Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FARMASI SOSIAL DAN KOMUNITAS

“ PRAKTEK PEMBIAYAAN KESEHATAN DI INDONESIA “

Disusun oleh :

1. Wan arif wildan ( 207117003 )

2. Ani choerunisa ( 207117012 )

3. Fitriatul istinganah ( 207117014 )

4. Ilham firmansyah ( 207117015 )

5. Ade putria ayu M ( 207117023 )

Dosen pengampu :

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan
harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu
komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa adanya kesehatan yang baik maka tidak akan ada masyarakat
yang produktif. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan merupakan suatu hal
yang bernilai sangat insentif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang
senantiasa “siap pakai” dan terhindar dari ancaman penyakit. Di Indonesia sendiri tak bisa
dipungkiri bahwa trend pembangunan kesehatan bergulir mengikuti pola rezim penguasa.
Ketika pemerintah negeri ini hanya memandang sebelah mata pada pembangunan kesehatan,
maka kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat akan menjadi sangat memprihatinkan.
Salah satu sub sistem kesehatan nasional adalah subsistem pembiayaan kesehatan.
Jika ditinjau dari dari defenisi sehat, sebagaimana yang dimaksud oleh WHO, maka
pembiayaan pembangunan perumahan dan atau pembiayaan pengadaan pangan, yang karena
juga memiliki dampak terhadap derajat kesehatan, seharusnya turut pula diperhitungkan.
Pada akhir akhir ini, dengan makin kompleksnya pelayanan kesehatan serta makin langkanya
sumber dana yang tersedia, maka perhatian terhadap sub sistem pembiayaan kesehatan makin
meningkat. Pembahasan tentang subsistem pembiayaan kesehatan ini tercakup dalam suatu
cabang ilmu khusus yang dikenal dengan nama ekonomi kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :
a) Apa definisi pembiayaan kesehatan?
b) Tujuan pembiayaan kesehatan?
c) sumber pembiayaan kesehatan?
d) Apa saja masalah pokok pembiayaan kesehatan dan upaya penyelesaiaannya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a) Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari pembiayaan kesehatan.
b) Mahasiswa dapat mengetahui tujuan pembiayaan kesehatan.
c) Mahasiswa dapat mengetahui sumber pembiayaan kesehatan.
d) Mahasiswa dapat mengetahui masalah pokok pembiayaan kesehatan dan upaya dalam
penyelesaiannya.
e) mahasiswa dapat mengetahui pembiayaan kesehatan diindonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan


Sub system pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi
kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana
yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya
kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari batasan
ini segera terlihat bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni :
1) Penyedia Pelayanan Kesehatan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan (health
provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya
kesehatan. Dengan pengertian yang seperti ini tampak bahwa kesehatan dari sudut penyedia
pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak
yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan.
2) Pemakai Jasa Pelayanan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan (health
consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa
pelayanan. Berbeda dengan pengertian pertama, maka biaya kesehatan di sini menjadi
persoalan utama para pemakai jasa pelayanan. Dalam batas-batas tertentu, pemerintah juga
turut mempersoalkannya, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya.
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa pengertian biaya
kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan kesehatan (health provider) dengan
pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan,
pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan,
pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti
ini, tentu mudah diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan
tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Besarnya
dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk padaa seluruh biaya investasi (investment cost)
serta seluruh biaya operasional (operational cost) yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai jasa pelayanan
lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat
memanfaatka suatu upaya kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh seluruh pemakai jasa
pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi penyedia pelayan kesehatan (income)
adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh penyedia pelayanan kesehatan (expenses),
maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit). Tetapi
apabila sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami
kerugian (loss).
Perhitungan total biaya kesehatan satu negara sangat tergantung dari besarnya dana
yang dikeluarkan oleh kedua belah pihakk tersebut. Hanya saja, karena pada umumnya pihak
penyedia pelayanan kesehatan terutama yang diselenggrakan oleh ihak swasta tidak ingin
mengalami kerugian, dan karena itu setiap pengeluaran telah diperhitungkan terhadap jasa
pelayanan yang akan diselenggarakan, maka perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih
banyak didasarkan pada jumlah dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan
kesehatan saja.
2.2 Tujuan Pembiayaan Kesehatan
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan
jumlah mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna, berdaya guna
dan berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perorangan.
2.3 Sumber Pembiyaan Kesehatan
Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka
ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan diikutsertakannya masyarakat
membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma.
Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya. Sekalipun
pada saat ini makin banyak saja negara yang mengikutsertakan masyarakat dalam pembiayaan
kesehatan, namun tidak ditemukan satu negara pun yang pemerintah sepenuhnya tidak ikut
serta. Pada negara yang peranan swastanya sangat dominan pun peranan pemerintah tetap
ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya kesehatan masyarakat, dan
ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang menyangkut kepentingan masyarakat yang
kurang mampu.
Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara lain. Secara
umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut:

Sumber Pembiayaan Model


Pembiayaan
Pelayanan Kesehatan Pembayaran

Pemerintah Pajak Langsung Individu (Pajak Pembayaran melalui penarikan


Pribadi dan Pajak Pemilikan pajak dari wajib pajak (pajak
Proprerti) penghasilan).

Pajak Langsung dari pendapatan Pembayaran melalui


perusahaan pemotongan keuntungan
perusahaan sebagai pemasukan
negara dari pajak perusahaan

Pajak Tidak Langsung seperti, Pembayaran melalui


Pajak Penjualan barang, pemotongan pajak atas barang
dan Pajak pertambahan nilai. dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat

Pihak Ke- Asuransi sosial bagi tenaga kerja Pembayaran melalui


tiga pemerintah, swasta dan perusahaan pemotongan gaji untuk premi
asuransi

Asuransi komersial bagi tenaga Pembayaran langsung dengan


kerja pemerintah, swasta, dan memotong gaji karyawan
perusahaan

Masyarakat Asuransi Swasta Komersial dan Melalui pembayaran premi dan


Pembiayaan Tunai pendanaan tunai langsung dari
kantung masyarakat (OOP)
2.4 Macam Biaya Kesehatan
Biaya kesehatan banyak macamnya karena semuanya tergantung dari jenis dan
kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan atau dimanfaatkan. Hanya saja
disesuaikan dengan pembagian pelayanan kesehatan, maka biaya kesehatan tersebut secara
umum dapat dibedakan atas dua macam yakni :
1. Biaya pelayanan kedokteran
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya
untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni yang tujuan
utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Sama halnya dengan biaya kesehatan secara keseluruhan, maka masing-masing biaya
kesehatan ini dapat pula ditinjau dari dua sudut yakni dari sudut penyelenggara kesehatan
(health provider) dan dari sudut pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).
2.5 Syarat Pokok dan Fungsi Pembiayaan Kesehatan
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni :
1) Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang
dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
2) Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia
tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan setiap
upaya kesehatan.
3) Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak mendapat
pengaturan yang optimal, niscaya akan banyak menimbulkan masalah, yang jika
berkelanjutan akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Fungsi pembiayaan kesehatan antara lain :
a. Penggalian dana
1) Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Sumber dana untuk
UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah, melalui pajak
umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman serta berbagai sumber lainnya. Sumber
dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah swasta serta masyarakat. Sumber
dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public-private patnership yang
didukung dengan pemberian insentif, misalnya keringanan pajak untuk setiap dana
yang disumbangkan. Sumber dana dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh
masyarakat sendiri guna membiayai upaya kesehatan masyarakat, misalnya dalam
bentuk dana sehat atau dilakukan secara pasif yakni menambahkan aspek kesehatan
dalam rencana pengeluaran dari dana yang sudah terkumpul di masyarakat, contohnya
dana sosial keagamaan.
2) Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) berasal dari masing-
masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat rentan dan keluarga
miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah melalui mekanisme jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib.
2.6 Masalah Pokok Pembiayaan Kesehatan dan Upaya Penyelesaiannya
Jika diperhatikan syarat pokok pembiayaan kesehatan sebagaimana dikemukakan di atas,
segera terlihat bahwa untuk memenuhinya tidaklah semudah yang diperkirakan. Sebagai akibat
makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan juga karena telah
dipergunakarmya berbagai peralatan canggih, menyebabkan pelayanan kesehatan semakin
bertambah komplek. Kesemuanya ini disatu pihak memang mendatangkan banyak keuntungan
yakni makin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, namun di pihak lain temyata juga
mendatangkan banyak masalah. Adapun berbagai masalah tersebut jika ditinjau dari sudut
pembiayaan kesehatan secara sederhana dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Kurangnya dana yang tersedia
Di banyak negara terutama di negara yang sedang berkembang, dana yang
disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tidaklah memadai. Rendahnya
alokasi anggaran ini kait berkait dengan masih kurangnya kesadaran pengambil keputusan
akan pentingnya arti kesehatan. Kebanyakan dari pengambilan keputusan menganggap
pelayanan kesehatan tidak bersifat produktif melainkan bersifat konsumtif dan karena itu
kurang diprioritaskan. Kita dapat mengambil contoh di Indonesia misalnya, jumlah dana
yang disediakan hanya berkisar antara 2 – 3% dari total anggaran belanja dalam setahun.
2) Penyebaran dana yang tidak sesuai
Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana yang tidak sesuai, karena
kebanyakan justru beredar di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari penyebaran
penduduk, terutama di negara yang sedang berkembang, kebanyakan penduduk bertempat
tinggal di daerah pedesaan.
3) Pemanfaatan dana yang tidak tepat
Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan salah satu masalah yang dihadapi
dalam pembiayaan kesehatan ini. Adalah mengejutkan bahwa di banyak negara tenyata biaya
pelayanan kedokterannya jauh lebih tinggi dari pada pelayanan kesehatan masyarakat.
Padahal semua pihak telah mengetahui bahwa pelayanan kedokteran dipandang kurang
efektif dari pada pelayanan kesehatan masyarakat.
4) Pengelolaan dana yang belum sempurna
Seandainya dana yang tersedia amat terbatas, penyebaran dan pemanfaatannya belum
begitu sempuma, namun jika apa yang dimiliki tersebut dapat dikelola dengan baik, dalam
batas-batas tertentu tujuan dari pelayanan kesehatan masih dapat dicapai. Sayangnya
kehendak yang seperti ini sulit diwujudkan. Penyebab utamanya ialah karena pengelolaannya
memang belum sempurna, yang kait berkait tidak hanya dengan pengetahuan dan
keterampilan yang masih terbatas, tetapi juga ada kaitannya dengan sikap mental para
pengelola.
2.7 Pembiayaan Kesehatan
1). Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah menghadapi beberapa
perubahan dan tantangan strategis yang mendasar. Tujuan bangsa Indonesia tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 yang diselenggarakan melalui pembangunan nasional termasuk
pembangunan kesehatan. Dalam mendukung terlaksananya pembangunan kesehatan
memerlukan dukungan dari Sistem Kesehatan Nasional yang kuat. SKN dijadikan sebuah
acuan dalam pendekatan pelayanan kesehatan primer. Hal ini merupakan sebuah pendekatan
yang tepat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang diformulasikan sebagai visi
Indonesia Sehat (Adisasmito Wiku, 2009).
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka pengelolaan kesehatan dilaksanakan
melalui subsistem kesehatan yang terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu upaya kesehatan,
penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia
kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi
kesehatan, pemberdayaan masyarakat (Peraturan Presiden Republik Indonesia, 2012).
Sistem kesehatan di Indonesia didukung dengan pembiayaan pemerintah yang
bersumber dari pemerintah pusat maun pemerintah daerah. Anggaran dari pemerintah pusat
disalurkan melalui DAU, DAK, DAK non fisik, serta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sedangkan anggaran dari pemerintahan daerah dalam bentuk dukungan program pusat maupun
untuk pembiayaan program inovasi daerah sendiri. Pengelola sistem pembiayaan di Indonesia
yakni kementerian kesehatan sebagai regulator, monitor dan mengevaluasi pelaksanaan sistem
kesehatan. Sedangkan badan pengumpul dan penyalur premi melalui kapitasi dan INA CBG’S
adalah BPJS. Permasalah yang timbul dari pembiayaan kesehatan antara lain kurangnya dana
serta adanya peningkatan dana. Kurangnya dana terjadi karena terdapatnya inefisiensi dalam
pengelolaan pembiayaan dan alokasi dana yang salah. Sedangkan yang dimaksud peningkatan
biaya yaitu adanya trend peningkatan teknologi kedokteran sebagai penegak diagnosis
(evidence bases) yang menyebabkan konsekuensi biaya, serta tren suppy induce demand yang
banyak marak sekarang ini. Selain itu, dominasi pembiayaan dengan mekanisme fee for
service dan masih kurangnya dalam mengalokasikan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri
(poor management of sesources and services) (Depkes, 2009). Sistem Kesehatan di Indonesia
untuk sekarang sudah menuju ke arah yang lebih baik, meskipun masih banyak terdapat banyak
macam kendala. Hal ini dapat dilihat dari terdapatnya peningkatan status kesehatan
masyarakat. Akan tetapi, meskipun terjadi peningkatan status kesehatan masyarakat, namun
masih diperlukan upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan dalam rangka mengejar
ketertinggalan dari negara lain, sehingga SKN masih perlu terus dilakukan evaluasi dan
perbaikan. Akses pelayanan kesehatan yang adil menggunakan prinsip keadilan vertikal.
Prinsip keadilan vertikal menegaskan, kontribusi warga dalam pembiayaan kesehatan
ditentukan berdasarkan kemampuan membayar (ability to pay), bukan berdasarkan kondisi
kesehatan/ kesakitan seorang. Dengan keadilan vertikal, orang berpendapatan lebih rendah
membayar biaya yang lebih rendah daripada orang berpendapatan lebih tinggi untuk pelayanan
kesehatan dengan kualitas yang sama. Dengan kata lain, biaya tidak boleh menjadi hambatan
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
2). Malaysia
Malaysia negara berpenduduk terbanyak ke 43 dan negara dengan daratan terluas ke-
66 di dunia dengan jumlah penduduk kira-kira 27 juta dan luas wilayah melebihi 320.000 km2
. Berbeda dengan Indonesia yang melaksanakan jaminan kesehatan semesta pada tahun 2014
dan baru akan merampungkan total populasi pada tahun 2019, negara tetangga Malaysia justru
sudah melaksanakannya sejak tahun 1990an (Idris Haerawati, 2017). Namun adanya beberapa
isu krusial melibatkan kenaikan biaya, keberlanjutan jangka panjang, kenaikan pajak, efisiensi
dan harapan masyarakat akan kualitas pelayanan yang lebih tinggi, Malaysia merubah sistem
kesehatannya dari layanan kesehatan yang sebelumnya didominasi pemerintah, saat ini justru
lebih besar melibatkan sektor swasta.

Sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Malaysia terdiri dari kesehatan publik dan
kesehatan privat. Sumber dana untuk kesehatan publik berasal dari pajak masyarakat kepada
pemerintah federal, anggaran pendapatan negara, serta lembaga SOSCO dan EPF, yang mana
dana yang ada tersebut disalurkan untuk program keehatan preventif dan promotif.pemerintah
Malaysia menetapkan Universal Coverage untuk program kesehatan kuratif dan rehabilitative,
yang mana semua masyarakat dijamin pelayanan kesehatannya denganmembayar iuran sebesar
1 RM untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter umum, sedangkan untuk pelayanan
dari dokter spesialis sebesar 5 RM. Akan tetapi sistem pembiayaan kesehatan di Malaysia ini
tidak termasuk dalam kategori penyakit berat yang membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi
(jaafar,2013).
Pemerintah malaysia membebaskan pajak untuk alat kesehatan dan obat-obatan, yang
berdampak pada biaya operasional di Malaysia yang menjadi murah. Pemerintah Malaysia
membatasi praktik dokter yang hanya satu tempat, sehingga dokter harus memilih akan praktik
di pelayanan kesehatan milik pemerintah atau milik swasta. Selain itu, dengan adanya feed
back atau pemasukan dari dokter yang tinggi, tentu akan mempengaruhi kualitas pelayanan.
Untuk mengklaim pembiayaan kesehatan, rumah sakit pemerintah melihat besarnya
pengeluaran yang terjadi di tahun sebelumnya dan kemudian rumah sakit tersebut baru bias
untuk mengajukan anggaran kepada Kementerian Kesehatan
3). Jepang
Salah satu negara dengan harapan hidup tertinggi yakni Jepang (WHO, 2011). Selain
itu, jepang juga merupakan negara kedua yang mempunyai tingkat harapan hidup tinggi
perkelahiran dengan rata-rata umur adalah 82,8 tahun berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh OECD pada tahun 2013. Berdasarkan data tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Jepang
merupakan negara yang pastinya negara yang memiliki teknologi kesehatan yang canggih dan
lengkap sesuai dengan kebutuhan masyarakat. akan tetapi, Jepang mengalami kendala akibat
dari teknologi yang canggih itu, karena memicu pengeluran pembiayaan yang meningkat.
(Widodo Teguh, 2014)
Dari segi pembiayaan kesehatan, pemerintah Jepang sudah memulai jaminan kesehatan
sejak tahun 1927, dan mencakup seluruh penduduk (whole coverage) di tahun 1961. Untuk
penduduk lansia bahkan digratiskan atau tidak perlu membayar iuran sejak tahun 1973. Negara
Jepang menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat mencangkup seluruh populasi
melalui sistem asuransi kesehatan. Para pekerja pada sektor swasta yang pertama kali
dikenalkan pada asuransi kesehatan public di Jepang yang berlandaskan hukum The Health
Insurance Law pada tahun 1992. (Fukawa, Tetsuo, 2002) Akan tetapi asuransi kesehatan yang
mencangkup para pekerja tersebut memiliki manfaat yang tidak komprehensif. Setelah pasca
perang kedua di Jepang, Jepang berupaya dalam meningkatkan sistem kesehatan yang ada,
termasuk asuransi kesehatan bagi masyarakat Jepang. Subsidi pemerintah pada tahun 1954
ditetapkan sepihak oleh pemerintah nasional untuk kepentingan asuransi kesehatan satu milyar
yen. Hal ini untuk memenuhi cakupan dalam universal asuransi kesehatan publik yang akan
tercapai pada tahun 1961. Sistem asuransi di Jepang tidak semua pengobatan maupun
perawatan akan ditanggung oleh asuransi, tetapi akan ditanggung secara bersama oleh pihak
asuransi dan juga pasien yang bersangkutan. Pemerintah Jepang pada tahun 1984
mengeluarkan sebuah kebijakan, yang mana kebijakan tersebut berisi bahwa masyarakat wajib
membayar seluruh pengobatan sebesar 10%, sedangkan pada tahun 1997 terjadi peningkatan
sebesar 20%, dan tahun 2003 hingga kini terus terjadi peningkatan hingga 30%. Akan tetapi
peningkatan sebesar 30% tersebut tidak berlaku untuk semua masyarakat. sharing cost asuransi
kesehatan di Jepang yang berlaku saat ini, yaitu :
1. Umur ≥ 75 tahun membayar 10%, bila mempunyai pendapaatan sebesar income maka naik
menjadi 30%.
2. Umur 70-75 tahun membayar 20%, bila mempunyai pendepataan sebesar income maka naik
menjadi 30%.
3. Mulai wajib belajar – umur 70 tahun membayar sebesar 30 %.
4. Anak yang belum sekolah membayar 30%.
Berbagai macam asuransi yang ada di Jepang, yaitu :
1.National Health Insurance, dikelola oleh pemerintah, yang mana asuransi ini ditujukan untuk
masyarakat yang sudah pension, orang usia lanjut 7000 orang karyawan.
2.Japan Health Insurance, dikelola oleh pemerintah yang ditujukan untuk karyawan yang bekerja
disebuah perusahaan yang kecil 7000 orang karyawan.
3.Association/Union Administered Health Insurance, dikelola oleh swasta yang ditujukan untuk
karyawan yang bekerja diperusahaan besar >7000 orang karyawan.
4. Mutual Aid Insurance, dikelola oleh pemerintah yang ditujukan untuk pegawai negeri.
5.Advanced Eldery Medical Service System, dikelola oleh pemerintah yang ditujukan untuk
masyarakat lansia >75 tahun
Ada persamaan jaminan kesehatan di Jepang dengan Indonesia yaitu beban biaya
perawatan penduduk lanjut usia cenderung tinggi. Hal tersebut terkait pola penyakit
degeneratif dan jumlah proporsi penduduk lansia di Jepang yang tinggi. Namun yang
berbeda adalah jaminan kesehatan di Jepang tidak mengenal sistem rujukan, penduduk
bebas memilih layanan kesehatan di dokter atau klinik tingkat pertama, ataupun langsung
ke RS. Namun jaminan kesehatan di Jepang tidak mencakup persalinan normal, sedangkan
di Indonesia mencakup semua persalinan baik normal maupun operasi (SC) dengan
indikasi medis.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan makalah ini antara lain :
1. Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan (health
economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2. Sumber biaya kesehatan dapat berasal dari anggaran pemerintah, anggaran masyarakat,
bantuan dari dalam dan luar negeri, serta gabungan dari anggaran pemerintah dan masyarakat.
3. Secara umum biaya kesehatan dapat dibedakan menjadi dua, yakni biaya pelayanan kedokteran
dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat.
4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan adalah jumlah, penyebaran dan pemanfaatan. Sedangkan
fungsi pembiayaan kesehatan adalah penggalian dana, pengalokasian dana dan pembelanjaan.
5. Masalah pokok pembiayaan kesehatan antara lain seperti kurangnya dana yang tersedia,
penyebaran dana yang tidak sesuai, pemanfaatan dana yang tidak tepat, pengelolaan dana yang
belum sempurna serta biaya kesehatan yang makin meningkat. Sedangkan upaya penyelesaian
yang dapat ditempuh seperti meningkatkan jumlah dana, memperbaiki penyebaran,
pemanfaatan dan pengelolaan dana, serta mengendalikan biaya kesehatan.
Daftar Pustaka

Adisasmito Wiku.2009.Sistem Kesehatan Edisi Kedua. Raja Grafindo Persada.


Badan Pusat Statistik.2016. Statistik Kesehatan 2016 (Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
Modul Kesehatan Dan Perumahan 2016). BPS Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Idris, Fachmi Prof.2017. Strengthening Indonesia’s Health System through the National Health
Security. Sriwijaya University International Conference on Public Health
(SICPH):Public Health Responses to Health Systems Strengthening. Palembang.
Idris Haerawati. 2017. Global Issue Universal Health Coverage: Expanding health insurance
among informal worker in Indonesia. Sriwijaya International Conference on Public
Health (SICPH). Palembang.
Indrayathi PA. 2006. Bahan Ajar Pembiayaan Kesehatan di Berbagai Negara. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Udayana. Denpasar.
Jaafar, Safurah Noh, et all. 2013. Malaysia Health System Review.Health System in Transation
Vol 3 No1.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72. 2012. Sistem Kesehatan Nasional.
Kementerian Kesehatan RI.
Widodo Teguh. 2014. Penerapan Sistem Asuransi Kesehatan Nasional pada Seluruh
Penduduk Jepang. Tesis FIB. Universitas Indonesia. Depok.

Anda mungkin juga menyukai