Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh
Disusun oleh:
VIRDAYANI
1707101030067
Pembimbing:
dr. Herry Priyanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus yang
berjudul “Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksasrbasi Akut”. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian/SMF Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas laporan kasus ini tidak terwujud
tanpa ada bantuan dan bimbingan serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
yaitu dr. Herry Priyanto, Sp.P(K), FISR, FAPRS yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan tugas laporan kasus ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan tugas
laporan kasus ini, namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan.Segala
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya di bidang kedokteran.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.1
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, jumlah
penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan akan terus meningkat menjadi 400 juta
jiwa di tahun 2020 mendatang, serta diperkirakan pada tahun 2030 PPOK akan
menjadi penyebab kematian nomor 3 didunia.2 Di Amerika Serikat pada tahun 2007
menunjukkan prevalensi pasien PPOK sebesar 10,1% dengan prevalensi pada laki-
laki yaitu 11,8% dan perempuan 8,5%. Prevalensi PPOK di negara-negara Asia
Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam sebesar
6,7% dan China 6,5% sedangkan angka kejadian PPOK di Indonesia menempati
urutan kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Berdasarkan data oleh WHO pada
tahun 2012 disebutkan bahwa lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari
seluruh kematian di dunia, masing-masing infeksi paru 7,2%, PPOK 4,8%,
tuberkulosis 3,0%, kanker paru/ trakea/ bronkus 2,1%, dan asma 0,3%.2
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama yang dapat
berdampak negatif terhadap kualitas hidup penderita termasuk pasien yang berumur
lebih dari 40 tahun yang dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari.
Kelompok usia tersebut merupakan kelompok usia yang masih produktif namun
akibat dari PPOK yang diderita menyebabkan disabilitas pada penderitanya akibat
sesak napas yang kronik.3
Kebiasaan merokok merupakan faktor resiko tertinggi (95% kasus) untuk
menyebabkan angka kejadian PPOK terutama pada usia muda, selain itu
polusiudarabaik indoor maupun outdoor terutama di kota besar, lokasi industri, dan
pertambangan, serta adanya riwayat infeksi saluran napas berulangjuga berperan
dalam peningkatan penyakit ini.4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit paru obstuktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya keterbatasan aliran progresif,
berhubungan dengan proses inflamasi kronik yang berlebihan pada saluran napas dan
parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya. PPOK ditandai dengan adanya
emfisema dan bronkitis kronis.1
2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, jumlah penderita
PPOK mencapai 274 juta jiwa dan akan terus meningkat menjadi 400 juta jiwa di
tahun 2020 mendatang, serta diperkirakan pada tahun 2030 PPOK akan menjadi
penyebab kematian nomor 3 didunia.2 Di Amerika Serikat pada tahun 2007
menunjukkan prevalensi pasien PPOK sebesar 10,1% dengan prevalensi pada laki-
laki yaitu 11,8% dan perempuan 8,5%. Sedangkan mortalitas menduduki peringkat
keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan
angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991.2
Prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan
prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam sebesar 6,7% dan China 6,5% sedangkan
angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di dunia yaitu
7,8 juta jiwa. Berdasarkan data oleh WHO pada tahun 2012 disebutkan bahwa lima
penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-
masing infeksi paru 7,2%, PPOK 4,8%, tuberkulosis 3,0%, kanker paru/ trakea/
bronkus 2,1%, dan asma 0,3%.3
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar
penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik
timbul gejala sesak terutama pada saat aktivititas, radiologik menunjukkan gambaran
bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal parumenunjukkan
2
gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut
dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).3
3
minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Polutan indoor
yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari
memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah
menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi
dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan
bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6
juta orang setiap tahunnya.
c. Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan
yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan
debu. Bahan asap pem-bakaran/pabrik/tambang.
d. Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu
sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu
dari kapas) dan lingkungan industri.
2. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut
adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung,
sinus, faring, atau laring. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan
anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa,
dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
3. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
4
Stres oksidatif memperkuat mekanisme terjadinya PPOK. Stres oksidatif lebih
lanjut meningkat pada eksaserbasi.Asap rokok dan partikular yang dihirup lainnya
yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi akan menghasilkan oksidan aktif. Dapat juga
disertai penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK.Stres oksidatif ini
berpotensi buruk pada paru, termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi antiprotease,
stimulasi sekresi mukus, dan stimulasi eksudasi plasma meningkat. Biomarker stres
oksidatif, misalnya peroksida hidrogen akan meningkat dalam sputum, konsendat
hembusan napas, dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK.6
Terjadi ketidakseimbangan protease dan antiprotease pada pasien PPOK, yaitu
protease yang memecah komponen jaringan ikat dan antiprotease yang
melindunginya.Beberapa protease berasal dari sel inflamasi dan sel epitel yang
meningkat pada pasien PPOK.Protease-mediated perusak elastin yang merupakan
komponen jaringan ikat utama parenkim paru memberikan gambaran penting pada
emfisema dan bersifat ireversibel.1,6
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi,hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat
fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran ronggaudara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenisemfisema:
a. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke
perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok
lama
b. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata
dan terbanyak pada paru bagian bawah
c. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas
distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel
goblet dan hipertropi otot polos penyebabutama obstruksi jalan napas. Perubahan
patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit
respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi
5
dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema
paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai
dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang
nyata.
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil
yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon
inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan
mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi
hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas
tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan
mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi
lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan
pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada
mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.6
Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan
septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar
(sentrilobular), emfisema panasinar (panlobular) dan emfisema periasinar
(perilobular) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan emfisema
dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran nafas pada emfisema
6
ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan saluran nafas
yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi.
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi
yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin
dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak
seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin menjadi
dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan
limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan
struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan
inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan
menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan
limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini
akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit,
diantaranya adalah leucotrien B, chemotactic factors seperti CXC chemokines,
interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu
ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres
oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti
produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor
κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah
ada.6
Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi
silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi
saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping
pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas
perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia
arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi
pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor
konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan
remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi
7
pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap
hipertensi pulmonal.
8
c) Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk pada tahap
ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien. Eksaserbasi biasanya mulai
dapat terlihat pada tahap ini.
d) Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas hidup
sudah sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwa.
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI) Perkumpulan Dokter Paru
Indonesia) maka PPOK dikelompokkan ke dalam :1
o PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum dan dengan sesak napas derajat nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan
Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP <
70%
o PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau
produksi sputum dan sesak napas dengan derajat dua. Sedangkan pemeriksaan
Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
o PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajat tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi cor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 %
dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipoksemia
dengan hiperkapnia.8
9
1. Sesak napas( Progresif dari waktu ke waktu, diperberat dengan aktivitas,
persisten)
2. Batuk kronis (Intermiten atau unproductive, mengi yang sering kambuh)
2.7 Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.2,7
1. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna ditempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
A. Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu). Ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas kronik
10
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer (gambaran khas pada penderita emfisema, penderita
kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing) atau blue
bloater ( gambaran khas pada penderita bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronkhi basah dobasal paru, sianosis
sentral dan perifer)
B. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
C. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
D. Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal atau melemah
- Terdapat ronkhi dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantug terdengar jauh
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%). Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1prediksi) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) > 75%
11
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variability harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
2. Darah rutin
Hb, Ht dan leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan Lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/ tear drop/ eye drop
appearance)
12
- Corakan bronkovaskular bertambah pada 21% kasus
13
- Gagal napas kronik stabil
-Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5. Radiologi
-CT-Scan resolusi tinggi
-Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru
6. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai dengan hipertrofi
ventrikel kanan
7. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
8. Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotikyang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia
9. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar alfa-1 antitripsin rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi alfa-1 antitripsin jarang ditemukan di Indonesia
Tabel 2. Penilaian Kombinasi PPOK
Populasi C Populasi D
Risiko tinggi, gejala sedikit. Klasifikasi Risiko tinggi, gejala banyak. Klasifikasi
spirometri GOLD III dan IV, eksaserbasi spimoremetri GOLD III dan IV,
pertahunnya > 2 kali, skor mMRC 0-1 eksaserbasi pertahunnya > 2 kali, skor
dan skor CAT <10 mMRC ≥ 2 dan skor CAT ≥10
Populasi A Populasi B
Risiko rendah, klasifikasi spirometri Risiko rendah, gejala banyak, klasifikasi
GOLD I dan II, eksaserbasi pertahunnya spirometri GOLD I dan II, eksaserbasi
0-1 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC ≥ 2
<10 dan skor CAT ≥10
14
2.8 Diagnosis Banding
15
Bronkiolitis obliterans - Onset pada usia muda, bukan perokok
- Mungkin memiliki riwayat rheumatois arthritis
atau pajanan asap
- CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan
daerah hipodens
Panbronkiolitis difus - Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok
- Hampir semua menderita sinusistis kronik
- Foto thoraks dan HRCT torkas menunjukkan
nodul opak menyebar kecil di centrilobular dan
gambaran hiperinflasi.
16
Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisis gas darah
menunjukkan pH normal, PCO2 > 60 mmHg, dan PO2< 60 mmHg.
Dahak tidak berwarna atau jernih
Aktivitas terbatas tidak disertai sesak
Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Berbeda dengan GOLD sebelumnya, GOLD revisi tahun 2017 dan 2018
mengelompokkan penderita PPOK stabil menjadi empat kelas berdasarkan pada
riwayat eksaserbasi dan penilaian gejala saja. Kriteria spirometri yang digunakan
pada kriteria terdahulu saat ini tidak dipergunakan lagi dalam pengelompokan karena
pada berbagai penelitian didapatkan bahwa FEV1 berkorelasi lemah dengan
keberatan gejala. Selain itu pada beberapa keadaan seperti keadaan emergensi atau
rawat inap, kemampuan menilai pasien berdasarkan gejala dan riwayat eksaserbasi
tanpa pemeriksaan spirometri memberikan peluang pada klinisi untuk memulai terapi
dini berdasarkan GOLD kelas ABCD.7
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.1,7
17
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
2. Pengunaan obat – obatan
Macam obat dan jenisnya
Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau
kalau perlu saja )
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
Kapan oksigen harus digunakan
Berapa dosisnya
4. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
5. Tanda eksaserbasi :
Batuk atau sesak bertambah
Sputum bertambah
Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
18
1. Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain
berhenti merokok
Segera berobat bila timbul gejala
2. Sedang
Menggunakan obat dengan tepat
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Program latihan fisik dan pernapasan
3. Berat
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
Farmakologi
Terapi farmakologi dapat menurunkan gejala, risiko, keberatan eksaserbasi dan juga
memperbaiki status kesehatan serta toleransi terhadap aktivitas fisik. Kelas
pengobatan yang sering digunakan untuk menerapi PPOK stabil adalah golongan
bronkodilator, antiinflamasi, serta obat-obatan penunjang lain.4,5,7
Poin penting penggunaan bronkodilator menurut GOLD 2018.
LABA/LAMA lebih dipilih dari SABA/SAMA kecuali pada pasien yang
sangat jarang sesak. ( bukti A)
Pasien dapat memulai terapi dengan monoterapi long acting bronkodilator
atau kombinasi dual long acting bronkodilator. Pada pasien dengan sesak
persisten, monoterapi sebaiknya dieskalasi menjadi kombinasi dua lterapi.
(bukti A)
Bronkodilator inhalasi lebih direkomendasikan daripada bronkodilator oral.
(bukti A)
Terapi jangka panjang dengan teofilin tidak direkomendasikan kecuali terapi
jangka panjang dengan bronkodilator yang lain tidak tersedia. ( bukti B)
19
Poin penting penggunaan anti inflamasi menurut GOLD 2018.
Monoterapi jangka panjang dengan kortikosteroid inhalasi (ICS) pada
penderita PPOK tidak direkomendasikan. (bukti A)
Terapi jangka panjang dengan ICS dipertimbangkan bersamaan dengan
LABA untuk pasien dengan riwayat eksaserbasi walaupun sudah diberikan
terapi adekuat dengan LABA. (bukti A)
Terapi jangka panjang dengan kortikosteroid oral tidak direkomendasikan.
( bukti A)
Pada penderita dengan eksaserbasi walaupun telah menggunakan
LABA/ICS atau LABA/LAMA/ICS, penderita bronkitis kronik, dan
hambatan jalan napas berat sampai sangat berat, penambahan PDE-4 inhibitor
harus dipertimbangkan. ( bukti B)
Pada perokok/mantan perokok dengan eksaserbasi walaupun terapi adekuat,
pemberian makrolide dapat dipertimbangkan. ( bukti B)
Terapi statin tidak direkomendasikan untuk mencegah eksaserbasi. (bukti A)
Antioksidan dan mukolitik direkomendasikan hanya pada pasien tertentu.
( bukti A)
20
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat
berefek panjang ( long acting ).13
Macam - macam bronkodilator :13,14
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
21
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat
Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan
sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
22
23
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun organ - organ lainnya.1,4
1. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktivitas
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
2. Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi
oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi
akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk
penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT ) :
diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas,
24
lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2
L/mnt.
- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas : bertujuan menghilangkan sesak napas
dan meningkatkan kemampuan aktivitas, dimana parameter digunakan analisis gas
darah atau pulse oksimetri.
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak : bertujuan
menghilangkan sesak napas, Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen
di atas 90%.
- Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur.
Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU
atau di rumah.Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten
Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV). Indikasi
penggunaan NIPPV.
- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi
dan abdominal paradoksal
- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
- Frekuensi napas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
25
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan
mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan
CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara
kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan
secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan
ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan
hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein
dapat menyebabkan kelelahan.3,7
Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai :1,7
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualitas hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi
oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
26
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b. Endurance exercise
Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki fungsi paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualiti hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)
3. Transplantasi paru
27
Penyebab eksaserbasi akut
A. Primer Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
B. Sekunder :
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
28
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama,
bertujuanuntuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam
jiwa dapat dilakukandi ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya
dipertahankan Pao2 > 60 mmHgatau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia.
Gunakan sungkup dengan kadar yang sudahditentukan (ventury masks) 24%, 28%
atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing ataunon-rebreathing,
tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapaikondisi
oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan
ventilasimekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation
(NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
3. Pemberian obat-obatan yang maksimal
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
a. Antibiotik
Digunakan bila terjadi Peningkatan jumlah sputum, sputum berubah menjadi
purulent, peningkatan sesak. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola
kuman setempat dan komposisi kombinasiantibiotik yang mutakhir.
Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atauintravena,
sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi
dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan
peningkatan dosis.Inhaler masih cukup efektif bila digunakan dengan cara
yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-
hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai compressor
karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat
29
menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama dengan
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan
nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap
timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak
memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek
samping.
4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan,dan menghindari kelelahan otot bantu napas
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi
mortalitas dan morbiditas, dan memperbaiki gejala. Dahulukan penggunaan NIPPV,
bila gagal dipikirkanpenggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi. Indikasi
penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi :
- Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit
- Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
- Kesadaran menurun
- Hipoksemia berat PaO2 < 50 mmHg
- Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
- Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
- Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi
pleura danembolimasif
- Penggunaan NIPPV yang gagal
30
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. MG
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 61 tahun 7 bulan
Alamat : Gampong Murong Cut, Kecamatan Sakti, Aceh Pidie
Pekerjaan : Petani
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Tanggal Masuk :8 Agustus 2019
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak nafas
Keluhan Tambahan
Batuk
Pasien datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas
sudah dikeluhkan sejak 2 tahun terakhir dan memberat dalam 3 bulan terakhir ini.
Sesak nafas muncul bila pasien melakukan aktifitasringan dan tidak berhubungan
dengan debu maupun cuaca. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 1
minggu terakhir, dahak berwarna putih kekuningan dan mudah dikeluarkan. Riwayat
batuk berdarah dalam satu tahun terakhir ini disangkal. Demam dikeluhkan oleh
pasien sejak 1 minggu terakhir bersifat naik turun. Nyeri dada tidak dikeluhkan
pasien. Mual dan muntah juga tidak dirasakan. Riwayat penurunan nafsu makan
31
dikeluhkan pasien dalam 3 seminggu terakhir. Riwayat berkeringat malam tidak
dikeluhkan pasien. Riwayat penurunan berat badan disangkal. BAB dan BAK dalam
batas normal.
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan atau sakit
seperti ini
Riwayat Pengobatan
Riwayat Sosial
32
Temperatur : 36,9ºC
Pemeriksaan Fisik
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), spider nevi (-), telapak tangan
dan kaki tidak pucat
Kepala : Rambut hitam, distribusi merata, sukar dicabut
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), katarak imature (-/-)
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : Kesan normotia, sekret (-/-), serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (+),
Mulut : Sianosis (-), lidah tremor (-), hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-),
T1/T1.
Thorak anterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : simetris
Dinamis: pergerakan dinding dada kanan dan kiri sama (simetris)
Palpasi
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Atas
Tengah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Sonor Sonor
Atas
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
33
Auskultasi Vesikuler (+), Rhonki (-), Vesikuler(+), Rhonki(-),
Atas Wheezing (+) Wheezing (+)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : simetris
Dinamis: pergerakan dinding dada sebelah kanandan kiri sama
Palpasi
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Atas
Tengah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil:: normal
Perkusi
Sonor Sonor
Atas
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
34
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III linea midclavicula sinistra
Kiri : Satu jari lateral linea mid-clavicula sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II , ireguler (+), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, venektasi (-), distensi (-)
Ekstremitas bawah : sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral dingin (-/-), CRT
<2”
DIAGNOSA BANDING
35
1) PPOK Eksaserbasi Akut
2) Pneumonia
PLANNING DIAGNOSTIK
- Foto Thorax
- Laboratorium darah
- Spirometri
- Sputum Mo gram K/R
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Laboratorium
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah
Hematokrit 44 45-55 %
MCV 85 80-100 Fl
MCH 30 27-31 Pg
MCHC 36 32-36 %
PDW 8,9 Fl
36
LED <15 mm/jam
Eosinofil 0 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
Limfosit 7 20-40 %
Monosit 12 2-8 %
Diabetes
Glukosa darah
78 <200 mg/dL
sewaktu
Ginjal-Hipertensi
Ureum 69 13-43 mg/dL
37
Kesimpulan:
Emfisematous Lung
DIAGNOSA KERJA
PLANNING TATALAKSANA
- Diet MB
- IVFD RL10 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Nebule Combivent 1 resp/8 jam
- Nebule flexotide 1 resp/12jam
- PO Curcuma 3x1 tab
PLANNING EVALUASI
- Keadaan Umum
- Evaluasi sesak
38
- Darah Rutin 3 hari pasca antibiotik
PLANNING EDUKASI
PROGNOSIS
BAB IV
ANALISA KASUS
39
berkeringat malam tidak dikeluhkan pasien. Riwayat penurunan berat badan
disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien juga seorang perokok aktif
selama ± 41 tahun ini. Dari hasil anamnesis yang didapatkan, pasien dicurigai
menderita PPOK eksaserbasi akut.1
40
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan bekas perokok aktif
dengan kebiasaan merokok selama 41 tahun telah berhenti sejak 4 bulan terakhir.
Rokok mengandung banyak oksidan reaktif yang bersifat iritan terhadap saluran
napas sehingga apabila saluran napas terpajan iritan dalam jangka waktu lama maka
akan menimbulkan inflamasi pada saluran napas. Asap rokok dan partikular yang
dihirup lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi akan menghasilkan oksidan
aktif. Dapat juga disertai penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK. Stres
oksidatif ini berpotensi buruk pada paru, termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi
antiprotease, stimulasi sekresi mukus, dan stimulasi eksudasi plasma meningkat.
Biomarker stres oksidatif, misalnya peroksida hidrogen akan meningkat dalam
sputum, konsendat hembusan napas, dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK.7
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya suara nafas vesikuler, rhonki
pada tengah paru kanan dan bawah paru kiri, dan wheezing pada seluruh lapangan
paru. Sesuai dengan teori pada pemeriksaan fisik penderita PPOK didapatkan pada
auskultasi didapatkan suara ronkhi dan atau wheezing pada kedua lapangan paru pada
saat bernafas ataupun pada ekspirasi paksa.2 Wheezing pada pasien PPOK dijumpai
akibat terjadinya penyempitan saluran napas yang disebabkan oleh respon inflamasi
persisten yang diperkuat oleh iritasi kronik seperti asap rokok. Epitel saluran nafas
yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami
atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi.Saluran nafas yang kecil akan
memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia
sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot
polos.6,10
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan
kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara umum, terdapat kondisi pada PPOK
yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukus dan
emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang
ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa
fibrosis yang nyata.9 Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik
serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan
41
menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter
< 2 mm dan air trapping pada emfisema paru.5
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien meliputi
pemeriksaan laboratorium dan radiologi yaitu thorax PA. Hasil laboratorium
didapatkan peningkatan dari leukosit, jumlah sel limfosit dan monosit dan yang
menandakan shift to the left akibat dari proses penyakit akut. Namun untuk foto
thorax PA didapatkan gambaran fibroinfiltrat, hiperinflasi, pelebaran iga serta
diafragma yang mendatar, kesan emfisematous lung.8
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera
eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian oksigen
adekuat, obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik. Penatalaksanaan
pada kasus ini sesuai dengan prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi, selama
dirawat pasien injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam,nebule Combivent/ 6 jam dan nebule
Flexotide/12 jam. Pemberian antibiotik pada PPOK eksaserbasi akut ialah ditujukan
pada pasien dengan peningkatan jumlah sputum, sputum berubah menjadi purulen,
serta peningkatan sesak. Antibiotika diberikan secara empirik dan rasional, dengan
memperhatikan stratifikasi faktor risiko yang dimiliki pasien. Pada eksaserbasi
derajat berat, dapat diberikan bronkodilator dengan nebulizer dan pemberian
kortikosteroid sistemik.
Pada PPOK eksaserbasi, terapi O2 merupakan hal pertama dan utama yang
bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel di
otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat oksigen diantaranya mengurangi sesak,
memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmonal, mengurangi
vasokonstriksi,mengurangi hematokrit, memperbaiki fungsi neuropsikiatri,
meningkatkan kualitas hidup, serta untuk mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat
O2 > 90%.1 Pada pasien ini tidak diberikan oksigen dikarenakan saturasi oksigen
pasien >90% tanpa pemberian oksigen. Pada pasien diberikan obat golongan agonis
β-2 kerja singkat dan Bronkodilator bentuk inhaler (combivnet) yang digunakan
untuk mengatasi sesak dan peningkatan jumlah penggunaannya dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi.1
42
BAB V
KESIMPULAN
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.Penegakan
diagnosis dari PPOK meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.Tujuan penatalaksaan PPOK antara lain mengurangi gejala, mencegah
progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas hidup dan
mencegah eksaserbasi.Penatalaksaan PPOK meliputi edukasi, obat-obatan,
rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan nutrisi.
43
DAFTAR PUSTAKA
4 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for the
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Lung Disease
2018 Report: GOLD; 2017.
44
6 Pathophysiology of COPD - Think COPDifferently. Think COPDifferently. 2012.
Available from: http://www.thinkcopdifferently.com/en/About-COPD/What-is-
COPD/Pathophysiology-of-COPD
45