Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KEPERAWATAN KESEHATAN KERJA

BENGKEL LAS BUBUT

DISUSUN OLEH :

Yulita Friza Wulandari ( 04121003004 )

Utari Septera ( 04121003021 )

Hafiza Khoradiyah ( 04121003033 )

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AJARAN 2016/2017


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Akhir-akhir ini dalam peraturan persaingan global, kesehatan kerja
menjadi sebuah inspirasi bagi dunia industri untuk meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja. Tidak hanya para pekerja yang bekerja di industri
besar akan tetapi industri kecilpun sudah mulai ambil ancang-ancang untuk
memfokuskan dirinya dalam memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku di
dalam ilmu kesehatan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan
hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan. Sedangkan pengertian keselamatan dan kesehatan kerja secara
keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(P2K3 Depnaker RI,2000).
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Hal tersebut juga mengakibatkan
meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya
kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Oleh
karena itu pemerintah berkepentingan dalam melindungi pekerja dari bahaya
kerja yang tertera di dalam UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
pasal 3 ayat 1 yang mensyaratkan bahwa manajemen perusahaan harus
melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja.Dalam UU NO. 14 Tahun 1969
tentang ketentuan pokok mengenai tenaga kerja pasal 9 dan 10 dinyatakan
pula bahwa pekerja berhak mendapatkan pembinaan perlindungan kerja
(Yanri, 1999).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian
materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa
yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini
merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya
sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.Kerugian
langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya
pengobatan dan kompensasi kecelakaan.Sedangkan kerugian tak langsung
yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen
keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi dan hilangnnya waktu
kerja.
Berbagai potensi bahaya di tempat kerja senantiasa dijumpai. Mengenai
potensi bahaya industri merupakan langkah awal dalam upaya pencegahan
kecelakaan kerja,sedang tindakan represif berupa upaya menghindari
terulangnya kejadian kecelakaan kerja perlu dilakukan melalui penyelidikan
dan analisis dalam kasus tersebut. Potensi bahaya atau sering disebut juga
sebagai hazard merupakan sumber risiko yang potensial mengakibatkan
kerugian baik material, lingkungan maupun manusia.
Resiko merupakan kejadian yang tidak tentu yang dapat mengakibatkan
kerugian. Sehingga agar tidak terjadi kerugian perlu di terapkan ergonomi.
Ergonomi yaitu ilmu yang memmpelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka.Ergonomi berasal dari kata Yunani ergon yang
artinya kerja dan nomos yang berarti aturan, secara keseluruhan ergonomi
berarti aturan yang berkaitan dengan kerja, sasaran penelitian ergonomi adalah
manusia pada saat bekerja dalam lingkungannya. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi
tubuh manusia dengan tujuan untuk menurunkan stress yang akan dihadapi,
yaitu dengan cara menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh
agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban betujuan
agar sesuai dengankebutuhan tubuh manusia. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat di simpulakan bahwa pusat dari ergonomi adalah manusia.Konsep
ergonomi adalah berdasarkan kesadaran, keterbatasan kemampuan
dannkapabilitas manusia. Sehingga dalam usaha untuk mencegah cidera,
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kenyamanan dibutuhkan
penyesuaian antara lingkungan kerja, pekerjaan dan manusia yang terlibat
dengan pekerjaan tersebut.
Sebagai suatu cabang ilmu yang bersifat multi-disipliner, beberapa cabang
ilmu yang mendasari adanya ergonomi yaitupsikologi, antropologi, faal kerja
atau fisiologi, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, dan fisika. Namun tidak
menutup kemungkinan masih ada beberapa disiplin ilmu yang lain. Masing-
masing disiplin tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi.Pada gilirannya,
para perancang, dalam hal ini para ahli teknik, bertugas untuk meramu
masing-masing informasi di atas, dan menggunakannya sebagai pengetahuan
untuk merancang fasilitas kerja sehingga mencapai kegunaan yang
optimal.Misalnya ketika manusia melakukan pekerjaan mengelas tanpa
pelindung mata maka matanya terasa sangat tidak nyaman. Dalam ilmu
biologi pun disebutkan bahwa mata manusia akan menjadi tidak sahat dan
berbahaya ketika melihat sinar/ cahaya las secara langsung, maka dengan
adanya informasi tersebut para ahli teknik menciptakan alat pelindung mata
yang digunakan manusia ketika sedang melakukan pekerjaan mengelas.
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut kami sebagai pengamat
tertarik untuk melakukan observasi K3 pada bengkel las salah satunya bengkel
las bubut yang berada di Pasar Cinde Kota Palembang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

1. Bagaimana pengetahuan pekerja tentang kesehatan dan keselamatan


kerja?.
2. Bagaiamana kondisi lingkungan kerja Bengkel Las Bubut di Pasar Cinde?
3. Bagaimana penggunaan APD Bengkel Las Bubut di Pasar Cinde?
4. Bagaimana pengendalian / pencegahan kecelakaan kerja di Bengkel Las
Bubut Pasar Cinde?
5. Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di Bengkel Las Bubut Pasar
Cinde?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tentang kesehatan dan keselamatan
kerja.
2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja Bengkel Las Bubut di Pasar
Cinde
3. Untuk mengetahui penggunaan APD Bengkel Las Bubut di Pasar Cinde
4. Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja Bengkel
Las Bubut di Pasar Cinde
5. Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di Bengkel Las Bubut Pasar
Cinde

D. Bahan Materi

1. Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan


dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan.
Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo,
patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari
kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan
kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang
dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja
adalahsuatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Undang-Undang K3
UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan
mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur
agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU
Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan
undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan
umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada di
wilayah kekuasaan hukum NKRI.
Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU
No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: Tiap-tiap warganegara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berarti
setiap warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup
dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969
menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari
pembangunan. Ruang lingkup pemberlakuan UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur
yang harus dipenuhi secara kumulatif terhadap tempat kerja.
Tiga unsur yang harus dipenuhi adalah:
1. Tempat kerja di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2. Adanya tenaga kerja, dan
3. Ada bahaya di tempat kerja.
UUKK bersifat preventif, artinya dengan berlakunya undang-undang ini,
diharapkan kecelakaan kerja dapat dicegah. Inilah perbedaan prinsipil yang
membedakan dengan undang-undang yang berlaku sebelumnya. UUKK bertujuan
untuk mencegah, mengurangi dan menjamin tenaga kerja dan orang lain ditempat
kerja untuk mendapatkan perlindungan, sumber produksi dapat dipakai dan
digunakan secara aefisien, dan proses produksi berjalan lancar.

3. Prinsip K3

Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja, tersirat pengertian K3 yaitu:

1. Secara filosofi didefiniskan sebagai upaya dan pemikiran dalam


menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani
manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta
hasil karya dan budayanya dalam rangka menuju masyarakat adil
dan makmur berdasarkan pancaila.
2. Secara keilmuan K3 didefinisakan sebagai ilmu dan penerapan
teknologi pencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
a. Sifat pekerjaan.
b. Cara kerja.
c. Proses produksi.
4. Pengertian Peralatan Perlindungan Diri (APD)

Perlindungan keselamatan pekerja melalui teknis pengamatan tempat,


mesin, peralatan, dan lingkungan kerjawajib diutamakan. Namun resiko
kecelakaan tidak dapat dikendalikan, sehingga perlunya alat pelindungan diri.
APD harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : enak dipakai, tidak
menganggu pelaksanaan kerja, memberikan perlindungan efektif terhadap macam
bahaya yang dihadapi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja
enggan menggunakan peralatan perlindungan diri antara lain : Sulit, tidak
nyaman, atau mengganggu untuk digunakan, pengertian yang rendah akan
pentingnya peralatan keamanan, ketidakdisiplinan dalam penggunaan (Sumamur,
2009).

Alat pelindung diri beraneka ragam. Jika digolongkan berdasarkan bagian


tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat sebagai berikut :

a. Kepala : topi (safety helmet)

b. Mata : Kaca mata pelindung (protective goggles)

c. Muka : pelindung muka (face shields)

d. Tangan dan jari : sarung tangan (gloves), pelindung telapak tangan (hand hap)
dan sarung tangan yang menutupi tangan samapai ke lengan (sleeve).

e. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes)

f. Alat pernafasan : Masker

g. Telinga : Earplus dan muffs, namun digunakan untuk kebisingan


yang melebihi 85 dBA

h. Tubuh : pakaian kerja yang menurut pekerja tahan panas, nyaman,


tahan dingin.

6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan
iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik
kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus
dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Rika Ampuh
Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006), tujuan dari
dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah:

1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan
perusahaan
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
3. Menghemat biaya premi asuransi
4. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan
kepada karyawannya
7. Kecelakaan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang disebut dengan
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan.
(Sumamur, 1981: 5). Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki yang mengacaukan proses aktivitas kerja. (Lalu Husni, 2003: 142).
Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam
hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan ini disebut sebagai
bahaya kerja. Bahaya kerja ini bersifat potensial jika faktor-faktor tersebut belum
mendatangkan bahaya. Jika kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai bahaya
nyata. (Sumamur, 1981: 5).

Lalu Husni secara lebih jauh mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab
kecelakaan kerja yaitu:
a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan
tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.

b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat


dari besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan
kecelakaan kerja.

c. Faktor sumber bahaya, meliputi:

Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor
serta tidak memakai alat pelindung diri.

Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta


pekerjaan yang membahayakan.

d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya,


ventilasi, pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.

Dari beberapa faktor tersebut, Sumamur menyederhanakan faktor penyebab


kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:

a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe


human act atau human error).

b. Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Sumamur, 1981: 9).

Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab kecelakaan


kerja di Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat menemukan cara
yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman
tersebut. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya membuat peralatan keselamatan
dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah setting,
atau memasangi kembali, memakai peralatan yang tidak aman atau
menggunakannya secara tidak aman, menggunakan prosedur yang tidak aman saat
mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material, berada
pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift dengan
cara yang tidak benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya dan lain-
lain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa kerugian.
Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya perawatan dan
pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja, serta
menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat non ekonomis
adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka atau cidera dan cacat
fisik.

Sumamur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja
dengan 5K yaitu:

a. Kerusakan
b. Kekacauan organisasi
c. Keluhan dan kesedihan
d. Kelainan dan cacat
e. Kematian

Menurut Mangkunegara (2008) faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan


kerja, yaitu:
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
b) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan Udara
a) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu, dan berbau tidak enak).
b) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan Penerangan
a) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b) Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4. Pemakaian Peralatan Kerja
a) Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik.
5. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
a) Stamina pegawai yang tidak stabil.
b) Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap
pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam
penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa risiko bahaya.

8. Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan


pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal mungkin(Budiono, Sugeng, 2003). Ergonomi
harus disesuaikan pekerjaan terhadap manusia, menggunakan pengetahuan
tentang kemampuan fisik, ketrbatasan karakteristik manusai, yang diterapkan pada
rancangan suatu pekrjaan. Kemungkinan tepapar beberapa kegiatan yang bila
dilakukan secara tidak benar, mungkin dapat menyebabkan kelaianan otot
( Musculo skeletal disorders atau MDSs ) sperti membungkuk, memanjat,
merangkak, memutar, pengerakan tenaga yang berlebihan, pemaparan yang
berulang ulang (Health, Safety and Eviroment Guidelines Pertamina, 2010).
Penerapan ergonomi atau ruang lingkup ergonomi menurut (Erlisya, 2013)
sebagai berikut :

1. Pembebanan kerja fisik


Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan
maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur
kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum
bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang
dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali
mengangkat atau mengangkut.

2. Sikap tubuh dalam bekerja

Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik.


Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin
dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk
membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat
duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri
pekerja. Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :

1) Berdiri dengan memperhatikan tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku,
tinggi pinggul dan panjang lengan.
2) Duduk dengan memperhatikan tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang
lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
dan jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
3) Keadaan bekerja sambil berdirimempunyai kriteria : Tinggi optimum area
kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.Pekerjaan yang lebih
membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20 cm lebih tinggi
dari siku. Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja
10-20 cm lebih rendah dari siku.
4) Mengangkat dan mengangkut, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada
proses mengangkat dan mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak
yang harus ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang
digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari manusia
sebagai alat utama untuk mengangkat dan mengangkut.
5) Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan
kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap
awal dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin
yang digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus
yang diperhatikan, misalnya : adanya informasi yang komunikatif, tombol
dan alat pengendali baikperlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai
untuk pekerjaannya.
6) Kebutuhan kalori : Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis
pekerjaan. Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang
diperlukan. Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda
dari pekerja wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi
pemberian kalori pada pekerja. 1) Pekerja Pria : ringan 2400 kal/hari , sedang
2600 kal/hari, berat 3000 kal/hari 2) Pekerja Wanita : Pekerjaan ringan 2000
kal/hari, sedang 2400 kal/hari, berat 2600 kal/hari
7) Pengorganisasian kerja : Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu
kerja, saat istirahat, pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat
bekerja yang disesuaikan dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja
dalam 1 hari antara 6-8 jam. Dengan waktu istirahat jam sesudah 4 jam
bekerja. Perlu juga diperhatikan waktu makan dan beribadah. Termasuk juga
di dalamnya terciptanya kerjasama antar pekerja dalam melakukan suatu
pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang berulang (repetitive).
8) Lingkungan kerja, dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja
berbagai faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor
lingkungan yang berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja
adalah 24-260C.
9) Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum
bekerja/tes kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi
karyawan.
10) Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab
kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan,
lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

9. Tinjauan Umum Bengkel Las

Las menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), adalah

penyambungan besi dengan cara membakar. Dalam referensi-referensi teknis,

terdapat beberapa definisi dari Las, yakni sebagai berikut : Berdasarkan defenisi

dari Deutsche Industrie Normen (DIN) dalam Harsono dkk(1991:1),

mendefinisikan bahwa las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam

paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair. Sedangkan menurut

maman suratman (2001:1) mengatakan tentang pengertian mengelas yaitu salah

satu cara menyambung dua bagian logam secara permanen dengan menggunakan

tenaga panas. Sedangkan Sriwidartho, Las adalah suatu cara untuk menyambung

benda padat dengan dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan.


Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dimana logam

menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa tekanan, atau dapat didefinisikan

sebagai akibat darimetalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara

atom. Sebelum atom-atom tersebut membentuk ikatan, permukaan yang akan

menjadi satu perlu bebas dari gas yang terserap atau oksida-oksida.

1. Hazard di Bengkel Las


Potensi bahaya (Hazard) ialah suatu keadaan yang memungkinkan

atau dapat menimbulkan kecelakaan/kerugian berupa cedera, penyakit,

kerusakan atau kemampuan melaksakan fungsi yang telah ditetapkan

(P2K3 Depnaker RI, 2000).


Bahaya merupakan sumber energi: yakni segala sesuatu yang

memiliki potensi untuk menyebabkan cedera pada manusia, kerusakan

pada equipment dan lingkungan sekitar (Bakhtiar, 2008).


Sedangkan menurut Syahab (1997) bahaya adalah segala sesuatu atau

kondisi yang berpotensi pada suatu tempat kerja.


2. Bahaya yang dihadapi dalam bengkel las
a. Gangguan pernafasan
Terdapat beberapa segi negatif dari pekerjaan Tukang Las

diantaranya adalah berasal dari faktor zat kimia yang terdiri dari elektroda,

asap, debu dan gas. Menurut teori penimbunan debu dalam paru-paru

adalah sebagai berikut:


Debu ukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh saluran pernafasan

bagian atas,debu ukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah

pernafasan,debu ukuran 1-3 mikro ditempatkan dalam permukaan

alveoli,debu ukuran 0,1-1 mikron bermasa terlalu kecil sehingga

mengikuti gerak brown keluar masuk alveoli.


Dari hasil pengamatan kami tidak semua karyawan menggunakan

masker sebagai APD, apabila karyawan terpapar secara terus menerus


tanpa menggunakan APD akan berakibat gangguan saluran pernafasan

seperti batuk kering, sesak nafas, kelelahan umum,BB berkurang dll.

b. Dari sisi Ergonomi


Bahaya selanjutnya pada tukang las dari sisi ergonomic yaitu para pekerja

mengalami sakit punggung karena pada saat bekerja selalu membungkuk,

sehingga mengalami sakit punggung.

BAB II

OBSERVASI

A. Gambaran Lokasi

1. Sejarah Pendirian

Bengkel las yang kami observasi ni merupakan usaha yang didirikan


secara pribadi oleh sang pemilik yang bernama Pak Maulana,tamatan SMA
bengkel las ini merupakan bengkel las bubut yang diberinama Bengkel Las
Lematang tepatnya di Jalan Cindewelan No.10 kota Palembang. Awalnya pak
maulana hanya bekerja menumpang dengan bengkel las yang lainnya sebelum ia
mendirikan sendiri usahanya, usahnya sudah berdiri sekitar 15 tahunan. Bengkel
las ini jg menerima pesanan untuk membuat pagar, terali, serta las besi yang
lainnya luas tempat kerja 7x4 m.

2. Tenaga Kerja

Bengkel Las Bubut Lematang ini memiliki 5 karyawan tetap yang masing-

masing bernama Buyung, Manda, Said, Yudi dan Ari. Jika terdapat orderan dalam

jumlah yang banyak maka pemilik bengkel ini menambah karyawannya untuk

mempermudah serta meringankan dan mempercepat orderan


3. Jam Kerja Pekerja

Karyawan di bengkel las ini memiliki waktu kerja sekitar 9 jam ,mulai

pukul 08.00-17.00 WIB, karyawan disini mendapat hari libur kerja pada hari

minggu dan hari-hari kebesaran, namun ketika mendapat borongan orderan dalam

jumlah banyak maka karyawan diharuskan lembur untuk meyelesaikan orderan.

Karyawan pada umumnya memiliki jam istirahat yang sama sekitar 1 jam dari

pukul 12.00-13.00 WIB, disini mereka tidak mendapatkan makan mereka hanya

dikasih uang utuk membeli makanan masing-masing.

B. Luas Lingkungan Area Kerja


Berdasarkan hasil yang didapat dari wawancara Pak Maulana, Luas
bangunan tempat kerja sekitar 7x4 meter. Namun berdasarkan observasi yang
kami dapat, tempat proses pengelasannya sendiri tidak tertata rapi, jarak antara
mesin bubut, besi-besi, alat-lat las, barang yang tidak terpakai tidak tertata secara
baik dan tidak rapi

C. Pencahayaan dan sirkulasi

Berdasarkan observasi di tempat kerja pak Maulana , Pencahayaannya

Bengkel las ini hanya memiliki pencahayaan dari satu arah saja yaitu dari arah

depan saja, cahaya masuk dari pintu yang terbuka lebar, di bengkel las ini tidak

terdapat lampu jadi jika terlalu sore maka akan gelap. Sirkulasi Bengkel las ini

memilki pintu keluar masuk udara yang lega.

D. Produk yang dihasilkan

Bengkel ini merupkan jasa bubut yang menghasilkan berbagai poduk bubut,

namun pada bengkel las ini juga menerima orderan membuat pagar maupun trali

dll.
E. Alat Pelindung yang Digunakan

Saat sedang bekerja para karyawan di bengkel las ini hanya menggunakan

kacamata dan cupmasker namun terkadang yag kami lihat masih saja karyawan

disana yang tidak memakai APD sewaktu bekerja bahkan bukan APD yang

seharusnya mereka gunakan untuk kerja. Alasan Karyawan tidak lengkap

menggunakan APD salah satunya mreka mengatakan bahwa sedikit rumit ketika

peerjaan yang kecil ingin memakai perlengkapan APD yang lengkap

F. Kondisi Lingkungan
- Kebisingan

Bengkel ini memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi dikarenakan

suara-suara mesin dan kendaraan yang berada disekitar bengkel

- Debu

Kondisi bengkel tersebut sangat berdebu karena alas dari bangunan

bengkel tersebut tidak di semen , hanya beralaskan tanah.ditambah dengan

barang-barang yang tidak tertata dengan rapi sehingga banyaknya debu yang

menempel

- Keadaan dan fasilitas Ruangan


Bengkel ini tidak tertata dengan baik dan rapi,tidak ada tempapt khusus

penyimpanan barang , tempat istirahatpun hanya menggunakan tikar dak

kursi, tidak memiliki toilet untuk kebutuhan BAK dan BAB.


- Lingkungan Sekitar

Di daerah lingkungan bengkel las terdapat tempat-tempat las yang lainnya

G. Kecelakaan Kerja
Pada bengkel ini pernah salah satu karyawannya mengelami kecelakaan kerja

karena kelalaian saat menggunakan mesin bubut

H. Pemeriksaan Kesehatan Berkala

Karyawan pada bengkel las ini tidak melakukan pemeriksaan kesehatan secara

rutin, mereka melakuan pemeriksaan kesehatan ketika mereka sakit

i. Keluhan Kesehatan
Para pegawai dan pemilik usaha sendiri mengeluh tentang

kesehatan mereka , adanya keluhan sesak nafas yang mereka rasakan serta

mata yang terasa pedih saat istirahat. Telinga yang terkadang sakit akibat

bising.
Lampiran Gambar Observasi Bengkel Las

Gambar 1 tampak depan bengkel las Lematang

Pekerja Tidak
menggunakan sarung
tangan dan masker saat
bekerja pada mesin
bubut

Gambar 2 Kondisi Pekerja saat bekerja


Selang las yang
dikaitkan sembarangan
pada besi lain, besi
tersebut jg bisa jatuh

Kondisi tempat bengkel las


yang berantakan tidak
tertata rapi, berserakan besi-
besi besar dan kecil yang di
taruh di sembarang tempat

Drum besi serta besi


kecil yang
berantakan , besi
yang di letakan
tegak tersebut dapat
roboh dan menimpa
disekitarnya

Mesin bbubut yang


letaknya berdekatan
dengan besi yang
lainnya sehingga
mempersempit area
kerja
Alat yang dibiarkan
berantakan dapat
menjadi sumber
bahaya

Air ataupun minyak


isi dirijen tersebut
seharusnya tidak
dibiarkan begiitu
saja

BAB III

ANALISIS

A. Pengetahuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang


terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Begitu pula dengan
pengetahuan tentang K3. Dari hasil wawancara baik dari pemilik usaha dan
pekerja mengatakan bahwa mereka tahu dan pernah mendengar tentang kesehatan
dan keselamatan kerja, mereka berpendapat bahwa kesehatan dan keselamatan
kerja adalah bagaimana agar kita terhindar dari penyakit akibat bekerja. Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka mengetahui tujuan kesehatan
dan keselamatan kerja .

B. Kondisi Lingkungan Kerja

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, dapat diklasifikasikan potensi


bahaya dari usaha Bengkel Las ini berdasarkan lingkungan kerjanya.
1. Potensial Hazard Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran,


iklim (cuaca) kerja, tekanan udara, penerangan, bau-bauan serta hal-hal yang
berhubungan di tempat kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan potensial
hazard lingkungan fisik dari usaha bengkel las bubut yaitu kebisingan, cahaya api
dari pengelasan,bau dari besi yang dilas dan debu.

a. Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang


bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmennaker, 1999). Sesuai
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 adalah 85 desi Bell
A (dBA), untuk waktu pemajanan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan lebih dari
140 dBA walaupun sesaat pemajanan tidak diperkenankan. Suara bising yang
terdapat dalam proses pengelasan adalah berasal dari suara mesin bubut dan mesin
las dalam bengkel las dan sekitarnya karena daerah disekitar merupakan tempat
las juga.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukanpada hari sabtu 28 februari 2016
suara bising dari mesin tersebut menurutnya tidak menganggu pengerjaanya
karena telah terbiasa. Tetapi suara bising dari mesin tersebut menimbulkan
dampak pada pendengarannya dan memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi
(tidak menggunakan Sound Level Meter) sehingga ketika berkomunikasi saat
mesin hidup harus menggunakan volume suara yang cukup tinggi seperti
mengeraskan suara namun jarak antara pekerja dan pembicara masih terjangkau
dan masih terdengar saat berkomunikasi. Pada pekerja pak maulana, selama
bekerja ada salah seorang karyawan yang benama Ari menurutnya jika sesorang
ingin berbicara dengannya suaranya harus diperbesar, bisa di ambil kesimpulan
bahwa ada sedikit masalah pendengaran akibat kebisingan selama ia bekerja.

b.Pencahayaan

Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan


lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas
manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek
yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan
dapat dibagi menjadi :

1) Pencahayaan alami

Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga
dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu
ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-
kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa
kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena
intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama
saat siang hari. Berdasarkan hasil pengamatan, tempat bengkel las bubut ini cukup
mendapatkan cahaya dari matahari. Serta bengkel las ini memiliki sirkulasi udara
yang baik. Namun dengan kemudahan sirkulasi ini, memberikan dampak yang
negatif apabila angin/ udara yang masuk dapat menerbangkan debu-debu yang
dilantai karena lantainya dari tanah sehingga debu bisa terhirup melalui
pernafasan, bau-bau zat besi juga terbawa oleh udara sehingga bisa terhirup juga.

2) Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya


selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan
sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak
mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara
tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah
sebagai berikut:

a) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara


detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan
tepat.
b) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman.
c) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat
kerja.
d) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara
merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan
bayang-bayang.
e) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.
Untuk pembuatan pintu, jendela dan kusen dibutuhkan paling sedikit
mepunyai penerangan 200 luks.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan usaha ini tidak menggunakan


penerangan lampu. Hal ini meyulitkan karyawan ketika bekerja pada hari yang
mulai gelap.

c.Debu
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang
berukuran 0,1 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang
dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi
diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. Partikel debu yang
dihasilkan dari proses pengelasan besi-besi bau zat-zat besi. Pada saat observasi
pekerja tidak memakai alai pelindung berupa masker saat melakukan pengelasan.
Bau zat besi bercampur panas api dari mesin pengelas membuat partikel debu zat
besi tersebut sangat tercium dan ditambah debu yang berasal dari lantai tempat
bekerja. Dengan tanpa penggunaan alat pelindung masker dan kaca mata, debu
serta bau zat besi dari pengelasan terhirup serta masuk ke dalam mata yang
menyebabkan sesak nafas bahkan iritasi pada mata.

2. Potensial Hazard Lingkungan Fisiologis

Potensial hazard lingkungan fisiologis dari usaha pembuatan kusen, pintu dan
jendela adalah ergonomi. Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti
menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada
umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang
(re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat
lunak (software). Perangkat keras berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/tools,
alat peraga/display, conveyor dan lain-lain) sedangkan perangkat lunak lebih
berkaitan dengan sistem kerjanya seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan
jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan pembuatan pintu, jendela dan kusen, ergonomic juga
mempunyai peranan penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada saat
bekerja.

Berdasarkan hasil wawancara, pada saat pesanan banyak menuntut pekerja


untuk bekerja lebih dari hari biasanya. Menurutnya keadaan tersebut membuatnya
merasa lelah ketika berdiri lama pada saat bekerja menggunakan mesin bubut
kata seorang karyawan pak Maulana yang bernama buyung. Ketika kelelahan
mereka langsung berstirahat dan melanjutkan pekerjaanya setelah merasa
membaik. Menurut informan dalam pengerjaannya tidak ada waktu yang
menentu. Tergantung dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak maka,
pekerja dapat bekerja hingga larut malam. Posisi badan yang terlalu lama
membungkuk ketika mengelas orderan besi dapat mengakibatkan nyeri yang
terasa baik di daerah pundak, lengan, kaki bahkan panggul. Dalam jangka yang
lama, dapat mengakibatkan terbentuknya kelainan pada tulang.

C. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya. Dalam usaha bengkel las bubut ini,
penggunaan alat pelindung diri masih perlu ditingkatkan. Pekerja menggunakan
alat pelindung diri hanya kacamata saja terkadang kacamatanya bukan khusus
kacamata untuk las tapi kacamata untuk membaca,tidak menggunakan masker
tidak menggunakan alat pelindung diri tersebut karena menurutnya debu dan bau
dari zat besi tersebut diatasi dengan hanya menutup mulut saja, pekerja tidak
mengetahui dampak debu dan bau zat besi yang bisa terhirup dari saluran
pernafasan atas seperti hidung. Sementara kebisingan hanya dianggap hal yang
biasa sehingga tidak digunakan APD seperti ear plug atau ear mup (sumbat
telinga). Selain itu pada saat pangangkatan bahan atau menggunakan mesin bubut
seharusnya menggunakan sarung tangan untuk mengurangi bahaya yang dapat
menyederai tangan. Karena menurut informan terkadang dalam penggunan mesin
bubut an mengangkat besi lainnya dapat meyederai tangannya. Namun hal
tersebut menurutnya biasa saja. Bahkan menurutnya jika menggunakan APD
membuatnya repot.

3.4 Pencegahan / Pengendalian Kecelakaan Kerja dan PAK

Menurut pengakuan informan,untuk mencegah atau mengendalikan


kecelakaan kerja di tempat usahanya dilakukan dengan cara istirahat jika
merasakan kelelahan,berhati-hati dalam bekerja, sehingga tidak menimbulkan
kecelakaan saat bekerja.

3.5 Fasilitas Kesehatan

Usaha bengkel las bubut ini tidak memiliki fasilitas khusus kesehatan. Untuk
menangani jika terjadi kecelakaan kerja di tempat ini, pekerja langsung di bawa ke
puskesmas. Biaya penanganan dan penanggulangan kesehatan bila ada kecelakaan
ditanggung oleh pemilik usaha. Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu
terdapat tempat peristirahatan namub tidak layak hanya beralaskan tikar saja dan
terdapat 2 buah kursi saja, tidak punya kamar mandi. Air minum bawa sendiri atau
beli disekitar lokasi.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di pada
hari sabtu tanggal 28 febuari 2016 di bengkel las bubut Lematang ,maka
dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1. Pekerja mengetahui mengenai Kesehatan Keselamatan Kerja sehingga
pekerja memahami mengenai dampak yang terjadi jika tidak menerapkan
sistem K3. Walaupun mereka mengetahui hal itu tapi tetap saja
ketidakmauan pekerja untuk menerapkan program keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penyulit dalam observasi ini.
2. Lingkungan kerja sangat mempengaruhi kesehatan pekerja. Lingkungan
kerja dapat menimbulkan bahaya seperti potensi hazard lingkungan fisik
dan fisiologis bagi pekerja
3. Pekerja belum menerapkan penggunaan alat pelindung diri. Pekerja belum
memahami bahaya yang ditimbulkan jika tidak menggunakan alat pelidung
diri seperti masker, sarung tangan atau pun penutup telinga untuk
melindungi diri dari bahaya pekerja.
4. Tidak ada dukungan dari pemilik usaha dan kurangnya pengetahuan
tentang alat pelindung diri untuk kesehatan selamatan kerja pada pekerja
bengkel las

4.2 Solusi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan , penerapan


sistem Kesehatan Keselamatan kerja masih sangat lemah. Untuk solusi yang
ditawarkan dalam memenuhi tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja
(K3), berikut penjelasannya :
1. Untuk meningkatkan kesadaran pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja, hendaknya diberikan sosialisasi pengetahuan dalam menimbulkan
mengenai keselamatan diri saat bekerja baik alat-alat nya, akibat, serta
manfaat dari pengetahuan mengenai K3.
2. Untuk meminimalisir terjadinya risiko dan bahaya yang mengancam pekerja,
pekerja dan pemilik usaha berpartisipasi serta menanamkan kesadaran diri
bahwa dengan menggunakan alat pelindung diri demi kesehatan dan
keselamatan pekerja dalam jangka panjang
3. Adanya pengecekan kesehatan berkala setiap satu bulan sekali untuk
mendeteksi dini adanya penyakit akibat dan/atau berhubungan dengan
pekerjaan
4. Membersihkan tempat kerja,menyusun dan mentata barang-barang dan
merapikan kembali alat-alat yang telah terpakai ke tempatnya agar bersih dan
rapi serta tidak berantakan
5. Membuat standar prosedur untuk menjadi acuan pekerja dalam melakukan
pekerjaan nya seaman dan senyaman mungkin
6. Menempelkan peringatan (caution) di dinding sebagai peringatan dan
pengingat pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya

DAFTAR PUSTAKA

Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta :
Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The
Pacific Manila Philippines

Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.

Sumamur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:


Gunung Agung.

Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, &


Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira.

Silalahi, Bennett N.B. [Dan] Silalahi, Rumondang. 1991. Manajemen


Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. [S.L] :Pustaka Binaman Pressindo

Suma'mur .1991. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja: Jakarta

Nanang Fattah. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Rosdakarya.

Notoatmodjo Prof. Dr. Soekidjo.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni.


Jakarta:Rineka Cipta.

Ferdinan Siahaan. 2005 Hubungan Sikap Pekerja Terhadap Penerapan Program


K3 dengan Komitmen Pekerja, USU Respositori.

Notoatmodjo S. 2004 Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku


Kesehatan. Andi Offset. Yogyakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai