Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN TUGAS MATA KULIAH

DASAR EPIDEMIOLOGI

“EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI ISPA”

Disusun Oleh Kelompok 32


Noor Ifansyah 1610912310034
Recksy Harisandi 1610912310039
Ghanis Candrika Nofal 1610912320017
Siti Nur Asiah 1610912220034

Program Studi Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami bisa menyusun dan menyajikan makalah yang berjudul
“Epidemiologi Ispa” sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar Epidemiologi
tahun ajaran 2019/2020 sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Adapun makalah ini kami buat dengan tujuan untuk mengetahui lebih
jauh dan menambah wawasan tentang bagaimana pencegahan dan
penanggulangan penyakit Ispa menurut ilmu epidemiologi. Terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan masukkan berupa kritik dan
saran yang bersifat membangun agar gagasan tertulis ini lebih baik lagi.

Banjarbaru, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ..............................................................................3
C. Manfaat ........................................................................................... 4
BAB II. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
A. Definisi .............................................................................................5
B. Patofisiologi ..................................................................................... 6
C. Faktor Risiko ................................................................................... 8
D. Skrining Penyakit ............................................................................ 10
E. Distribusi Frekuensi Penyakit ......................................................... 11
F. Pencegahan .................................................................................... 14
G. Penanggulangan ............................................................................ 15
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prevalensi ISPA menurut diagnosis Tenaga Kesehatan Sumber,


Riskesdas, 2018 .................................................................................... 11
Gambar 2.2 Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis Tenaga Kesehatan dan
Gejala Sumber, Riskesdas, 2018 ......................................................... 12
Gambar 2.3 Prevalensi ISPA menurut diagnosis Tenaga Kesehatan Menurut
Provinsi Sumber, Riskesdas, 2018...................................................... 13
Gambar 2.4 Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis Tenaga Kesehatan dan
Gejala menurut Provinsi Sumber, Riskesdas, 2018 ........................... 13

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan
menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun pada bayi
di bawah lima tahun dan bayi merupakan salah satu kelompok yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.
Penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang dapat menimbulkan
berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor penjamu. Data Biro
Pusat Statistika menunjukkan jumlah perokok pemula usia 5-9 tahun
meningkat tajam dari 0,4% (2012) menjadi 2,8% (2014). Trend perokok pemula
meningkat tajam per tahunnya, dari 9,5% (1).
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005
menyatakan kematia akibat ISPA di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar
1,6–2,2 juta, di mana sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang
terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Berdasarkan data Kementrian
Kesehatan Indonesia menunjukkan penderita ISPA semakin bertambah tiap
tahun. Pada tahun 2011 tercatat penderita mencapai 18.790.481 orang dengan
756.777 orang lainnya menderita pneumonia. Meningkat dari penderita ISPA
sebanyak 18.069.360 orang pada Tahun 2010 (2).
Penyakit ISPA yang paling menjadi perhatian dalam kesehatan
masyarakat adalah Pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab mortalitas
terbanyak pada anak-anak diseluruh dunia. Pada tahun 2013 diperkirakan
935.000 anak di bawah 5 tahun meninggal akibat pneumonia. Insiden dan

1
2

prevalensi pneumonia di Indonesia tahun 2013 adalah 1,8% dan 4,5%. Lima
provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk
semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan
8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan
Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8). Berdasarkan kelompok umur penduduk,
Period prevalence pneumonia yang tinggi terjadi 3 pada kelompok umur 1-4
tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi
pada kelompok umur berikutnya. Period prevalence pneumonia balita di
Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita pneumonia yang berobat hanya 1,6 per
mil. Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah
Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%),
Sulawesi Barat (34,8%), dan Kalimantan Tengah (32,7%). Insiden tertinggi
pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12- 23 bulan (21,7%) (2).
Menurut para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan
orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila
dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah
tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit
menjadi lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam
jumlah kecil, akan tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akuta
(OMA) dan mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni
pneumonia. Faktor penyebab ISPA juga yaitu keadaan lingkungan fisik dan
pemeliharaan lingkungan rumah. Pemeliharaan lingkungan rumah dengan
cara menjaga kebersihan di dalam rumah, mengatur pertukaran udara dalam
rumah, menjaga kebersihan lingkungan luar rumah dan mengusahakan sinar
matahari masuk ke dalam rumah di siang hari, supaya pertahanan udara di
dalam rumah tetap bersih sehingga dapat mencegah kuman dan termasuk
menghindari kepadatan penghuni karena dianggap risiko (3,4).
Perilaku manusia merupakan salah satu yang menyebabkan ISPA.
Jumlah perokok aktif di dalam rumah yang cukup tinggi dapat meningkatkan
3

angka kejadian ISPA. Di Indonesia khususnya kasus Infeksi saluran Pernafasan


Akut selalu menempati urutan pertama kematian pada bayi tahun 2012
mencapai 32,1%, serta kematian pada balita tahun 2013 mencapai 18,2% dan
tahun 2014 mencapai 38,8%. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10
penyakit terbanyak di rumah sakit (1).
Pola hidup sehat pada dasarnya adalah kehidupan yang mengarah pada
perilaku untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh dan kebugaran
stamina. Sangat rentan anggota keluarga mengalami infeksi saluran
pernafasan akut, maka dari itu diperlukan peran serta petugas kesehatan
untuk terus mensosialisasikan kriteria rumah sehat yang memenuhi syarat
dan memodifikasi rumah yang telah ada secara terperinci dan jelas untuk
menghindarkan anggota keluarga terutma bayi yang masih memiliki imunitas
rendah dari terjadinya ISPA (2).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami Epidemiologi penyakit ISPA terutama di
Negara Indonesia berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional
dan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami dan menjelaskan penyakit ISPA.
b. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi penyakit ISPA.
c. Mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko penyakit ISPA.
d. Mampu memahami skrining penyakit ISPA.
e. Mampu memahami dan menjelaskan distribusi frekuensi
penyebaran penyakit ISPA di Indonesia dan Provinsi Kalimantan
Selatan.
f. Mampu memahami pencegahan penyakit ISPA di Indonesia dan
Provinsi Kalimantan Selatan.
4

g. Mampu memahami penanggulangan penyakit ISPA di Indonesia


dan Provinsi Kalimantan Selatan.

C. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Bagi Kelompok risiko tinggi ISPA
Dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
menanggulangi dan mencegah lebih lanjut dampak negatif dari
penyakit ISPA.
b. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis khususnya tentang definisi,
patofisiologi, faktor risiko, skrining melalui distribusi frekuensi
penyebaran penyakit ISPA dari data sekunder yaitu Hasil RISKESDAS
2018. Kemudian melakukan pencegahan dan penanggulangan
penyakit ISPA bagi kelompok yang berisiko tinggi.
c. Bagi Institusi
Makalah ini dapat sebagai acuan untuk dapat digunakan sebagai
data dasar untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

A. Definisi
Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea (pipa
pernapasan), atau paru-paru. Bisa dikatakan ISPA merupakan infeksi
yang mengganggu proses pernafasan seseorang. Bila tidak segera
ditangani, ISPA bisa menyebar ke seluruh sistem pernapasan dan
membuat tubuh tidak memperoleh oksigen yang cukup, bahkan yang
lebih parah bisa menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
ISPA menjadi penyakit yang gampang sekali menular. Orang-orang
yang mudah sekali terserang penyakit ini adalah mereka yang memiliki
kelainan sistem kekebalan tubuh, orang-orang berusia lanjut, dan anak-
anak pun rentan terhadap penyakit ini, karena sistem imun mereka
belum terbentuk sepenuhnya.
Virus atau bakteri ini dikeluarkan oleh pengidap ISPA lewat batuk
atau ketika bersin. Bisa juga lewat cairan yang mengandung virus atau
bakteri yang melekat pada permukaan benda saat seseorang
menyentuhnya. Bagaimana seseorang bisa tertular ISPA, Yakni bila
seseorang menghirup udara yang mengandung virus atau bakteri. Cara
menghindari penyebaran virus atau bakteri, alangkah baiknya jika
sehabis melakukan aktivitas di tempat umum segeralah mencuci
tangan.
ISPA akan memunculkan gejala khususnya terjadi pada hidung dan
paru-paru. Gejala penyakit ISPA muncul sebagai tanda respon terhadap
racun yang dikeluarkan oleh virus atau bakteri yang melekat di saluran
pernapasan. Beberapa gejala penyakit ISPA antara lain :
1. Hidung tersumbat atau berair

5
6

2. Sering bersin
3. Para-Paru terasa terhambat
4. Kerap merasa kelelahan dan timbul demam
5. Batuk-batuk dan tenggorokan serta tubuh terasa sakit.
Jika ISPA bertambah parah, gejala penyakit ISPA yang lebih serius
akan timbul, seperti kesulitan bernapas, pusing, tingkat oksigen dalam
darah rendah, demam tinggi dan menggigil, bahkan yang lebih parah
kesadaran menurun hingga pingsan. Tanda-tanda bahaya pada anak
golongan umur 2 bulan hingga 5 tahun adalah tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor (suara nafas seperti mendengkur),
dan kekurangan gizi. Sementara tanda bahaya yang diidap anak
golongan umur kurang dari dua bulan adalah kemampuan minumnya
menurun hingga kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya, demam, dingin, kejang, kesadaran menurun, dan stridor.
Tanda dan gejala penyakit ISPA pada umumnya berlangsung dari satu
sampai dua minggu, dan hampir sebagian besar pengidap ISPA akan
mengalami perbaikan gejala setelah minggu pertama (5).

B. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang
7

banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi


pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada
tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal
bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari
mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
8

Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid
yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas
atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa
sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas.
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat
dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita
belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan
daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala
penyakit.Timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis
dan dapat meninggal akibat pneumonia (6).

C. Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA
pada anak. Hal ini berhubungan dengan host, agent penyakit dan
environment. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian ISPA
antara lain :
1. Kebiasaan merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dalam meningkatkan


resiko untuk terkena penyakit kanker paru-paru, jantung koroner dan
bronkitis kronis. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan
dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, di antaranya yang
9

paling berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida (CO).


Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan infeksi pada
saluran pernapasan. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia
beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker
(karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak
hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok,
namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang
sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa
menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di
rumah. Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat meningkatkan resiko
terjadinya ISPA sebanyak 2,2 kali.
2. Berat badan lahir rendah (BBLR)

Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian


akibat ISPA. Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia
berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22% kematian pada pneumonia
di perkirakan terjadi pada BBLR. Meta-analisis menunjukkan bahwa
BBLR mempunyai RR kematian 6,4 pada bayi yang berusia di bawah 6
bulan, dan 2,9 pada bayi berusia 6-11 bulan.
3. Imunisasi

Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat


meningkatkan resiko terkena ISPA dan memperberat ISPA itu sendiri,
tetapi sebetulnya hal ini dapat di cegah. Di india, anak yang baru
sembuh dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat mengalami ISPA
enam kali lebih sering dari pada anak yang tidak terkena campak.
Campak, pertusis, dan difteri bersama-sama dapat menyebabkan 15-25%
dari seluruh kematian yang berkaitan dengan ISPA. Vaksin campak
cukup efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25% usaha global
dalam meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah
mengurangi angka kematian ISPA akibat kedua penyakit ini. Vaksin
10

pneomokokus dan H. Influenzae type B saat ini sudah di berikan pada


anak anak dengan efektivitas yang cukup baik.
4. Status gizi

Status gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya


pneumonia. Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya ISPA
pada anak. Hal ini di karenakan adanya gangguan respon imun. Vitamin
A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi. Grant melaporkan
bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan mengalami ISPA
dua kali lebih banyak daripada anak yang tidak mengalami defisiensi
vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan perbaikan ASI,
harus di lakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk
mencegah ISPA (7).

D. Skrining Penyakit
Skrining adalah salah satu upaya pemberantasan penyakit
(terutama penyakit menahun) dengan penemuan kasus (case finding)
(diagnosis sedini mungkin) sehinga prognosis penyakit akan lebih baik,
mempercepat penyembuhan, memperlambat proses penyakit,
mengurangi kecacatan dan kematian (13).
ISPA merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira
satu dari empat kematian terjadi. ISPA merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien di sarana pelayanan kesehatan yaitu sebanyaj
40-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat
di rawat jalan dan rawat inap rumah sakit. Teknologi deteksi dini untuk
diagnosa penyakit ISPA masih memiliki peluang besar untuk
dikembangkan. Salah satu peluang pengembangan teknologi deteksi
dini untuk penyakit ISPA ini yaitu dengan mengukur kesamaan gejala
11

awal yang terjadi pada anak dengan gejala pada penyakit ISPA berdasar
pada lokasi anatomik tubuh.

E. Distribusi Penyakit ISPA


1. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional
Kejadian penyakit ISPA di Indonesia ternyata menempati jumlah
kunjungan rumah sakit yang tinggi. Terdapat 11.616 jiwa kunjungan
penyakit batuk yang berobat kerumah sakit. Jumlah itu setara
dengan 4,4% dari total kunjungan di rumah sakit (Kemenkes, 2014)

Gambar 2.1
Prevalensi ISPA menurut diganosis Tenaga Kesehatan
Sumber. Riskesdas, 2018

Berdasarkan hasil utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun


2018, di Indonesia prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 4,4%, dibandingkan dengan prevalensi pada tahun
2013 yaitu sebesar 14% (8).
12

Gambar 2.2
Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis Tenaga Kesehatan dan Gejala
Sumber. Riskesdas, 2018

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018,


di Indonesia prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan gejala terdapat penurunan dibandingkan dengan hasil RISKESDAS
2013 yang sebesar 25%, period prevalence ISPA pada tahun 2018 sebesar
9,3% (8).

2. Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan Selatan


ISPA yang terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan termasuk dalam
sepuluh penyakit terbanyak di setiap Puskesmas. Berdasarkan data
kunjungan Puskesmas Cempaka Banjarbaru tahun 2014 didapatkan
data bahwa kasus ISPA menempati urutan pertama dalam kunjungan
terbanyak di Puskesmas Cempaka yang mencapau sekitar 2.559 kasus
yang merupakan kasus penyakit terbanyak setiap tahunnya dan lebih
banyak menyerang anak-anak (9).
13

Gambar 2.3 Prevalensi ISPA menurut diganosis Tenaga Kesehatan


Menurut Provinsi Sumber. Riskesdas, 2018

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018,


di Indonesia prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan gejala terdapat penurunan dibandingkan dengan hasil RISKESDAS
2013 yang sebesar 25%, period prevalence ISPA pada tahun 2018 sebesar
9,3% (8).

Gambar 2.4 Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis Tenaga


Kesehatan dan Gejala Menurut Provinsi Sumber. Riskesdas, 2018

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018,


di Provinsi Kalimantan Selatan prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan gejala terdapat penurunan dibandingkan dengan
14

hasil RISKESDAS 2013 yang sebesar 27%, period prevalence ISPA pada
tahun 2018 sebesar 7% (8).

F. Pencegahan
Pencegahan ISPA menurut Hidayat (2009) adalah rajin cuci tangan,
membersihkan permukaan umum seperti meja, mainan anak, gagangan
pintu, dan fasilitas kamar mandi dengan desinfektan antibakteri,
hindarkan anak berkontak langsung dengan orang yang terinfeksi flu
atau pilek, jagalah kebersihan diri dan lingkungan.
Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting karena
penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari didalam
masyarakat atau keluarga hal ini perlu mendapatkan peran yang serius
oleh orang tua karena sebagian besar penyakit ISPA banyak menyerang
pada balita (10).
Pencegahan penyakit ISPA ini tidak lepas dari peran orang tua yang
sebenarnya harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. Banyak hal
yang bisa dilakukan keluarga untuk mencegah agar tidak terjadi
penularan pada anggota keluarga yang lain, bisa dengan cara menjaga
kebersihan diri anak, kebersihan lingkungan, mengajarkan anak untuk
selalu mencuci tangan, bukan hanya dengan membatasi aktifitas anak
dengan keluarga lain saja. Mencuci tangan terbukti dapat mencegah
penyakitt diare dan ISPA yang menjadi penyebab utama kematian pada
anak. Pencegahan bisa dilakukan dengan: menjaga keadaaan gisi agar
tetap baik, imunisasi lengkap, menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan, mencegah anak berhubungan langsung dengana anak
penderita ISPA, pengobatan segera (15).
15

D. Penanggulangan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah
petugas kesehatan melakukan penyuluhan sebulan sekali tentang
penanganan ISPA pada balita serta memberikan bimbingan langsung
cara penanganannya, mengajak masyarakat untuk mencari tahu
informasi dengan bertanya dengan petugas kesehatan, membaca buku
serta menonton televisi, rumah penderita ISPA setiap paginya dibuka
jendelanya supaya terjadi sirkulasi udara, tidak membiarkan kondisi
rumah menjadi lembab, membersihkan rumah dari debu dan kotoran
setiap harinya (14).
Meskipun departemen kesehatan sudah memiliki program
untuk penanggulangannya yaitu Program Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akun, namun kondisi penyakit ini masih
menjadi tantangan serius bagi dunia kesehatan. Pencegahan terhadap
penyakit ini juga diharapkan dapat dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat (12).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea (pipa pernapasan), atau
paru-paru. Bisa dikatakan ISPA merupakan infeksi yang mengganggu proses
pernafasan seseorang. Bila tidak segera ditangani, ISPA bisa menyebar ke
seluruh sistem pernapasan dan membuat tubuh tidak memperoleh oksigen
yang cukup, bahkan yang lebih parah bisa menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang. Ispa menjadi penyakit yang gampang sekali menular. Orang-orang
yang mudah sekali terserang penyakit ini adalah mereka yang memiliki
kelainan sistem kekebalan tubuh, orang-orang berusia lanjut, dan anak-anak
pun rentan terhadap penyakit ini, karena sistem imun mereka belum
terbentuk sepenuhnya.
B. Saran
Bagi penderita Ispa diharapkan lebih memperhatikan pola makan
sehingga gizi tetap terjaga., meningkatkan program puskesmas yaitu
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

26
16
Daftar Pustaka

1. WHO. 2007. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung


menjadi epidemi dan pandemic
2. Sofia. 2017. Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita
Wilayah Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaen Aceh Besar. Aceh
Nutrition Jurnal. 2(1) : 43-45
3. Syahidi M H. DKK. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Berumur 12-59 Bulan
di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta
Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 1(1) : 23-
25
4. Salma M. Hubungan Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah Dengan
Kejadian ISPA Pada Anak Umur 1-5 Tahun di Puskesmas Sario Kota
Manado. Jurnal Keperawatan. 2015;2(3).
5. Vandri Kallo d. Hubungan Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah Dengan
Kejadian ISPA di Puskesmas Kota Semarang. Jurnal Kesmas. 2016;2(1).
6. Anjanata Paramitha M d. Hubungan Tingkat Pendidikan dan
Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Dengan Kemampuan Ibu Merawat
Balita ISPA Pada Balita di Puskesmas Bahu Kota Manado. Jurnal
Keperawatan. 2013;1(1).
7. Marisa Ana T. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya ISPA
pada Bayi (1-12 Bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah
Bandar Lampung Tahun 2013. Jurnal Kebidanan. 2015;2(1):57-62.
8. Budiarti Lia Y, Farida Heriyani. 2019. Pencegahan Kejadian ISPA pada
Anak di Daerah Pendulangan Intan Cempaka Banjarbaru. Prosiding
PKM-CSR. 2: 552-557
9. Dary, Dhanang Puspita, Jolanda FL. 2018. Peran Keluarga dalam
Penanganan Anak dengan Penyakit ISPA di RSUD Piru. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah. 3(1): 35-50
10. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pelaksanaan Program
Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB). Jakarta: Depkes RI
11. Hidayat, AAA. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
12. Kemenkes RI. 2014. Hasil Riset Kesehatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 58 (12), 7250-7257
13. Lestari Ini Kadek Y, Tri Rahayuning L, Ni Made Nopita W. 2019.
Peningkatan Kemandirian Masyarakat Melalui Deteksi Dini dengan
Penyuluhan dan Skrining Kesehatan untuk Mencegah Komplikasi
Penyakit Degenatif. Prosiding Seminar Nasional: 318-325
14. Pratiwi M. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Upaya
Pencegahan Kekambuhan Ulang Kejadian ISPA pada Balita diwilayah
Kerja Puskesmas Jembatan Mas Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi
Tahun 2015. Scientia Journal. 4(4): 366-370
15. Sukarto RCW, Amatus Yudi I, Michael Y K. 2016. Hubungan Peran Orang
Tua dalam Pencegahan ISPA dengan Kekambuhan ISPA pada Balita di
Puskesmas Bilalang Kota KotaMobagu. e-Journal Keperawatan. 4(1): 1-

Anda mungkin juga menyukai