OLEH :
IWAN PRASETYO
2021030181
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik. Makalah ini berisi tentang Asuhan Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Pada
Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi RS DKT Kediri Tahun 2022.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata Semoga makalah ini dapat
umumnya.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 9
A. Laporan Pendahuluan 9
B. Asuhan Keperawatan 19
a. Pengkajian Keperawatan 19
b. Diagnosis Keperawatan 19
c. Perencanaan dan Tujuan Perawatan.................................................. 20
d. Intervensi Keperawatan.................................................................... 20
e. Evaluasi............................................................................................. 21
f. Pedoman Dokumentasi..................................................................... 22
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 23
A. Kesimpulan..............................................................................................23
B. Saran....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang bermula dari Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat
ke lebih dari 190 negara dan teritori. Wabah ini oleh Wolrd Health Organization
diagnosis, tata laksana, hingga pencegahan. Oleh karena itu telaah terhadap studi-
studi terkait COVID-19 telah banyak dipublikasikan sejak awal 2020 lalu sampai
Pada tanggal 10 Januari 2020, etiologi penyakit ini diketahui pasti yaitu termasuk
dalam virus ribonucleid acid (RNA) yaitu virus corona jenis baru, betacorona
virus dan satu kelompok dengan virus corona penyebab severe acute respiratory
(Handayani, 2020).
karena ditularkan dari manusia ke manusia melalui kontak dekat dengan orang
yang terinfeksi, baik melalui batuk, bersin, atau aerosol (Nugroho et al., 2020).
1
kasus berlangsung cukup cepat, berdasarkan data WHO pada tanggal 25 Maret 2021
jumlah pasien yang terkonfirmasi positif di 222 negara sejumlah 124,5 juta orang,
meninggal sebanyak 2.739.341 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) mencapai
berbagai negara. Adapun tiga Negara dengan kasus terkonfirmasi positif COVID
30.701.557 orang, disusul Brazil dan India. Data Kemenkes (2021) menyebutkan per
Sesuai dengan update data Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tanggal
25 Maret 2021 kasus yang terkonfirmasi positif sebanyak 38.879 orang, dalam
perawatan 1.633 orang, sembuh 36.146 orang dan meninggal 1.100 orang.
2021 provinsi Bali termasuk ke dalam zona Risiko Tinggi penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (Zona Merah) dengan kasus COVID 19 terbanyak yaitu Kota
merugikan bagi individu, masyarakat dan pemerintah secara sosial dan ekonomi,
mengingat COVID-19 merupakan penyakit baru dan hingga saat ini belum ada
yang berhubungan dengan infeksi pada saluran pernapasan akan menggunakan sel
epitel dan mukosa saluran napas sebagai target awal dan menyebabkan infeksi
2
pada saluran pernapasan atau kerusakan organ. Virus corona merupakan virus
RNA rantai tunggal dan rantai positif (Levani, Prastya and Mawaddatunnadila,
global, diakibatkan oleh SAR-CoV2 dan ditularkan melalui droplet. Virus melekat
pada sel inang berikatan kuat dengan ACE2 menimbulkan reaksi inflamasi yang
gambaran yang luas. Adapun gejala klinis yang sering muncul antara lain :
demam, batuk kering, pilek, sakit tenggorokan, gangguan pernafasan, dan letih
lesu. Pada kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), syok sepsis, gagal multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung
akut hingga berakibat kematian. Virus ini membuat orang yang diserangnya
penyakit adalah demam, kelelahan atau myalgia dan batuk kering. Namun tanda
dan gejala yang sering dijumpai adalah demam (83-98%), batuk (76-82%), dan
Mawaddatunnadila,2021).
yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif yang disebabkan oleh benda asing yang
berawal dari akumulasi sekret yang berlebih. Obstruksi jalan nafas (bersihan jalan
3
nafas) merupakan suatu kondisi individu mengalami ancaman pada kondisi
yang dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, imobilisasi, sekresi dan batuk tidak efektif (Siti Fatimah, 2019).
proses pembersihan silia tidak berjalan lancar sehingga sputum tertimbun dan
menyebabkan bersihan jalan nafas tidak efektif, dan sputum hanya dapat
(Rahmawati, 2016).
