Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN BERSIHGAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF

PADA PASIEN NN. K DENGAN COVID-19 DI RUANG ISOLASI RSUD

NGANJUK TAHUN 2022

OLEH :

DITA INDAH SURYANINGRUM

2021030182

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan

baik. Makalah ini berisi tentang Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Pada Pasien Nn. K dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022.

Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih

jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata Semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat untuk kelompok kami khususnya, dan masyarakat Indonesia

umumnya.

Nganjuk, 06 Februari 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................... i

Daftar Isi.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 7

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 9

A. Laporan Pendahuluan 9

1. Definisi Corona Virus Disease 2019 9


2. Tanda dan gejala Corona Virus Disease 2019................................... 9
3. Patofisiologi Corona Virus Disease 2019......................................... 10
4. Pemeriksaan penunjang Corona Virus Disease 2019....................... 12
5. Penatalaksanaan Corona Virus Disease 2019................................... 14

B. Asuhan Keperawatan 19

a. Pengkajian Keperawatan 19

b. Diagnosis Keperawatan 19
c. Perencanaan dan Tujuan Perawatan.................................................. 20
d. Intervensi Keperawatan.................................................................... 20
e. Evaluasi............................................................................................. 21
f. Pedoman Dokumentasi..................................................................... 22
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 23

A. Kesimpulan..............................................................................................23
B. Saran....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal 2020, dunia dikejutkan dengan mewabahnya Pneumonia baru

yang bermula dari Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat

ke lebih dari 190 negara dan teritori. Wabah ini oleh Wolrd Health Organization

(WHO) diberi nama Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan

oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Masih

banyak pembahasan seputar penyakit ini, termasuk dalam aspek penegakan

diagnosis, tata laksana, hingga pencegahan. Oleh karena itu telaah terhadap studi-

studi terkait COVID-19 telah banyak dipublikasikan sejak awal 2020 lalu sampai

dengan akhir Maret 2020 (Susilo et al., 2020).

Penyebaran terjadi secara cepat dan membuat ancaman pandemi baru.

Pada tanggal 10 Januari 2020, etiologi penyakit ini diketahui pasti yaitu termasuk

dalam virus ribonucleid acid (RNA) yaitu virus corona jenis baru, betacorona

virus dan satu kelompok dengan virus corona penyebab severe acute respiratory

syndrome (SARS) dan middle east respiratory syndrome (MERS CoV),

(Handayani, 2020).

Dengan semakin meluasnya penyebaran COVID 19 ke berbagai negara

karena ditularkan dari manusia ke manusia melalui kontak dekat dengan orang

yang terinfeksi, baik melalui batuk, bersin, atau aerosol (Nugroho et al., 2020).

Melihat risiko penyebaran ke Indonesia terkait dengan mobilitas penduduk maka

diperlukan upaya penanggulangan terhadap penyakit ini. Peningkatan jumlah

1
kasus berlangsung cukup cepat, berdasarkan data WHO pada tanggal 25 Maret

2021 jumlah pasien yang terkonfirmasi positif di 222 negara sejumlah 124,5 juta

orang, meninggal sebanyak 2.739.341 orang dengan Case Fatality Rate (CFR)

mencapai 2,2 %. Data tersebut terus mengalami kenaikan karena peningkatan

kasus di berbagai negara. Adapun tiga Negara dengan kasus terkonfirmasi positif

COVID 19 terbanyak di dunia diantaranya Amerika Serikat sebanyak

30.701.557 orang, disusul Brazil dan India. Data Kemenkes (2021)

menyebutkan per tanggal 25 Maret 2021 jumlah kasus yang terkonfirmasi positif

di Indonesia sebanyak 1.482.559 orang, yang meninggal sebanyak 40.081 orang.

Sesuai dengan update data Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tanggal

25 Maret 2021 kasus yang terkonfirmasi positif sebanyak 38.879 orang, dalam

perawatan 1.633 orang, sembuh 36.146 orang dan meninggal 1.100 orang.

Mengutip peta risiko sebaran COVID-19 di Indonesia, pada tanggal 23 Maret

2021 provinsi Bali termasuk ke dalam zona Risiko Tinggi penyebaran Corona

Virus Disease 2019 (Zona Merah) dengan kasus COVID 19 terbanyak yaitu Kota

Denpasar 12.101 orang tersebar di 44 desa/kelurahan.

Meningkatnya kasus penyakit COVID-19 yang memberikan dampak

merugikan bagi individu, masyarakat dan pemerintah secara sosial dan ekonomi,

mengingat COVID-19 merupakan penyakit baru dan hingga saat ini belum ada

obat untuk pencegahannya.

Corona Virus termasuk virus yang menyerang saluran pernapasan, Virus

yang berhubungan dengan infeksi pada saluran pernapasan akan menggunakan sel

epitel dan mukosa saluran napas sebagai target awal dan menyebabkan infeksi

2
pada saluran pernapasan atau kerusakan organ. Virus corona merupakan virus

RNA rantai tunggal dan rantai positif (Levani, Prastya and Mawaddatunnadila,

2021). COVID-19 merupakan penyakit yang menyebabkan darurat kesehatan

global, diakibatkan oleh SAR-CoV2 dan ditularkan melalui droplet. Virus melekat

pada sel inang berikatan kuat dengan ACE2 menimbulkan reaksi inflamasi yang

berlebihan (Cytokine Storm) (Sukmana and Yuniarti, 2020).

Perlu diketahui bahwa manifestasi klinis pada pasien COVID-19 memiliki

gambaran yang luas. Adapun gejala klinis yang sering muncul antara lain :

demam, batuk kering, pilek, sakit tenggorokan, gangguan pernafasan, dan letih

lesu. Pada kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS), syok sepsis, gagal multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung

akut hingga berakibat kematian. Virus ini membuat orang yang diserangnya

mengalami gejala seperti Pneumonia (Elmasri, 2020). Gejala umum di awal

penyakit adalah demam, kelelahan atau myalgia dan batuk kering. Namun tanda

dan gejala yang sering dijumpai adalah demam (83-98%), batuk (76-82%), dan

sesak napas atau dyspnea (31-55%) (Levani, Prastya and

Mawaddatunnadila,2021).

Penatalaksanaan COVID-19 secara garis besar meliputi isolasi dan

pemantauan, penanganan non farmakologi dan farmakologi tergantung dari

derajat nya ringan,sedang atau berat.

Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan COVID-19

yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif yang disebabkan oleh benda asing yang

berawal dari akumulasi sekret yang berlebih. Obstruksi jalan nafas (bersihan jalan

3
nafas) merupakan suatu kondisi individu mengalami ancaman pada kondisi

pernapasannya yang berkaitan dengan ketidak mampuan batuk secara efektif,

yang dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit

infeksi, imobilisasi, sekresi dan batuk tidak efektif (Siti Fatimah, 2019).

Orang dewasa yang normal dapat memproduksi secret/sputum yang

digiring ke faring dengan cara mekanisme pembersihan silia yang melapisi

saluran pernapasan .Sedangkan akibat produksi sputum berlebih menyebabkan

proses pembersihan silia tidak berjalan lancar sehingga sputum tertimbun dan

menyebabkan bersihan jalan nafas tidak efektif, dan sputum hanya dapat

dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intra abdomen yang tinggi

(Rahmawati, 2016).

Dampak yang terjadi jika bersihan jalan nafas yang tidak efektif tidak

segera diatasi, dapat menimbulkan kekurangan oksigen dalam sel tubuh .Sel tubuh

yang kekurangan oksigen akan sulit berkonsentrasi karena metabolisme terganggu

akibat kurangnya suplai oksigen dalam darah. Otak merupakan organ yang sangat

sensitive terhadap kekurangan oksigen, apabila kekurangan oksigen lebih dari

lima menit dapat terjadi kerusakan sel otak permanen (Widodo, 2020)

Intervensi yang bisa dilakukan sesuai pedoman Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia untuk mengatasi masalah keperawatan bersihan jalan

napas tidak efektif pada pasien dengan COVID-19 adalah teknik batuk efektif

dan fisioterapi dada. Teknik batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien

yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk

membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan

4
napas (Siti Fatimah, 2019). Fisioterapi dada adalah tindakan untuk memobilisasi

sekresi jalan napas melalui perkusi, getaran dan drainase postural dengan tujuan

untuk membuang sekresi bronkial agar dapat memperbaiki ventilasi dan

meningkatkan efisiensi otot pernapasan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016).

Selain fisioterapi dada dan batuk efektif ada intervensi inovasi yang bisa

dilakukan untuk membantu pasien untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas

yang tidak efektif yakni dengan prone position (posisi pronasi/tengkurap). Prone

position telah digunakan sebagai pilihan tindakan penyelamatan untuk pasien

dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). Posisi tengkurap telah

terbukti meningkatkan volume akhir ekspirasi paru, rekrutmen alveolar, dan

oksigenasi sistemik pada 70 % sampai 80-% pasien dengan hipoksemia berat dan

gagal napas akut (Dirkes et al., 2012).

Prone position terbukti membantu menurunkan mortalitas yang signifikan

pada pasien yang mengadopsi modalitas ini. Berbaring dalam posisi tengkurap

akan mengurangi volume paru-paru atelektasis dengan perekrutan bagian-bagian

yang tergantung dan memfasilitasi pengaturan normal ventilasi alveolar,

memberikan perfusi ventilasi yang lebih baik dan meningkatkan oksigenasi pada

pasien ARDS (Lu and Wang, 2018). Penelitian lain mengungkapkan bahwa

membuat pasien berbaring dengan prone position selama 5 siklus dengan durasi

rata-rata 3 jam akan memfasilitasi drainase /aliran sekresi ke arah bronkus dan

trakea dengan gaya gravitasi sehingga secresi mudah dikeluarkan (Dushianthan et

al., 2020a).

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut “ Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan

Napas Tidak Efektif Pada Pasien Nn. K dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi

RSUD Nganjuk Tahun 2022”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Asuhan

Keperawatan Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada

Pasien Nn. K dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022.

2. Tujuan khusus penelitian

Studi kasus yang dilakukan terhadap pasien COVID-19 dengan Asuhan

Keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Pasien Nn. K dengan

COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022 secara lebih khusus

bertujuan untuk :

6
a. Mendiskripsikan pengkajian pada pasien COVID-19 dengan masalah

keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Pasien Nn. K dengan

COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022.

b. Mendiskripsikan diagnosis keperawatan pada pasien COVID-19 dengan

masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Pasien Nn. K dengan

COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022.

c. Mendiskripsikan intervensi keperawatan pada pasien COVID-19 dengan

masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Pasien Nn. K dengan

COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022.

d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan pada pasien COVID-19 dengan

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Pasien Nn. K dengan COVID-19

Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022.

e. Mengevaluasi pemberian tindakan prone position pada pasien COVID-19

untuk mengatasi masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Pasien

Nn. K dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah, sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi bahan untuk

mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah khususnya asuhan

keperawatan pada pasien COVID-19 dengan bersihan jalan napas tidak

efektif.

7
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan

perbandingan bagi peneliti berikutnya khususnya yang terkait dengan

asuhan keperawatan.

2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti

Penelitian ini nantinya diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

kepada penulis terkait asuhan keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Pada Pasien Nn. K dengan COVID-19 Di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk Tahun

2022 dan sebagai tempat dalam menggali informasi dan dalam

mengembangkan pengetahuan khususnya di Ilmu keperawatan.

b. Bagi pelayanan kesehatan

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan mutu dan kualitas

pelayanan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien

COVID-19 dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif dengan rutin dan

kontinyu memberikan prone position.

c. Bagi pasien

Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, peran serta

keluarga maupun masyarakat, serta sebagai sumber informasi untuk merawat

pasien dengan bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien yang mengalami

COVID-19.

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Corona Virus Disease 2019

Corona Virus Disease 2019 adalah infeksi saluran pernapasan yang

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-

2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah

diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus

yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat

seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS) (Burhan et al., 2020).

2. Tanda dan gejala Corona Virus Disease 2019

Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai

dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat,

ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau

sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam

keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.

Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang

asimptomatik telah dilaporkan.

Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran

napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan

9
atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau

sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa

kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan

pneumonia berat ditandai dengan demam, frekuensi pernapasan >30x/menit,

distres pernapasan berat, atau saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada

pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.

Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-

gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.

Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan

fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk disertai dahak, sesak

napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah,

kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih

dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C,

sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C (Susilo et al., 2020).

3. Patofisiologi Corona Virus Disease 2019

Patofisiologi Corona Virus Disease 2019diawali dengan interaksi protein

spike virus dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan

terjadi dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute

respiratory syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran gen,

insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan

outbreak di kemudian hari.

Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2)

menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan

10
pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor

masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan

sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding

domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran

antara sel virus dan sel inang. Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan

dikeluarkan dalam sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan

poliprotein pp1a dan pp1ab dan membentuk kompleks replikasi-transkripsi

(RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA

yang mengkodekan pembentukan protein struktural dan tambahan (Kumar and Al

Khodor, 2020).

Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein

nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus.

Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel

yang terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan

menginfeksi mukosa traktus respiratorius bawah, memicu serangkaian respons

imun dan menginduksi sitokin, menyebabkan perubahan komponen imun seperti

leukosit darah tepi dan limfosit. Biomarker paling berpotensi menyebabkan

inflamasi dan kerusakan pada paru adalah IL-6 yang kemudian menyebabkan

gejala pada pasien antara lain sputum yang berlebihan 33,4% pada Covid ringan,

37,8% pada Covid berat, dan batuk 67,8% (Sukmana and Yuniarti, 2020).

11
4. Pemeriksaan penunjang Corona Virus Disease 2019

Beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan bagi pasien yang dicurigai

mengalami penyakit COVID-19 menurut buku Pedoman Tatalaksana COVID-19

(2020):

a. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks

Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral,

konsolidasisubsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan

groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan

perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian

berkembang menjadi bayangan multipleground-glass dan infiltrate di kedua paru.

Pada kasus berat, dapatditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi

pleura.

b. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah

1) Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring danorofaring)

2) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan

endotrakeal tube dapat berupa aspiratendotrakeal)

3) Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia),

pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat.

4) Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral

(Dacronsteril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan

sampel dari tonsil atau hidung.

12
5) Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau

sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi

diagnosis dan tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan.

6) Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung

tersedia seperti pasien dengan intubasi.

7) Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko transmisi

aerosol.

Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen

lain.

8) Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi.

9) Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel

dari saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus.

10) Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua

sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam.

11) Jika sampel diperlukan untuk keperluan pencegahan infeksi dantransmisi,

specimen dapat diambil sesering mungkin yaitu harian.

a. Bronkoskopi

b. Pungsi pleura sesuai kondisi

c. Pemeriksaan kimia darah

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, analisa gas

darah, fungsi hepar (pada beberapa pasien, enzim liver dan ototmeningkat), fungsi

ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal hemostasis (PT/APTT, d Dimer), pada

13
kasus berat, Ddimer meningkat, Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis), laktat

(untuk menunjang kecurigaan sepsis), biakan mikroorganisme dan uji kepekaan

dari bahan saluran napas(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah, kultur

darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapiantibiotik. Namun, jangan

menunda terapi antibiotik denganmenunggu hasil kultur darah), pemeriksaan feses

dan urin (untuk investasigasi kemungkinanpenularan).

5. Penatalaksanaan Corona Virus Disease 2019

Menurut Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 (2020) berikut

penatalaksanaan pada pasien dengan COVID-19 :

A. Derajat ringan

1) Isolasi dan Pemantauan

Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak

muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.

Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang

ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah

maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

2) Farmakologis

a) Vitamin C diberikan dengan pilihan: tablet Vitamin C non acidic 500

mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) atau tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam

oral (selama 30 hari). Jenis multivitamin yang mengandung vitamin C 1-

2 tablet /24 jam (selama 30 hari), sangat dianjurkan jenis vitamin yang

komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink

14
b) Vitamin D diberikan jenis suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia

dalam bentuk tablet, kapsul,tablet, effervescent, tablet kunyah, tablet

hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup). Sedangkan yang jenis lain Vitamin D

1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet

kunyah 5000 IU).

c) Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari

d) Antivirus : Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5- 7 hari

(terutama bila diduga ada infeksi influenza) atau Favipiravir (Avigan

sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan

selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)

e) Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.

f) Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat

Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat

dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan

perkembangan kondisi klinis pasien.

g) Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

B. Derajat sedang

1) Isolasi dan Pemantauan

a) Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit

Darurat COVID-19

b) Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit

Darurat COVID-19

15
2) Non Farmakologis

a) Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi

cairan, oksigen

b) Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung

jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi

hati dan foto toraks secara berkala.

3) Farmakologis

a) Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam

diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

b) Diberikan terapi farmakologis berikut:

Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai

alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri:

dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). Dapat ditambah

salah satu antivirus Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600

mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5).

Remdesivir 200 mg IV drip dapat diberikan (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg

IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

c) Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP

d) Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).

e) Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

16
C. Derajat berat atau kritis

1) Isolasi dan Pemantauan

a) Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting

Pengambilan swab untuk PCR dilakukan

2) Non Farmakologis

a) Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi

(terapi cairan), dan oksigen.

b) Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap beriku dengan hitung

jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi

hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.

c) Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan

d) Monitor tanda-tanda vital antara lain : takipnea, frekuensi napas ≥

30x/min, saturasi oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),

PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg, peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan

area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,limfopenia

progresif, peningkatan CRP progresif, asidosis laktat progresif.

e) Monitor keadaan kritis seperti : gagal napas yg membutuhkan ventilasi

mekanik, syok atau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU,

bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan

ventilator mekanik. Tiga langkah yang penting dalam pencegahan

perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut: pertama gunakan High Flow

Nasal Cannula (HFNC) atau Non-Invasive Mechanical Ventilation (NIV)

pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas (HFNC lebih disarankan

17
dibandingkan NIV), kedua pembatasan resusitasi cairan, terutama pada

pasien dengan edema paru, ketiga posisikan pasien sadar dalam posisi

tengkurap (awake prone position).

3) Farmakologis

a) Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1

jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

b) Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena

c) Vitamin D jenis suplemen yang dosisnya 400 IU-1000 IU/hari (tersedia

dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet

hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) atau jenis obat dengan dosis 1000-

5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah

5000 IU).

d) Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) atau

sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada

infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).

e) Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi

bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus

infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah

harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian

khusus) patut dipertimbangkan.

f) Antivirus : jenis antivirus yang dipakai Favipiravir (Avigan sediaan 200

mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600

mg (hari ke 2-5) . Atau bisa juga diberikan Remdesivir 200 mg IV drip

(hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

g) Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman

18
66-75)

19
h) Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau

kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus

berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan

ventilator.

i) Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

j) Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman

tatalaksana syok yang sudah ada.

k) Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi.

A. ASUHAN KEPERAWATAN

COVID-19 telah dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

sebagai pandemi di mana dilaporkan bahwa lebih dari 100.000 orang terkena

dampak di seluruh dunia. Manajemen perawatan untuk pasien dengan infeksi

COVID-19 meliputi:

a. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pasien yang diduga COVID-19 harus mencakup:

Sejarah perjalanan. Penyedia layanan kesehatan harus mendapatkan

riwayat perjalanan yang terperinci untuk pasien yang dievaluasi dengan

demam dan penyakit pernapasan akut.

Pemeriksaan fisik. Pasien yang mengalami demam, batuk, dan

sesak napas dan yang telah melakukan perjalanan ke Wuhan, Cina baru-

baru ini harus ditempatkan di bawah isolasi segera.

b. Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan data penilaian, diagnosis keperawatan utama untuk

pasien dengan COVID-19 adalah:

20
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola nafas tidak efektif

3. Hipertermia

4. Resiko defisit nutrisi

5. Kecemasan

c. Perencanaan dan Tujuan Perawatan

Berikut ini adalah tujuan perencanaan perawatan utama untuk COVID-19:

1. Cegah penyebaran infeksi.

2. Pelajari lebih lanjut tentang penyakit dan penatalaksanaannya.

3. Tingkatkan suhu tubuh adekuat

4. Kembalikan pola pernapasannya kembali normal.

5. Kurangi kecemasan.

d. Intervensi Keperawatan

Di bawah ini adalah intervensi keperawatan untuk pasien yang didiagnosis

dengan COVID-19:

1. Pantau tanda-tanda vital. Pantau suhu pasien; infeksi biasanya dimulai

dengan suhu tinggi; pantau juga laju pernapasan pasien karena sesak

napas adalah gejala umum lainnya.

2. Pantau saturasi O2. Pantau saturasi O2 pasien karena gangguan

pernapasan dapat menyebabkan hipoksia.

3. Pertahankan isolasi pernafasan. Simpan tisu di samping tempat tidur

pasien; buang sekresi dengan benar; mengintruksikan pasien untuk

menutup mulut saat batuk atau bersin; menggunakan masker, dan

21
menyarankan mereka yang memasuki ruangan untuk memakai masker

juga; letakkan stiker pernapasan pada bagan, linen, dan sebagainya.

4. Terapkan kebersihan tangan yang ketat. Ajari pasien dan orang-orang

untuk mencuci tangan setelah batuk untuk mengurangi atau mencegah

penularan virus.

5. Kelola hipertermia. Gunakan terapi yang tepat untuk suhu tinggi untuk

mempertahankan normotermia dan mengurangi kebutuhan

metabolisme.

6. Berikan penkes pada pasien dan keluarga. Berikan informasi tentang

penularan penyakit, pengujian diagnostik, proses penyakit,

komplikasi, dan perlindungan dari virus.

e. Evaluasi

Tujuan keperawatan terpenuhi sebagaimana dibuktikan oleh:

1. Pasien dapat mencegah penyebaran infeksi yang dibuktikan dengan

PHBS dan isolasi pernafasan adekuat.

2. Pasien dapat belajar lebih banyak tentang penyakit dan

penatalaksanaannya.

3. Pasien mampu meningkatkan level suhu tubuh yang adekuat.

4. Pasien mampu mengembalikan pola pernapasannya kembali normal.

5. Pasien tidak terlihat cemas.

22
f. Pedoman Dokumentasi

Pedoman dokumentasi untuk pasien dengan COVID-19 meliputi:

1. Temuan individu, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi,

interaksi, sifat pertukaran sosial, spesifik perilaku individu.

2. Keyakinan budaya dan agama, dan harapan.

3. Paket perawatan.

4. Rencana pengajaran.

5. Tanggapan terhadap intervensi, pengajaran, dan tindakan yang

dilakukan.

6. Pencapaian atau kemajuan menuju hasil yang diinginkan.

23
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil studi kasus Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan

Napas Tidak Efektif Pada Pasien Nn. K dengan COVID-19 Di Ruang

Isolasi RSUD Nganjuk Tahun 2022. dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan pengkajian keperawatan pada Tn. J dengan diagnosa medis

COVID-19 didapatkan keluhan yang dirasakan oleh pasien yaitu pasien

mengeluh sesak, pasien tidak mampu batuk, pasien tidak mampu batuk

efektif, terdapat sputum berlebih, terdengar suara tambahan ronkhi dan

frekuensi pernapasan berubah 36 x/menit, pasien tidak mengalami sulit

bicara, pasien gelisah, sianosis, pola napas pasien teratur dan tidak ada

penurunan bunyi napas.

2. Diagnosis keperawatan yang ditetapkan pada pasien yakni bersihan pola

napas tidak efektif ditandai dengan pasien mengeluh sesak, pasien tidak

mampu batuk, pasien tidak mampu batuk efektif, terdapat sputum berlebih,

terdengar suara tambahan ronkhi dan frekuensi pernapasan berubah 30

x/menit, gelisah.

3. Luaran keperawatan yang ingin dicapai penulis yaitu bersihan jalan napas

meningkat. Intervensi yang diberikan pada pasien dengan masalah bersihan

jalan napas tidak efektif adalah terdiri dari intervensi utama manajemen

jalan napas, latihan batuk efektif dan intervensi pendukung fisioterapi dada

serta intervensi inovasi prone position.

24
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu

manajemen jalan napas, latihan batuk efektif , fisioterapi dada serta prone

position yang dilakukan 1 kali sehari selama 3 jam.

4. Hasil evaluasi keperawatan pada pasien Nn. N setelah dilakukan implementasi

selama 3 x 24 jam yakni pada data subjektif didapatkan pasien mengatakan

sesaknya sudah berkurang. Data objektif didapatkan pasien tampak sudah bisa

melakukan batuk efektif, tidak gelisah, produksi sputum menurun, dan

frekuensi napas membaik 20 x/menit. Assesment bersihan jalan napas tidak

efektif teratasi sebagian dan planning pertahankan kondisi pasien dan lakukan

prone position 2x sehari.

B. SARAN

Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan mengenai asuhan

keperawatan bersihan jalan napas pada pasien dengan Corona Virus Desease 2022

di Ruang Isolasi RSUD Nganjuk maka penulis menyarankan kepada:

1. Pelayanan kesehatan

Diharapkan karya ilmiah akhir ners ini nantinya dapat dijadikan acuan

bagi perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan COVID-

19 dengan tindakan inovasi prone position terhadap semua pasien untuk

mengatasi masalah bersihan jalan nafas tidak efektif dengan menjelaskan tujuan

24
dan manfaat yang didapat oleh pasien, sehingga pasien mau dilakukan intervensi ini..

2. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan karya ilmiah akhir ners ini dapat dijadikan acuan sebagai untuk

penelitian selanjutnya dan dapat dikembangkan dengan teori-teori terbaru beserta

didukung oleh jurnal-jurnal penelitian.

25
DAFTAR PUSTAKA

Burhan, E. et al. (2020) Pedoman Tatalaksana Covid-19 Edisi 3 TIM EDITOR


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terap.

Dirkes, S. et al. (2012) ‘Prone positioning: Is it safe and effective?’, Critical Care
Nursing Quarterly. doi: 10.1097/CNQ.0b013e31823b20c6.

Lu, S. J. and Wang, S. P. (2018) ‘Prone position and nursing care’, Journal of
Nursing. doi: 10.6224/JN.201806-65(3).13.

Levani, Y., Prastya, A. D. and ... (2021) ‘Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi’, Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan.

Kumar, M. and Al Khodor, S. (2020) ‘Pathophysiology and treatment strategies


for COVID-19’, Journal of Translational Medicine. BioMed Central, 18(1), pp.
1–9. doi: 10.1186/s12967-020-02520-8.

Rahmawati, Y. (2016) ‘Upaya Meningkatkan Keefektifan Bersihan Jalan Nafas


Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di RSUD Dr. Soehadi
Prijonegor’, Publiikasi Ilmiah.

Sukmana, M. and Yuniarti, F. A. (2020) ‘The Pathogenesis Characteristics and


Symptom of Covid-19 in the Context of Establishing a Nursing Diagnosis’, Jurnal
Kesehatan Pasak Bumi Kalimantan, 3(1), pp. 21–28.

Susilo, A. et al. (2020) ‘Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini’,


Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. doi: 10.7454/jpdi.v7i1.415.

Siti Fatimah, S. (2019) ‘Penerapan Teknik Batuk Efektif Mengatasi


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas pada Tn. M dengan Tuberculosis’, Jurnal
Keperawatan Karya Bhakti.

26

Anda mungkin juga menyukai