turut penyebab infeksi aliran darah
karena E. coli dan K. pneumoniae sebesar 23,1% dan 6,7% Risiko Kematian Akibat Infeksi Aliran
Darah E. coli / K. pneumoniae Penghasil Enzim Extended-spectrum Beta-lactamase(Kanoksil et al.,
2013). Penemuan E. coli sebagai penyebab terbanyak pada infeksi aliran darah juga dilaporkan peneliti
lain (Laupland, 2013).

1.2 Permasalahan

1. Apa definisi Infeksi Aliran Darah?

2. Bagaimana patofisiologi penyakit Infeksi Aliran Darah?

3. Bagaimana gejala penyakit Infeksi Aliran Darah?

4. Bagaimana diagnosa penyakit Infeksi Aliran Darah?


5. Bagaimana pemeriksaan laboratorium Infeksi Aliran Darah?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi Infeksi Aliran Darah

2. Mengetahui patofisiologi penyakit Infeksi Aliran Darah

3. Mengetahui gejala penyakit Infeksi Aliran Darah

4. Mengetahui diagnosa penyakit Infeksi Aliran Darah

5. Mengetahui laboratorium Infeksi Aliran Darah


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Aliran Darah

Infeksi aliran darah adalah infeksi serius dimana bakteri atau jamur yang berada di saluran darah
yaitu bakteri atau jamur yang boleh diisolasi dengan melakukan kultur darah ataupun ―blood culture‖.
Orang awam dapat menggunakan istilah ―keracunan darah‖ untuk menunjukkan adanya infeksi aliran
darah. Pada keadaan normal, jumlah bakteri yang masuk ke dalam aliran darah hanya sedikit dan sistem
imunitas tubuh dapat dengan cepat bertindak menghilangkan bakteri tersebut. Namun, jika bakteri
bertahan cukup lama dalam jumlah banyak dalam aliran darah, kondisi ini bisa menyebabkan infeksi
serius hingga sepsis. Bakteremia yang sampai mengakibatkan infeksi, rentan dialami orang dengan sistem
imunitas tubuh yang lemah.

2.2 Patofisiologi penyakit Infeksi Aliran Darah

Infeksi Aliran Darah sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari respon
pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini, abnormalitas sirkular seperti
penurunan volume intravaskular, vasodilatasi pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan
peningkatan metabolisme akan menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran oksigen sistemik
dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau syok.Presentasi
pasien dengan syok dapat berupa penurunan kesadaran, takikardia, penurunan kesadaran, anuria. Syok
merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan
pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai
penanganan awal. Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan anti inflamasi, dimulai dengan
aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh
selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi endotelial.
Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease,
leukotrien, kinin, reactive oxygen species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan
eikosanoid. Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6 akan
mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC),
adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis dan
menghambat proses trombosis dan inflamasi. Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut
memperkuat proses tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan
terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua
hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang peranan dalam
terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global.

2.3 Gejala penyakit Infeksi Aliran Darah

Beberapa gejala yang dapat terjadi saat infeksi adalah demam, nyeri otot, diare, Denyut jantung
cepat (takikardia), Tingkat pernapasan yang cepat (takipnea), Berkeringat yang tidak biasa (diaforesis)

Selain itu penderita infeksi perlu segera memeriksakan diri ke dokter bila mengalami jantung yang
berdebar dan sesak napas.

Infeksi Aliran Darah disebabkan oleh respons sistem kekebalan tubuh yang tidak terkendali terhadap
infeksi. Infeksi Aliran Darah dapat timbul akibat infeksi bakteri, virus, atau jamur di bagian tubuh
manapun. Tetapi, infeksi yang paling sering memicu Infeksi Aliran Darah adalah paru-paru basah.

2.4 Pemeriksaan Laboratorium

Kultur darah adalah pemeriksaan laboratorium di mana darah diambil, kemudian diinokulasi ke
dalam botol yang mengandung media kultur atau pertumbuhan untuk menentukan mikroorganisme
(bakteri atau jamur) penyebab infeksi yang telah menginvasi aliran darah. Pemeriksaan kultur darah
dilakukan bila ada tanda atau gejala yang dicurigai mengarah pada sepsis. Proses kultur darah lengkap
terdiri dari : pengumpulan sampel darah dengan benar; mendeteksi, mengisolasi, dan mengidentifikasi
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi aliran darah; dan menyediakan hasil tes kepekaan antibiotik
untuk klinisi. Pemeriksaan lain biasanya dilakukan bersamaan atau sebelum kultur darah, yaitu
hematologi lengkap, panel kimia, dan pemeriksaan kultur urin, sputum, atau CSF.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional deskriptif.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Case Control (Hospital Based Case Control Study),
dimana kasus dan control berasal dari rumah sakit. Kasus adalah seluruh pasien yang menderita infeksi
rumah sakit yang di rawat di rumah sakit tempat penelitian. Kontrol adalah pasien tanpa infeksi rumah
sakit yang dirawat di rumah sakit tempat penelitian. Pemilihan desain ini dilakukan karena :

1. Sesuai untuk penyakit yang langkah (jumlah kasus sedikit), dengan angka insidens atau
prevalens kurang dari 15-20%.

2. Jangka waktu penelitian relative singkat dan lebih mudah untuk dilakukan.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel independen adalah health belief model perawat yang terdiri atas kerentanan, keseriusan,
manfaat, hambatan. Variabel dependen adalah tindakan pencegahan infeksi nosokomial yaitu upaya
perawat untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial meliputi kebersihan tangan, penggunaan sarung
tangan, praktek aseptik antiseptik penggunaan alat pengering tangan dan dekontaminasi.

3.4 Definisi Operasional

Infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter intravaskuler adalah infeksi aliran darah terkait
pemasangan central venous vatheter (CVC), peripheral kateter, kateter hemodialisa, arterial line,
peripheral inserted (PICC), terpasang infus dan intraortic ballon pump dengan konfirmasi laboratorium.
Inklusi :
1. Ditemukan pathogen dari biakan specimen darah dari kateter intravaskuler dan dari darah perifer tidak
berkaitan dengan infeksi ditempat lain.
2. Nilai VIP score > 3
3.Pasien dengan minimal satu gejala atau tanda sebagai berikut : demam > 38°C menggigil atau hipotensi
tanpa penyebab lainnya dan diperoleh hasil laboratorium yang positif yang tidak berhubungan dengan
infeksi ditempat lain.

Dugaan infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter intravaskuler pada anak berusia < 1tahun memiliki
minimal tanda-tanda seagai berikut :

1. Demam (suhu tubuh >38°C perrektal)


2. Hipotermi (< 37°C per rectal), apnea atau bradikardi.
3. Tidak ditemukan sumber infeksi selain pemasangan kateter vaskulear.
Terdapat bakteri pathogen dalam biakan kuman.
Ekslusi :

Pasien dengan IAD sebelum pemasangan CVL di RSIA Limijati.

3.5 Cara Pengumpulan Data

Data-data utama yang dikumpulkan dalam surveilans IADP adalah data-data


yang berhubungan dengan faktor risiko di atas (misalnya jenis jalur intravaskuler, lokasi pemasangan kate
ter intravaskuler, lama pemasangan kateter, dan manipulasi-manipulasi yang dilakukan saat kateter
intravaskuler terpasang), dan data-data yangdiperlukan untuk diagnosis (misalnya keadaan klinis pasien
dan hasil-hasillaboratorium). Pada perhitungan laju infeksi IADP, yang digunakan sebagai numerator
adalah jumlah penderita yang terinfeksi akibat penggunaan kateter intravaskuler,sedangsebagai
denominator adalah jumlah hari penggunaan alat intravaskuler.

3.6 Prosedur Kerja Pemeriksaan

Prosedur USG Doppler

Proses USG Doppler diawali dengan mengoleskan gel pada permukaan kulit yang hendak dipindai.
Selanjutnya perangkat genggam (disebut transduser) diletakkan di atas permukaan kulit untuk melakukan
pemindaian.
Transduser mengirimkan gelombang suara yang memantul pada benda padat. Pergerakan sel darah
terpantau saat nada pantulan gelombang suara berubah (disebut efek doppler). Hal ini membantu dokter
menilai aliran darah normal dan abnormal.

Berikut beberapa kondisi yang diketahui menggunakan USG Doppler:

 Keadaan aliran darah di pembuluh vena atau arteri yang berada di area lengan, kaki, dan leher.

 Keberadaan hambatan aliran atau gumpalan darah yang dicurigai menyebabkan stroke.

 Gumpalan pada pembuluh darah yang bila terlepas berpotensi menghambat aliran darah di organ
vital, termasuk paru-paru.

 Membantu menilai kesehatan aliran darah janin dalam kandungan.

Beberapa jenis penyakit yang dideteksi melalui USG Doppler adalah penyakit jantung bawaan,
arteriosklerosis, arteri perifer, stenosis karotis (penyempitan pembuluh arteri leher), deep vein thrombosis,
angiografi, serta tumor di pembuluh darah kaki atau lengan.

3.7 Alat dan Bahan

USG Doppler

3.8 Analisis Data

hasil analisis terhadap 17 responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi IADP pada pasien
yang menggunakan CDL di Instalasi Hemodialisis RSMH didapatkan 41,2% yang mengalami infeksi (7
orang), sedangkan yang tidak mengalami infeksi sebesar 58,8% (10 orang) dengan standar deviasi 0,507.hasil
kuman pathogen yang ditemukan dari kultur darah yaitu Staphylococcus epidermis dan Staphylococcus
saprophyticus. Hasil analisis terhadap bakteri Staphylococcus menunjukan bahwa
bakteri Staphylococcus dapat menyebabkan infeksi oportunistik (menyerang individu dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah). Pada pasien cuci darah, bakteri ini bisa saja muncul akibat kurang sterilnya
perawatan luka pada CDL saat pasien berada dirumah (perawatan mandiri) maupun perawatan di Rumah
Sakit. Infeksi Staphylococcus dapat terjadi akibat kontaminasi langsung pada luka, salah satunya yaitu
infeksi pasca operasi dalam hal ini yaitu pasca pemasangan CDL pada pasien HD. Infeksi nosokomial
juga bisa terjadi dari bakteri ini karena bakteri ini membentuk biofilm pada alat-alat medis di rumah sakit
dan menulari orang-orang di lingkungan rumah sakit. Secara klinis bakteri ini menyerang orang-orang
yang rentan atau imunitas rendah, pasien kritis, bayi baru lahir, dan pasien yang dirawat dalam waktu
lama. Pasien dengan penanganan cara perawatan luka dan penggunaan alat yang berbeda (tipe lumen
CDL, alat penutup luka) maka hasil kultur darah juga berpengaruh. Pasien yang diberikan penyuluhan
kesehatan untuk penggantian balutan setiap hari menggunakan kassa kering dengan Alkohol dan betadine
didapatkan hasil kultur darah tanpa kuman. Tetapi sebaliknya, pasien yang diganti balutan tidak setiap
hari justru berisiko mengalami infeksi baik menggunakan kassa kering maupun transparan dressing.

Peneliti berasumsi bahwa pasien hemodialisis dengan CDL akan beresiko infeksi jika tidak
membersihkan balutan luka setiap hari, baik menggunakan kassa steril maupun transparan dressing. Dari
penemuan peneliti di lapangan, pasien rawat jalan yang mengganti balutan setiap hari biasanya diajarkan
oleh perawat hemodialisis untuk mengganti dengan menggunakan kassa kering dan hasil yang didapat
luka CDL tersebut tidak terdapat infeksi.

Umumnya pasien rawat inap diganti balutan lukanya menggunakan transparan dressing yang dilakukan
oleh perawat bangsal setiap 5 hari sekali. Akan tetapi, kekurangan dari perawatan transparan dressing ini
yaitu sering muncul pus, kemerahan, oedema, sehingga bisa menyebabkan infeksi yang tidak diketahui.
Namun, kelebihan dari transparan dressing ini yaitu tidak tembus air, sehingga pasien bisa lebih leluasa
dalam beraktifitas. Dengan demikian dapat diasumsikan, balutan luka yang menggunakan kassa steril
maupun transparan dressing tetap berisiko terjadi infeksi jika perawatan luka tidak dijaga kebersihannya
dan tidak melakukan pemantauan tanda dan gejala infeksi terhadap daerah luka tersebut.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan untuk mengetahui distribusi, frekuensi, dan persentasi dari
prevalensi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) yang menggunakan Catheter Double Lument (CDL) di
Instalasi Hemodialisis RSMH. Data disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 1. Hasil Laboratorium Sample Darah

No Pemeriksaan 1 Pemeriksaan 2 Hasil

1. Steril Steril Tidak Infeksi

2. Steril Steril Tidak Infeksi

3 Staphylococcus epidermis Steril Tidak Infeksi

4 Steril Steril Tidak Infeksi

5 Staphylococcus epidermis Staphylococcus epidermis Infeksi

6 Staphylococcus epidermis Staphylococcus epidermis Infeksi

7 Staphylococcus epidermis Staphylococcus epidermis Infeksi

8 Steril Steril Tidak Infeksi

9 Steril Steril Tidak Infeksi

10 Staphylococcus epidermis Staphylococcus epidermis Infeksi

11 Steril Steril Tidak Infeksi

12 Steril Staphylococcus epidermis Tidak Infeksi

13 Steril Steril Tidak Infeksi


14 Steril Staphylococcus epidermis Tidak Infeksi

15 Staphylococcus epidermis Staphylococcus epidermis Infeksi

16 Staphylococcus epidermis Staphylococcus epidermis Infeksi

17 Staphilococcus Staphilococcus Infeksi


saprophyticus saprophyticus

Tabel 2. Perawatan Luka Pasien Rawat Inap dengan Transparant Dressing

No Jadwal HD Lama Penggunaan alat perawatan Ket


penggunaan luka CDL
CDL

1 2x seminggu < 1 bln Transparant dressing Tidak infeksi

2 2x seminggu < 1 bln Transparant dressing Tidak infeksi

3 2x seminggu < 1 bln Transparant dressing Tidak infeksi

4 2x seminggu < 1 bln Transparant dressing Tidak infeksi

5 3x seminggu ≥ 1 bln Transparant dressing Infeksi

6 2x seminggu < 1 bln Transparant dressing Tidak Infeksi

7 2x seminggu ≥ 1 bln Transparant dressing Tidak Infeksi

8 2x seminggu < 1 bln Transparant dressing Infeksi

9 2x seminggu < 1 bln Transparant dressing Infeksi


Tabel 3. Perawatan Luka Pasien Rawat Jalan dengan Transparant Dressing

No Jadwal HD Lama Penggunaan alat perawatan Ket


penggunaan luka CDL
CDL

5 2x seminggu ≥ 1 bln Transparant dressing Infeksi

6 2x seminggu ≥ 1 bln Transparant dressing Infeksi

10 3x seminggu ≥ 1 bln Transparant dressing Infeksi

16 3x seminggu ≥ 1 bln Transparant dressing Infeksi

Tabel 4. Perawatan Luka Pasien Rawat Jalan dengan Kassa Steril

No Jadwal HD Lama Penggunaan alat perawatan Ket


penggunaan luka CDL
CDL

8 2x seminggu ≥ 1 bln Kassa Steril/hari Tidak Infeksi

9 2x seminggu ≥ 1 bln Kassa Steril/hari Tidak Infeksi

13 2x seminggu < 1 bln Kassa Steril/hari Tidak Infeksi

14 2x seminggu < 1 bln Kassa Steril/hari Tidak Infeksi

Berdasarkan hasil analisis data tersebut, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:

Pertama, hasil analisis terhadap 17 responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi IADP
pada pasien yang menggunakan CDL di Instalasi Hemodialisis RSMH didapatkan 41,2% yang
mengalami infeksi (7 orang), sedangkan yang tidak mengalami infeksi sebesar 58,8% (10 orang) dengan
standar deviasi 0,507.
Kedua, hasil kuman pathogen yang ditemukan dari kultur darah yaitu Staphylococcus
epidermis dan Staphylococcus saprophyticus
Hasil analisis terhadap bakteri Staphylococcus menunjukan bahwa bakteri Staphylococcus dapat
menyebabkan infeksi oportunistik (menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah).
Pada pasien cuci darah, bakteri ini bisa saja muncul akibat kurang sterilnya perawatan luka pada CDL
saat pasien berada dirumah (perawatan mandiri) maupun perawatan di Rumah Sakit.
Infeksi Staphylococcus dapat terjadi akibat kontaminasi langsung pada luka, salah satunya yaitu infeksi
pasca operasi dalam hal ini yaitu pasca pemasangan CDL pada pasien HD. Infeksi nosokomial juga bisa
terjadi dari bakteri ini karena bakteri ini membentuk biofilm pada alat-alat medis di rumah sakit dan
menulari orang-orang di lingkungan rumah sakit. Secara klinis bakteri ini menyerang orang-orang yang
rentan atau imunitas rendah, pasien kritis, bayi baru lahir, dan pasien yang dirawat dalam waktu lama.
Pasien dengan penanganan cara perawatan luka dan penggunaan alat yang berbeda (tipe lumen CDL, alat
penutup luka) maka hasil kultur darah juga berpengaruh. Pasien yang diberikan penyuluhan kesehatan
untuk penggantian balutan setiap hari menggunakan kassa kering dengan Alkohol dan betadine
didapatkan hasil kultur darah tanpa kuman. Tetapi sebaliknya, pasien yang diganti balutan tidak setiap
hari justru berisiko mengalami infeksi baik menggunakan kassa kering maupun transparan dressing.

Peneliti berasumsi bahwa pasien hemodialisis dengan CDL akan beresiko infeksi jika tidak
membersihkan balutan luka setiap hari, baik menggunakan kassa steril maupun transparan dressing. Dari
penemuan peneliti di lapangan, pasien rawat jalan yang mengganti balutan setiap hari biasanya diajarkan
oleh perawat hemodialisis untuk mengganti dengan menggunakan kassa kering dan hasil yang didapat
luka CDL tersebut tidak terdapat infeksi.

Umumnya pasien rawat inap diganti balutan lukanya menggunakan transparan dressing yang dilakukan
oleh perawat bangsal setiap 5 hari sekali. Akan tetapi, kekurangan dari perawatan transparan dressing ini
yaitu sering muncul pus, kemerahan, oedema, sehingga bisa menyebabkan infeksi yang tidak diketahui.
Namun, kelebihan dari transparan dressing ini yaitu tidak tembus air, sehingga pasien bisa lebih leluasa
dalam beraktifitas. Dengan demikian dapat diasumsikan, balutan luka yang menggunakan kassa steril
maupun transparan dressing tetap berisiko terjadi infeksi jika perawatan luka tidak dijaga kebersihannya
dan tidak melakukan pemantauan tanda dan gejala infeksi terhadap daerah luka tersebut.

Ketiga, berdasarkan identifikasi pasien dari beberapa variabel pendukung (jadwal HD, lama penggunaan,
dan cara perawatan) didapatkan simpulan bahwa pasien yang diberikan penyuluhan kesehatan (rawat inap
dan rawat jalan, HD ≥ 1 bulan) untuk mengganti balutan luka setiap hari dengan kassa kering steril
hasilnya tidak mengalami infeksi. Sementara pasien yang diganti balutan (rawat jalan dan rawat inap)
menggunakan transparant dressing setiap 3-5 hari sekali justru berisiko terjadi infeksi.
BAB V

KESIMPULAN

1. Sudah mengetahui tentang definisi Infeksi Aliran Darah

2. Sudah mengetahui patofisiologi penyakit Infeksi Aliran Darah

3. Sudah mengetahui gejala penyakit Infeksi Aliran Darah

4. Sudah mengetahui diagnosa penyakit Infeksi Aliran Darah

5. Sudah mengetahui pemeriksaan laboratorium Infeksi Aliran Darah


DAFTAR PUSTAKA

1. M. C. Exline, N. A. Ali, N. Zikri et al., ―Beyond the bundle—journey of a tertiary care medical
intensive care unit to zero central line-associated bloodstream infections,‖ Critical Care, vol. 17, no. 2,
article R41, 2013. View at Publisher · View at Google Scholar · View at Scopus

2. Hogonet, S., et.al, Nosocomial Bloodstream Infection and Clinical Sepsis, ISSN, vol. 10, 2004.

3. Tomlinson, Deborah. et.al, Defining Bloodstream infection Related to CVC in Patients

with Cancer : A Systematic Review. Clinical Infections Diseases Journal. 2011. H. 697-710.
http://cid.oxfordjournals.org/

4. Pohan,Herdiman T. Assessment of Clinical and Laboratory Parameter that inflammatory Respons and
Organ Function in Sepsis. Med Journal 2005.

5. Velasco, Eduardo., et al. Epidemiology of Bloodstream Infections at a Cancer Centre. Sao Paulo
Medical Journal,2000,<http:/www.scielo.br?scielo.php?pid=S1516-1802000000500004&script=sci_artt>

6. Kuntaran, et.al. Hospital-Acquired Bloodstream Infections in Cancer Patient between 2005-2007 in a


Turkish University Hospital. IMedPub Journals,2010.http://www.acm icrob.com.

7.Tumbelaka, A.R., (2005). Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi–Pediatri
Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang, IDAI Jawa Timur, pp.37- 50.

8. Uslan, D.Z., Crane, S.J., Steckelberg, J.M. (2007).’ Age– sex-associated trends in bloodstream
infection: a population-based study in Olmsted County, Minnesota’, Arch Intern Med, Vol.167, pp.834-
839.

Anda mungkin juga menyukai