Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

METODE PANCASILA DALAM MENANGKAL RADIKALISME

Dosen Pembimbing :
Sugiyono S.Pd.,MM.

Disusun Oleh : Kelompok 6


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA’ TUBAN TAHUN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah- Nya sehingga kami bisa menyusun tugas Pancasila ini dengan baik serta tepat waktu.

Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan tentang “Metode Pancasila Dalam Menangkal
Radikalisme” untuk kemajuan bangsa. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa menolong
menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak kekurangan
dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pebimbing Bpk.
Sugiyono S.Pd.,MM. Kepada pihak yang sudah menolong turut dan dalam penyelesaian makalah
ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih
DAFTAR ISI
ABSTRAK
Fenomena berkembangnya paham takfirisme yang berada di lingkungan masyarakat telah
menunjukkan kondisi yang rawan dan berpotensi pada disintegrasi Pancasila. Pancasila sebagai
sumber nilai dan dasar negara belum dapat berperan secara maksimal dalam menangani persoalan
maraknya paham takfirisme di kalangan masyarakat. Faktor internal dan eksternal memiliki peran
penting dalam proses berkembangnya paham takfirisme yang melahirkan gerakan dan paham
radikalisme yang mengarah pada tindakan terorisme dan perpecahan di masyarakat. Proses pencarian
dan penemuan metode yang tepat untuk menjadikan Pancasila sebagai standar kriteria dan validitas
nilai menjadi penting untuk dideskripsikan dalam kajian dan penelitian tentang kepancasilaan. Studi
ini akan mengeksplorasi dan mendeskripsikan tentang Pancasila menjadi metode dalam menangkal
paham radikalisme yang berakar dari paham takfirisme. Metode dalam kajian ini menggunakan
pendekatan metode kajian kritis dan fenomenologi sosial. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari berita, laporan penelitian, hasil kajian, jurnal ilmiah, dan buku yang
berkaitan dengan tema penelitian ini. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
metode Pancasila sebagai upaya untuk menangkal radikalisme menjadi sangat penting dan dibutuhkan
bagi negara dan masyarakat. Pancasila sebagai sistem nilai dan sistem negara perlu diperkuat dengan
pembentukan standar kriteria dan validitas nilai yang dapat dipercaya dan diakui oleh seluruh lapisan
masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radikalisme (dari bahasa Latin radix yang berarti "akar") adalah istilah yang digunakan pada akhir
abad ke-18 untuk pendukung Gerakan Radikal. Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya
ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya
sebagai partai kiri jauh yang menentang partai kanan jauh. Begitu "radikalisme" historis mulai
terserap dalam perkembangan liberalisme politik, pada abad ke-19 makna istilah radikal di Britania
Raya dan Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang progresif.
Menurut Ensiklopedia Britanica, istilah radikalisme pertama kali digunakan oleh Charles James Fox,
yang pada tahun 1797 mendeklarasikan "reformasi radikal". Gerakan ini terdiri dari perluasan hak
pilih secara drastis ke titik hak pilih universal. Istilah radikal kemudian mulai digunakan sebagai
istilah umum yang mencakup semua pihak yang mendukung gerakan reformasi parlementer.
Di Prancis sebelum 1848 istilah radikal menunjuk seorang republik atau pendukung hak pilih
universal. Memasuki abad ke-19, pemaknaan radikalisme berubah karena pengaruh bahwa manusia
bisa mengontrol lingkungan sosial mereka melalui tindakan kolektif, sebuah posisi yang dipegang
oleh apa yang disebut radikal filosofis.
Ini membuat radikalisme lekat dengan para kaum Marxis atau kelompok ideologi lain, yang notabene
mendukung agenda perubahan sosial politik secara mendasar dan keras melalui revolusi.
Di Amerika, radikalisme berarti ekstremisme politik dalam bentuk apa pun, baik kiri maupun kanan.
Komunisme dianggap sebagai radikal kiri, sementara fasisme dianggap sebagai radikal kanan.
Berbagai gerakan pemuda di Amerika Serikat, yang secara luas disebut radikal, dikaitkan dengan
kecaman terhadap nilai-nilai sosial dan politik tradisional.
Merriam-Webster juga menyebut definisi radikal filosofis pada awalnya lekat dengan posisi dan
aspirasi kaum liberal di Inggris. Menariknya, ciri utama mereka ditandai oleh kepercayaan atas nilai-
nilai utilitarianisme dan perdagangan bebas, membawa agenda reformasi hukum, ekonomi, dan sosial,
termasuk di dalamnya ialah reformasi parlemen dan sistem peradilan.
Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik dengan cara kekerasan. Paham ini juga mengacu pada sikap ekstrem dalam aliran politik.
Radikalisme dianggap sebagai paham yang membahayakan keutuhan NKRI karena tidak hanya
mengancam dari luar tetapi menyusupi ke dalam diri melalui pencucian otak yang dilakukan oleh
kelompok intoleran. Hasil penelitian LIPI menyatakan bahwa ada 4 penyebab berkembangnya
radikalisme di Indonesia yaitu: faktor ekonomi, ideologi, agama dan politik.
Radikalisme terkadang sulit untuk diidentifikasi. Radikalisme tidak bisa hanya dilihat dari penampilan
atau perilaku, melainkan dari pemikirannya. Paham radikal bisa menyasar siapapun dan tak mengenal
umum. Menurut Bicara Badan Intelijen Negara (BIN), paham radikalisme juga berpotensi menyasar
kaum muda usia 17-24 tahun. Alasannya, para pemuda masih enerjik dan tengah mencari jati diri.
Metode Pancasila dalam menangkal radikalisme menjadi pokok pembahasan dan analisis dalam
kajian ini karena selama ini Pancasila belum dirumuskan dalam bentuk metode berpikir dan metode
kebijakan. Berbagai studi tentang Pancasila dalam merespon persoalan radikalisme masih meletakkan
pada dasar pemahaman dan program pelaksanaan kegiatan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila
(Hakim & Ekapti, 2019; Satriawan et al., 2019; Sudjito & Muhaimin, 2018). Upaya untuk menjadikan
Pancasila sebagai standar kriteria dan validitas nilai belum terpikirkan lebih lanjut. Metode yang
dimaksud merupakan acuan, referensi untuk menyusun standar kriteria dan validitas nilai yang paling
obyektif dan memiliki otoritas. Dalam konteks kehidupan bernegara dan bermasyarakat relasi negara
dan warga negara menjadi penting untuk dibangun sistem dan standar yang ideal di tengah tengah
kehidupan masyarakat yang majemuk. Metode Pancasila dapat digunakan sebagai upaya untuk
menangkal paham radikalisme. Selama ini, metode Pancasila masih dimaknai dalam konteks
pembelajaran dan pengajaran tentang Pancasila. Sebagaimana model dan metode pembelajaran
penanaman karakter dan nilai-nilai Pancasila melalui role play yang diterapkan oleh pendidik kepada
peserta didik yang bertujuan untuk mengajak peserta didik aktif dalam pembelajaran (Nurgiansah,
Hendri, & Khoerudin, 2021; Rachman, Nurgiansyah, & Kabatiah, 2021).
Pancasila perlu dirumuskan untuk menjadi standar kriteria, validitas dan validasi nilai-nilai yang ada.
Sosialisasi kepada masyarakat tentang konsep radikalisme, terorisme, ekstremisme, dan
fundamentalisme berkaitan dengan hukum yang berlaku. Penggunaan standar kriteria dan validitas
nilai untuk diperbanyak konten konten logis dan penalaran penalaran kebangsaan. Melakukan
sosialisasi konten konten ajaran ajaran edukatif yang paham tentang nilai-nilai agama yang memadai,
nilai-nilai universal. Sejauh ini kelompok berpaham radikal ini menggunakan cara cara negara dan
sumber daya negara untuk melawan negara dan mengkerdilkan peran masyarakat, serta menekan
minoritas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat di ambil adalah
sebagai berikut:
1. Metode Pancasila dalam menangkal radikalisme ?
2. Ciri – ciri radikalisme ?
3. Faktor – faktor penyebab radikalisme ?
4. Pencegahan radikalisme ?
5. Bagaimana cara membentengi agar tidak terjadi radikalisme khususnya dikalangan remaja ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan agar dapat menjelaskan:
1. Untuk mengetahui metode Pancasila dalam menangkal radikalisme.
2. Untuk mengetahui ciri – ciri radikalisme.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab radikalisme.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan radikalisme.
5. Untuk mengetahui cara membentengi agar tidak terjadi radikalisme khususnya dikalangan remaja
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Pancasila dalam menangkal radikalisme
Metode Pancasila dalam menangkal radikalisme menjadi pokok pembahasan dan analisis dalam
kajian ini karena selama ini Pancasila belum dirumuskan dalam bentuk metode berpikir dan metode
kebijakan. Berbagai studi tentang Pancasila dalam merespon persoalan radikalisme masih meletakkan
pada dasar pemahaman dan program pelaksanaan kegiatan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila
Upaya untuk menjadikan Pancasila sebagai standar kriteria dan validitas nilai belum terpikirkan lebih
lanjut. Metode yang dimaksud merupakan acuan, referensi untuk menyusun standar kriteria dan
validitas nilai yang paling obyektif dan memiliki otoritas. Dalam konteks kehidupan bernegara dan
bermasyarakat relasi negara dan warga negara menjadi penting untuk dibangun sistem dan standar
yang ideal di tengah tengah kehidupan masyarakat yang majemuk. Metode Pancasila dapat digunakan
sebagai upaya untuk menangkal paham radikalisme. Selama ini, metode Pancasila masih dimaknai
dalam konteks pembelajaran dan pengajaran tentang Pancasila. Sebagaimana model dan metode
pembelajaran penanaman karakter dan nilai-nilai Pancasila melalui role play yang diterapkan oleh
pendidik kepada peserta didik yang bertujuan untuk mengajak peserta didik aktif dalam pembelajaran
Pancasila perlu dirumuskan untuk menjadi standar kriteria, validitas dan validasi nilai-nilai yang ada.
Sosialisasi kepada masyarakat tentang konsep radikalisme, terorisme, ekstremisme, dan
fundamentalisme berkaitan dengan hukum yang berlaku. Penggunaan standar kriteria dan validitas
nilai untuk diperbanyak konten konten logis dan penalaran penalaran kebangsaan. Melakukan
sosialisasi konten konten ajaran ajaran edukatif yang paham tentang nilai-nilai agama yang memadai,
nilai-nilai universal. Sejauh ini kelompok berpaham radikal ini menggunakan cara cara negara dan
sumber daya negara untuk melawan negara dan mengkerdilkan peran masyarakat, serta menekan
minoritas.
Metode Pancasila dalam menangkal radikalisme dapat dilakukan dengan merumuskan kurikulum
Pancasila dan Agama. Substansi di dalam kurikulum Pancasila dan Agama memiliki bangunan untuk
membangun harmonisasi konten agama yang dipandu dengan nilai-nilai Pancasila. Materi materi yang
perlu diletakkan antara lain: Pancasila dan filsafat Ketuhanan, filsafat manusia, filsafat Pancasila,
filsafat kenegaraan dan keadilan, dan filsafat politik hikmat. Dalam konteks masyarakat dan keluarga,
metode Pancasila dapat dilakukan melalui konten ceramah bertema harmonisasi Pancasila dan
tasawuf.
B. Ciri – ciri radikalisme
Ada beberapa ciri-ciri radikalisme yang perlu dikenali sedini mungkin agar kalian tak terjerumus pada
sesuatu yang bersifat radikalisme. Adapun ciri-ciri radikalisme tersebut sebagai berikut menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme:
- Anti Pancasila.
- Anti kebhinekaan.
- Anti NKRI
- Anti Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Sementara ada beberapa sikap radikalisme yang perlu diketahui. Berikut ciri-ciri sikap radikalisme:
- Bersikap intoleran terhadap sesuatu yang berbeda dari paham atau keyakinan orang lain.
- Fanatik atau merasa benar sendiri dan menganggap sesuatu yang beda salah.
- Ekslusif membedakan diri dari umat Islam pada umumnya.
- Cenderung menggunakan jalan kekerasan untuk mendapatkan keinginan dan mencapai tujuannya.
C. Faktor penyebab radikalisme
terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi masuknya paham radikalisme di Indonesia, yaitu:
a. Faktor Geografi
Letak geografi Republik Indonesia berada di posisi silang antara dua benua merupakan wilayah yang
sangat strategis secara geostrategic tetapi sekaligus ,rentang terhadap ancaman terorisme
internasional. Dengan kondisi wilayah yang terbuka dan merupakan negara kepulauan, perlindungan
keamanan yang konprenshif sangat diperlukan.
b. Faktor Demografi
Penduduk Indonesia adalah mayoritas beragama Islam dan mengikuti berbagai aliran pemikiran
(schools of thought) serta memiliki budaya yang majemuk. Oleh karena itu hal ini berpotensi untuk
dieksploitasi dan dimanipulasi oleh kelompok radikal.
c. Faktor Sumber Kekayaan Alam
Sumber daya kekayaan Indonesia yang melimpah, tapi belum dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat
juga berpotensi dipergunakan oleh kelompok radikal untuk mengkampanyekan ideologi. Hal ini
dilakukan mereka melalui isu-isu sensitif seperti kemiskinan, ketidakadilan, kesenjangan ekonomi dan
ketidakmerataan kesejahteraan antar penduduk dan wilayah.
d. Faktor Ideologi
Kondisi politik pasca reformasi yang masih belum reformasi dan seimbang telah memberikan peluang
bagi proses pergeseran dan bahkan degradasi pemahaman ideologi. Munculnya berbagai ideologi
alternatif dalam wacana kiprah politik nasional serta ketidaksiapan pemerintah menjadi salah satu
penyebab masuknya pemahaman radikal. Belum lagi, pemerintah yang belum mampu menggalakkan
kembali sosialisasi nilai-nilai dasar dan ideologi nasional Pancasila dalam masyarakat, ditambah lagi
karut marut dalam bidang politik adalah beberapa faktor penyebab utamanya.
e. Faktor Politik
Problem dalam kehidupan politik yang masih mengganjal adalah belum terwujudnya check and
balances sebagaimana yang dikehendaki oleh konstitusi, terutama dalam rangka sistem pemerintahan
Presidensil. Hal ini berakibat serius bagi pemerintah yang selalu mendapat intervensi partai politik di
Parlemen sehingga upaya pemulihan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat terganggu.
Ketidakseimbangan antara harapan rakyat pemilih dengan kinerja pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) menciptakan ketidakpercayaan publik yang tinggi. Hal ini membuka peluang bagi
upaya Destabilisasi politik melalui berbagai cara dan saluran termasuk media massa dan kelompok
penekan (Preasure Grups).
f. Faktor Ekonomi
Kemiskinan, pengangguran kesenjangan antara kaya-miskin dan kesenjangan antara kota dan desa,
serta antar daerah. Pengaruh ekonomi global yang belum kunjung pulih dan stabil, bagaimanapun
juga, membuat ekonomi Indonesia yang tergantung dengan fluktuasi ekonomi pasar global masih
belum bisa berkompetisi dengan pesaing-pesaingnya baik di tingkat regional maupun internasional.
g. Faktor Sosial Budaya
Bangsa Indonesia yang majemuk kemudian kehilangan jangkar jati dirinya sehingga mudah terbawa
oleh pengaruh budaya cosmopolitan dan pop (popular culture) yang ditawarkan oleh media (TV,
Radio, Jejaring Sosial dan sebagainya). Kondisi anomie dan alienasi budaya dengan mudah
menjangkit kawula muda Indonesia sehingga mereka sangat rentang terhadap pengaruh negatif seperti
hedonism dan kekerasan.
h. Faktor Pertahanan dan Keamanan
Kelompok teroris di Indonesia masih terus melakukan kegiatan propaganda ideologi dan tindak
kekerasan. Hal ini dapat dilihat pada aksi di beberapa daerah di Indonesia. Ketidaksiapan aparat
keamanan dalam berkoordinasi dengan para penegak hukum masih cukup mengkhawatirkan dalam
hal penanggulangan terorisme di waktu-waktu yang akan datang.
D. Pencegahan radikalisme
Radikalisme adalah paham perubahan dengan jalan kekerasan sehingga banyak ditentang masyarakat
Indonesia bahkan dunia. Karena itulah ada upaya pemerintah melakukan beragam cara mencegah
radikalisme di Indonesia.
Program yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi paham radikalisme dilakukan
melalui cara yang dikenal dengan deredikalisasi. Deradikalisasi adalah suatu upaya mereduksi
kegiatan-kegiatan radikal dan menetralisir paham radikal bagi mereka yang terlibat teroris dan
simpatisannya serta anggota masyarakat yang telah terekspose paham-paham radikal teroris.
Deradikalisasi mempunyai makna yang luas, mencakup hal-hal yang bersifat keyakinan, penanganan
hukum, hingga pemasyarakatan sebagai upaya mengubah yang radikal menjadi tidak radikal. Oleh
karena itu deradikalisasi dapat dipahami sebagai upaya menetralisasi paham radikal bagi mereka yang
terlibat aksi terorisme dan para simpatisasinya, hingga meninggalkan aksi kekerasan.
Deradikalisasi dilakukan melalui proses meyakinkan kelompok radikal untuk meninggalkan
penggunaan kekerasan. Program ini juga bisa berkenaan dengan proses menciptakan lingkungan yang
mencegah tumbuhnya gerakan-gerakan radikal dengan cara menanggapi root cause (akar-akar
penyebab) yang mendorong tumbuhnya gerakan-gerakan ini.
Adapun cara mencegah radikalisme di Indonesia di antaranya seperti :
- Memperkenalkan ilmu pengetahuan umum dan agama dengan baik dan benar.
- Memahamkan ilmu pengetahuan umum dan agama dengan baik dan benar.
- Berusaha meminimalisir kesenjangan sosial di masyarakat.
- Menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia.
- Ikut andil dan mendukung aksi perdamaian.
- Ikut andil dan berperan aktif melaporkan radikalisme dan terorisme.
- Meningkatkan pemahaman hidup kebersamaan.
- Pandai-pandai menyaring informasi yang diperoleh.
- Ikut berperan mensosialisaiskan bahaya radikalisme dan terorisme.
E. Membentengi Pemuda Dari Radikalisme
Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme,
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui
kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi
Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of
Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan tinggi, ada beberapa hal yang patut dikedepankan
dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda :

1. Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan


pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI,
dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk
menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal
seperti toleransi antar-umat beragama, kebebasan yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran,
dan cinta tanah air serta kepedulian antar-warga masyarakat.
2. Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di bidang
akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.
3. Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak
mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah
dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting.
4. Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari
para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan
sia-sia.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Radikalisme yang berkembang dan muncul di Indonesia sebagai wujud dari persoalan
fundamental tentang legitimasi kebenaran dan nilai-nilai yang harus dianut dan diikuti oleh
masyarakat. Munculnya paham Takfirisme telah melahirkan pemahaman, pemaknaan, dan
penilaian atas persoalan kehidupan masyarakat yang terjadi menjadi cenderung berpihak
nilai-nilai tertentu. Keberpihakan pada nilai-nilai tertentu ini telah berpotensi menimbulkan
pada disintegrasi bangsa dan lunturnya nilai-nilai Pancasila. Radikalisme berpotensi menjadi
paham yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Metode Pancasila sebagai
upaya untuk menangkal radikalisme menjadi sangat penting dan dibutuhkan bagi negara dan
masyarakat. Pancasila sebagai sistem nilai dan sistem negara perlu diperkuat dengan
pembentukan standar kriteria dan validitas nilai yang dapat dipercaya dan diakui oleh seluruh
lapisan masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Pancasila sebagai upaya
dalam menangkal radikalisme perlu diperkuat dengan perumusan standar kriteria dan
validitas nilai.
B. Saran
Nilai-nilai Pancasila akan berwibawa dan suci dan tidak berjarak dengan nilai kesucian agama ketika
standar kriteria dan validitas nilai itu dilakukan oleh penyelenggara negara dan penegak hukum secara
konsisten, proporsional dan tepat. Ketika nilai itu dilaksanakan secara konsisten maka lembaga negara
akan terhormat dan berwibawa di mata rakyat. Terjadinya jarak antara nilai-nilai Pancasila dan nilai
agama di masyarakat diakibatkan oleh sosialisasi pertentangan antara nilai Pancasila dan nilai
kesucian agama. Padahal antara kesucian agama dan kesucian Pancasila itu dapat berjalan harmonis
dan tidak berhadap hadapan. Peran lembaga negara seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
(BPIP) yang baru dibentuk oleh pemerintah tahun 2018 menjadi bagian penting untuk mengawal
proses perumusan standar kriteria dan validitas nilai Pancasila. Kebijakan untuk membuat metode
Pancasila melakukan standarisasi, validasi nilai. Kebijakan ini harus mengarahkan pada objektivitas.
Untuk mendekati objektivitas nilai yang menjadi ukuran adalah nilai yang inheren. Untuk itu,
lembaga pengawal Pancasila harus berwibawa dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai