Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2023


UNIVERSITAS PATTIMURA

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PNEUMONIA PADA ANAK

Disusun oleh:
Renov J. Latumahina
(2020-84-032)

PEMBIMBING
Dr. Rizki Ayu Rizal Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN PENYAKIT BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan refrat dengan

judul “Diagnosis Dan Tatalaksana Pneumonia Pada Anak”. Refrat ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan

klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penyusunan Refrat ini dapat

diselesaikan dengan baik karena adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan

dari berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada dr. Rizki Ayu Rizal Sp.A, selaku pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membantu penulis

dalam menyelesaikan Refrat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan

Refrat ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang

bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi

perbaikan penulisan Refrat ini kedepannya. Semoga laporan Refrat dapat

memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak yang membutuhkan.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
BAB II TINJAUN PUSTAKA.................................................................................6
2.1 Pneumonia....................................................................................................6
2.2 Epidemiologi.................................................................................................6
2.3 Etiologi..........................................................................................................8
2.4 Patogenesis..................................................................................................10
2.5 Klasifikasi pnemonia..................................................................................12
2.6 Diagnosis.....................................................................................................15
2.7 Tatalaksana Pneumonia............................................................................20
2.8 Prognosis.....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah penyakit saluran pernapasan bawah yang terjadi secara

tiba-tiba dan melibatkan peradangan pada parenkim paru-paru, termasuk alveolus

(kantung udara kecil) dan jaringan interstisial (ruang antara alveolus). Mayoritas

kasus pneumonia disebabkan oleh virus atau bakteri. Beberapa bakteri yang

menjadi penyebab utama pneumonia meliputi Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, serta kuman atipikal seperti

Chlamydia dan Mikoplasma. Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus,

Influenza, Parainfluenza, Human Metapneumovirus (hMPV), dan Adenovirus

adalah jenis virus yang paling sering menyebabkan pneumonia. Ada berbagai

faktor risiko pneumonia di negara berkembang, termasuk berat badan lahir rendah

(BBLR), malnutrisi, tidak diimunisasi, pemberian ASI yang tidak memadai,

paparan polusi udara yang tinggi, tinginya paparan rokok, dan status sosial

ekonomi yang rendah.1,2,3

Secara global pneumonia merupakan penyebab utama timbulnya penyakit dan

kematian pada anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun. Meskipun jumlah

kematian akibat pneumonia pada anak-anak terutama terjadi di negara-negara

berkembang, dampak penyakit ini juga signifikan di negara-negara maju dengan

adanya beban kesehatan yang tinggi. Biaya pengobatan dan perawatan terkait
pneumonia juga dapat memberikan tekanan keuangan yang signifikan di negara-

negara maju.1

Setiap tahunnya, pneumonia menyebabkan sekitar 700.000 hingga 900.000

kematian anak di seluruh dunia. Pada tahun 2016, pneumonia bertanggung jawab

atas 13-16% dari semua kematian anak di bawah 5 tahun. Penyebab kematian

akibat pneumonia di seluruh dunia terutama di beberapa negara: Afghanistan,

Angola, Bangladesh, Chad, Cina, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, India,

Indonesia, Niger, Nigeria, Pakistan, Somalia, Sudan, dan Tanzania. Pneumonia di

Indonesia menjadi penyebab 15% kematian pada balita. Pada tahun 2015,

diperkirakan 922 ribu balita meninggal akibat pneumonia. Tahun 2017, kematian

balita akibat pneumonia meningkat menjadi 0,34% dari 0.22% dari tahun

sebelumnya.1,3
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

II.1 Pneumonia

Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan paru-paru yang

disebabkan oleh agen infeksi, terutama pada saluran pernapasan bagian bawah

seperti bronkus dan alveoli. Proses peradangan ini menyebabkan akumulasi cairan

di dalam ruang udara paru-paru, yang mengganggu pertukaran gas. Hal ini

menyebabkan gejala-gejala seperti takipnea (peningkatan frekuensi pernapasan),

hipoksia (penurunan kadar oksigen dalam darah), dan batuk.4

II.2 Epidemiologi

Badan kesehatan dunia (WHO), sekitar 15 persen dari jumlah kematian anak-

anak usia balita di seluruh dunia disebabkan oleh pneumonia. Namun demikian,

pneumonia juga dapat mempengaruhi orang dewasa dengan efek yang serupa.

Secara global, kejadian pneumonia pada anak di bawah usia 5 tahun di negara

berkembang adalah sekitar 0,28 kejadian per anak per tahun (150 juta kejadian per

tahun), sedangkan di negara maju hanya sekitar 0,05 kejadian per anak per tahun.

Pneumonia merupakan penyebab 18% dari total kematian anak-anak di seluruh

dunia, yang berjumlah sekitar 2 juta kematian setiap tahunnya. Kebanyakan

kematian ini terjadi di negara-negara miskin yang memiliki akses terbatas


terhadap sistem kesehatan. Di masyarakat yang lebih makmur, pneumonia jarang

menyebabkan kematian, tetapi masih menyebabkan kesakitan yang signifikan.4

Insiden pneumonia yang dikonfirmasi melalui pemeriksaan radiologi pada

anak-anak yang sebelumnya sehat di Eropa adalah sekitar 144-147 per 100.000

anak per tahun, dan tingkat ini cenderung menurun seiring bertambahnya usia,

dengan tingkat tertinggi terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun (328-338

per 100.000 anak per tahun dan 421 per 100.000 anak per tahun pada usia 0-2

tahun). Tingkat rawat inap akibat pneumonia pada kelompok usia ini adalah

sekitar 122 per 100.000 anak per tahun pada anak-anak hingga usia 16 tahun dan

287 per 100.000 anak per tahun pada anak-anak hingga usia 5 tahun. Studi di

Inggris menunjukkan bahwa angka kejadian pneumonia pada anak usia di bawah

5 tahun yang datang ke dokter umum adalah sekitar 191 per 100.000 orang per

tahun, kemungkinan karena anak-anak yang sakit parah akan langsung pergi ke

rumah sakit. Di Jerman, studi menunjukkan bahwa insiden pneumonia yang

memerlukan rawat inap di rumah sakit adalah sekitar 300 per 100.000 anak per

tahun pada anak-anak usia 0-16 tahun dan 658 per 100.000 anak per tahun pada

anak-anak usia 0-5 tahun. Dalam 23% dari kasus tersebut, terdapat kondisi yang

mendasari, dan ada kemungkinan bahwa banyak anak dengan bronkiolitis juga

diklasifikasikan sebagai pneumonia.4 . Pneumonia di Indonesia menjadi penyebab

15% kematian pada balita. Pada tahun 2015, diperkirakan 922 ribu balita
meninggal akibat pneumonia. Tahun 2017, kematian balita akibat pneumonia

meningkat menjadi 0,34% dari 0.22% dari tahun sebelumnya.3

II.3 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,

virus, dan fungi. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti

Streptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Chlamidia spp, dan

Echerichia coli. Dari segi virus, beberapa virus juga dapat menyebabkan

pneumonia, dan beberapa dari mereka dapat menyebabkan gejala pneumonia yang

parah, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Kondisi ini juga dikenal dengan

istilah Severe Acute Respiratory Infection (SARI). Virus merupakan penyebab

paling umum dari pneumonia pada anak-anak, terutama pada pasien yang dirawat

sebagai pasien rawat jalan. Pada banyak kasus, pneumonia bakteri terjadi

bersamaan dengan infeksi virus, tetapi juga dapat terjadi pada pasien yang sedang

dirawat di rumah sakit. Infeksi jamur dalam kasus pneumonia lebih jarang terjadi.

Namun, jika terdapat kecurigaan terhadap infeksi jamur, hal ini sering terjadi pada

pasien yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh atau sistem kekebalan

yang melemah.3

a. Pneumonia bakteri

Disebabkan oleh berbagai bakteri, yang paling sering adalah bakteri yang

disebut streptococcus pneumoniae. Bakteri lain yang dapat menyebabkan

pneumonia bakteri adalah:


1. Streptokokus grup B (paling umum pada bayi baru lahir)

2. Staphylococcus aureus

3. Streptokokus grup A (paling umum pada anak di atas usia 5 tahun)

b. Pneumonia virus

Gejala awal pneumonia virus sama dengan pneumonia bakterial. Namun,

dengan pneumonia virus, keterlibatan pernapasan terjadi secara perlahan. Kita

mungkin terdengar anak akan mengi, dan batuknya mungkin memburuk.

Pneumonia virus dapat membuat anak menjadi rentan terhadap pneumonia

bakteri.

Pneumonia virus disebabkan oleh virus, antara lain:

1. Respiratory syncytial virus, atau RSV (paling sering terlihat pada anak

di bawah usia 5 tahun)

2. Virus parainfluenza

3. Virus influenza

4. Adenovirus

Virus bertanggung jawab atas 30-67% kasus pneumonia yang didapat dari

masyarakat (CAP), dan yang paling sering terjadi pada anak-anak <2 tahun. Yang

paling sering diidentifikasi adalah respiratory syncytial virus (RSV) yang diisolasi

pada 13-29% dan rhinovirus (3-45%) baik yang dikombinasikan dengan bakteri

maupun yang berdiri sendiri. Virus lain yang bertanggung jawab atas pneumonia

terdiri dari adenovirus (1-13%), influenza (4-22%) dan virus parainfluenza (3-

10%), rhinovirus (3-45%), human metapneumovirus (5-12%), human bocavirus


(5-15%), dan yang lebih jarang ditemukan adalah enterovirus, cacar air, herpes,

dan sitomegalovirus. Pada anak yang lebih tua, infeksi bakteri lebih sering terjadi:

Streptococcus pneumoniae menjadi penyebab utama (30-44% dari CAP) diikuti

oleh Mycoplasma pneumoniae (22-36%) dan Chlamydophila pneumoniae (5-

27%)

II.4 Patogenesis

Organ paru-paru memiliki berbagai mekanisme pertahanan untuk melindungi

diri dari infeksi. Mekanisme tersebut termasuk pertahanan barrier anatomi dan

fisiologi, sistem retikuloendotelial, serta sistem imunitas humoral bawaan dan

spesifik. Namun, jika salah satu mekanisme pertahanan ini terganggu, maka

mikroorganisme dapat masuk ke paru-paru, berkembang biak, dan menyebabkan

pneumonia. Pada saluran pernapasan bagian bawah, mikroorganisme yang masuk

akan memicu respon inflamasi akut dengan infiltrasi sel-sel mononuklear ke

dalam submukosa dan perivaskuler. Sel-sel goblet akan merespon inflamasi

dengan memproduksi mucus yang kental. Mucus ini akan didorong oleh gerakan

bersilia pada epitel menuju faring, memicu refleks batuk. Pada anak-anak,

sebagian besar sekret mukus hasil dari batuk akan tertelan, tetapi ada yang

dikeluarkan. Ketika mikroorganisme mencapai alveoli, makrofag alveolar akan

diaktifkan untuk memfagositosis kuman penyebab. Hal ini akan memberi sinyal

kepada lapisan epitel untuk membentuk antibodi immunoglobulin G spesifik. Jika

kuman tidak dapat difagositosis, maka akan masuk ke interstitium dan


dihancurkan oleh sel limfosit. Kuman tersebut akan dikeluarkan dari paru-paru

melalui sistem mukosiliar. Namun, jika mekanisme ini gagal membunuh

mikroorganisme dalam alveoli, sel leukosit PMN dengan aktivitas fagositosis

akan diaktifkan oleh sitokin, yang kemudian menyebabkan respon inflamasi

lanjutan.3

a. Stadium kongesti. Dalam 24 jam pertama, terjadinya kongesti vaskular

dengan edema alveolar yang keduanya disertai infiltrasi sel-sel neutrofil

dan bakteri.

b. Stadium hepatisasi merah. Terjadi edema luas dan kuman akan dilapisi

oleh cairan eksudatif yang berasal dari alveolus. Area edema ini akan

membesar dan membentuk sentral yang terdiri dari eritrosit, neutrophil,

eksudat purulen (fibrin, sel-sel leukosit PMN) dan bakteri.

c. Stadium hepatisasi kelabu. Terjadi fagositosis aktif kuman oleh sel

leukosit PMN serta pelepasan pneumolisin yang meningkatkan respon

inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Struktur paru

tampak kabur karena akumulasi hemosiderin dan lisisnya eritrosit

d. Stadium resolusi. Terjadi ketika antikapsular timbul dan leukosit PMN

terus melakukan aktivitas fagositosisnya dan sel-sel monosit

membersihkan debris. Apabila imunitas baik, pembentukan jaringan paru

akan minimal dan parenkim paru akan kembali normal


II.5 Klasifikasi pnemonia

Pneumonia diklasifikasikan menurut jenis kuman penyebabnya dan di mana

seseorang terkena infeksi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2013

untuk mengklasifikasikan dan mengobati pneumonia pada anak-anak. Revisi ini

mencakup penggolongan anak-anak dengan batuk atau kesulitan bernapas ke

dalam tiga kategori diagnostik yang berbeda: pneumonia, pneumonia berat, atau

tidak ada pneumonia, berdasarkan gambaran klinis. 5 Tanda klinis utama tunggal

yang sangat sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis pneumonia adalah napas

cepat atau takipnea. Pemeriksaan auskultasi tidak sensitif.6

Klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang telah direvisi (2014)


pada anak usia 2-59 bulan.
Klasifkasi Temuan klinis
Tidak ada pneumonia Batuk dan flu
Pneumonia Bernapas cepat:
≥ 50/min (2 months to 1 year)
≥ 40/min (>1–5 years)
≥ 30/min (>5 years) dan atau retraksi
dada
Pneumonia berat atau sangat berat  Tanda-tanda bahaya umum
 Tidak dapat minum/makan
 Muntah terus-menerus
 Kejang-kejang, sianosis
 Kelesuan/pingsan
 Stridor pada anak yang tenang
 Malnutrisi yang parah

Secara umum, pneumonia dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu

pneumonia yang didapat dari masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP)

dan pneumonia yang terkait dengan perawatan kesehatan (health care-associated

pneumonia/HCAP). Setiap kategori pneumonia ini disebabkan oleh jenis

mikroorganisme yang berbeda-beda.

 Community Acquired Pneumonia (CAP).7

Pneumonia yang didapat dari masyarakat (CAP) berpengaruh erat dengan

keadaan sosioal ekonomi dan lingkungan tempat tinggal atau lingkungan

sekolah, biasanya disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae yang

merupakan penyebab utama, diikuti oleh virus dan bakteri Mycoplasma

pneumoniae. Beberapa jamur seperti Histoplasma capsulatum dan

Pneumocystis carinii juga dapat menyebabkan penyakit yang menyerupai

pneumonia. Bakteri Legionella dan jamur pneumocystis dapat menyebabkan

pneumonia pada individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang

lemah.

 Hospital Acquireed Pneumonia (HAP) dan Ventilator Acquired

Pneumonia (VAP).8
Pneumonia yang didapat di rumah sakit (HAP) dan Ventilator-

associated pneumonia (VAP) adalah kondisi yang didapat dari

perawatan kesehatan dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang

signifikan. HAP adalah pneumonia yang berkembang setidaknya 48

jam setelah masuk rumah sakit. VAP adalah HAP yang berkembang

setidaknya 48 jam setelah intubasi endotrakeal. Pasien yang dirawat di

rumah sakit mungkin memiliki beberapa faktor risiko untuk

pneumonia, seperti posisi berbaring, gangguan refleks batuk, anestesi

prosedural, gangguan sistem kekebalan tubuh status imun, dan/atau

saluran napas tambahan. Pengenalan pneumonia yang cepat pada

pasien rawat inap dapat mencegah komplikasi. Namun, kultur sekresi

pernapasan sulit diperoleh pada pasien tanpa bantuan jalan napas

buatan atau memiliki saluran napas buatan atau memiliki spesifisitas

yang terbatas pada pasien dengan tabung endotrakeal atau tabung

trakeostomi.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan area paru yang terkena :9,10

 Pneumonia lobaris :
Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila
kedua paru terkena pneumonia, maka disebut dengan pneumonia bilateral
 Pneumonia lobularis :
Terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
 Pneumonia Intertsisial :
Proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (intertsisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobular.
II.6 Diagnosis
Pendekatan terhadap anak dengan dugaan pneumonia dimulai dengan

Riwayat yang terperinci dan pemeriksaan fisik yang cermat. Riwayat penyakit

yang didapatkan pada saat anamnesis lebih memungkinkan untuk mengungkapkan

demam, dengan gejala pernafasan yang terkait, termasuk gejala batuk dan

takipnea. Adapun akan dibahas mengenai mendiagnosis anak dengan pneumonia

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan

indikasi:11,12

a. Anamnesis
Pasien anak biasanya akan datang dengan keluhan sesak yang disertai
demem tinggi,batuk.Dapat juga ditemui nafas yang cepat,gelisah, dan
bahkan keadaan membiru pada anak. Hal yang perlu ditanyakan, ialah :11,12
 Onset : akut atau kronik? dan perlu ditanyakan mengenai durasi
 Kronologi : berhubungan dengan pola intermitten atau secara terus-
menerus dan perlu ditanyakan mengenai frekuensi (apakah setiap
hari,per minggu, atau per bulan/malam/pagi?)
 Kualitas dan progresi : apakah gejala semakin membaik atau
memburuk dibandingkan dengan sebelumnya.
 Severity : tingkat keparahan (ringan,sedang, berat)
 Modifying factors : precipitating and relieving factors (faktor-faktor
yang memperberat dan faktor yang mengurangi gejala, misalnya
apakah sebelumnya sudah ada penggunaan obat, baik itu usaha untuk
mengurangi gejala ataupun berhubungan dengan Riwayat penyakit
terdahulu
 Associated symtomps : yang berhubungan dengan gejala lain, missal
batuk,mengi/wheezing,hemoptisis,sesak mapas, nyeri dada,ortopnea
dan juga perlu ditanyakan mengenai systemic symptoms, yang berupa
gejala-gejala sistemik berupa demam, malaise, amoreksia, dan
penurunan berat badan.
 Riwayat lain : apakah pasien sebelumnya pernah kontak dengan apsien
TB (atau batuk kronik) dalam keluarga atau lingkungan tempat
tinggal,Riwayat tersedak,Riwayat infeksi HIV)
 Penting juga untuk ditanyakan mengenai Riwayat imunisasi pada
anak : BCG, DPT, campak,Hib
 Riwayat atopi : untuk keadaan tertentu, seperti asma,rhinitis
atopi/alergi, baik pada pada pasien anak maupun pada keluarganya.
b. Pemeriksaan Fisik13,14
o Keadaan umum :
 Sianosis sentral
 Merintih/grunting, pernapasan yang menggunakan cuping hidung,
wheezing, stridor
 Kepala anak terangguk-angguk
 Peningkatan tekanan vena jugularis
 Telapak tangan sangat pucat
o Abdomen : dapat terjadi hepatomegali dan splenomegali
o Pemeriksaan thorax : untuk menilai frekuensi pernapasan yang
berdasarkan pada usia anak.
 Usia <2 bulan : > 60 kali/menit
 Usia 2 – 11 bulan : > 50 kali/menit
 Usia 1- 5 tahun : > 40 kali/menit
 Usia >5 tahun ; >30 kali/menit
o Perkusi : bisa terjadi redup (harus dicermati karena kemungkinan sudah
amsuk kedalam tanda-tanda efusi pleura atau dapat terjaid hipersonor
(sebagai salah satu tanda pneumothorax)
o Auskultasi : dapat ditemukan adanya crackles (ronkhi) atau suara nafas
yang bronkial.
c. Pemeriksaan Penunjang.13,15
 Complete Blood Count / Darah Perifer Lengkap.
Untuk membedakan pneumonia yang disebabkan oleh virus dan
mikoplasma, jumlah leukosit masih dalam batas normal atau bisa juga
sedikit meningkat, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri,
terjadi leukositosis (15.000 – 40.000/mm3) dengan predominan leukosit
PMN. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan
adanya eosinophilia.
 C-Reactive Protei.
CRP sendiri merupakan suatu protein pada fase akut yang disintesis
oleh hepatosit, secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostic
untuk membedakan antara faktor infeksi dan oninfeksi, infeksi virus
dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri bakteri profunda.
 Uji Serologis.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi antigen dan antibody pada
infeksi bakteri yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.
Diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat diketahui dengan titer
antibody yang meningkat seperti antistreptomisin ),streptozim, atau
antiDNase B.Peningkatan titer juga bisa menunjukkan adanya infeksi
yang pernah terjadi. Untuk membedakannya diperlukan serum fase akut
dan serum pada fase konvalesen, namun secara umum uji serologis
tidak terlalu bermanfaat untuk mendiagnosis pneumonia atipikal, seperti
mikoplasma dan klamidia, serta beberapa virus (RSV, sitomegalovirus,
campak,influenza A atau B, adenovirus), peningkatan antibody IgM dan
IgG dapat membantu diagnosis.
 Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan ini pada anak tidak perlu dilakukan, kecuali pada
pneumonia yang berat dan memerlukan rawat inap dirumah sakit.
Spesimen pemeriksaan ini bisa diambil dari usap tenggorok, secret
nasofaring, bilasan bronkus, aspirasi paru, darah, dan pungsi paru.
Diagnosis definitive bila kuman ditemukan dari aspirasi paru, cairan
pleura, dan darah.

 Pemeriksaan Radiologis
 Konvensional

Peran foto thorax dapat dijadikan alat screening untuk deteksi infiltrate

atau untuk monitoring respon terhadap terapi Gambaran pneumonia pada

anak dengan pemeriksaan ultrasonografi paru ditemukan gambaran

hepatisasi, elemen hyperechoic linier dan B-Line patologis, dan dengan

pemeriksaan foto thorax ditemukan gambaran konsolidasi dan bercak

infiltrat. Gambaran hepatisasi pada pemeriksaan ultrasonografi paru

memiliki agreement yang baik dengan konsolidasi pada pemeriksaan foto

thorax. Gambaran elemen hyperechoic linier pada pemeriksaan

ultrasonografi paru terlihat sebagai gambaran air bronchogram sign yang

dikelilingi bercak infiltrat pada foto thorax. Gambaran efusi pleura pada foto
thorax berupa gambaran lesi anechoic sedangkan pada foto thorax posisi AP

supine ditemukan gambaran GGO.

Pada gambar menunjukan (A) Radiografi anteroposterior dari

seorang anak dengan infiltrasi lobus bawah kiri. (B) Radiografi lateral dari

anak yang sama dengan infiltrasi lobus bawah kiri.15

Meskipun rontgen dada dapat membantu dalam diagnosis dan

konfirmasi pneumonia, ia memiliki risiko, termasuk paparan radiasi, biaya

terkait perawatan kesehatan, dan hasil negatif palsu, meningkatkan

penggunaan antibiotik yang tidak beralasan. Pencitraan harus dibatasi pada

anak-anak yang tampak beracun, mereka dengan perjalanan penyakit

berulang atau berkepanjangan meskipun telah diobati, bayi berusia 0 hingga

3 bulan dengan demam, dugaan aspirasi benda asing, atau malformasi paru
bawaan. Pencitraan juga dapat dipertimbangkan pada anak-anak di bawah 5

tahun, yang datang dengan demam, leukositosis, dan tidak ada sumber

infeksi yang dapat diidentifikasi. Pencitraan juga dapat berguna pada

mereka yang mengalami infeksi saluran pernapasan atas akut yang

memburuk atau untuk menyingkirkan massa yang mendasari pada anak-

anak yang mengalami "round pneumonia".13,14

II.7 Tatalaksana Pneumonia

Prinsip dasar dalam penanganan pneumonia pada anak meliputi eliminasi

mikroorganisme penyebab infeksi dengan menggunakan antibiotik yang sesuai,

serta pemberian tatalaksana supportif lainnya. Tatalaksana supportif meliputi

terapi oksigen, pemberian cairan intravena, koreksi gangguan elektrolit pada

kondisi dehidrasi, dan pemberian antipiretik untuk mengatasi demam. Penggunaan

obat penekan batuk tidak dianjurkan. Selama masa perawatan, komplikasi yang

mungkin terjadi harus ditangani secara adekuat. Selain itu, tidak semua kasus

pneumonia pada anak memerlukan rawat inap. Namun, rawat inap diindikasikan

jika anak berusia 3-6 bulan, mengalami distress pernapasan (seperti retraksi atau

nafas cuping hidung), memiliki tingkat saturasi oksigen di bawah 92%, menolak

makan/minum, dan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi. Faktor-faktor seperti

tingkat sosial ekonomi keluarga dan ketidakmampuan keluarga dalam merawat

anak di rumah juga menjadi pertimbangan untuk memutuskan apakah rawat inap

diperlukan.3
Tabel 2. Antibiotik empiris yang diberikan pada pneumonia anak

Pedoman WHO mengklasifikasikan gejala pernapasan pada anak usia 2

bulan hingga 59 bulan ke dalam beberapa kategori berdasarkan rekomendasi

pengobatanya.10

a. Tidak ada pneumonia


Anak-anak yang hanya mengalami batuk dan pilek tanpa tanda-tanda

pneumonia diklasifikasikan sebagai "tidak ada pneumonia" dan disarankan

untuk perawatan di rumah.

b. Pneumonia

Anak-anak dengan napas cepat diklasifikasikan sebagai "pneumonia" dan

diberikan antibiotik oral (kotrimoksazol pada saat itu) untuk dikonsumsi di

rumah selama lima hari.

c. Pneumonia berat

Anak-anak dengan pembengkakan dada, dengan atau tanpa napas cepat,

diklasifikasikan sebagai "pneumonia berat" dan dirujuk ke fasilitas

kesehatan terdekat untuk pengobatan dengan penisilin injeksi..

d. Pneumonia berat atau penyakit yang sangat parah

Anak-anak dengan tanda-tanda bahaya umum diklasifikasikan sebagai

"pneumonia berat atau penyakit yang sangat parah". Mereka diberikan

dosis pertama antibiotik oral dan kemudian segera dirujuk ke fasilitas

kesehatan untuk evaluasi dan pengobatan lebih lanjut menggunakan

antibiotik parenteral.

Menurut panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pengobatan pneumonia

pada melibatkan penggunaan antibiotik yang tepat.


1. Pengobatan lini pertama

Anak-anak dengan pneumonia yang bernapas cepat tanpa adanya gambaran

radiologi atau tanda bahaya secara umum harus diobati dengan amoksisilin

oral: setidaknya 40 mg/kg/dosis dua kali sehari (80mg/kg/hari) selama lima

hari, di daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, berikan amoksisilin selama

tiga hari. Anak-anak dengan pneumonia yang bernapas cepat dan gagal dalam

pengobatan lini pertama dengan amoksisilin harus memiliki pilihan untuk

dirujuk ke fasilitas di mana terdapat pengobatan lini kedua yang sesuai.

2. Pengobatan lini kedua

Anak-anak usia 2 bulan sampai 59 bulan dengan pneumonia radang paru harus

diobati dengan amoksisilin oral: setidaknya 40mg/kg/dosis dua kali sehari

(80mg/kg/hari) selama lima hari. Pedoman sebelumnya dari WHO untuk

penanganan pneumonia yang menyerang paru-paru pada anak-anak

merekomendasikan antibiotik parenteral setidaknya selama tiga hari.

3. Pengobatan lini ketiga

Anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus diobati dengan ampisilin

parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai pengobatan lini pertama.

 Ampisilin: 50 mg/kg, atau benzil penisilin: 50.000 unit per kg IM/IV

setiap enam jam selama setidaknya lima hari


 Gentamisin: 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama setidaknya lima hari.

 Ceftriaxone harus digunakan sebagai pengobatan lini kedua pada anak-

anak dengan pneumonia berat yang gagal pada pengobatan lini pertama.

4. Pengobatan lini empat

Ampisilin (atau penisilin bila ampisilin tidak tersedia) ditambah gentamisin

atau seftriakson direkomendasikan sebagai rejimen antibiotik lini pertama

untuk bayi yang terinfeksi dan terpajan HIV serta anak di bawah usia 5 tahun

dengan pneumonia radang paru atau pneumonia berat.

5. Pengobatan lini ke lima

Untuk bayi yang terinfeksi dan terpapar HIV dan untuk anak-anak dengan

pneumonia paru atau pneumonia berat, yang tidak merespons pengobatan

dengan ampisilin atau penisilin ditambah gentamisin, seftriakson saja

direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengobatan lini kedua.

Pengobatan kotrimoksazol empiris untuk pneumonia Pneumocystis

jirovecii (sebelumnya Pneumocystis carinii) yang dicurigai (PCP)

direkomendasikan sebagai pengobatan tambahan untuk bayi yang terinfeksi

HIV dan bayi yang terinfeksi HIV dan terpapar berusia 2 bulan sampai 1 tahun

dengan pneumonia berat atau sangat berat. Pengobatan kotrimoksazol empiris

untuk pneumonia Pneumocystis jirovecii (PCP) tidak direkomendasikan untuk

anak terinfeksi HIV dan terpajan di atas usia 1 tahun dengan gambaran toraks
atau pneumonia berat. Efektivitas dosis yang lebih tinggi (80-90 mg/kg/hari)

vs dosis yang lebih rendah (45 mg/kg/hari) amoksisilin. Academy of Family

Physicians untuk pengobatan pneumonia yang didapat dari masyarakat

merekomendasikan dosis amoksisilin 75-100 mg/kg/hari

Tabel: Perawatan rawat jalan (terapi oral).


Umur Lini pertama Lini kedua Jika dicurigai Staphylococcus
aureus
<3 bulan Selalu dirawat di rumah sakit

3 bulan sampai 5 Amoksisilin (80 Co-amoxiclav (jadwal Co-amoxiclav (jadwal dosis sama dengan
tahun mg/kg/d), 2 x selama dosis sama dengan Amoksisilin)AtauCefuroxime (30
5 hari (di India, 40-50 amoksisilin) Atau mg/kg/d), 2x selama 5 hari Atau
mg/kg/d sudah cukup Cefpodoxime (10 mg / Linezolid* (10 mg/kg/d), 3x selama 5
karena prevalensi kg / hari), 2x selama 5 hari
pneumokokus yang hari Atau Cefuroxime
resisten terhadap (30 mg / kg / hari), 2x
penisilin adalah selama 5 hari
<10%)

> 5 tahun Sama seperti di atas Co-amoxiclav atau Sama seperti di atas
cefpodoxime (seperti di
atas) Atau Azitromisin
(10 mg/kg/d), 1x selama
5 hari (perut kosong)

*Linezolid adalah obat cadangan untuk tuberkulosis (TB), sehingga Program Penghapusan Tuberkulosis Nasional
(NTEP) menyarankan untuk menggunakannya dengan hati-hati.

Tabel: Perawatan rawat inap (terapi parenteral).


Umur Lini pertama Lini kedua Jika dicurigai Staphylococcus
aureus

<3 bulan Sefotaksim ± (5-7 mg / kg / Piperasilin-tazobaktam ±gentamisin Ceftriaxone + cloxacillin (50-100


hari, 1x) Atau Amikasin (15 atau amikasin atau Cefoperazone- mg/kg/d, 4x) atau Sefuroksim/atau
mg / kg / hari, OD) Atau sulbaktam ± gentamisin atau co-amoxiclav* +gentamisin atau
Seftriakson (75-100 mg / kg / amikasin amikasin
hari) 2x
Lini kedua Ceftriaxone + vankomisin
(40-60 mg/kg/d, 4x) atau linezolid**
(sama dengan dosis oral)

3 bulan sampai 5 Ampisilin (100 mg/kg/d, 3x + Co-amoxiclav* Atau Cefotaxime Ceftriaxone + Cloxacillin Atau
tahun atau 4x)*** atau Ceftriaxone Cefuroxime atau Co-amoxiclav
orcefazolin (50 mg/kg/d, 2x atau 3x )
Lini kedua Ceftriaxone + vankomisin
atau klindamisin (20 mg/kg/d, 3x
atau 4x) atau linezolid** (sama
dengan dosis oral)
> 5 tahun Ampisilin (dosis sama seperti Co-amoxiclav* atau Cefotaxime Sama seperti di atas
di atas) (150 mg/kg/d, 3x) atau Ceftriaxone
Atau Azitromisin

*Dosis injeksi co-amoxiclav: 100 mg/kg/d, TID.


**Linezolid adalah obat cadangan untuk tuberkulosis (TB), sehingga Program Penghapusan Tuberkulosis Nasional (National
Tuberculosis Elimination Programme/NTEP) menyarankan untuk menggunakannya dengan hati-hati.
***Dosis ampisilin pada infeksi berat: 200 mg/kg/d, TID atau QID.

Tabel Indikasi dan jadwal dosis.


Indikasi Jadwal dosis
Pengobatan Bayi (<1 tahun): 3 mg/kg/dosis dua kali sehari
Anak-anak (≥1 tahun): ≤15 kg: 30 mg dua kali
sehari >15-23 kg: 45 mg dua kali sehari >23-40
kg: 60 mg dua kali sehari 75 mg dua kali sehari
Profilaksis (7 hari) Tidak diindikasikan pada bayi usia <3 bulan
(data terbatas) Bayi usia ≥3 bulan dan <1 tahun:
3 mg/kg/dosis sekali sehari Anak-anak (≥1
tahun): Dosis yang disebutkan di atas di bawah
pita berat badan yang berbeda harus diberikan
sebagai dosis sekali sehari

Tabel: Rekomendasi Dosis Antibiotik untuk Pasien Usia >1 Bulan tanpa disfungsi Ginjal
Antibiotik Dosis Max dosis Perlu
penyesuaian
Ginjal
Aztreonam 40 mg/kg/8 jam/IV 2000 mg ya
Cefepime 50 mg/kg/8 jam/IV 200 0mg ya
Ceftaroline <2 tahun: 8 mg/kg//8 jam/IV - 600 mg ya
<18 tahun & ≤ 33kg: 12
mg/kg//8 jam/IV
≥2 tahun & > 33kg: 600 mg/12
jam/IV
Clindamycin 13 mg/kg//8 jam/IV/PO 600mg tidak
Linezolid <12 tahun: 10 mg/kg//8 600mg ya (hanya
jam/IV/PO Hemodialisa/p
eritoneal
≥12 tahun: 600mg/12 jam/ diaisis)
IV/PO
Meropenem 20 mg/kg/8 jam/IV 1000mg ya
Metronidazole 10 mg/kg//8 jam/ IV/PO 500mg tidak
Piperacillin/ <9 bulan: 80 mg 4000mg piperacillin ya
tazobactam piperacillin/kg/6 jam/IV ≥9
bulan: 100 mg piperacillin/kg/6
jam/ IV
Trimethoprim/ 5 mg TMP/kg//8 jam/IV/PO 320 mg TMP ya
sulfamethoxazole
Vancomycin Dosis per farmasi 2000 mg ya

II.8 Prognosis

Prognosis pneumonia pada anak dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor

seperti usia anak, keparahan infeksi, kesehatan umum anak, serta penanganan dan

perawatan yang tepat. Pneumonia pada anak umumnya dapat diobati dengan

antibiotik dan dukungan perawatan yang adekuat. Namun, prognosis yang lebih

spesifik perlu ditentukan oleh dokter yang merawat. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi prognosis pneumonia pada anak antara lain:


1. Usia anak: Bayi di bawah 1 tahun, terutama yang berusia kurang dari 3 bulan,

cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap komplikasi pneumonia.

Usia yang lebih tua biasanya memiliki prognosis yang lebih baik.

2. Jenis patogen: Prognosis dapat dipengaruhi oleh jenis patogen penyebab

pneumonia. Beberapa patogen, seperti bakteri, mungkin memerlukan

pengobatan yang lebih intensif daripada patogen virus.

3. Keadaan kesehatan umum anak: Anak dengan sistem kekebalan yang lemah

atau memiliki kondisi kesehatan kronis, seperti penyakit jantung, paru-paru,

atau imunodefisiensi, mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap

komplikasi pneumonia.

4. Keparahan pneumonia: Tingkat keparahan infeksi pneumonia, termasuk adanya

komplikasi seperti efusi pleura (pengumpulan cairan di sekitar paru-paru),

abses paru-paru, atau sepsis, dapat mempengaruhi prognosis.

5. Penanganan dan perawatan yang tepat: Diagnosis dini, pengobatan yang tepat

dengan antibiotik yang sesuai, dan perawatan yang adekuat, termasuk menjaga

hidrasi yang baik dan pemantauan pernapasan, dapat membantu memperbaiki

prognosis dan mengurangi risiko komplikasi.

Penting untuk berkonsultasi dengan dokter anak untuk menilai prognosis secara

individu berdasarkan kondisi spesifik anak dan menyusun rencana pengobatan

yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai