Disusun oleh :
Mardiani 183001010008
2021
TUGAS RESUME BUKU ADMINISTRASI KESEHATAN MASYARAKAT
Identitas Buku
6. Cetakan :Ke-3
BAB 2
a. Kapasitas (Input-input)
Terdiri atas berbagai sumber daya dan hubungan-hubungan yang harusnya ada
untuk menjalankan fungsi-fungsi inti dan pelayanan pelayanan utama kesehatan
masyarakat seperti: SDM, sistem informasi keuangan
b. Proses ( praktik dan output)
Upaya bersama-sama atau proses yang harusnya ada dan memadai untuk
menjamin fungsi-fungsi inti dan pelayanan pelayanan utama kesehatan
masyarakat dilaksanakan secara efektif termasuk kesehatan masyarakat dan faktor
penyebabnya.
c. Hasil (outcome)
Berbagai indikator status kesehatan, pengurangan resiko, dan peningkatan kualitas
hidup sebagai tujuan jangka panjang yang didefinisikan dengan jelas, dapat diukur
pada masa yang akan datang termasuk tingkat kesakitan yang diterima dalam hal
penyakit, kecacatan, dan faktor fisik penyakit.
Dalam world health report tahun 2000 OMA WHO menjelaskan sistem kesehatan
nasional sebagai sebuah kesatuan sistem yang terdiri atas dua bagian yaitu tujuan dan
fungsi sistem. sebuah SKN menurut WHO terdiri atas tiga tujuan dan 4 fungsi kunci.
Dalam hal tujuan, who menjelaskan terdapat tiga hal yang yang menjadi tujuan SKN,
yaitu:
Dari sudut pandang fungsi, who menyebutkan empat fungsi kunci yang
diselenggarakan oleh sebuah sistem kesehatan yaitu penyediaan pelayanan
(delivering service), penyediaan sumber daya (creating resources), pembiayaan
(financing), dan pengawasan (Stewardship/oversight)
Laporan dengan judul the future of public health yang merekomendasikan tiga
fungsi utama kesehatan masyarakat dan peran berbagai lembaga pemerintahan dalam
menjalankan fungsinya itu. Fungsi itu adalah Assessment, Policy development,
Assurance. Penjelasan masing-masing peran dan kegiatan dari kesehatan masyarakat
sebagai berikut:
Untuk melaksanakan hal itu diperlukan organisasi pelaksana dan peran pemangku
kepentingan lain sebagai mana disebut public health fungsi steering committee (1994)
khususnya di Amerika serikat adalah:
Untuk menggandeng organisasi dan lembaga non tradisional di atas, maka diperlukan
upaya advokasi dan kerjasama khusus sehingga bisa mempercepat pencapaian tujuan dan
peningkatan status kesehatan masyarakat. untuk dapat melaksanakan UKM yang baik
diperlukan tenaga kesehatan masyarakat yang sesuai termasuk dalam tenaga kesehatan
masyarakat menurut Departemen of Health United Kingdom (dalam Judi Orme,2007)
adalah:
1. Mereka yang memiliki peran dalam perbaikan kesehatan dan juga pengurangan
ketimpangan, seperti para guru, para pemimpin wiraswasta tingkat daerah para
pekerja sosial dan lainnya
2. Para profesional yang menyediakan waktunya baik sebagai atau seluruh waktunya
dalam praktek kesehatan masyarakat
3. Para spesialis dan konsultan kesehatan masyarakat yang bekerja pada tingkat
strategis atau manajemen senior atau para ahli senior seperti para ahli kesehatan
masyarakat ahli epidemiologi dengan statistik.
1. Kemampuan untuk melakukan kajian dan juga analisis ( analysis and assessment)
2. Kemampuan untuk dapat mengembangkan kebijakan dan perencanaan program
kesehatan
3. Kemampuan untuk melakukan komunikasi (communication skill)
4. Kemampuan untuk memahami budaya lokal ( cultural competency)
5. Kemampuan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat ( community
dimensions of practice)
6. Memahami dasar-dasar ilmu kesehatan masyarakat ( basic public health science)
7. Kemampuan untuk merencanakan dan mengelola sumber dana ( financial
planning and management)
8. Kemampuan untuk memimpin dan berpikir sistem (leadership and system
thinking)
1. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk kelompok pelayanan kesehatan kedokteran
ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi titik dengan sasaran utamanya yaitu
perseorangan dan keluarga pelayanan kedokteran bertujuan untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan
masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya dilakukan secara
bersama-sama dalam suatu organisasi.
Sementara itu, Bernard J. Turnock (2002) menyatakan bahwa secara khusus kesehatan
masyarakat memiliki 7 keunikan sebagai berikut:
Global adalah sebuah terminologi yang muncul pada tahun 1960-an titik
terminologi ini kuat berawal dari globalisasi dan dampaknya terhadap kesehatan yang
kemudian melahirkan terminologi baru. Dryden dan Voss (2003) dalam bukunya the
learning revolution menyampaikan pendapat bahwa globalisasi didorong oleh revolusi
3T (Transportasi, Tourisme, dan Teknologi Informasi). proses selanjutnya adalah
pencatatan aktivitas manusia di seluruh dunia sebagai akibat dari kecepatan informasi
dan transportasi yang turut mendorong secara timbal balik juga antara dunia turisme
atau pariwisata.
Sementara itu, David woodward dkk (2007) mengajukan kerangka pikiran yang
sedikit berbeda untuk menjelaskan dampak globalisasi terhadap kesehatan titik
menurut mereka, globalisasi telah memunculkan pasar global yang akan
mempengaruhi perekonomian, politik sosial dan budaya penduduk setempat.
pengaruh ini akan berlanjut dan mempengaruhi sistem kesehatan serta resiko
kesehatan penduduk yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap derajat
kesehatan penduduk secara menyeluruh. Dalam proses selanjutnya ternyata muncul
penyakit yang ditularkan penyebarannya ke seluruh dunia dengan proses globalisasi
penyakit infeksi seperti HIV sars dan flu burung merupakan penyakit yang
mengglobal dan telah menjadi ancaman secara global. Persoalan penyakit menular ini,
dengan menumpang pada mobilitas penduduk di seluruh dunia telah mengubah
dimensi penyebaran penyakit menjadi tanpa batas, jauh melebihi batas antar negara
dan telah menjadikan dunia ini menjadi suatu kampung besar atau global village.
Bila disiplin ilmu kesehatan masyarakat adalah wajah utama dari upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada suatu negara maka global adalah
wajah dibalik yang mencerminkan upaya untuk menyehatkan masyarakat dengan
turut serta menyehatkan warga dunia melalui kerjasama dan perlindungan masyarakat
dari ancaman penyakit yang secara global saling berinteraksi.
BAB 4
PERENCANAAN
A. Batasan Perencanaan
Robbins dan Coulter (2002) mendefinisikan perencanaan sebagai sebuah proses yang
dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan
organisasi, serta merumuskan sistem perencanaan yang menyeluruh untuk
mengintegrasikan danmengoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya
tujuan organisasi.
Djoko Wijono (1997) berpendapat bahwa perencanaan yang baik adalah perencanaan
yang:
Pengertian membawa kita kepada fungsi perencanaan dalam manajemen. Robbins dan
Coulter (2002) menjelaskan bahwa terdapat 4 (empat) fungsi dari perencanaan, yaitu
perencanaan sebagai arahan, perencanaan meminimalkan dampak dari perubahan,
perencanaan meminimalkan pemborosan dan kesia-siaan, serta perencanaan mernetapkan
standar dalam pengawasan kualitas;
Perencanaan yang baik paling tidak memiliki berbagai persyaratan harus dipenuhi,
yaitu faktual atau realistis, logis dan rasional, ratan fleksibel, yang komitmen, serta
komprehensif.
D. Jenis Perencanaan
Untuk dapat menciptakan perencanaan yang akurat, maka yang terpenting yang harus
diperhatikan tidak lain adalah proses perencana (process of planning) itu sendiri.
E. Unsur Rencana
1. Misi (Mission)
Sebuah rencana haruslah mengandung uraian tentang misi organisast terkait. Uraian
yang terkandung dalam misi ini mencakup bidang yang luas, yang antara lain meliputi
latar belakang, cita-cita, tugas pokok, dan ruang lingkup kegiatan organisasi.
2. Masalah (Problem)
Sebuah rencana yang baik haruslah mengandung rumusan masalah yang ingin
dipecahkan. Dalam rumusan masalah, terdapat 2 (dua) hal yang harus diperhatikan,
yakni: (a) rumusan dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas masalah dan (b)
gambaran kualitas dan kuantitas yang dimaksudharus dapat diukur. Dalam praktik di
lapangan, rumusan masalah yang baik adalah rumusan masalah yang mampu
menjawab beberapa pertanyaan pokok berikut ini:
a. masalah apa yang ditemukan?
b. siapa yang terkena masalah?
c. berapa besar masalah yang terjadi?
d. di mana masalah tersebut ditemukan?
e. kapan masalah tersebut terjadi.
3. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus (Goal and Objective)
Tujuan adalah keadaan tertentu yang ingin dicapai oleh suatu rencana, secara umum
tujuan dibedakan menjadi :
a) Tujuan Umum (Goal)
Suatu rumusan tujuan disebut sebagai tujuan umum apabila tidak disertai dengan
uraian tentang tolak ukurnya.
b) Tujuan Khusus (Objective)
Suatu rumusan tujuan dapat disebut sebagai tujuan khusus apabila telah dilengkapi
dengan tolok ukurnya. Secara umum, tolok ukur pencapaian tujuan khusus
mencakup jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut:
1) masalah apa yang ingin diatasi?
2) siapa yang terkena dampak masalah tersebut?
3) di mana masalah tersebut ditemukan?
4) berapa besar target yang ingin dicapai?
5) berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk dapat mencapai target
4. Kegiatan (Activity)
Sebuah rencana yang baik haruslah mengandung uraian tentang kegiatan yang akan
dilakukan. Di satu pihak, setiap kegiatan ditujuk untuk mengatasi masalah yang
ditemukan dan ditujukan untuk memban pencapaian tujuan di pihak lainnya.
5. Asumsi Perencanaan (Planning Asumption)
Sebuah rencana yang baik haruslah mengandung uraian tentang berbagai perkiraan
dan/ataupun kemungkinan yang akan dihadapi jika rencana tersebut dilaksanakan.
Secara umum, asumsi perencanaan dibedakan menjadi:
a. asumsi yang bersifat positif, yaitu berbagai faktor penunjang dinilai akan
ditemukan pada waktu pelaksanaan rencana dan amemberikan peranan yang amat
besar untuk keberhasilan perenncana dan akan serta untuk keberhasilan program
b. asumsi yang bersifat negatif, yaitu berbagai faktor penghambat nilai akan
ditemukan pada pelaksanaan dan dapat menggaga pelaksanaan rencana.
6. Strategi Pendekatan (Strategy of Approach)
Secara umum, strategi pendekatan suatu rencana terletak pada 2 kutub pendekatan
ekstrem, yakni:
a. Pendekatan Institusi (Institutional Approach)
letak pada 2 (dua)Pada strategi pendekatan institusi, pelaksanaan program
tergantung dari ada atau tidaknya pelaksanaan program sangatya dukungan
berbagai aparat.
b. Pendekatan kemasyarakatan (Community Approach)
ditujukan untuk menimbulkan motivasi diri masyarakat, sehingga dengan penuh
kesadaran, masyarakat tersedia untuk berperan secara aktif dalam program yang
akan dilaksanakan.
7. Sasaran (Target Group)
Setiap program kesehatan harus menguraikan sasaran tertentu yang ingin dituju atau
kepada siapa program kesehatan tersebut diperuntukkan. Secara umum, sasaran
program dibedakan menjadi:
a. Sasaran langsung (đirect target group), yakni sasaran utama yang ingin dituju oleh
suatu program. Adapun keberhasilan dan/ataupun kegagalan program sangat
ditentukan oleh seberapa jauh sasaran langsung ini berhasil dicapai.
b. Sasaran tidak langsung (indirect target group), yakni sasaran tambahan yang ingin
dituju oleh suatu program.
8. Waktu (Time)boiobi
Sebuah rencana yang baik haruslah mengandung uraian yang menunjuk pada jangka
waktu dan/atau lamanya rencana tersebut dilaksanakan. Untuk menentukan waktu
suatu rencana tidaklah mudah. Terdapat banyak faktor yang memengaruhi, seperti
halnya sumber daya yang dimiliki, besarnya masalah yang dihadapi, rumusan tujuan
yang ingin dicapai, dan/ataupun stategi pendekatan yang akan digunakan. Dalam
bentuk penyajiannya, dikenal Gant Chart sebagai bagan yang berisikan uraian waktu
per kegiatan.
9. Organisasi dan Tenaga Pelaksana (Organization and Stafi)
ada atau tidaknya uraian tentang organisasi dan tenaga pelaksana turut menentukan 1
baik atau tidaknya sebuah rencana. Hak, kewajiban, serta tugas masing-masing SDM
yang ada harus diuraikan secara jelas. Adapun Pembagian tugas (job description)
amat penting dalam rangka memperlancar yang akan dilaksanakan.
10. Biaya (Cost)
Sebuah rencana yang baik haruslah mencantumkan uraian biaya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan rencana itu sendiri. Dalam bidang kesehatan, terdapat dasar yang
dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya biaya yang diperlukan, yakni:
a. Jumlah sasaran yang ingin dicapai;
b. Jumlah dan jenis kegiatan yang akan dilakukan;
c. Jumlah Dan Jenis Personalia Yang Terlibat;
d. Waktu pelaksanaan program;
e. Jumlah dan jenis sarana yang dibutuhkan.
a. biaya personalia;
b. biaya operasional;
c. biaya sarana dan fasilitas;
d. biaya penilaian; serta
e. biaya pengembangan.
11. Metode dan Kriteria Penilaian (Method of Evaluation and Milestone)
Metode dan kriteria penilaian adalah unsur terakhir yang harus terdapat dalam
rencana. Adapun keduanya digunakan dalam menilai keberhasilan dan/ataupun
kegagalan program.
F. Proses Perencanaan
Menurut Muninjaya (2004), perencanaan merupakan suatu tuntunan terhadap proses
pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Adapun fungsi perencanaan ialah sebagai
landasan dasar dalam manajemen secara keseluruhan:
1. Analisis Situasi
Analisis situasi adalah langkah untuk mengkaji masalah program dan masalah yang
akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan program aksi.
2. Identifikasi dan Penetapan Prioritas Masalah
Ketika seorang administrator menyusun sebuah perencanaan publik, maka setelah
melakukan analisis situasi, dilakukan identifikasi dan penetapan prioritas masalah
yang ditujukan agar perencanaan yang dibuat dapat secara tepat sasaran menjawab
permasalahan yang ada secara efektif dan efisien.
3. Perumusan Tujuan dan Target Pencapaian
Merumuskan tujuan-tujuan program operasional akan sangat bermantaat dalam proses
penetapan langkah-langkah kegiatan untuk mencapai tujuan dan memudahkan
evaluasi hasil. Adapun kriteria penentuan sebuah tujuan dapat dilakukan berdasarkan
pada prinsip SMART (Spesific, Measurable, Appropriate, Realistic, dan Time
Bound).
4. Kajian Terhadap Hambatan Peaksanaan
Mengkaji kembali hambatan dan kelmahan program sejenis yang pernah
dilaksanakan. Tujuan yakni untuk mencegah terulangnya hambatan yang serupa
dalam program yang akan dilaksanakan. Setelah diketahui daftar hambatan,
dilakukan klasifikasi hambatan dan kendala 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. hambatan dan kendala vang dapat dihilangkan;
b. hambatan dan kendala yang dapat dimodifikasi atau dikurangi: dan
c. hambatan dan juga kendala yang tidak dapat dihilangkan atau di modifikasi
5. Penyusunan Rencana Kerja Operasional (RKO)
Sebuah RKO yang baik, haruslah dilengkapi dengan informasi-informasi sebagai
berikut:
a. Mengapa kegiatan ini penting dilaksanakan? (why);
b. Apa yang akan dicapai? (what);
c. Bagaimana cara mengerjakannya? (how):
d. Siapa yang akan mengerjakannya dan siapa sasaran kegiatan'(who);
e. Sumber daya pendukung? (what support);
f. Di mana kegiatan akan dilaksanakan? (where); dan
g. Kapan kegiatan ini akan dikerjakan? (when).
BAB 5
PENGORGANISASIAN
Upaya memperjelas proses pencapaian tujuan. Hal ini dapat dimulai dengan
memahami tujuan kemudian terjemahkan dengan mengembangkan berbagai aktivitas
yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berbagai aktivitas ini kemudian dapat
dikelompokkan menjadi peran, tugas, dan fungsi yang akan dijadikan sebagai dasar
membangun struktur organisasi dan penempatan sumber daya serta SDM yang akan
melaksanakannya atau mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
A. Batasan Pengorganisasian
1. Memiliki Pendukung
Pendukung yang dimaksud dalam konteks ini ialah orang perorangan yang bersepakat
untuk membentuk persekutuan. Apabila ditinjau dan aspek pendukung, maka secara
umum disebutkan bahwa semakin besar jumlah pendukung, semakin kuat pula
organisasi tersebut.
2. Memiliki Tujuan
Setiap organisasi harus mempunyai tujuan, baik yang bersifat umum (goal)
dan/ataupun yang bersifat khusus (objectives). Pada dasarnya tujuan yang dimaksud
dalam konteks ini ditujukan untuk mengikat para pendukung sebagai SDM penggerak
sebuah organisasi.
3. Memiliki Kegiatan
Organisasi yang baik adalah organisasi yang memiliki kejelasan dan arah dalam hal
pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan. Secara umum, isebutkan bahwa
semakin aktif organisasi melaksanakan kegiatannya, maka semakin baik pula
organisasi tersebut. Sama halnya dengan tujuan, setiap kegiatan haruslabh dipahami
oleh semua pihak yang berada dalam organisasi.
4. Memiliki Pembagian Tugas
Agar setiap kegiatan organisasi dapat terlaksana dengan baik, dibutuhkan pengaturan
atau pembagian tugas (job description) antar para pendukung organisasi. Secara
umum, disebutkan bahwa sebuah organisasi dapat dikatakan baik apabila setiap tugas
yang ada dapat dibagi habis antar para pendukung organisasi dan selanjutnya para
pendukung organisasi tersebut mengetahui serta memahami tugas dan juga tanggung
jawabnya masing-masing.
5. Memiliki Perangkat Organisasi
Agar tugas-tugas yang dipercayakan kepada masing-masing pendukung organisasi,
maka dibutuhkan adanya perangkat organisasi.
6. Memiliki Pembagian dan Pendelegasian Wewenang
Oleh karena peranan dari setiap satuan organisasi tidak sama, maka dibutuhkan
pembagian dan pendelegasian wewenang (delegation of authority)
7. Memiliki Kesinambungan Kegiatan, Kesatuan Perintah, dan Arah
Agar tujuan organisasi yang ditetapkan dapat tercapai, maka kegiatan yang
dilaksanakan oleh suatu organisasi harus bersifat kontinyu (countinue), fleksibel, serta
sederhana. Selanjutnya, untuk menjamin kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap
perangkat organisasi berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam rangka
pencapaian tujuan, maka dibutuhkan prinsip kesatuan perintah (unity of command)
serta kesatuan arah (unity of direction).
C. Pengorganisasian Sebagai Suatu Proses
Untuk dapat membentuk sebuah organisasi, terdapat proses yang harus ditempuh.
Adapun proses yang dimaksud terdiri dari (Stone Freeman, dan Gilbert, 1995):
1. Memahami tujuan
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengorganisasian ialah memahami
tujuan yang ingin dicapai dari pembentukan organisasi sendiri. Tujuan hendaknya
diuraikan hingga jelas tolak ukurnya.
2. Memahami kegiatan
Langkah kedua yang harus dilakukan ialah memahami berbagai kegiatan pokok yang
akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasik egiatan hendaknya diuraikan
hingga jelas arah dan sasarannya.
3. Mengelompokkan kegiatan Kegiatan yang ada perlu disederhanakan melalui
pengklasifikasian dengan berdasarkan pada prinsip pokok, yakni:
a. kegiatan dalam satu kelompok haruslah sejenis dan tidak bertentangan satu sama
lainnya;
b. jumlah kegiatan yang dikelompokkan haruslah efisien; dan
c. jumlah kelompok kegiatan yang dihasilkan tidak terlalu banyak, karena akan
memberatkan organisasi.
4. Mengubah kelompok kegiatan ke dalam bentuk jabatan
Langkah keempat dalam pengorganisasian ialah mengubah kelompok kegiatan ke
dalam bentuk jabatan (position clasification).
5. Melakukan pengelompokan jabatan
Pengelompokan jabatan sangatlah penting dilakukan guna mencegah ketidaksesuaian
tugas yang berpotensi menyulitkan organisasi di masa yang akan datang.
6. Mengubah kelompok jabatan ke dalam bentuk organisasi
Secara umum, cara untuk membentuk satuan organisasi antara lain:
a. atas dasar kesamaan fungsi pokok dari jabatan, seperti halnya
b. bagian perencanaan, bagian pelaksanaan, an lain sebagainya;
c. atas dasar kesamaan proses atau cara kerja dari jabatan, seperti halnya bagian
pencegahan penyakit, bagian rehabilitasi penderita, dan lain sebagainya;
d. atas dasar kesamaan hasil (produksi) jabatan seperti halnyabagian produksi obat,
bagian produksi makanan, bagian produksi bahan produksi, dan lain sebagainya;
e. atas dasar kesamaan kelompok masyarakat yang memanfaatkan hasil., seperti
halnya bagian KlA (Kesehatan Ibu dan Anak), bagian UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah), dan lain sebagainya;atas dasar kesamaan lokasi jabatan, seperti halnya
bagian pelayanan di dalam gedung, di luar gedung, dan lain sebagainya;
f. kombinasi dari berbagai cara di atas.
7. Membentuk struktur organisasi
Apabila satuan organisasi telah dirumuskan, maka langkah selanjutnya ialah
menyusun dan juga memvisualisasikan berbagai satuan organisasi tersebut ke dalam
bentuk bagan struktur organisasi.
Stoner, freeman, dan Gilbert (1995) mengemukakan bahwa terdapat empat pilar yang
menjadi dasar melakukan proses pengorganisasian, kempat pilar itu ialah
BAB 6
PENGGERAK DAN PELAKSANAAN
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak seluruh kegiatan yang telah
dituangkan dalam fungsi pengorganisasian untuk mencapai tuiuan organisasi yang telah
dirumuskan pada fungsi perencanaan. Batasan-batasan terkait aspek pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai dalam fungsi actuating (pergerakan dan pelaksanaan),
antara lain (Azwar, 1996):
1. pengetahuan dan keterampilan motivasi (motivation);
2. pengetahuan dan keterampilan komunikasi (communication);
3. pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan (leadership);
4. pengetahuan dan keterampilan pengarahan (directing);
5. pengetahuan dan keterampilan pengawasan (controlling); dan
6. pengetahuan dan keterampilan supervisi (supervision).
Secara garis besar, dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pelaksanąan fungsi
kulturasi oleh organisasi antara lain:
Motivasi berasal dari kata motif (motive) yang berarti rangsangan dorongan, atau
pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang, sehihingga orang tersebut dapat
memperlihatkan perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah
upaya untuk menimbulkan dorongan dan/ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau
sekelompok masyarakat agar yang bersangkutan ingin berbuat dan bekerja sama secara
optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
D. Kepemimpinan (Leadership)
1. Kesatuan perintah
Agar pengarahan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka sudah barang
tentu perintah dan petujuk yang diberikan harus tepelihara kesatuannya.
2. Informasi yang lengkap
3. Hubungan langsung dengan SDM dalam organisasi
Hubungan langsung antar apemimpin dan anggota organisasi sebagai dinilai dapat
membantu kelancaran penerimaan dan pelaksanaan perintah dan petunjuk program
4. Suasana informal
Suasana informal dapat membantu dalam menghilangkan perasaan bebas atas perintah
dan juga petunjuk yang didapatkan.
BAB 7
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
“Controling is the process of measuring and taking action to ensure desired results”
Dari definisi di atas, pengawasan dapat dipahami sebagai proses menetapkan ukuran
kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang
diharapkan sesuai dengan standar kinerja yang telah diterapkan tersebut.
1. Norma
Standar pengawasan berupa norma didasarkan pada pengalaman di masa lalu dalam
pelaksaan program sejenis dengan situasi yang sama.
2. Kriteria
Standar pengawasan berupa kriteria didasarkan pada harapan atau target dari
pelaksaan upaya-upaya pelayanan tertentu
C. Manfaat Pengawasan dan Pengendalian
1. Adaptasi Lingkungan
Tujuan dari fungsi pengawasan adalah agar organisasi dapat terus beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan, baik yang bersifta internal maupun lingkungan
eksternal. Sebagai contoh, ketika teknologi informasi dan computer belum secanggih
saat ini, kualifikasi minimum SDM barangkali hanya dibatasi pada kemampuan
mengetik, atau kualifikasi pendidikan minimum. Dari contoh tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa pengawasan dan pengendalian perlu dilakukan agar organisasi tetap
dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
2. Meminimumkan Kegagalan
Tujuan kedua dari fungsi pengawasan adalah untuk meminimumkan kegagalan.
Ketika organisasi melakukan kegiatan kegiatan atau suatu program misalnya,
organisasi pastilah berharap agar kegagalan dapat ditekan seminimal mungkin.
3. Meminimumkan Biaya
Tujuan ketiga dari fungsi pengawasan adalah untuk meminimumkan biaya. Fungsi
pengawasan melalui penetapan standar tertentu misalnya, dapat meminimumkan
kegagalan-kegagalan dalm produksi atau dapat meminimumkan biaya yang harus
dikeluarkan karena kesalahan kerja.
4. Antisipasi Kompleksitas Organisasi
Tujuan terakhir dari fungsi pengawasan adalah agar organisasi dapat mengantisipasi
berbagai kegiatan yang kompleks
E. Mempertahankan Fungsi Pengawasan dan Pengendalian
Tidak disangsikan lagi bahwa fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi
penting dalam manajemen organisasi. Selain untuk memastikan bahwa tujuan dari
organisasi dapat tercapai, fungsi pengawasan dan pengendalian juga perlu dilakukan agar
organisai senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi.
BAB 8
EVALUASI
a. Efisiensi (efficiency) yakni perbandingan antara hasil dengan sumber daya yang
digunakan
b. Keuntungan (profitability) yaitu selisih antara hasil dengan sumber daya yang
digunakan
c. Efektivitas (effectiveness) yakni penilaian pada pencapaian hasil tanpa
memperhitungkan sujmber daya
d. Keadilan (equity) yakni keseimbangan dalam pembagian hasil atau sumber daya yang
digunakan (pengorbanan)
e. Detriments yakni indicator negative dalam bidang social, seperti criminal dan
sebagainya
f. Manfaat tambahan (marginal rate of return) yaitu tambahan hasil banding biaya atau
pengorbanan.
Setelah objek evaluasi duketahui secara pasti, selanjutnya harus ditentukan aspek-
aspek dari objek yang akan dievaluasi. Pada prinsipnya, perangkat evaluasi dapat diukur
melalui 4 dimensi yang terdiri dari indikator masukan, proses, keluaran, dan dampak.
Evaluasi sebagai cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
suatu program digunakan untuk menunjukkan tahapan siklus dalam pengelolaan program.
Pada tahap perencanaan, evaluasi dilakukan untuk memilih dan menentukan prioritas dari
berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskna
sebelumnya.
Yang dilakukan dalam evaluasi ini adalah pemeriksan terhadap hal-hal seperti
kelayakan rencana kegiatan yang telah dibuat, jadwal kerja, metode yang diterapkan,
tenaga kerja yang digunakan, serta penyediaan dan penggunaan sumber-sumber
keuangan.
c. Evaluasi untuk Mengukur Relevansi Program
Pendidikan kesehatan, imunisasi dasar, dan fogging merupakan contoh dari UKM.
Pendanaan UKM tidak dapat dibebankan pada pengguna sesuai dengan layanan yang
diterimanya, Karena pada dasarnya efek dari UKM tidak spesifik orang per orang.
Penyuluhan kesehatan, inspeksi sanitasi makanan, inspeksi perilaku hidup bersih dan
sehat dalam tatanan rumah tangga, fasilitas pendidikan serta lingkungan kerja, dan lain
sebagainya merupakan jenis-jenis UKM yang diserahkan pendanaan dan pelaksanaannya
kepada pemerintah daerah. Hal-hal yang berkaitan dengan perizinan fasilitas kesehatan
untuk memberikan layanan UKP dan pengawasan mutu layanan di fasilitas kesehatan
juga termasuk pula sebagai tugas yang diserahkan kewenangannya kepada pemerintah
daerah.
Dalam jaminan kesehatan social nasional, seorang yang sakit berhak pergi mencari
pengobatan di luar wilayah administrasinya tetap dengan prosedur pelayanan berjenjang
di fasilitas kesehatan yang tentunya telah memiliki kontrak dengan BPJS kesehatan.
B. Kewajiban Penduduk
Kewajiban setiap orang untuk menjaga dirinya agar tetap sehat dan produktif
sebelumnya telah dirumuskan dalam konsep kesehatan masyarakat sebagai lima tingkat
pencegahan, yakni :
C. Kewajiban Pemerintah
Pemerintah wajib melindungi seluruh penduduk dari risiko lingkungan yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Perlindungan tersebut dilakukan melalui upaya
penyediaan air bersih, pemeriksaan barang-barang impor, pencegahan kontaminasi
lingkungan, dan lain sebagainya.
Cakupan layanan menjadi ukuran kinerja, cakupan layanan yang dilaporkan adalah
cakupan berdasarkan kunjungan ke fasilitas kesehatan. Cakupan umumnya dinyatakan
dalam presentase, sehingga memiliki komponen numerator dan denominator.
Kondisi ideal dicapai apabila cakupan yang sesungguhnya sama dengan cakupan
potensial. Kondisi tersebut hanya bisa dicapai bila utilisasi layanan kesehatan oleh
masyarakat telah maksimal. Pemenuhan input dibutuhkan untuk memastikan ketersediaan
layanan, keterjangkauan layanan, penerimaan layanan, kontak dengan petugas dan
pemanfaatan layanann tercapai sesuai dengan harapan.
F. Kebijakan Kesehatan
Kebijakan bersifat menigkat secara religius, psikologis, social atau hukum, kekuatan
kebijakan tergantung pada reward (manfaat) dan punishment (sanksi) yang melekat.
Adapun kebijakan normatif yang mempunyai kekuatan politis adalah kebijakan secara
hukum, yang berhubungan dengan hak dan tanggung jawab seseorang sebagai warga
Negara.
Aksesibilitas berdasarkan dimensi geografis berkaitan dengan waktu dan ruang yang
diyakini mempunyai peranan utama dalam membentuk akses ke layanan kesehatan. Ada
kecenderungan penurunan interaksi seseorang dengan fasilitas kesehatan karena
peningkatan jarak tempuh,.
Aksebilitas yang tinggi belum tentu menjamin tingginya utilisasi akan layanan
kesehatan karena utilisasi akan layanan kesehatan karena utilisasi layanna kesehatan juga
ditentukan oleh akseptabilitas. Adapun akseptabilitas menggambarkan pandangan
masyarakat terhadap layanan kesehatan dan bagaimana penyediaan layanan berinteraksi
dengan masyarakat penerima layanan.
Keterjangkauan biaya kesehatan di Indonesia dilaporkan masih jauh dari harapan, hal
tersebut diperkuat dengan presentase penggunaan dana pribadi untuk layanan kesehatan
yang masih diatas 50%.
Kebiasaan dan budaya masyarakat merupakan faktor yang juga sangat menetukan
akseptabilitas layanan kesehatan, akseptabilitas menggambarkan tingkat penerimaan
masyarakat terhadap layanan kesehatan dan bagaimana penyedia layanan dapat
berinteraksi dengan pengguna layanan sebagai pengaruh dari kondisi sosio ekonomoi.
Dibutuhkan pengkajian secara mendalam dengan mempelajari karakteristik masyarakat
setempat dan bagaimana pada akhirnya sebuah perilaku dapat menjadi sebuah budaya.
BAB 10
1. pendidikan;
2. psikologi sosial;
3. psikologi komunitas;
4. sosiologi;
5. feminisme;
6. teologi.
Labonte (1994) dalam Clark dan Krupa (2000) merumuskan kerangka kerja
pemeberdayaan yang terdiri dari tiga komponen, yaitu bentuk, tingkatan, dan konteks.
Adapun Laverack (2006) mengembangkan sembilan) domain pemberdayaan, yaitu:
1. partisipasi;
2. kapasitas penilaian masalah;
3. kepemimpinan lokal;
4. organisasi berstruktur;
5. penggerakan sumber daya;
6. kemitraan;
7. kemampuan bertanya "mengapa?"
8. pengelolaan program; serta
9. hubungan dengan agen luar.
Laverack mengilustrasikan fase ini dengan adanya garis-garis putus pada tangga interaksi
berbasis masyarakat. Terdapat 3 (tiga) kunci penting yang memungkinkan masyarakat untuk
meningkatkan derajat partisipasinya, yaitu:
1. psikologi;
2. sosial;
3. keagamaan; dan ekonomi.
Pemahaman tentang motif ini sangatlah penting bagi seorang promotor pemberdayaan
masyarakat saat memainkan perannya di lapangan, karena sebuah pemberdayaan tidak
terjadi begitu saja, melainkan membutuhkan peran pihak luar untuk memotivasi. Fertman
(2007) menyatakan bahwa dibutuhkan community readiness model (Tabel 10.1) untuk
menilai dan membangun tingkat keberdayaan masyarakat agar dapat mengambil tindakan
atas masalah sosial. Model ini menyediakan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk
menilai konteks sosial di mana perilaku seseorang akan dilakukan. Adapun model ini
mengintegrasikan kultur masyarakat, sumber daya dan juga tingkat kesiapan yang lebih
efektif untuk dapat mengatasi permasalahan yang ada.
"setiap orang memilki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi secara individual dan
kolektif dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan kesehatan mereka."
1. partisipasi inisiatif;
2. partisipasi legitimasi; dan
3. partisipasi eksekusi.
Selain 4 (empat) hal tersebut, Laverack (2001) juga turut menyertakan organisasi
berbasis masyarakat, penggerakan sumber daya, peranan agen eksternal, serta
pengelolaan program sebagai domain pemberdayaan. Adapun sebagai jembatan untuk
mendengarkan secara aktif, Laverack pun menggunakan kunci bertanya "mengapa?"
dalam pembahasan suatu masalah (Labonte dkk., 2008; Laverack, 2006).
Bentuk lain dari UKBM antara lain desa siaga, Poskesdes, warung obat desa, dan lain
sebagainya. Aksesibilitas masyarakat untuk menjangkau UKBM di Indonesia sangatlah
tinggi. Hampir 100% rumah tangga di Indonesia berada dalam radius 5 (lima) kilometer
atau jangkauan waktu tempuh 30 menit menuju UKBM. Akan tetapi, pemanfaatan
UKBM oleh masyarakat masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari persentase
pemanfaatan UKBM oleh masyarakat baru mencapai angka 27%. 49,6% masyarakat
mengatakan bahwa layanan Posyandu tidak lengkap, 269% masyarakat mengatakan
bahwa lokasi Posyandu jauh, 24% masyarakat mengatakan bahwa layanan kesehatan di
Posyandu tidak ada (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
Sesuai dengan tugas utama Posyandu dengan 5 (lima) kegiatan pokoknya, maka setiap
1 (satu) Posyandu seharusnya memiliki minimal 5 (lima) orang kader. Namun dalam
kenyataannya, tidak semua Posyandu aktif melaksanakan kegiatan pokoknya karena
minimnya jumlah kader yang tersedia. Salah satu alasan yang sering didapatkarn adalah
tidak adanya insentif bagi para kader. Pada tahun 2000-an, Kementerian Kesehatan telah
memberikan respons dengan mengalokasikan dana insentif bagi para kader, yang berakhir
dengan mematikan Posyandu ketika bantuan insentif kader dihentikan karena ketiadaan
anggaran.
Kader semestinya tetap dipertahankan sebagai tenaga sukarela. Sukarela dalam hal ini
diartikan sebagai kesiapan untuk meluangkan waktu yang dimiliki untuk pelayanan
sosial.
E. Kendali Masyarakat
1. bentuk pemberdayaan akan berbeda dari 1 (satu) orang dengan orang lainnya. Hal ini
dikarenakan adanya pengaruh umur, sosial, ekonomi, gender, dan lain-lain;
2. bentuk pemberdayaan akan berbeda untuk setiap konteks yang berbeda. Misalnya,
keberdayaan di sebuah organisasi yang sangat struktural akan berbeda dengan
organisasi yang berbasis partisipatori;dan
3. pemberdayaan adalah variabel yang dinamis dan senantiasa berfluktuasi. Setiap
individu berpotensi untuk mempunyai pengalaman berproses menjadi berdaya
ataupun tidak berdava. Ada yang menjadi berdaya karena perjalanan waktu, berada
pada posisi yang dapat melakukan kendali atau kontrol. Selain itu, ada pula yang
menjadi sberdaya karena memiliki akses terhadap sumber daya.
BAGIAN III
BAB 11
B. Suprasistem SKN
Suprasistem SKN adalah Sistem Ketahanan Nasional.. SKN bersama dengan berbagai sistem
nasional lainnya diarahkan untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Dalam kaitan ini, UU yang berkaitan dengan kesehatan merupakan kebijakan strategis
dalam pembangunan kesehatan.
C. Subsistem SKN
1. Subsistem Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah (termasuk TNI dan POLRI), pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota, dan/atau masyarakat/swasta melalui upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan pemulihan kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. UKM dibedakan atas 3 (tiga) jenis, antara lain (Direktorat Jenderal Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, 2005):
a. UKM Strata Pertama
Pihak yang bertindak sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan UKM strata
pertama ialah Puskesmas. Puskesmas yang didirikan dengan jumlah sekurang-kurangnya
1 (satu) di setiap kecamatan ini bertanggung jawab atas masalah kesehatan yang terjadi
wilayah kerjanya. Terdapat tiga fungsi utama Puskesmas, yakni sebagai pusat
pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya, sebagai pusat pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan dan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar.
b. UKM Strata Kedua
Pihak yarng bertindak sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan UKM strata
kedua ialah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang tidak hanya bertugas menjalankan
fungsi manajerial, melainkan juga fungsi teknis dalam bidang kesehatan. Untuk dapat
menjalankan tugasnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilengkapi dengan berbagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) seperti halnya unit pencegahan dan pemberantasan penyakit,
promosi kesehatan, pelayanan kefarmasian, kesehatan lingkungan, dan lain sebagainya.
Selain itu, denganberdasarkan pada kebutuhan dapat pula dibentuk berbagai sarana
kesehatan masyarakat lainnya untuk membantu Puskesmas dalam memberikan pelayanan
langsung dan pelayanan rujukan kesehatan.
c. UKM Strata Ketiga
Pihak yang bertindak sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan UKM strata
ketiga ialah Dinas Kesehatan Provinsi dan juga Kementerian Kesehatan. UKM pada strata
ini dilaksanakan melalui pengembangan pusat-pusat unggulan yang berfungsi sebagai
penyelenggara pelayanan langsung dan pendukung berbagai sarana pelayanan kesehatan
di tingkat kabupaten/kota dalam bentuk pelayanan rujukan. Pengembangan pusat-pusat
unggulan seperti Institut Gizi Nasional (IGN), Institut Penyakit Infeksi Nasional (IPIN),
Institut Kesehatan Jiwa Nasional (IKJN), Institut Ketergantungan Obat (IKO), Institut
Kesehatan Kerja Nasional (IKKN), dan lain sebagainya dilakukan oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah dengan menyesuaikan kemampuan yang dimiliki.
Terdapat tiga bentuk poko UKP yang dibedakan menurut tingkat atau strata, yakni:
Untuk mendapatkan dan mengisi kekosongan data kesehatan dasar dan/atau data kesehatan
yang berbasis bukti, perlu diselenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan kesehatan
dengan menghimpun seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pengelolaan penelitian dan pengembangan kesehatan terbagi atas penelitiandan pengembangan
biomedis dan teknologi dasar kesehatan, teknologiterapan kesehatan dan epidemiologi klinik,
teknologi intervensi kesehatanmasyarakat, dan humaniora, kebijakan kesehatan, dan
pemberdayaan masyarakat. Adapunp penelitian dan pengembangan kesehatan dikoordinasikan
penyelenggaraannya oleh pemerintah.
Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber, yakni pemerintah pusat, pemerintah
daerah, swasta, organisasi masyarakat,dan masyarakat itu sendiri. Harus diciptakan pembiayaan
kesehatan yang kuat, terintegrasi, stabil, dan juga berkesinambungan karenapembiayaan
kesehatan memegang peranan yang sangat vital untukpenyelenggaraan pelayanan kesehatan
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan SDM kesehatan yang mencukupi dalam
jumlah, jenis, dan juga kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata sesuai tuntutan
kebutuhan pembangunan kesehatan.SDM kesehatan yang termasuk kelompok tenaga kesehatan,
sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki terdiri dari tenaga medis,tenaga kefarmasian,
tenaga keperawatan dan kebidanan, tenaga kesehatanmasyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,
tenaga gizi, tenaga keterapianfisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya, di
antaranyatermasuk peneliti kesehatan.
SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh pemberdayaan Perorangan, keluarga, dan
masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan Semata-mata sebagai sasaran pembangunan
kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan juga pelaku pembangunan
kesehatan. Oleh karenanya, pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting agar masyarakat
termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan.
SKN adalah sistem yang mengelola pembangunan kesehatan diseluruh negara Republik
Indonesia. Sistem yang dibangun dalam SKN; seperti juga sistem pelayanan lain seperti sistem
pertahanan dan keamanan nasional, sistem pendidikan nasional, dan sistem keolahragaan
nasional; adalah bagian atau subsistem dari supra-sistem pembangunan nasional di Indonesia.
Saat ini, pengelolaan pembangunan di Indonesia mengikuti aturan dari Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Bapak Sosiologi dunia, yakni Blau dan Meyer mendefinisikan birokrasi sebagai suatu sistem
kontrol dalam sebuah organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan rasional dan sistematis
yang bertujuan untuk mengoordinasikan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam
rangka menyelesaikan tugas administrasi. Birokrasi pemerintah merupakan sistem pemerintah
yang dilaksanakan oleh petugas pemerintah karena telah berlandaskan hierarki dan jenjang
jabatan. Birokrasi juga dapat diartikan sebagai susunan cara kerja dengan tata aturan di dalamnya.
Adapun fungsi dan peran birokrasi pemerintah, yaitu:
F. Kelemahan Birokrasi
Indonesia pada umumnya bermuara pada penilaian bahwa birokrasi yang ada tidak dijalankan
dengan netral. Kenyataan tersebut rasanya tidakdapat dipungkiri, terlebih dengan melihat praktik
di mana birokrasi terkair dengan lembaga lainnya. Lingkungan sistem kemudian menjadi tidak
kondusif manakala kemudian dalam situasi tersebut, muncul kesan seolah para pejabat dibiarkan
menggunakan kedudukannya dalam birokrasi untukkepentingan diri dan kelompok. Kesan
tersebut muncul karena hadirnya bentuk praktik birokrasi yang tidak efisien dan cenderung
bertele-tele. Yang perlu diperhatikan adalah, birokrasi pemerintah tidak mungkin dipandang
sebagai lembaga yang berdiri sendiri. Namun dalam praktiknya. penyelenggaraan birokrasi tidak
hanya harus memerhatikan hasil yang efektif, melainkan juga hasil yang efisien.
Organisasi publik di era sekarang ini harus mampu dan dapat bekerjasecara efisien, efektif,
kompetitif responsif, dan juga adaptif terutama agar mampu mendorong semangat kerja organisasi
itu sendiri. Adapun responsif sebagai sifat yang berhubungan langsung dengan eksternal
organisasi berarti bahwa organisasi publik memiliki sistem delegasi atas tugas-tugas terstruktur
pada unit-unit yang lebih kecil, sehingga memungkinkan otoritas kebijaksanaan, inisiatif, dan ide-
ide inovatif untuk mengikuti kondisi internal dan juga eksternal. Organisasi birokrasi yang
response membutuhkan:
1. pemecahan dan penjabaran aktivitas organisasi ke dalam subunit yang berorientasi pada
tugas;
2. penyesuaian dan perumusan tugas berdasarkan pada interaksi antar anggota birokrasi, bukan
hanya berdasarkan definisi pimpinan yang bersifat kaku;
3. dorongan setiap individu untuk dapat menerima tanggung jawab dan komitmen yang lebih
luas, bukan hanya terbatas pada tugas-tugas fungsionalnya saja;
4. sistem pengambilan keputusan yang bersifat kolegial dan didasarkan pada interaksi, bukan
otoritas hierarki.
5. sistem komunikasi lateral diantara SDM dengan jenjang yang berbeda bukan hanya
mengandalkan pada instruksi vertikal;
6. dorongan pembuatan keputusan yang didasarkan pada pertukaran informasi, bukan proses
instruksi komando;
7. komitmen setiap SDM pada pencapaian tugas dan pemenuhan tanggung jawab, bukan
penyatuan loyalitas dan kepatuhan pada pimpinan;
8. stimulus peningkatan partisipasi aktif dari para staf dan klien dalam keputusan terkait
perubahan misi, tujuan, dan fungsi organisasi birokrasi.
Organisasi birokrasi pemerintahan perlu didukung oleh manajemen pemerintah daerah yang
baik. Adapun beberapa aspek manajemen organisasi yang perlu ditingkatkan antara lain:
1. Prosedur operasional dan standardisasi yang lengkap, jelas, tegas, dan juga telah disesuaikan
dengan keadaan di lapangan, sehingga mudah untuk dilaksanakan.
2. Pendelegasian kekuasaan serta koordinasi yang jelas, tegas, dan mudah dilaksanakan secara
konsekuen dan konsisten dengan didukung oleh sistem kontrol yang kuat tanpa pandang bulu.
3. Analisis efektivitas jumlah birokrasi agar dapat menciptakan hasil yang optimal. Adapun
perampingan birokrasi baik struktural maupun fungsional perlu dipelajari sesuai dengan
perkembangan kebutuhan.
4. Pada saat birokrasi pemerintahan menjadi faktor penting dalam sistem ekonomi nasional
Indonesia, terutama menyangkut daya saing nasional. Dengan kata lain, birokrasi menjadi
sangat penting ketika berkaitan dengan kewirausahaan.
Mengutip pendapat para pakar, ingin kembali penulis tegaskan bahwa pada dasarnya proses
implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan perilaku badan administratifyang bertanggung
jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran,
tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat memengaruhi perilaku.
1. Pertanggungjawaban Objektif
Pertanggungjawaban objektif dilakukan dalam lingkup organisasi antara pegawai dengan
pimpinan organisasi terkait dengan aspek kinerja. Selanjutnya, akan dilakukan analisis atas
pertanggung jawaban yang diberikan untuk melihat kesesuaiannya dengan hukum,
tupoksi,dan kesepakatan yang ada. Adapun bentuk pertanggungjawaban ini memiliki
relevansi dengan pengawasan internal yang mencakup pengawasan administratif dalam
administrasi pembangunan.
2. Pertanggungjawaban Subjektif
Bentuk pertanggungjawaban subjektif diberikan oleh implementator pembangunan baik
kepada internal organisasi maupun pihak-pihak di luar organisasi yang secara langsung
maupun tidak langsung terkaitdengan pembangunan, seperti halnya pemerintah legislatif,
rakyat. dan lain sebagainya. Pengawasan ini memiliki relevansi dengan pengawasan eksternal.
Bentuk pengawasan yang termasuk dalam pengawasan eksternal, adalah pengawasan
legislatif, pengawasan yudisial, dan juga pengawasan sosial.