Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

EQILIBRIUM PADA KASUS CACAR AIR

Dosen pembimbing : Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes.DIE

Oleh :
Nama :
Syallom Angelleno Hollyhe Riyadi
NIM : 20.13.2.149.091

Muhammad Faishol Riza


NIM : 20.13.2.149.070

M Faqih Zulkarnain
NIM : 20.13.2.149.117

M Priyo Tegar S
NIM : 20.13.2.149.091

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.

Makalah ini kami susun guna untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Epidemiologi. Dengan tersusunnya makalah ini kami sadar bahwa dalam
penyusunannya kami mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak
khususnya Bapak Dr. H. Miftahul Munir,S.KM,.M.Kes,.DIE selaku dosen mata kuliah
Epidemiologi yang telah memberikan tugas ini dan memberikan pengarahan kepada
kami dan teman-teman. Harapan kami dalam penyusunan makalah ini agar dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang epidemiologi.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki,
oleh karena itu saran dan kritikan dari para pembaca sangat di perlukan guna untuk
perbaikan dan penyempurnaan dalam pembuatan tugas asuhan keperawatan
selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Tuban, 03 April 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus..............................................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................................7
1.4.1 Manfaat Teoritis............................................................................................................7
1.4.2 Manfaat Praktis.............................................................................................................7
2.1.1 Definisi Varicella (Cacar Air).......................................................................................9
2.1.2 Ciri-ciri Penularan Penyakit Varicella (Cacar Air)........................................................9
2.1.3 Etiologi Varicella (Cacar Air).....................................................................................11
2.1.4 Pencegahan Varicella (Cacar Air)...............................................................................11
2.1.5 Tanda Gejala Varicella (Cacar Air).............................................................................12
2.1.7 Pathway Varicella (Cacar Air)....................................................................................15
2.1.9 Penatalaksanaan Varicella (Cacar Air)........................................................................17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Varicella (Cacar Air).........................18
2.2.2 Diagnosis Varicella (Cacar Air)..................................................................................22
2.2.3 Implementasi...............................................................................................................50
BAB III.......................................................................................................................................51
STUDI KASUS EQUILIBRIUM................................................................................................51
3.1 Studi kasus.......................................................................................................................51
3.2 Contoh realita..................................................................................................................51
3.3 Penyelesaian...................................................................................................................52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular adalah penyakit infeksi yang dapat berpindah atau menyebar
ke orang lain, penyebaran penyakit disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri,
virus, jamur, atau parasit Darwin, (2018). Penyebaran penyakit menular menjadi suatu
kegundahan juga menjadi suatu ancaman bagi masyarakat, karena penyakit menular

3
umumya bersifat dadakan tanpa disadari dan dapat menyerang seluruh lapisan
masyarakat dalam waktu tertentu, penyebaran penyakit menular dapat ditularkan
secara langsung maupun tidak langsung.(Ana Solikah, 2019). Varicella merupakan
salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak langsung.
Varicella juga disebut dengan chickenpox, di Indonesia sendiri sering dikenal
dengan sebutan cacar air. Menurut Theresia & Hadinegoro, (2016) mengatakan bahwa
cacar air termasuk jenis penyakit menular yang menjangkit manusia, Varisela dapat
mengenai semua kelompok umur termasuk neonatus, tetapi hampir 90% kasus
menyerang anak dibawah umur 10 tahun dan paling banyak pada umur 5 hingga 9
tahun tidak terkecuali pada usia dewasa ada juga yang terjangkit penyakit varicella
atau cacar air tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh Virus Varicella Zoster (VZV).
Infeksi varicella sendiri biasanya memiliki keparahan rendah. Prevalensi serologis
meningkat dengan bertambahnya usia, mulai dari 86% di antara anak-anak usia 6
hingga 11 tahun hingga 99,9% di antara orang dewasa yang berusia 40 tahun atau
lebih (Margha & Wardhana, 2020)
Cacar air disebabkan oleh infeksi suatu virus yang bernama virus varicella
zoster (VZV) yang dapat disebarkan oleh manusia melalui cairan, selain dari cairan
percikan ludah juga dari cairan yang berasal dari vesikel kulit orang yang menderita
penyakit cacar air. (Ana Solikah, 2019). Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk
bagian dari alphaherpes yang merupakan sebagai jenis virus imunogenik, sehingga
menjadi penyakit endemik akut yang umum sering menyerang manusia (Sanglah et
al., 2021). Freer & Pistello, (2018) menyatakan bahwa Infeksi varisela bersifat
pandemik dan sangat menular. Penularan dari droplet saluran pernafasan dari
seseorang yang

4
terinfeksi virus fase akut, virus yang bergabung dengan udara atau kontak langsung
dengan penderita melalui lesi pada kulit.

Perkiraan beban penyakit tahunan global karena varicella adalah substansial


menurut WHO, (2014) memperkirakan beban penyakit varicella tiap tahunnya
mencapai 4,2 juta komplikasi, termasuk 4.200 kematian. Walaupun begitu, angka ini
masih lebih rendah dibandingkan kematian akibat penyakit menular lain seperti
campak, pertussis, dan rotavirus (Vos et al., 2020). Angka insidensi dan prevalensi
serologis cacar air di Indonesia kurang diperhatikan, sehingga Margha & Wardhana,
(2020) dalam penelitiannya menyatakan bahwa epidemiologis varicella di Indonesia
penting dilakukan, hal tersebut disampaikan juga dalam penelitian Sely et al., (2021)
bahwa di Indonesia tidak banyak penelitian yang mencatat kasus Varicella atau cacar
air. Margha & Wardhana, (2020) menyatakan dalam penelitiannya di RSUP Sanglah,
Denpasar, Bali. Terdapat 56 orang yang terinfeksi varicella.

Penyakit cacar air ditandai dengan munculnya gejala yaitu sakit kepala,
demam, kelelahan ringan kemudian diikuti dengan munculnya ruam pada kulit dan
rasa gatal (Wicaksono et al., 2019), dan munculnya fase prodromal dengan klinis
gejala demam dan malaise diikuti erupsi dan muncul rash/ruam yang khas (Rosyidah
& Anam, 2020). Theresia & Hadinegoro, (2016) mengatakan bahwa meskipun gejala
klinis varisela tidak berat namun pada remaja, orang dewasa dan anak dengan status
imunitas menurun dapat meningkatkan angka kesakitan hingga kematian.

Sely et al., (2021) dalam penelitiinya menyatakan bahwa sangat sedikit sekali
angka kematian terjadi akibat penyakit cacar ini bahkan tergolong kecil, kecuali
adanya komplikasi. Rosyidah & Anam, (2020) menyebutkan bahwa kematian akibat
penyakit varicella atau cacar air dipengaruhi karena komplikasi yang timbul,
komplikasi umum yaitu infeksi sekunder oleh Staphylococcus atau Streptococcus,
komplikasi lain bisa ke organ target karena infeksi varisela bersifat sistemik, dan
komplikasi akut dari varisela bisa berupa sepsis bakteri, pneumonia, ensefalitis, dan
komplikasi perdarahan, serta komplikasi berat bahkan dapat menyebabkan kematian
pada kondisi imun sangat rendah. Sehingga perlu pengendalian kusus untuk
mengatasi penyeberan penyakit varicell ata cacar air tersebut.

Penularan kasus cacar air banyak menyerang terutama pada anak-anak, sifat
penularan yang begitu cepat sehingga dibutuhkan suatu cara pengendalian dalam

5
penyebaran penyakit cacar air supaya tidak menjadi wabah di masyarakat. Salah satu
pengendalian penularan cacar dengan pemberlakuan program vaksinasi, yang dimana
pemberian vaksin dalam tubuh bertujuan sebagai kekebalan aktif pada suatu penyakit.
Menurut CDC, (2018) vaksinasi dapat diberikan pada anak-anak yang berusia 12
bulan hingga 12 tahun, orang-orang yang berusia 13 tahun atau lebih yang belum
mendapat vaksin ini sebelumnya, dan seseorang yang belum pernah terjangkit cacar
air, harus diberikan 2 dosis dengan jarak minimum 28 hari. Diketahui tidak
didapatkan risiko akibat pemberian vaksin cacar air seperti halnya vaksin yang lain.

Penelitian ini dilakukan di RS WAVA HUSADA pada anak usia 10 bulan yang
terdiagnosis cacar air (varicella) di ruangan rawat inap C. Saat dilakukan pengkajian
klien terus mengeluhkan nyeri terasa panas, gatal. Sebelum mengalami cacar air klien
sempat demam dan timbul bintik-bintik kemerahan di area punggung saja, penyebaran
di sekujur tubuh waktu pasien MRS. Hasil observasi tubuh klien mengalami ruam
kemerahan dan terdapat bintik-bintik berisi cairan (vesikel), pasien juga terlihat susah
tidur, menangis dan rewel. Untuk mengatasi rasa sakit pada pasien, dokter
menyarakan untuk dilakukan tindakan pengobatan berupa zalf acyclovir. Tindakan
pemberian zalf ini dalakukan 3x sehari di ruang rawat inap isolasi, dan perawat
memberikan edukasi terkait rawat luka pada keluarga pasien untuk mengurangi risiko
infeksi.

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan yang dapat diberikan pada anak M dengan


masalah varicella atau cacar air di Ruang Rawat Inap C Rumah Sakit Wava
Husada Kepanjen ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penulisan karya ilmiah akhir Ners (KIAN) ini bertujuan untuk


melakukan analisa terhadap kasus kelolaan pada pasien varicella/cacar air
pada Pasien An. M dengan varicella atau cacar air di Ruang Rawat Inap C
Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

6
a) Melakukan pengkajian dalam asuhan keperawatan pada pasien An. M
dengan indikasi varicella/cacar air di Ruang Rawat Inap C Rumah Sakit
Wava Husada Kepanjen.

b) Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien An. M dengan indikasi


varicella/cacar air di Ruang Rawat Inap C Rumah Sakit Wava Husada
Kepanjen.

c) Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien An. M dengan


indikasi varicella/cacar air di Ruang Rawat Inap C Rumah Sakit Wava
Husada Kepanjen.

d) Melakukan tindakan keperawatan serta perawatan luka dan kulit pada


pasien An. M dengan varicella/cacar air di Ruang Rawat Inap C Rumah
Sakit Wava Husada Kepanjen.

e) Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien An. M dengan


varicella/cacar air di Ruang Rawat Inap C Rumah Sakit Wava Husada
Kepanjen.

1.4 Manfaat Penelitian

Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini diharapkan dapat bermanfaat
dalam dua aspek yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai sarana untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan


pengalaman yang baru bagi perawat ners dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien varicella/cacar air.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi rumah sakit, Penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat
memberi masukan atau saran dalam merencanakan asuhan keperawatan
pada pasien indikasi varicella/cacar air supaya tidak timbul masalah
baru.

7
2. Bagi institusi pendidikan, Hasil studi kasus ini diharapkan bermanfaat
bagi pembaca dan dapat diaplikasikan oleh mahasiswa perawat dalam
intervensi keperawatan secara mandiri.
3. Manfaat pasien, Dapat menambah ilmu pengetahuan pada ibu pasien
dalam menurunkan angka penularan varicella/cacar air pada orang lain
dan dapat memberikan inovasi baru bagi ibu pasien yang dapat
diterapkan.
4. Bagi perawat, Sebagai salah satu dasar untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama dalam memberikan intervensi keperawatan
mandiri serta mengembangkan keterampilan perawat dalam pelaksanaan
tindakan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Varicella (Cacar Air)

2.1.1 Definisi Varicella (Cacar Air)

Varisela (chickenpox) atau biasa yang dikenal dengan sebutan


cacar air merupakan infeksi primer virus varicella zoster (VZV) yang
umumnya dapat menyerang anak-anak dan penyakit yang sangat
menular (Theresia & Hadinegoro, 2016). Hal ini disebabkan oleh
Varicella Zoster Virus, virus yang tergolong bagian dari alphaherpes
merupakan jenis dari virus imunogenik. Sebagai penyakit endemik
akut yang paling umum yang menyerang manusia (Sanglah et al.,
2021). Cacar air di prediksi sering menjangkit pada saat pergantian
musim, musim panas ke musim penghujan ataupun sebaliknya.
Penyakit cacar air sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan
sangat menular, dibandingkan dengan gondong (parotitis) lebih
menular cacar air, akan tetapi kurang menular jika dibandingkan
dengan campak (measles) (Sely et al., 2021).

2.1.2 Ciri-ciri Penularan Penyakit Varicella (Cacar Air)

Penyakit cacar air mempunyai ciri yang sangat khas yaitu


ditandai dengan timbulnya benjolan kecil mirip bisul namun kecil
disertai dengan air didalamnya belapis tipis atau biasanya disebut
dengan plentingan. Dalam bahasa medis biasa disebut vesikel atau
vesikula. Pada awalnya timbuk kemerahan pada kulit, kemudian
berubah menjadi bintik-bintik berisi cairan yang menyebar keseluruh
tubuh bahkan pada bagian mata, hidung, hingga rongga mulut. Cairan
vesikel lama-kelamaan akan berubah menjadi keruh. Pada hari ke 3-
4, vesikel tersebut menyebar keseluruh tubuh dan menimbulkan rasa
gatal. Cairan tersebut dapat dicegah dengan cara diberikan vaksin
sehingga muncul kekebalan sekitar 2 minggu setelah vaksinasi.
Vaksin cacar air terbuat dari virus varicella (oka strain) yang
diperlemah. Vaksin ini dikembangkan pertama kali oleh Prof
9
Takahashi di Jepang pada tahun 1971. Vaksin tersebut merupakan
vaksin Varisela pertama di dunia dan menjadi awal mula vaksin -
vaksin

10
varisela yang lain. Kinerja dari pengobatan penyakit ini adalah dengan cara
membunuh semua penyebab penyakit cacar air (Yanti & Santiyasa, 2015).

2.1.3 Etiologi Varicella (Cacar Air)

Menurut Ana Solikah, (2019) menyatakan bahwa penyebab cacar air adalah
karena infeksi virus yang disebut virus varicella zoster (VZV), virus yang ditularkan
oleh manusia melalui percikan air liur atau dari cairan yang berasal dari lepuh kulit
orang yang menderita cacar air. Seseorang yang terinfeksi virus cacar air varicella
zoster dapat berhasil menularkan cacar air kepada orang lain di sekitarnya, yang
ditandai dengan munculnya lepuh pada kulit hingga lepuh kulit yang terakhir
mengering. Selain itu, ada juga beberapa penyebab cacar air, yaitu:

a) Kontak langsung dengan penderita cacar air

b) Paparan cairan dari penderita cacar air, seperti keringat, bersin dan batuk.

c) Memegang atau menyentuh secara langsung atau tidak langsung barang-


barang yang sebelumnya digunakan oleh penderita cacar air

Ada beberapa faktor yang membuat seseorang rentan terkena penyakit cacar.
Diantaranya adalah:

a) Belum pernah menderita cacar air sebelumnya.

b) Belum pernah divaksinasi cacar air terutama diberikan pada ibu hamil karena
hal ini akan sangat berguna untuk melindungi janin
c) Berada di ruangan tertutup selama lebih dari satu jam dengan penderita cacar
air, hal ini akan memudahkan virus menginfeksi Anda melalui udara bersama
d) Daya tahan tubuh terhadap serangan cukup lemah, sehingga virus mudah
diserang
e) Tinggal di bawah satu atap dengan anak-anak yang berusia kurang dari
10 tahun

2.1.4 Pencegahan Varicella (Cacar Air)

Beberapa cara dalam pencegahan penyebaran penyakit varicella (cacar air) menurut
(Fay, 2014) mengatakan bahwa:

11
Vaksin cacar air direkomendasikan untuk semua anak pada usia 18 bulan, serta
untuk anak-anak di tahun pertama sekolah menengah, jika mereka belum
menerima vaksin cacar air dan belum pernah menderita cacar air
Orang yang berusia 14 tahun ke atas yang kurang mempunyai kekebalan tubuh
yang baik juga disarankan untuk diberikan vaksin tersebut. Pemberian vaksin
adalah 2 dosis, diantaranya sampai bulan. Vaksin ini sangat disarankan khususnya
bagi orang yang mempunyai risiko tinggi, seperti petugas kesehatan, orang yang
tinggal dengan atau dengan anak kecil, wanita yang berencana hamil, dan kontak
rumah tangga yang mengalami imunosupresi.
c) Mulut dan hidung penderita cacar air harus ditutup saat batuk atau bersin,
membuang tisu kotor ke tempat sampah tertutup, mencuci tangan dengan benar
menggunakan sabun tangan yang baik dan tidak berbagi peralatan makan,
makanan atau gelas.

Wanita hamil harus mengisolasi diri dari siapa pun yang menderita cacar air atau
herpes zoster dan harus mengunjungi dokter jika mereka telah melakukan kontak
dekat dengan seseorang yang menderita penyakit tersebut
Anak-anak yang menderita penyakit leukimia atau kekurangan imunitas atau
sedang menjalani kemoterapi harus menahan diri dari siapapun yang menderita
cacar air atau ruam saraf . Kuman cacar air dapat menyebabkan infeksi yang lebih
parah pada anak-anak tersebut
Dinjurkan untuk Mengkonsumsi makanan bergizi, Makanan bergizi membuat
tubuh sehat dan memiliki stamina yang kuat sehingga dapat menangkal infeksi
kuman penyakit
g) Mencegah diri dari dekat dengan sumber penularan cacar air, Imunoglobulin
varicella zoster dapat mencegah (atau setidaknya meringankan) terjadinya cacar
air, jika diberikan dalam waktu maksimal 96 jam sebelum paparan. dan juga
untuk bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar air beberapa waktu sebelum
atau sesudah melahirkan
2.1.5 Tanda Gejala Varicella (Cacar Air)
Menurut Ana Solikah, (2019) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tanda
gejala varicella/cacar air seperti :

a) Awalnya penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah,
lesu, dan lemas. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.Pada kasus yg lebih

12
berat,

13
bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian,
muncul kemerahan kecil pada kulit, yang biasanya pertama kali ditemukan di
sekitar dada dan perut atau punggung dan kemudian muncul di kaki dan
wajah.

b) Kemerahan pada kulit ini kemudian berubah menjadi lentingan berisi cairan
dengan dinding tipis, ruam kulit mungkin sangat menyakitkan atau gatal
sehingga penderita tidak sengaja menggaruknya, jika lentingan ini dibiarkan,

infeksi primer virus varicella-zoster (VZV), yang umumnya menyerang anak-anak


dan merupakan penyakit yang sangat menular. Virus masuk dan menginfeksi melalui
kontak langsung dari lesi pada kulit atau melalui droplet sekret pernapasan kemudian
masuk ke regional lymph nodes. Replikasi virus terjadi di regional lymph nodes
selama 2-4 hari diikuti dengan viremia primer. Infeksi primer menyebabkan
respon imun
14
humoral melalui produksi imunoglobulin (Ig) A, IgM, dan IgG anti-Varicella Zoster
Virus antibodi yang kemudian berguna sebagai perlindungan terhadap infeksi ulang.
Sekitar 250-500 benjolan akan muncul dan menyebar ke seluruh tubuh,
termasuk wajah, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata, termasuk bagian tubuh yang
paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu, lesi ini akan mengering dan
disertai rasa gatal, dalam 1-3 minggu bekas pada kulit yang mengering hilang.
Virus Varicella Zoster yang menyebabkan cacar air ditularkan dari satu orang
ke orang lain melalui percikan air liur dari batuk atau bersin yang terinfeksi dan
ditularkan melalui udara atau melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui paru-paru dan menyebar ke tubuh
melalui kelenjar getah bening
Setelah melewati masa 14 hari virus ini akan menyebar dengan cepat ke
jaringan kulit. Memang penyakit ini pasti dialami pada masa kanak-kanak dan
dewasa. Karena seringkali orang tua membiarkan anaknya terkena cacar air sejak usia
dini. Varicella umumnya menyerang anak-anak. Di negara empat musim, 90% kasus
varicella terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini umumnya tidak
begitu parah

15
2.1.7 Pathway Varicella (Cacar Air)

VIRUS VARICELLA ZOSTER

Percikan ludah yang Bersentuhan langsung


berasal dari batu/bersin dengan penderita
penderita varicella
Masuk ke saluran
pernafasan bagian atas

Hipertermi Gangguan intregitas


kulit
Risiko infeksi
Termogulasi tubuh Virus varicella
menigkat menginfeksi makrofag
dan melakukan replikasi Vesikel pecah
(Suhu tubuh meningkat)
(efek gangguan dari luar,
(digaruk))
Virus menginfeksi sel >
Merangsang pelepasan
Virus menyebar ke Virus menyebar ke kulit
pirogen endogen >
seluruh tubuh melalui dan mukosa > virus
Mempengaruhi pelepasan
peredaran darah bereplikasi di
mediator kimia
epidermis > menginfeksi
kapiler endotel pada
lapisan dermis >
Dilatasi pembuluh darah menyebar ke sel epitel
sistemik > Pembuluh dermis > menyeber ke
darah otak dilatasi > folikel kulit dan glandula
Volume otak sebasea > Terjadi erupsi
meningkat > Tekanan pada kulit > Terbentuk
inkranial meningkat papula eritematosa >
muncul vesikel pada
Gangguan Pola Tidur permukaan kulit ( 8-12
jam)

Nyeri Kepala
Terjadi ulkus pada
mukosa > Kehilanagan
Nyeri Akut nafsu makan
Gangguan Rasa Nyaman

Defisit nutrisi
Bradikinin > Merangang
Reseptor nyeri > Respon
nyeri > Nyeri bagian Anoreksia
tubuh karena aktivitas

16
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Varicella (Cacar Air)
Menurut Rosyidah & Anam, (2020) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, terdapat keluhan demam, malaise, dan sakit kepala.
Kemudian diikuti munculnya lesi kulit berupa papula eritematosa yang dalam
beberapa jam berubah menjadi vesikel dan disertai rasa gatal. Dalam hal ini juga
terdapat faktor risiko kontak dengan penderita varisela lain di sekolah. Sedangkan
pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda patognomonik yang khas dari varisela.
Investigasi dilakukan jika timbul komplikasi.
Menurut Wijanarko, (2021) menyebutkan bahwa ada beberapa pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan apabila terdapat komplikasi :

1. Pemeriksaan Tzank smear untuk mengetahui adanya sel datia berinti banyak.
Hal ini dilakukan dengan mengikis dasar vesikel, membuat apusan
menggunakan pewarnaan Giemsa, Hematoxylin Eosin, atau pewarnaan
lainnya.1,2 Pemeriksaan ini tidak spesifik dengan sensitivitas 60%.

2. Pemeriksaan dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR)


merupakan pemeriksaan diagnostik terbaik dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang baik, serta hasil yang cepat (satu hari atau kurang). Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mencari DNA VVZ dari cairan vesikel (spesimen terbaik)
atau spesimen lain (pengikisan lesi, krusta, biopsi jaringan, darah, air liur,
atau cairan serebrospinal), 1-4 PCR dapat membedakan VVZ dari virus
herpes simpleks, atau membedakan strain liar dari strain vaksin Oka.

3. Pemeriksaan kultur VZV adalah standar emas untuk mendiagnosis varisela.


Isolasi virus dapat dilakukan dalam 1-2 hari setelah timbulnya ruam. kultur
membutuhkan waktu satu minggu atau lebih. Sensitivitas kultur lebih rendah
dari PCR. Kultur dapat digunakan untuk menentukan sensitivitas terhadap
antivirus. Spesimen diaspirasi dari vesikel baru dengan cairan bening. Risiko
kegagalan meningkat setelah vesikel menjadi pustula, dan tidak pernah
diisolasi dari kerak.

4. 4. Histopatologi juga dapat dilakukan di mana varicella dapat ditemukan


akantosis, degenerasi balon, badan inklusi intranuklear eosinofilik
(asidofilik), dan sel raksasa berinti banyak (akibat fusi sel epitel yang
terinfeksi dengan sel
17
sekitarnya). Pada dermis dapat ditemukan edema dan infiltrat sel
mononuklear. Pemeriksaan dengan imunofluoresensi atau pewarnaan
imunoperoksidase dari bahan seluler vesikel baru atau prevesikular dapat
mendeteksi VVZ lebih sering daripada kultur.

5. EPemeriksaan serologis digunakan untuk membuat diagnosis secara


retrospektif dengan membandingkan serum akut dan serum penyembuhan.2
Tes ini jarang dilakukan, dan biasanya dilakukan untuk pasien rentan yang
merupakan kandidat untuk isolasi atau profilaksis. Tes serologis dapat
dilakukan dengan fase padat enzymelinked immunosorbent assay,
fluorescent-antibody to membrane antigen of VZV, atau latex aglutination
test. Beberapa tes tambahan adalah tes darah perifer, yang dapat
mengungkapkan penurunan leukosit.1 Mungkin juga ada peningkatan
moderat pada enzim hati .

2.1.9 Penatalaksanaan Varicella (Cacar Air)


Penatalaksanaan menurut Wijanarko, (2021) secara umum yaitu :

1. Pertahankan kebersihan yang baik termasuk mandi setiap hari, perawatan kulit
yang cermat, dan pemangkasan kuku.

2. Pengobatan topikal dapat menggunakan bedak untuk mencegah pecahnya


vesikel terlalu dini, dapat ditambahkan zat anti gatal (menthol, kamper).

3. Antibiotik topikal dapat digunakan jika ada infeksi sekunder.

4. Pengobatan sistemik berupa antivirus analog nukleosida (guanosin analog),


yaitu asiklovir dan pensiklovir. Valasiklovir (ester valin dari asiklovir) dan
famsiklovir (prodrug pensiclovir) diserap lebih baik dan dalam tingkat darah
yang lebih tinggi, sehingga lebih disukai dalam pengobatan varisela daripada
asiklovir. Pemberian terapi dalam waktu 24 jam dari onset mengurangi waktu
pengerasan kulit, keparahan penyakit, durasi gejala dan demam. Dosis yang
dapat diberikan pada remaja (≥ 40 kg) dan orang dewasa adalah valasiklovir
1 g per oral (PO) setiap 8 jam selama 7 hari, atau famsiklovir 500 mg po setiap
8 jam selama 7 hari, atau asiklovir 800 mg po 5 kali/ hari. selama 7 hari.

5. Lini kedua adalah foscarnet (analog dari pirofosfat) terutama untuk kasus
VVZ yang tahan nukleosida. Baris ketiga adalah cidofovir. Pada kasus

18
dengan

19
komplikasi pneumonia, asiklovir (dalam 36 jam rawat inap) dapat diberikan
10- 15 mg/kgBB secara intravena (iv) setiap 8 jam selama 7-10 hari serta
bantuan pernapasan. Komplikasi lain seperti ensefalitis, meningoensefalitis,
mielitis, dan komplikasi okular juga diobati dengan asiklovir IV.

6. Sedangkan terapi simtomatik dapat berupa analgesik antipiretik dan


antihistamin (dengan efek sedatif atau sedatif) untuk pruritus. Antibiotik oral
dapat diberikan jika ada infeksi sekunder.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Varicella (Cacar Air)

2.2.1 Pengkajian

Menurut Purwanto, (2016) Pengkajian keperawatan pada pasien meliputi :


1. Identitas atau biodata
Dalam identitas hal-hal yang perlu dikaji antara lain nama pasien, alamat pasien,
usia pasien biasanya mencakup semua usia dari anak-anak hingga dewasa,
tanggal masuk ke rumah sakit penting untuk ditinjau untuk melihat kemajuan
pengobatan, penanggung jawab pasien sehingga pengobatan dapat dilakukan
dengan persetujuan pasien dan penyedia layanan kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan


kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah
yang terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun
simpleks.

b) Riwayat penyakit sekarang

Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga
terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami demam.

c) Riwayat penyakit keluarga

Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman
dekat yang terinfeksi virus ini.

d) Riwayat penyakit dahulu


20
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini

e) Riwayat psikososial

Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam
keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.
Pola Kehidupan

Aktivitas dan istirahat

Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
Pola nutrisi dan metabolik

Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan,


anoreksia.
Pola aktifitas dan latihan

Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola akifitas
pasien.
Pola hubungan dan peran

Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya


gangguan citra tubuh.

1.2.2Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik

Keadan umum

Tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital pasien


b) Head toe toe

a. Kepala : Bentuk kepala dan kulit kepala

b. Rambut : Warna rambut hitam, tidak ada bau pada


rambut, keadaan rambut tertata rapi

21
c. Mata : Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri
tekan, tidak ada penurunan penglihatan.

d. Hidung : Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat


secret, tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia. Anosmia,
parosmia, kakosmia

e. Telinga :

 Inspeksi :

Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan


keloid.

Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya


benda asing.

 Palpasi : Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan


pada otitis media dan mastoidius.

 Inspeksi : Bentuk normal/simetris, benjolan

f. Mulut dan gigi : Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna


gusi merah muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.

g. Leher : Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar


tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri
tekan.

h. Thorak :

 Bentuk : simetris

 Pernafasan : regular

 Tidak terdapat otot bantu pernafasan

 Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa /


benjolan, tidak terdapat tanda tanda asites, tidak terdapat
pembesaran hepar

 Perkusi : suara abdomen

22
j. Reproduksi : Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagianglans penis, batang penis, uretra, dan
daerah anus. Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu
diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus
vagina, dan serviks Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran /

23
`

2.2.2 Diagnosis Varicella (Cacar Air)

Adapun perencanaan pengambilan diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi berdasarkan buku Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), buku Standart Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2016), dan buku
Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016). Berikut diagnosa berserta rencana intervensi yang dapat diambil
pada diagnosa medis anak dengan varicella/cacar air.
Diagnosa Luaran Intervensi
Nyeri Akut : D.0077 Tingkat nyeri : L.08066 Intervensi Utama
(pengalaman sensorik
(Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan atau emosional yang  Manajemen Nyeri (I. 08238)
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset berkaitan dengan 1. Observasi
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang kerusakan jaringan aktual
berlangsung kurang dari 3 bulan) atau fungsional, dengan  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
onset mendadak atau kualitas, intensitas nyeri
Penyebab lambat dan berintensitas  Identifikasi skala nyeri
ringan hinga berat dan
 Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, konstan)
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
neoplasma)
memperingan nyeri
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan) Ekspektasi : Menurun
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, Kriteria hasil :
tentang nyeri
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan 1. Kemampuan
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
fisik berlebihan) menuntaskan aktivitas
respon nyeri
2. Keluhan nyeri

24
3. Meringis  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
4. Sikap protektif hidup
Gejala dan Tanda Mayor 5. Gelisah  Monitor keberhasilan terapi komplementer
6. Kesulitan tidur yang sudah diberikan
Subjektif 7. Menarik diri  Monitor efek samping penggunaan
8. Berfokus pada diri analgetik
(tidak tersedia) sendiri
9. Diaforesis 2. Terapeutik
10. Perasaan depresi
(teterkan)  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Objektif 11. Perasaan takut mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
mengalami cidera hypnosis, akupresur, terapi musik,
1. Tampak meringis berulang biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri) 12. Anoreksia teknik imajinasi terbimbing, kompres
3. Gelisah 13. Perineum terasa hangat/dingin, terapi bermain)
4. Frekuensi nadi meningkat tertekan  Control lingkungan yang memperberat rasa
5. Sulit tidur 14. Uterus teraba nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
membulat kebisingan)
15. Ketegangan otot  Fasilitasi istirahat dan tidur
16. Pupil dilatasi  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
gejala dan Minor dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
17. Muntah
18. Mual
Subjektif 3. Edukasi
19. Frekuensi nadi
20. Pola nafas
(tidak tersedia)  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
21. Tekanan darah
nyeri
22. Proses berpikir

25
23. Fokus  Jelaskan strategi meredakan nyeri
24. Fungsi berkemih  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Objektif 25. Perilaku  Anjurkan menggunakan analgetik secara
26. Nafsu makan tepat
1. Tekanan darah meningkat 27. Pola tidur  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
2. pola napas berubah mengurangi rasa nyeri
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir terganggu 4. Kolaborasi
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
7. Diaforesis

 Pemberian Analgetik (I.08243)


Kondi Klinis Terkait
1. Observasi
1. Kondisi pembedahan
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
2. Cedera traumatis
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
3. Infeksi
intensitas, frekuensi, durasi)
4. Sindrom koroner akut
 Identifikasi riwayat alergi obat
5. Glaukoma
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik

26
 Monitor efektifitas analgesik

2. Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesik yang disukai


untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan

3. Edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

4. Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis


analgesik, sesuai indikasi

Intervensi pendukung

 Aromaterapi

27
 Dukungan hipnsis diri
 Dukungan pengungkapan kebutuhan
 Edukasi efek samping obat
 Edukasi manajemen nyeri
 Edukasi proses penyakit
 Edukasi teknik napas
 Kompres dingin
 Kompres hangat
 Konsultasi
 Latihan pernapasan
 Manajemen efek samping obat
 Manajemen kenyamanan lingkungan
 Manajemen medikasi
 Manajemen sedasi
 Manajemen terapi radiasi
 Pemantauan nyeri
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Pemberian obat itopikal
 Pengaturan posisi
 Perawatan amputasi
 Perawatan kenyamanan
 Teknik distraksi
 Teknik imajinasi terbimbing
 Terapi akupresur

28
 Terapi akupuntur
 Terapi bantuan hewan
 Terapi humor
 Terapi murottal
 Terapi musik
 Terapi pemijatan
 Terapi relaksasi
 Terapi sentuhan
 Transcutaneus electrical nerve stimulation
(TENS)

Hipertermia : D.0130 Termoregulasi : Intervensi utama


L.14134
(Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh) (pengaturan suhu tubuh  Hipertermia Hipertermia (I. 15506)
agar tetap berada pada 1. Observasi
Penyebab rentang normal)  Identifikasi penyebab hipertermia
 Monitor suhu tubuh
1. Dehidrasi Ekspetasi : Membaik  Monitor kadar elektrolit
2. Terpapar lingkungan panas Kriteria hasil :  Monitor haluaran urin
3. Proses penyakit (mis. infeksi, kanker) 1. Menggigil  Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 2. Kulit merah 2. Terapeutik
5. Peningkatan laju metabolisme 3. Kejang  Sediakan lingkungan yang dingin
6. Respon trauma 4. Akrosianosis  Longgarkan atau lepaskan pakaianbasahi
7. Aktivitas berlebihan 5. Konsumsi oksigen dan kipasi permukaan tubuh
8. Penggunaan inkubator 6. Piloreksi  Berikan cairan oral
7. Vasokonstriksi perifer  Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika

29
Gejala dan Tanda Mayor 8. Kutis memorata mengalami hiperhidrosiis
9. Pucat  Lakukan pendinginan eksternal
Subjektif 10. Takikardi  Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
11. Takipnea  Berikan oksigen
1. (tidak tersedia) 12. Bradikardi 3. Edukasi
13. Dasar kuku sianotik  Anjurkan tirah baring
Objektif 14. Hipoksia 4. Kolaborasi
15. Suhu tubuh  Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
1. Suhu tubuh diatas nilai normal 16. Suhu kulit intravena
17. Kadar glukosa darah
Gejala dan Tanda Minor
18. Pengisian kapiler  Regulasi temperatur (I.14578)
19. Ventilasi 1. Observasi
Subjektif
20. Tekanan darah  Monitor suhu stabil
 Monitor suhu tubuh tiap 2 jam
1. (tidak tersedia)
 Monitor tekanan darah, frekuensi
Objektif pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
1. Kulit merah  Monitor dan catat tanda dan gejala
2. Kejang hipotermia atau hipertermia
3. Takikardi 2. Terapeutik
4. Takipnea  Pasang alat pemantauan suhu kontinu, jika
5. Kulit terasa hangat perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
Kondisi Klinis Terkait adekuat
 Bedong bayi segera setelah lahir, untuk
mencegah kehilangan panas

30
1. Proses infeksi  Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic
2. Hipertiroid segera setelah lahir ( mis. bahan
3. Stroke polyethylene, poly urethane)
4. Dehidrasi  Gunakan topi bayi untuk memcegah
5. Trauma kehilangan panas pada bayi baru lahir
6. Prematuritas  Tempatkan bayi baru lahir di bawah
radiant warmer
 Pertahankan kelembaban incubator 50 %
atau lebih untuk mengurangi kehilangan
panas Karena proses evaporasi
 Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
 Hangatkan terlebih dahulu bhan-bahan
yang akan kontak dengan bayi (mis.
seelimut,kain bedongan,stetoskop)
 Hindari meletakkan bayi di dekat jendela
terbuka atau di area aliran pendingin
ruangan atau kipas angin
 Gunakan matras penghangat, selimut
hangat dan penghangat ruangan, untuk
menaikkan suhu tubuh, jika perlu
 Gunakan kasur pendingin, water
circulating blanket, ice pack atau jellpad
dan intravascular cooling catherization
untuk menurunkan suhu
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien

31
3. Kolaborasi
 Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion,heat stroke
 Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
 Demonstrasikan teknik perawatan metode
kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu

Intervensi pendukung
 Edukasi analgesia terkontrol
 Edukasi dehidrasi
 Edukasi pengukuran suhu tubuh
 Edukasi program pengobatan
 Edukasi terapi cairan
 Edukasi termoregulasi
 Kompres dingin
 Manajemen cairan
 Manajemen kejang
 Pemantauan cairan
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Pencegahan hipertermi keganasan

32
 Perawatan sirkulasi
 Promosi teknik kulit ke kulit

Gangguan intregitas kulit/jaringan : D.0129 Integritas Kulit : 1. PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan L.14125 (I.11353)
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
Keutuhan kulit (dermis
kapsul sendi dan /atau ligamen. dan/ epidermis) atau Observasi
Penyebab jaringan ( membran
mukosa, kornea, fasia,  Identifikasi penyebab gangguan integritas
1. Perubahan sirkulasi otot, tendon, tulang, kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
kartigalo, kapsul sendi status nutrisi, peneurunan kelembaban,
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan) dan/atau ligamen) suhu lingkungan ekstrem, penurunan
Ekspektasi meningkat mobilitas)
3. Kelebihan/kekurangan volume cairan Kriteria hasil :
1. Elastisitas Terapeutik
4. Penuruna mobilitas 2. Hidrasi
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
3. Perfusi jaringan
5. Bahan kimia iritatif  Lakukan pemijatan pada area penonjolan
4. Kerusakan jaringan
tulang, jika perlu
5. Kerusakan lapisan kulit
6. Suhu lingkungan yang ekstrem  Bersihkan perineal dengan air hangat,
6. Nyeri
terutama selama periode diare
7. Perdarahan
7. Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan 8. Kemerahan  Gunakan produk berbahan petrolium atau
tulang,gesekan) minyak pada kulit kering
9. Hematoma
 Gunakan produk berbahan ringan/alami
10. Pigmentasi abnormal
8. Efek samping terapi radiasi dan hipoalergik pada kulit sensitif
11. Jaringan parut
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
12. Nekrosis

33
9. Kelembaban 13. Abrasi kornea kulit kering
14. Suhu kulit
10. Proses penuaan 15. Sensasi Edukasi
16. Tekstur
11. neuropati perifer 17. Pertumbuhan rambut  Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
Lotin, serum)
12. Perubahan pigmentasi  Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
13. Perubahan hormonal  Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu
14. Kurang terpapar informasi tentang ektrime
upaya mempertahankan/melindungi  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
integritas jaringan minimal 30 saat berada diluar rumah

Gejala dan tanda mayor PERAWATAN LUKA( I.14564 )

Subjektif Observasi

(tidak tersedia)  Monitor karakteristik luka (mis:


drainase,warna,ukuran,bau
Objektif  Monitor tanda –tanda inveksi

1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan Terapiutik

Gejala dan tanda minor  lepaskan balutan dan plester secara


perlahan

34
Subjektif  Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
perlu
(tidak tersedia)  Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
2.Perdarahan  Bersihkan jaringan nekrotik
 Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
3.Kemerahan perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
4.Hermatoma  Pertahan kan teknik seteril saaat
perawatan luka
Obektif  Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
1.Nyeri  Jadwalkan perubahan posisi setiap dua
jam atau sesuai kondisi pasien
Kondisi klinis terkait
 Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
1.Imobilisasi
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral
2.Gagal jantung kongestif
(mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
3.Gagal ginjal
 Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
4.Diabetes melitus
Edukasi
5.Imunodefisiensi (mis.AIDS)
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi

35
Keterangan  Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
 Dispesifikkan menjadi kulit atau jaringan  Ajarkan prosedur perawatan luka secara
 Kulit hanya terbatas pada deremis dan epidermis,sedangkan mandiri
jaringan meliputi tidak hanya kulit tetapi juga
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul Kolaborasi
sendi dan/atau ligamen
 Kolaborasi prosedur debridement(mis:
enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Resiko Infeksi : D.0142 Tingkat infeksi : Intervensi utama


L.14137
(Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme (derajat infeksi  Manajemen imunisasi/vaksinasi (I.
patogenik) bedasarkan observasi 14508)
atau sumber informasi) 1. Observasi
Faktor Risiko  Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat
Ekspektasi : menurun alergi
1. Penyakit kronis (mis. diabetes. melitus). Kriteria hasil :  Identifikasi kontraindikasi pemberian
2. Efek prosedur invasi. 1. Kebersihan tangan imunisasi
3. Malnutrisi. 2. Kebersihan badan  Identifikasi status imunisasi setiap
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan. 3. Nafsu makan kunjungan ke pelayanan kesehatan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : 4. Demam 2. Terapeutik
 Gangguan peristaltik, 5. Kemerahan  Berikan suntikan pada pada bayi dibagian

36
Kerusakan integritas kulit,
 6. Nyeri paha anterolateral
 Perubahan sekresi pH, 7. Bengkak  Dokumentasikan informasi vaksinasi
 Penurunan kerja siliaris, 8. Vesikel  Jadwalkan imunisasi pada interval waktu
 Ketuban pecah lama, 9. Cairan berbau busuk yang tepat
 Ketuban pecah sebelum waktunya, 10. Sputum berwarna 3. Edukasi
 Merokok, hijau  Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
 statis cairan tubuh. 11. Drainase purulen terjadi, jadwal dan efek samping
6. Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder : 12. Puina  Informasikan imunisasi yang diwajibkan
13. Periode malaise pemerintah
 14. Periode menggigil  Informasikan imunisasi yang melindungi
 Penurunan homolobin, 15. Letargi terhadap penyakit namun saat ini tidak
 Imununosupresi, 16. Gangguan kognitif diwajibkan pemerintah
 Leukopenia, 17. Kadar sel darah putih  Informasikan vaksinasi untuk kejadian
 Supresi respon inflamasi, 18. Kultur darah khusus
 Vaksinasi tidak adekuat. 19. Kultur urin  Informasikan penundaan pemberian
20. Kultur sputum imunisasi tidak berarti mengulang jadwal
21. Kultur area luka imunisasi kembali
22. Kultur feses  Informasikan penyedia layanan pekan
Kondisi Klinis Terkait imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis
1. AIDS.
2. Luka bakar.
3. Penyakit paru obstruktif.
 Pencegahan infeksi (I.14539)
4. Diabetes melitus.
1. Observasi
5. Tindakan invasi.
 Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat
6. Kondisi penggunaan terapi steroid.
alergi

37
7. Penyalahgunaan obat.  Identifikasi kontraindikasi pemberian
8. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW). imunisasi
9. Kanker.  Identifikasi status imunisasi setiap
10. Gagal ginjal. kunjungan ke pelayanan kesehatan
11. Imunosupresi. 2. Terapeutik
12. Lymphedema.  Berikan suntikan pada pada bayi dibagian
13. Leukositopedia. paha anterolateral
14. Gangguan fungsi hati.  Dokumentasikan informasi vaksinasi
 Jadwalkan imunisasi pada interval waktu
yang tepat
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan efek samping
 Informasikan imunisasi yang diwajibkan
pemerintah
 Informasikan imunisasi yang melindungi
terhadap penyakit namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
 Informasikan vaksinasi untuk kejadian
khusus
 Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
 Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan vaksin
gratis

38
Intervensi pendukung
 Dukungan pemeliharaan rumah
 Dukungan perawatn diri : mandi
 Edukasi pencegahan luka tekan
 Edukasi seksualitas
 Induksi persalinan
 Latihan batuk efektif
 Manajemen jalan napas
 Manajemen lingkungan
 Manajemen nutrisi
 Manajemen medikasi
 Pemantauan elektrolit
 Pemantauan nutrisi
 Pemantauan tanda vital
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Pencegahan luka tekan
 Pengaturan posisi
 Perawatan amputasi
 Perawatan area insisi
 Perawatan kehamilan resiko tinggi
 Perawatan luka
 Perawatan luka bakar

39
 Perawatan luka tekan
 Perawatan pascapersalinan
 Perawatan perineum
 Perawatan persalinan
 Perawatan persalinan resiko tinggi
 Perawatan selang
 Perawatan selang dada
 Perawatan selang gastrointestinal
 Perawatan selang umbilikal
 Perawatan sirkumsisi
 Perawatan skin graft Perawatan terminasi
kehamilan

Gangguan Rasa Nyaman : D.0074 Status kenyamanan : Intervensi utama


(Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi L.08064  Manajemen nyeri (I. 08238)
fisik, psikospirtual, lingkungan dan sosial) (keseluruhan rasa 1. Observasi
nyaman dan aman secara
Penyebab fisik, psikologis,  lokasi, karakteristik, durasi,
spiritual, sosial, budaya frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Gejala penyakit dan lingkungan)  Identifikasi skala nyeri
2. Kurang pengendalian situasional/lingkungan  Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Ketidakaekuatan sumber daya mis (mis. dukungan finansial, Ekspektasi : meningkat  Identifikasi faktor yang memperberat dan
sosial dan pengetahuan) Kriteria hasil : memperingan nyeri
4. Kurangnya privasi 1. Kesejahteraan fisik  Identifikasi pengetahuan dan
5. Gangguan stimulus lingkungan 2. Kesejahteraan keyakinan tentang nyeri
6. Efek samping terapi (mis. medikasi, radiasi, kemoterapi) psikologis

40
7. Gangguan adaptasi kehamilan 3. Dukungan sosial dari  Identifikasi pengaruh budaya
keluarga terhadap respon nyeri
4. Dukungan sosial dari  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
teman hidup
Gejala dan Tanda Mayor 5. Perawatan sesuai  Monitor keberhasilan terapi komplementer
kebutuhan yang sudah diberikan
Subjektif 6. Kebebasan melakukan  Monitor efek samping penggunaan
ibadah analgetik
1. mengeluh tidak nyaman 7. Rileks
8. Keluhan tidak nyaman 2. Terapeutik
9. Gelisah
10. Kebisingan  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Objektif mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
11. Keluhan sulit tidur
12. Keluhan kedinginan hypnosis, akupresur, terapi musik,
1. Gelisah biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
13. Keluhan kenyamanan
14. Gatal mual teknik imajinasi terbimbing, kompres
15. Lelah hangat/dingin, terapi bermain)
16. Merintih  Control lingkungan yang memperberat rasa
Gejala dan Tanda Minor
17. Menangis nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
18. Iritabilitas kebisingan)
Subjektif
19. Menyalahkan diri  Fasilitasi istirahat dan tidur
sendiri  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
1. Mengeluh sulit tidur
20. Konfusi dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan 21. Konsumsi alkohol
3. Eduaksi
4. Merasa gatal 22. Penggunaan zat
23. Percobaan bunuh diri

41
5. Mengeluh mual 24. Memori masa lalu
6. Mengeluh lelah 25. Suhu ruangan  Jelaskan penyebab, periode, dan
26. Pola eliminasi pemicu nyeri
27. Postur tubuh  Jelaskan strategi meredakan nyeri
28. Kewaspadaan  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Objektif 29. Pola hidup  Anjurkan menggunakan analgetik secara
30. Pola tidur tepat
1. Menunjukan gejala distres  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
2. Tampak merintih/menangis mengurangi rasa nyeri
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah 4. Kolaborasi
5. Iritabilitas
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Kondisi Klinis Terkait


 Pengaturan posisi (I. 01019)
1. Penyakit kronis 1. Observasi
2. Keganasan
3. Distres psikologis  Monitor status oksigen sebelum dan
4. Kehamilan sesudah mengubah posisi

2. Terapeutik

 Atur posisi untuk mengurangi sesak


 Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak
ada kontraindikasi

42
 Jadwalkan secara tertulis untuk perubahan
posisi

3. Edukasi

 Informasikan saat dilakukan perubahan


posisi

 Terapi relaksasi (I.09326)


1. Observasi

 Identifikasi penurunan tingkat energy,


ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang menganggu kemampuan
kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi

2. Terapeutik

43
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai

3. Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan


jenis, relaksasi yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
 Anjurkan mengambil psosisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang atau melatih
teknik yang dipilih’

44
 Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi terbimbing )

Intervensi pendukung
 Dukungan hipnosis diri
 Dukungan pengungkapanm kebutuhan
 Edukasi aktivitas/istirahat
 Eduaksi efek samping obat
 Edukasi keluarga : manajemen nyeri
 Edukasi kemoterapi
 Edukasi kesehatan
 Edukasi latihan fisik
 Edukasi manajemen stress
 Edukasi manajemen nyeri
 Eduaksi penyakit
 Edukasi perawatan kehamilan
 Edukasi perawatan perineum
 Edukasi perawatan stoma
 Edukasi teknik napas
 Kompres dingin
 Kompres panas
 Konseling perawatan
 Latihan berkemih

45
 Latihan eliminasi fekal latihan pernapasan
 Latihan rehabilitasi
 Latihan rentang gerak
 Manajemen efek samping obat
 Manajemen hipertermia
 Manajemen hipotermia
 Manajemen kenyamanan lingkungan
 Manajemen mual
 Manajemen muntah
 Manajemen nyeri akut
 Manajemen nyeri kronik
 Manajemen nyeri parsalinan
 Manajemen stress
 Manajemen terapi radiasi
 Manajemen trauma perkosaan
 Pemantauan nyeri
 Pemberian obat
 Pencegahan hipertermi keganasan
 Penjahitan luka
 Perawatan amputasi
 Perawtan area insisi
 Perawatan inkontinensia fekal
 Inkontinensia urin
 Perawatan kehamilan
 Perawatan kenyamanan
 Perawatan pascapersalinan

46
 Perawtan perineum
 Perawatan rambut
 Perawatan seksio sesaria
 Teknik latihan penguatan otot dan sendi
 Terapi pemijatan
 Terapi relaksasi
Nausea : D.0076 Tingkat nausea : Intervensi utama
(Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau L.08065  Manajemen mual (I. 03117)
lambung yang dapat mengakibatkan muntah) 1. Observasi
(perasaan tidak nyaman
Penyebab pada bagian belakang  Identifikasi pengalaman mual
tenggorok atau lambung  Identifikasi isyarat nonverbal ketidak
1. Gangguan biokimiawi (mis. uremia, ketoasidosis diabetik) yang dapat nyamanan (mis. Bayi, anak-anak, dan
2. Gangguan pada esofagus mengakibatkan muntah) mereka yang tidak dapat
3. distensi lambung berkomunikasi secara efektif)
4. Iritasi lambung Ekspektasi : menurun  Identifikasi dampak mual terhadapkualitas
5. Gangguan pamkreas Kriteria hasil : hidup (mis. Nafsu makan, aktivitas,
6. Peregangan kapsul limpa 1. Nafsu makan kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
7. Tumor terlolisasi (mis. neuroma akustik, tumor otak primer 2. Keluhan mual  Identifikasi faktor penyebab mual (mis.
atau sekunder, metastasis tulang di dasr tengkorak) 3. Perasaan ingin muntah Pengobatan dan prosedur)
8. peningkatan tekanan intraabdominal (mis. keganasan 4. Perasaan asam di mulut  Identifikasi antiemetik untuk mencegah
intraabdomen) 5. Sensasi panas mual (kecuali mual pada kehamilan)
9. Peningkatan tekanan intrakranial 6. Sensasi dingin  Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi,
10. Peningkatan tekanan intraorbital (mis. glaukoma) 7. Frekuensi menelan dan tingkat keparahan)
11. Mabuk perjalanan 8. Diaforesis  Monitor asupan nutrisi dan kalori
12. Kehamilan 9. Jumlah saliva

47
13. Aroma tidak sedap 10. Pucat 2. Terapeutik
14. Rasa makanan/minuman yang tidak enak 11. Takikardia
15. Stimulus penglihatan tidak menyenangkan 12. Dilatasi pupil  Kendalikan faktor lingkungan
16. Faktor psikologis (mis. kecemasan, ketakutan, stres) penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
17. Efek agen farmakologis suara, dan rangsangan visual yang tidak
18. Efek toksin menyenangkan)
 Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
mual (mis. Kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
Gejala dan Tanda Mayor  Berikan makan dalam jumlah kecil dan
menarik
Subjektif  Berikan makanan dingin, cairan bening,
tidak berbau dan tidak berwarna, jika
1. Mengeluh mual perlu
2. Merasa ingin muntah
3. Tidak berminat makan 3. Edukasi

 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup


 Anjurkan sering membersihkan mulut,
Objektif kecuali jika merangsang mual
 Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan
(tidak tersedia) rendah lemak
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi,
terapi musik, akupresur)

48
Gejala dan Tanda Minor 4. Kolaborasi

Subjektif  Kolaborasi pemberian antiemetik, jika


perlu
1. Merasa asam di mulut
2. Sensasi panas/dingin
3. Sering menelan  Manajemen muntah (I. 03118)
1. Observasi
 Identifikasi karakteristik muntah (mis.
warna, konsistensi, adanya darah, waktu,
Objektif frekuensi dan durasi)
 Periksa volume muntah
1. Salva meningkat  Identifikasi riwayat diet (mis: makanan
2. Pucat yang disuka, tidak disuka, dan budaya)
3. Diaforesis  Identifikasi factor penyebab muntah (mis:
4. Takikardia pengobatan dan prosedur)
5. Pupil dilatasi  Identifikasi kerusakan esofagus dan faring
posterior jika muntah terlalu lama
 Monitor efek manajemen muntahh secara
menyeluruh
Kondisi Klinis Terkait  Monitor keseimbangan cairan
dan elektrolit
1. Meningitis 2. Terapeutik
2. Labrinitis  Kontrol faktor lingkungan penyebab
3. Uremia muntah (mis. bau tak sedap, suara, dan
4. Ketoasidosis diabetik stimulasi visual yang tidak
menyenangkan)

49
5. Ulkus petikum  Kurangi atau hilangkan penyebab
6. Penyakit esofagus muntah(mis. Kecemasan, ketakutan)
7. Tumor intaabdomen  Atur posisi untuk mencegah aspirasi
8. Penyakit meniere  Pertahankan kepatenan jalan nafas
9. Neuroma akustik  Bersihkan mulut dan hidung
10. Tumor otak  Berikan dukungan fisik saat muntah (mis.
11. Kanker Membantu membungkuk atau
12. Glaukoma menundukkan kepala)
 Berikan kenyamanan selama muntah (mis.
Kompres dingin di dahi atau sediakan
pakaian kering dan bersih)
 Berikan cairan yang tidak mengandung
karbonasi minimal 30 menit setelah
muntah
3. Edukasi
 Anjurkan membawa kantong plastic untuk
menampung muntah
 Anjurkan memperbanyak istirahat
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengelola muntah
(mis. Biofeedback, hypnosis, relaksasi,
terapi music, akupresur)
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika
perlu

50
Intervensi pendukung
 Dukungan hipnosis diri
 Edukasi efek samping obat
 Eduaksi kemoterapi
 Edukasi manajemen nyeri
 Edukasi perawatan kehamilan
 Edukasi teknik napas
 Manajemen efek samping obat
 Manajemen kemoterapi
 Manajemen nyeri
 Manajemen stress
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Terapi akupresur
 Terapi akupuntur
 Terapi relaksasi

51
2.2.3 Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi yang telah di susun


untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi telah terbentuk dan ditujukan pada tindakan keperawatan untuk membantu
pasien mencapai tujuan yang diinginkan (Siregar, 2021).
BAB III
STUDI KASUS EQUILIBRIUM

3.1 STUDI KASUS

Secara epidemiologi, varicella atau cacar air (chickenpox) sering terjadi pada


anak. Namun, penyakit ini juga dapat terjadi pada orang dewasa. Sejak
diperkenalkannya vaksinasi varicella di tahun 1995, jumlah kasus telah menurun
sebanyak 79% di tahun 2000–2010 dan menurun 93% di tahun 2012.

3.2 CONTOH REALITA

Varicella zoster virus (VZV), termasuk human herpesvirus tipe 3, dengan sifat
penularan tinggi. Manusia adalah satu satunya host yang dikenal (Gershon et. al., 2015).
Insiden dan memberat seiring peningkatan usia (Weinberg et al., 2017). Penyebaran
virus melalui droplet saluran pernafasan, virus dari vesikel yang terbang di udara, atau
kontak langsung dengan lesi kulit (Blair, 2019). Fase menular dimulai 1 hingga 2 hari
sebelum munculnya ruam dan berlanjut sampai semua lesi berubah menjadi krusta,
sekitar 7 hari (dari hari ke 3-7 sesudah lesi kulit muncul) (Sondakh et al., 2015; Blair,
2019).

Pemahaman masyarakat umum, mereka sudah mengetahui bahwa penyakit ini


bersifat menular, namun belum faham cara penularan penyakit varisela dari satu orang
ke orang lain. Bahkan dalam boarding school tempat penderita tertular varisela,
penderita masih sempat di rawat (jw : keroki) oleh teman sekolahnya. Padahal tindakan
ini memudahkan terjadinya penyebaran penyakit varisela dan bisa terjadi pandemik.

Siklus hidup VZV hingga menyebabkan infeksi varisela dapat dilihat pada
gambar 1.

Distribusi lesi di sentral tubuh, badan, muka dan seluruh tubuh. Satu vesikel
berisi koloni virus dikelilingi oleh sel polimononuklear. Jumlah lesi seluruh tubuh rata-
rata sekitar 300 (10–1500). Hal penting yang perlu diperhatikan adalah selama periode
inkubasi virus ada di saluran pernafasan dan kondisi ini sangat rentan terjadi penularan
ke orang lain, fase ini sebelum rash muncul (Papaloukas et al., 2014). Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan agar anak-anak dengan
varisela tetap tinggal di rumah selama enam hari setelah onset ruam muncul (CDC,
2010).

Proses berakhir, vesikel menjadi umbilicated, berisi cairan keruh, dan menjadi
krusta. Tahap penyembuhan lesi memiliki beberapa variasi. Anak-anak yang sehat dan
tidak divaksinasi memiliki rata-rata 200 hingga 500 lesi. Lesi biasanya tidak menyisakan
bekas/skar kecuali jika lesi terinfeksi atau terjadi ekskoriasi. Setelah semua lesi
mengering dan berubah menjadi krusta, anak-anak dapat kembali ke sekolah (Blair,
2019). Vesikel yang berisi cairan mengandung banyak virus, sedangkan pada lesi yang
mengering tidak menular. Orang yang pernah menderita varisela telah terbentuk
kekebalan sehingga jarang terjadi serangan kedua (Sondakh et al., 2015). Pada tahap
penyembuhan lesi berkrusta(Papaloukas et al., 2014).

Cacar air (varicella) kurang mendapatkan perhatian sebagai penyakit menular


dari sudut pandang regional dan global, terutama di negara dengan penghasilan rendah
hingga menengah. Di Indonesia yang termasuk negara berkembang, kesadaran akan
penyakit cacar air dan program vaksinasi yang masih rendah menyebabkan kasus cacar
air masih umum ditemukan. Namun, hingga saat ini belum ada data epidemiologi
varicella yang memadai di Indonesia. Data di Asia-Pasifik menunjukkan mortalitas
varicella yang rendah. Di India, sekitar 6% pasien dengan varicella meninggal karena
komplikasi. Di Selandia Baru, mortalitas varicella pada tahun 2011 diestimasikan <0,05
per 100.000 populasi. Jumlah kematian karena varicella per tahunnya (2001–2011) di
Singapura adalah sebanyak 0–3 dengan mortalitas tersering pada usia dewasa dan lanjut
usia.

3.3 PENYELESAIAN

Terapi dengan acyclovir peroral, atau famciclovir, atau valaciclovir dimulai sejak
24 jam saat lesi pada kulit muncul (Theresia, 2010 ; Gershon et al., 2015). Bila asiklovir
diberikan dalam 24 jam pertama timbulnya ruam, secara signifikan dapat mengurangi
hari lamanya demam, memperpendek lama sakit, mengurangi jumlah lesi, tapi tidak
mengurangi komplikasi varisela (Theresia, 2010).

Acyclovir merupakan agen yang digunakan untuk terapi infeksi yang disebabkan
oleh herpes simplex virus (HSV). mukokutan HSV, herpes zoster (shingles), dan
varicella-zoster (varisela). Dosis pemberian untuk pasien imunokompeten adalah 800
mg peroral dengan frekuensi 4-5 kali selama 5 sampai 7 hari. Untuk lesi terbatas pada
mukokutan pemberian acyclovir cukup peroral. Pada wanita hamil, pemberian acyclovir
dapat melewati sawar plasenta (Taylor and Gerriets, 2019). Asiklovir tidak dianjurkan
diberikan secara rutin pada anak varisela tanpa penyulit, karena ada pendapat bahwa
kemungkinan terjadinya resistensi terhadap asiklovir dan menganggu imunitas serta
masalah biaya yang mahal (Theresia, 2010).

Meski acyclovir merupakan drug of choice tata laksana varisela, namun antiviral
ini dapat menyebabkan efek samping. Efek samping yang mungkin muncul pada terapi
acyclovir antara lain, malaise, inflamasi atau phlebitis pada lokasi infus, nausea,
vomitus, rash (termasuk Steven-Johnson syndrome), diare, sakit kepala, sakit perut,
kebingungan, agitasi, alopesia, anafilaksis, anemia, angioedema, anoreksia, ataksia,
koma, disseminated intravascular coagulation (DIC), pusing dan kelelahan. Pada pasien
anak acyclovir dapat menurunkan kadar hemoglobin dan hitung jenis netrofil absolut
(Taylor and Gerriets, 2019).
Langkah pencegahan yang cukup efektif dalam menghindari terjadinya cacar air
adalah dengan menjalani vaksinasi cacar air. Vaksinasi ini dianjurkan untuk anak kecil
dan orang dewasa yang belum melakukan vaksinasi. Pada anak kecil, penyuntikan
vaksin Varicella atau cacar air pertama dilakukan pada umur 12 hingga 15 bulan, dan
penyuntikan lanjutan dilakukan ketika anak berusia 2 hingga 4 tahun. Sedangkan anak
yang lebih besar dan dan orang dewasa perlu mendapat 2 (dua) kali vaksinasi, dengan
perbedaan waktu setidaknya 28 hari.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Varicella adalah suatu kata dalam bahasa Latin yang mempunyai arti dalam bahasa
Indonesia yaitu cacar air . Sedangkan di luar negeri terkenal dengan istilah chicken-pox.
Cacar air adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus Varicella zoster,
ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
2. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke kelenjar
limpa, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuclear.
3. Berdasarkan distribusi dan frekuensi cacar air dibagi tiga yakni menurut orang,
menurut tempat, dan menurut waktu.
Berdasarkan penjelasan saya di bagian patologi dan genesis, cacar air dapat dapat terjadi
pada semua orang pada golongan umur, jenis kelamin, umur pemberian vaksin,
pendidikan, status gizi, imunisasi dan imunitas, penyebeb penyakit, serta lingkungan.

4.2 SARAN

Melalui makalah ini saya mengharapkan para pembaca dapat menyampaikan isi
dari makalah tersebut kepada masyarakat yang belum mendapatkan informasi apa dan
bagaimana cara menghadapi dan mengobati serta mencegah penularan cacar air
(varisela) tersebut dan 19 masyarakat juga dapat lebih meningkatkan derajat
kesehatannya, menjaga kebersihan diri dan lingkungannya untuk lebih dini pencegahan
penularan penyakit cacar air tersebut serta segera mungkin berobat ke dokter untuk
orang yang sudah terkena penyakit cacar air tersebut. Pada intinya adalah lebih baik
mencegah daripada pengobati
46

Anda mungkin juga menyukai