Dampak yang terjadi jika bersihan jalan nafas yang tidak efektif tidak
segera diatasi, dapat menimbulkan kekurangan oksigen dalam sel tubuh .Sel tubuh
akibat kurangnya suplai oksigen dalam darah. Otak merupakan organ yang sangat
lima menit dapat terjadi kerusakan sel otak permanen (Widodo, 2020)
napas tidak efektif pada pasien dengan COVID-19 adalah teknik batuk efektif
dan fisioterapi dada. Teknik batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien
yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk
membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan
4
napas (Siti Fatimah, 2019). Fisioterapi dada adalah tindakan untuk memobilisasi
sekresi jalan napas melalui perkusi, getaran dan drainase postural dengan tujuan
meningkatkan efisiensi otot pernapasan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016).
Selain fisioterapi dada dan batuk efektif ada intervensi inovasi yang bisa
dilakukan untuk membantu pasien untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas
yang tidak efektif yakni dengan prone position (posisi pronasi/tengkurap). Prone
oksigenasi sistemik pada 70 % sampai 80-% pasien dengan hipoksemia berat dan
pada pasien yang mengadopsi modalitas ini. Berbaring dalam posisi tengkurap
memberikan perfusi ventilasi yang lebih baik dan meningkatkan oksigenasi pada
pasien ARDS (Lu and Wang, 2018). Penelitian lain mengungkapkan bahwa
membuat pasien berbaring dengan prone position selama 5 siklus dengan durasi
rata-rata 3 jam akan memfasilitasi drainase /aliran sekresi ke arah bronkus dan
al., 2020a).
5
B. Rumusan Masalah
Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi RS DKT Kediri”
C. Tujuan Penelitian
Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di
Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi RS
keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19
masalah Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di
masalah Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di
6
d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan pada pasien COVID-19 dengan
Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di Ruang
untuk mengatasi masalah Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
efektif.
asuhan keperawatan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti
kepada penulis terkait asuhan keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Pada
Pasien Tn. J Dengan Covid-19 Di Ruang Isolasi RS DKT Kediri Tahun 2022.
7
b. Bagi pelayanan kesehatan
COVID-19 dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif dengan rutin dan
c. Bagi pasien
pasien dengan bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien yang mengalami
COVID-19.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. LAPORAN PENDAHULUAN
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau
sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam
Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang
napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan
9
atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau
kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan
distres pernapasan berat, atau saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada
gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.
Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan
fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk disertai dahak, sesak
kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C,
sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C (Susilo et al., 2020).
spike virus dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan
terjadi dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute
insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan
10
pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor
masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan
antara sel virus dan sel inang. Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan
Khodor, 2020).
Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel
inflamasi dan kerusakan pada paru adalah IL-6 yang kemudian menyebabkan
gejala pada pasien antara lain sputum yang berlebihan 33,4% pada Covid ringan,
37,8% pada Covid berat, dan batuk 67,8% (Sukmana and Yuniarti, 2020).
11
4. Pemeriksaan penunjang Corona Virus Disease 2019
Beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan bagi pasien yang dicurigai
(2020):
groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan
Pada kasus berat, dapatditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi
pleura.
4) Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral
(Dacronsteril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan
12
5) Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau
sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi
6) Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung
aerosol.
Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen
lain.
dari saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus.
10) Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua
a. Bronkoskopi
darah, fungsi hepar (pada beberapa pasien, enzim liver dan ototmeningkat), fungsi
ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal hemostasis (PT/APTT, d Dimer), pada
13
kasus berat, Ddimer meningkat, Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis), laktat
dari bahan saluran napas(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah, kultur
A. Derajat ringan
muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang
ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
2) Farmakologis
mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) atau tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam
2 tablet /24 jam (selama 30 hari), sangat dianjurkan jenis vitamin yang
14
b) Vitamin D diberikan jenis suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup). Sedangkan yang jenis lain Vitamin D
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
B. Derajat sedang
Darurat COVID-19
Darurat COVID-19
15
2) Non Farmakologis
cairan, oksigen
3) Farmakologis
a) Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). Dapat ditambah
salah satu antivirus Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
16
C. Derajat berat atau kritis
a) Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
2) Non Farmakologis
pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas (HFNC lebih disarankan
17
dibandingkan NIV), kedua pembatasan resusitasi cairan, terutama pada
pasien dengan edema paru, ketiga posisikan pasien sadar dalam posisi
3) Farmakologis
a) Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) atau jenis obat dengan dosis 1000-
5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah
5000 IU).
d) Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) atau
infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
e) Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi
infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah
mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600
(hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
18
66-75)
19
h) Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau
ventilator.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
sebagai pandemi di mana dilaporkan bahwa lebih dari 100.000 orang terkena
COVID-19 meliputi:
a. Pengkajian Keperawatan
sesak napas dan yang telah melakukan perjalanan ke Wuhan, Cina baru-
b. Diagnosis Keperawatan
20
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Hipertermia
5. Kecemasan
5. Kurangi kecemasan.
d. Intervensi Keperawatan
dengan COVID-19:
dengan suhu tinggi; pantau juga laju pernapasan pasien karena sesak
21
menyarankan mereka yang memasuki ruangan untuk memakai masker
penularan virus.
5. Kelola hipertermia. Gunakan terapi yang tepat untuk suhu tinggi untuk
metabolisme.
e. Evaluasi
penatalaksanaannya.
22
f. Pedoman Dokumentasi
3. Paket perawatan.
4. Rencana pengajaran.
dilakukan.
23
BAB III
A. Kesimpulan
mengeluh sesak, pasien tidak mampu batuk, pasien tidak mampu batuk
bicara, pasien gelisah, sianosis, pola napas pasien teratur dan tidak ada
tidak efektif ditandai dengan pasien mengeluh sesak, pasien tidak mampu
3. Luaran keperawatan yang ingin dicapai penulis yaitu pola napas efektif.
Intervensi yang diberikan pada pasien dengan masalah pola napas tidak
efektif adalah terdiri dari intervensi utama posisi semi, fowler terapi
24
4. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu
posisi semi, fowler terapi oksigenasi, anjurkan minum air hangat dan intervensi
tidak gelisah dan SpO2 meningkat menjadi 93%, dan frekuensi napas membaik 24
x/menit. Assesment pola napas tidak efektif teratasi sebagian dan planning
B. Saran
Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Tn. J Dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi
1. Pelayanan kesehatan
Diharapkan karya ilmiah akhir ners ini nantinya dapat dijadikan acuan
bagi perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan COVID-
19. dengan tindakan inovasi prone position terhadap semua pasien untuk
24
dan manfaat yang didapat oleh pasien, sehingga pasien mau dilakukan intervensi ini.
Diharapkan karya ilmiah akhir ners ini dapat dijadikan acuan sebagai untuk
penelitian selanjutnya dan dapat dikembangkan dengan teori - teori terbaru beserta
25
DAFTAR PUSTAKA
Dirkes, S. et al. (2012) ‘Prone positioning: Is it safe and effective?’, Critical Care
Nursing Quarterly. doi: 10.1097/CNQ.0b013e31823b20c6.
Lu, S. J. and Wang, S. P. (2018) ‘Prone position and nursing care’, Journal of
Nursing. doi: 10.6224/JN.201806-65(3).13.
Levani, Y., Prastya, A. D. and ... (2021) ‘Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi’, Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan.
26