Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

EFUSI PLEURA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran USK/
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:

DESTIKA RAMADHANI
2207501010191

Pembimbing:
dr. Wahyu Soebekti Sp.P

BAGIAN/ KSM PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Subhanahu
Wa Ta’ala, karena dengan berkat, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus dengan judul “Efusi Pleura”. Selanjutnya shalawat dan
salam penulis sampaikan kepada Nabi dan Rasul Allah, Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah membawa umat manusia ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran
USK/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada pembimbing laporan kasus ini, dr. Wahyu Soebekti Sp.P yang
telah bersedia meluangkan waktu, membimbing, dan memberikan masukin
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan laporan kasus ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir
kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak khususnya di bidang kedokteran.

Banda Aceh, November 2023


Penulis,

Destika Ramadhani
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

DAFTAR TABEL....................................................................................................5

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................6

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................7

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................8

2.1 Identitas Pasien..........................................................................................8

2.2 Anamnesis.................................................................................................8

2.3 Pemeriksaan Fisik & Tanda Vital.............................................................9

2.4 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................11

2.5 Diagnosis.................................................................................................15

2.6 Tatalaksana..............................................................................................15

2.7 Follow Up Harian....................................................................................16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................19

3.1 Definisi....................................................................................................19

3.2 Epidemiologi...........................................................................................20

3.3 Faktor Risiko...........................................................................................20

3.4 Etiologi....................................................................................................21

3.5 Patofisiologi.............................................................................................22

3.6 Manifestasi Klinis....................................................................................24

3.7 Diagnosis.................................................................................................25

3.8 Tatalaksana..............................................................................................27

3.9 Komplikasi..............................................................................................29

3.10 Prognosis..............................................................................................30
BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................................31

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Pemeriksaan fisik paru.........................................................................10
Tabel 2. 2 Pemeriksaan Laboratorium (26/10/2023).............................................11
Tabel 2. 3 Pemeriksaan Laboratorium (27/10/2023).............................................12
Tabel 2. 4 Pemeriksaan Laboratorium (29/10/2023).............................................12
Tabel 2. 5 Follow up Harian Pasien......................................................................16

Tabel 3. 1 Kriteria Eksudat dan Transudat 22


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Foto toraks (26/10/2023).................................................................13


Gambar 2. 2 CT Scan Toraks (31/10/2023).........................................................14
Gambar 3. 1 Mekanisme Efusi Pleura
Gambar 3. 2 WOC Efusi Pleura
Gambar 3. 3 Algoritma Diagnosis Efusi Pleura
BAB I
PENDAHULUAN
Pleura merupakan selaput pembungkus paru yang memisahkan parenkim
paru dengan dinding dada. Pleura terdiri dari 2 lapisan pembungkus yang
dipisahkan oleh sebuah ruang berisi cairan minimal yang menciptakan suatu
tekanan negatif untuk mekanisme pernapasan paru yang fungsional. Lapisan
pleura yang melekat ke parenkim paru disebut dengan pleura visceral. Lapisan
pleura yang melekat ke dinding dada disebut dengan pleura parietal yang kaya
akan persarafan. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh ruang yang disebut cavum
pleura yang normalnya berisi cairan sekitar 5 ml. Akumulasi cairan yang berlebih
akan menyebabkan terjadinya gangguan pengembangan paru sehingga
bermanifestasi menjadi gangguan pernapasan yang dikenal dengan efusi pleura.1,2
Efusi pleura yaitu penimbunan cairan dalam rongga pleura yang lebih dari
batas normal, disebabkan oleh meningkatnya produksi atau berkurangnya absorpsi
cairan. Efusi pleura biasanya terjadi sebagai akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. World Health
Organization (WHO) pada tahun 2011 memperkirakan jumlah kasus efusi pleura
di seluruh dunia cukup tinggi, yaitu menduduki urutan ke tiga setelah kanker paru
sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Prevalensi efusi
pleura di Indonesia mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainnya
dengan kelompok umur terbanyak terkena efusi pleura antara 40-59 tahun.
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru.3
Karakteristik tanda dan gejala dari efusi pleura yang sering terjadi yaitu
seperti sesak napas, batuk kering, dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan bunyi redup saat dilakukan perkusi, berkurangnya fremitus taktil
saat dilakukan palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi paru.
Diagnosis penunjang sangat membantu untuk mendiagnosa efusi pleura.
Morbiditas dan mortalitas efusi pleura berkaitan dengan penyebab yang
mendasarinya.4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. AS
Umur : 47 Tahun 4 Bulan
Alamat : Kota Lhokseumawe
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status : Kawin
Nomor RM : 1-35-41-59
Tanggal Masuk : 5/11/2023

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri dada kanan sejak 1 minggu SMRS


Keluhan Tambahan : Batuk kering sejak 3 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kanan yang dirasakan sejak 1
bulan SMRS, nyeri hilang timbul, nyeri memberat saat melakukan aktivitas berat.
Pasien mengeluhkan batuk yang dialami sejak 3 bulan yang lalu, batuk kering,
riwayat batuk berdarah tidak ada, batuk membaik apabila pasien minum obat
batuk. Pasien dengan riwayat sesak napas pada saat melakukan aktivitas berat,
sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca, udara, maupun debu. Pasien
mengeluhkan penurunan berat badan 15Kg dalam 2 bulan terakhir, demam tidak
ada, berkeringat malam hari tidak ada, BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Diabetes Mellitus (-)
- Hipertensi (-)
- Kolesterol (-)
- Riwayat TB Paru (-)
- Riwayat PPOK (-)
Riwayat Penggunaan Obat :
• Asetilsistein
• Curcuma
• Ranitidin
• Omeprazole

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat
alergi dalam keluarga disangkal, Asma disangkal, Hipertensi disangkal, DM
disangkal.
Riwayat Sosial :
Pasien merupakan Wiraswasta yang sehari-hari bekerja diluar rumah,
pasien merupakan perokok aktif sejak usia 22 tahun dan sudah berhenti sejak 5
tahun terakhir. Sehari bisa menghabiskan 2 bungkus rokok. Pasien rutin
mengkonsumsi kopi 2 sampai 3 gelas setiap hari.

2.3 Pemeriksaan Fisik & Tanda Vital

Kesadaran : Compos Mentis


Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frekuensi nadi : 98 kali/menit
Frekuensi napas : 25 kali/menit
Suhu : 36,6 C
Saturasi oksigen : 96% on Room air

Status Generalisata
 Kulit : Sawo matang, ikterik(-), sianosis(-)
 Kepala : Rambut hitam keputihan, distribusi tidak merata
 Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
 Mata : Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung(+/+)
 Telinga : Kesan normotia, sekret (-/-), serumen(-/-)
 Hidung : Sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping
hidung(-)
 Mulut : Sianosis (-), pursed lip breathing (-), higienitas baik
 Leher : Retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-)

 Toraks
Tabel 2. 1 Pemeriksaan fisik paru
Pemeriksaan Fisik Paru Toraks Dekstra Toraks Sinistra
Inspeksi Statis: asimetris, kanan tertinggal
Dinamis: asimetris, kanan tertinggal
Palpasi Atas Fremitus taktil: ↓ Fremitus taktil: normal
Palpasi Tengah Fremitus taktil: ↓ Fremitus taktil: normal
Palpasi Bawah Fremitus taktil: ↓ Fremitus taktil: normal
Perkusi Atas Sonor Sonor
Perkusi Tengah Redup Sonor
Perkusi Bawah Redup Sonor
Auskultasi Atas Vesikuler (normal), Vesikuler (normal),
rhonki(-), rhonki(-),
wheezing(-) wheezing(-)
Auskultasi Tengah Vesikuler (↓), rhonki(-), Vesikuler (normal),
wheezing(-) rhonki(-),
wheezing(-)
Auskultasi Bawah Vesikuler (↓), rhonki(-), Vesikuler (normal),
wheezing(-) rhonki(-),
wheezing(-)

 Jantung
Auskultasi : BJI >BJII, reguler(+), bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), ikterik (-), venektasi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus dalam batas normal
Palpasi : Soepel(+), hepar tidak teraba, spleen tidak teraba,
nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran Ekstremitas
 Ekstremitas
Superior kanan & kiri : Dalam batas normal
Inferior kanan & kiri : Dalam batas normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2. 2 Pemeriksaan Laboratorium (5/11/2023)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
DARAH RUTIN
Hemoglobin 11,7 14,0-17,0 g/dL
Hematokrit 37 45-55 %
Eritrosit 4,7 4,7-6,1 108/mm3
Trombosit 352 150-450 103/mm3
Leukosit 11,68 4,5-10,5 103/mm3
MCV 80 80-100 fL
MCH 25 27-31 Pg
MCHC 31 32-36 %
RDW 15,2 11,5-14,5 %
Hitung Jenis:
- Eosinofil 2 0-6 %
- Basofil 1 0-2 %
- Netrofil Batang 0 2-6 %
- Netrofil Segmen 81 50-70 %
- Limfosit 9 20-40 %
- Monosit 7 2-8 %
FAAL HEMOSTASIS
PT 13,50 12,0-16,5 Detik
APTT 28,80 26,00-37,00 Detik
D-dimer 2800,00 <500 ng/mL
IMUNOSEROLOGI
Hepatitis
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
KIMIA KLINIK
Hati & Empedu
AST/SGOT 26 <35 U/L
ALT/SGPT 31 <45 U/L
Albumin 3,5 3,5-5,2 g/dL
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 152 <200 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 27 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,80 0,67-1,17 mg/dL
ELEKTROLIT-Serum
Natrium (Na) 137 132-146 mmol/L
Kalium (K) 4,3 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 112 98-106 mmol/L
Tabel 2. 3 Pemeriksaan Laboratorium (8/11/2023)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
CAIRAN TUBUH
ANALISA CAIRAN PLEURA
Makroskopik
Warna Merah Tidak berwarna
Kejernihan Keruh Jernih
Bekuan Negati Negatif
f
Mikroskopik
Hitung Jenis Sel
PMN Sel 8 %
MN Sel 92 %
Leukosit 1295 <1000 /mm3
Kimia Cairan
- Total Protein 3,2 3
- Albumin 1,9 g/dL
- Glukosa 124 <200 mg/dL

Tabel 2. 4 Pemeriksaan Laboratorium (11/11/2023)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
DARAH RUTIN
Hemoglobin 12 14,0-17,0 g/dL
Hematokrit 38 45-55 %
Eritrosit 4,7 4,7-6,1 108/mm3
Trombosit 387 150-450 103/mm3
Leukosit 8,43 4,5-10,5 103/mm3
MCV 82 80-100 fL
MCH 26 27-31 Pg
MCHC 32 32-36 %
RDW 15,7 11,5-14,5 %
PDW 11,1 fL
MPV 9,6 7,2-11,1 fL
Hitung Jenis:
- Eosinofil 6 0-6 %
- Basofil 1 0-2 %
- Netrofil Batang 0 2-6 %
- Netrofil Segmen 67 50-70 %
- Limfosit 16 20-40 %
- Monosit 10 2-8 %
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 9,4 8,6-10,3 mg/dL
Natrium (Na) 141 132-146 mmol/L
Kalium (K) 4,6 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 110 98-106 mmol/L
3. Pemeriksaan Histopatologis (9/11/2023)
Mikroskopis: Sedian apus tampak sebaran sel-sel radang PMN, fibrin dan sel sel
epitel proliferative dengan inti pleomorfik, hiperkromatik, N/C ratio bertambah
dan mitosis dengan susunan asmer.
Kesimpulan: Adenokarsinoma
4. Pemeriksaan Radiologi

Gambar 2. 1 Foto toraks (30/9/2023)


 Cor:
Batas kanan jantung superposisi perselubungan homogen, batas kiri jantunf
bergeser ke lateral.
 Pulmo:
Corakan vaskuler paru kiri tampak merapat dan meningkat, glounglas opacity
pada lapangan atas paru kanan, perselubungan homogen pada hemithorak kanan,
penebalan apical pleura kanan, sinus costoprenicus kanan tertutup perselubungan
homogen, kiri lancip soft tissue swelling regio lateral hemiabdomen kanan.
Kesimpulan: cor sulit dinilai, efusi pleura kanan, kemungkinan adanya atelectasis
maupun massa belum dapat disingkirkan, penebalan apical pleura kanan
Gambar 2. 2 CT Scan Toraks (3/10/2023)
1. Abses paru kanan ukuran ± AP 16,5cm x LL 10,4cm x CC 11,7cm,
disertai compression atelectasis lobus inferior media kanan
2. Pneumonia pada lobus superior kanan
3. Konsolidasi inhomogen pada segmen 2 paru kiri
4. Empyema kanan di postero basal yang berhubungan formasi abses di
dinding upper abdomen aspek latero posterior kanan
5. Penebalan nodular irregular pada pleura parscervical costalis
superposterior kanan.
6. Efusi pericardium
7. Limfadenopati pada paratrakea kanan kiri subkarina subaortic retrocostal
paracardial supraclavikula kanan dan sub diafragma kanan
8. 2 buah focus abses sup prenic hepar ukuran AP 1,6 cm x LL 3cm x CC 1,2
cm
9. Asites minimal perihepatic
10. Spondilisi Thorakalis

2.5 Diagnosis

• Efusi Pleura dextra ec malignancy


• Tumor paru jenis adenokarsinoma T4Nxmia stage III ecog 2
• Cancer pain NRS 8
• Efusi pericardium
• Hipertensi stage II
• Sindrome Dyspepsia

2.6 Tatalaksana

• IV Omeprazole 40mg/ 12 jam


• PO Codein 10mg/ 8 jam
• PO Vastral Tab/ 24 jam
• Durogesik pacth 124/ 3hari
• IV Furosemid 1amp/ 24jam
• PO valsartan 8mg/ 24 jam
• PO Alprazolam 1mg/ 8 jam
• IV Ketorolac amp/ 8j am
• IV Decketoprofen amp/ 8 jam
• SC Heparin 500mg/ 12 jam
2.7 Follow Up Harian

Tabel 2. 5 Follow up Harian Pasien


Tanggal/
Catatan Instruksi
Hari Rawatan
13/112023 S/ Nyeri dada (perbaiakan), pasien juga Th/
Hari Rawatan mengeluhkan lemas dan nyeri pinggang. - IV Omeprazole 40mg/ 12 jam
Ke-8 O/ - PO Codein 10mg/ 8 jam
Kes: Compos mentis - PO Vastral Tab/ 24 jam
TD : 137/92 mmHg - Durogesik pacth 124/ 3hari
HR : 88 x/menit - IV Furosemid 1amp/ 24jam
RR : 20 x/menit - PO valsartan 8mg/ 24 jam
T : 36,7o C - PO Alprazolam 1mg/ 8 jam
SpO2 : 99% Room air - IV Ketorolac amp/ 8j am
Pemeriksaan Fisik: - IV Decketoprofen amp/ 8 jam
I : asimietris kanan tertinggal - SC Heparin 500mg/ 12 jam
P : SF kanan < SF kiri P/
P: Kanan : sonor, redup, redup - Evaluasi KU, TTV, dan saturasi
Kiri : sonor, sonor, somor oksigen
A: Ves(↓/normal), Rh(-/-), Wz(-/-) - TTNA CT guide (7/11/23) susul
Ass/ hasil
- Efusi pleura ec. malignancy - Daftar echo menunggu
- Tumor paru jenis Adenocarsinoma panggilan
T4XMia stage III ecog 2 - CT Scan Thorax (13/11/23)
- Cancer pain NRS 8
- Efusi perikardium
- Hipertensi Stage II
- Syndrome dyspepsia

14/11/2023 S/ pasien mengeluhkan nyeri dada,nyeri Th/


Hari Rawatan pinggang, dan penurunan nafsu makan. - IV Omeprazole 40mg/ 12 jam
Ke-9 O/ - PO Codein 10mg/ 8 jam
Kes: Compos mentis - PO Vastral Tab/ 24 jam
TD : 138/99 mmHg - Durogesik pacth 124/ 3hari
HR : 94 x/menit - IV Furosemid 1amp/ 24jam
RR : 20x/menit - PO valsartan 8mg/ 24 jam
T : 36,7o C - PO Alprazolam 1mg/ 8 jam
SpO2 : 95% Room Air - IV Ketorolac amp/ 8j am
Pemeriksaan Fisik: - IV Decketoprofen amp/ 8 jam
I : asimietris kanan tertinggal - SC Heparin 500mg/ 12 jam
P : SF kanan < SF kiri
P: Kanan : sonor, redup, redup P/
Kiri : sonor, sonor, sonor - Evaluasi KU, TTV, dan saturasi
A: Ves(↓ /normal), Rh(-/-), Wz(-/-) oksigen
Ass/
- Efusi pleura ec. malignancy
- Adenocarsinoma paru kanan
T4NxMx Stage IVA ECOG3
- Hipertensi Stage II
- Syndrome dyspepsia

15/11/2023 S/ pasien mengeluhkan nyeri dada kanan Th/


Hari Rawatan (perbaikan), nyeri pinggang serta badan - IV Omeprazole 40mg/ 12 jam
Ke-10 terasa pegal. - PO Codein 10mg/ 8 jam
O/ - PO Vastral Tab/ 24 jam
Kes: Compos mentis - Durogesik pacth 124/ 3hari
TD : 149/96 mmHg - IV Furosemid 1amp/ 24jam
HR : 83x/menit - PO valsartan 8mg/ 24 jam
RR : 20 x/menit - PO Alprazolam 1mg/ 8 jam
o
T : 36,6 C - IV Ketorolac amp/ 8j am
SpO2 : 97% Room air - IV Decketoprofen amp/ 8 jam
Pemeriksaan Fisik: - SC Heparin 500mg/ 12 jam
I : asimietris kanan tertinggal
P : SF kanan < SF kiri P/
P: Kanan : sonor, redup, redup - Evaluasi KU, TTV, dan saturasi
Kiri : sonor, sonor, sonor oksigen
A: Ves(↓ /normal), Rh(-/-), Wz(-/-)
Ass/
- Efusi pleura ec. malignancy
- Tumor paru jenis Adenomacarsinoma
T4NXMia Stage III ecog 2
- Hipertensi Stage II
- Syndrome dyspepsia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura yang


terletak diantara permukaan visceral dan parietal. Proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya akibat dari penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih,
yang dapat berupa transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. Secara
normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan yaitu sekitar 5–15ml yang
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanya friksi.4 Efusi pleura diakibatkan oleh terjadinya ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis. 5
Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura
normalnya merembes secara terus menerus ke dalam rongga dada dari kapiler–
kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem
limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase
dari cairan ini akan menyebabkan efusi pleura.6
Seorang pasien dapat di diagnosa efusi pleura apabila jumlah cairan
didalam rongga pleura berakumulasi melebihi absorbsi cairan pleura. Normalnya,
cairan masuk mulai dari kapiler hingga parietalis. Selain itu cairan juga dapat
memasuki rongga pleura mulai dari ruang intrestisium paru hingga ke pleura
viseralis atau dari kavum paritonium melelui lubang kecil yang ada di daerah
diapraghma. Saluran limfe memiliki kemampuan penyerapan cairan sebesar 20
kali lebih besar dari keadaan cairan yang dihasilkan dalam jumlah normal.7
Akumulasi jumlah cairan dirongga pleura dapat terjadi apabila adanya
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam darah seperti pada penyakit gagal
jantung, atau jika terjadi tekanan osmotic cairan pada darah seperti pada
hipoalbuminemia. Efusi pleura juga dapat terjadi jika tekanan dalam rongga
pleura negatif (turun) seperti pada atelektasis, semua kelainan ini menimbulkan
efusi pleura transudatif. Hal yang diperlukan di klinik jika mencurigai adanya
efusi pleura yaitu dengan kemampuan melakukan tindakan torakosentesis dan
kemampuan membedakan antara eksudat dan transudate.5
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul
akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis
efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang
teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsy dan analisa cairan
pleura.8 Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.9

3.2 Epidemiologi

Insiden terjadinya efusi pleura sulit untuk ditentukan karena banyaknya


etiologi penyakit yang menyebabkan kelainan tersebut. Namun insiden efusi
pleura di Amerika diperkirakan sekitar 1,5 juta kasus/tahun dan umumnya sering
disebabkan karena gagal jantung, pneumonia karena bakteri serta keganasan.
Sedangkan insiden efusi pleura secara internasional sekitar 320 kasus/100.000
penduduk. Di Indonesia sendiri penyebab terbanyak efusi pleura dalah karena
penyakit tuberkulosis paru.10
Efusi pleura merupakan efek sekunder dari penyakit primer. Insidensinya
tergantung dari penyakit yang mendasari efusi pleura. Pada pasien dengan
penyakit gagal jantung insiden terjadinya efusi pleura cukup tinggi yaitu sekitar
55-88%, efusi juga dapat terjadi pada 67% pasien dengan penyakit pericardial.
Sirosis hepar dan ascites juga dihubungkan dengan efusi pleura (6%) serta
beberapa pneumonia bakterial(11%) dapat penyebabkan terjadinya efusi pleura.
Suatu penelitian di Jerman menyatakan bahwa insidensi efusi pleura disana
mencapai kira-kira 400-500 ribu per tahun. Penelitian ini juga menyatakan
bahwa penyebab paling umum dari efusi pleura ialah gagal jantung kongestif,
kanker, pneumonia, dan embolisme pulmonal.11
Pada efusi pleura tidak ditemukan adanya perbedaan jenis kelamin yang
signifikan antara pria dan wanita. Sedangkan untuk usia, efusi pleura ini relatif
lebih banyak ditemukan pada usia dewasa muda dan orang tua. Namun efusi
pleura ini sering ditemukan pada anak terutama anak dengan pneumonia.10

3.3 Faktor Risiko

Faktor risiko yang meningkatkan terjadinya efusi pleura, antara lain:


 Memiliki riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi), merokok, mengonsumsi
minuman beralkohol, atau terkena paparan debu asbes.
 Menjalani perawatan atau pengobatan untuk penyakit kanker yang
memengaruhi cara tubuh dalam menahan cairan.

3.4 Etiologi

Secara umum efusi pleura berdasarkan jenis cairannya atau berdasarkan


komposisi cairan dapat dibagi menjadi transudat atau eksudat. Penyebab antara
transudat dan eksudat ini biasanya dibuat pada saat torakosintesis. Penyebab efusi
pleura lainnya yang lebih spesifik adalah chylotoraks dan hemotoraks.12
Efusi pleura yang eksudat disebabkan karena adanya peningkatan
permeabilitas kapiler pleura. Efusi pleura jenis ini memiliki komposisi protein
yang tinggi (> 3 g/dl), berwarna agak suram dan kadang-kadang dapat disertai
darah atau bahkan pus. Penyebab efusi pleura yang eksudat ini bermacam-macam,
diantaranya adalah pneumonia, empyiema, tuberkulosis, malignansi, emboli paru,
penyakit kolagen vaskuler, penyakit pada abdomen (pankreatitis, abses, pasca
tindakan bedah), sindrom Meig’s, uremia, endometriosis dan reaksi obat.
Penyebab tersering yaitu keganasan, pneumonia, dan tuberkulosis.12
Cairan transudat pada kavum pleura merupakan suatu cairan dengan
komposisi protein < 3 g/dl, berwarna jernih atau agak kekuningan. Efusi pleura ini
disebabkan karena adanya gangguan keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan
osmotik. Akumulasi cairan ini dapat terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif,
pericarditis, sirosis pada wanita hamil, hipoalbuminemia, overhidrasi, gagal
ginjal, sindroma nefrotik, dan dialisis peritoneal. Penyebab tersering efusi pleura
yang transudat ini adalah gagal jantung kongestif, sirosis, dan hipoalbuminemia,
overhidrasi, gagal ginjal, sindroma nefrotik, dan dialisis peritoneal.12
Tabel 3. 1 Kriteria Eksudat dan Transudat

Chylous efusion atau chylothorax merupakan cairan pada kavum pleura


yang terdiri dari protein, lemak, dan asam lemak yang tinggi namun rendah
kholesterol. Cairan ini terlihat seperti susu. Chylotorax terjadi karena adana
kerusakan duktus thorasikus (25%) atau karena sumbatan limfatik pada toraks
karena adanya tumor (50%) kasus. Chylothorax ini banyak ditemukan pada pasen
dengan limfoma, metastasis, massa mediatinum, pasien dengan riwayat dilakukan
pembedahan pada daerah toraks, trauma toraks, filariasis, dan sebagainya.12

3.5 Patofisiologi

Cairan yang terakumulasi didalam kavum pleura umumnya timbul apabila


cairan yang diproduksi lebih banyak dibandingkan yang diresorbsi. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya peningkatan tekanan mikrovaskuler paru (contohnya
pada kasus gagal jantung), berkurangnya tekanan onkotik (pada kasus
hipoproteinemia), peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, berkurangnya
drainage limfatik (pada kasus limfangitis), atau adanya defek pada diafragma
sehingga cairan peritoneal dapat masuk kedalam kavum pleura.13
Cairan yang terakumulasi didalam kavum pleura bisa berupa transudat,
eksudat, pus, darah ataupun chyle. Secara radiologi efusi pleura umumnya akan
memberikan gambaran radiologi yang hampir sama sehingga sulit untuk
dibedakan. Cairan pleura sebenarnya adalah cairan interseluler pleura parietal.
Oleh karena pleura parietal disuplai oleh sirkulasi sistemik sedangkan tekanan
didalam rongga pleura lebih rendah dibanding atmosfir, gradien tekanan bergerak
dari interselular pleura ke arah rongga pleura.13
Ada 6 mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penumpukan
cairan dalam rongga pleura, yaitu:
1. Peningkatan tekanan hidrostatik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini
dijumpai pada gagal jantung kongestif.
2. Turunnya tekanan onkotik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini terjadi
akibat hipoalbuminemia seperti pada sindroma nefrotik.
3. Turunnya tekanan intra pleura, yang dapat disebabkan oleh atelektasis atau
reseksi paru.
4. Meningkatnya permeabilitas kapiler pleura. Keadaan ini diakibatkan oleh
peradangan pleura, misalnya pada efusi pleura akibat tuberculosis atau
penyakit keganasan.
5. Terhambatnya aliran getah bening akibat tumor atau fibrosis paru.
6. Masuknya cairan dari rongga peritoneum akibat asites.

Gambar 3. 1 Mekanisme Efusi Pleura


Gambar 3. 2 WOC Efusi Pleura

3.6 Manifestasi Klinis

Identifikasi efusi pleura umumnya dilakukan dengan menemukan gejala


yang dirasakan oleh pasien. Gejala yang timbul pada pasien dirasakan karena
adanya proses-proses seperti respon inflamasi pada pleura, resktriksi mekanis
pulmonal, atau adanya gangguan dalam pertukaran gas. Gejala-gejala timbul jika
cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru terganggu. Gejala yang paling
sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri
bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri
tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebri (tuberkulosis),
banyak keringat, batuk, banyak riak (dahak/lendir). Deviasi trachea menjauhi
tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan (Jeremy, et al: 2008).
Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari efusi pleura yang berdasarkan
dengan penyebabnya adalah:
 Sesak napas
 Rasa berat pada daerah dada
 Bising jantung yang disebabkan payah jantung
 Lemas yang progresif Penurunan berat badan yang disebabkan neoplasma
 Batuk disertai darah pada perokok yang disebabkan Ca bronkus
 Demam subfebril yang disebabkan oleh TB Paru
 Demam mengigil yang disebabkan empyema
 Asites pada penderita serosis hati
 Asites disertai tumor di daerah pelvis yang disebabkan oleh sindrom meig.14

3.7 Diagnosis

Pemeriksaan fisik :
1. Inflamasi dapat terjadi friction rub
2. Atelektaksis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi
napas bronkus.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan.
4. Focal fremitus melemah pada perkusi didapati pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien efusi pleura adalah:
a. Radiografi dada
Pencitraan pertama untuk mengevaluasi efusi pleura. Foto
posteroanterior umumnya akan menunjukkan adanya efusi pleura ketika
ada sekitar 200-300 ml cairan pleura. Pada mulanya, cairan berkumpul
pada dasar hemitoraks di antara permukaan inferior paru dan diafragma
terutama disebelah posterior, yaitu sinus pleura yang dalam. Diafragma
dan sinus kostofrenikus tidak akan terlihat jika cairan pleura mencapai
1000 mL. Jika pada foto PA efusi pleura tampak tidak jelas maka dapat
dilakukan foto lateral decubitus.
b. Ultrasonografi Thoraks
Sensitivitas pemeriksaan USG lebih tinggi dalam mendeteksi
cairan pleura daripada pemeriksaan klinis atau radiografi toraks. Serta
dapat menentukan apakah terjadi efusi sederhana atau kompleks. Efusi
sederhana dapat diidentifikasi sebagai cairan dalam rongga pleura dengan
echotexture homogen seperti pada sebagian besar efusi transudatif,
sedangkan efusi yang kompleks bersifat echogenic, sering terlihat septasi
di dalam cairan, dan selalu eksudat.
c. Biopsi pleura
Dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus pleuritistuberkolosis
dan tumor pleura. Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan
pleura melalui biopsi jalur perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah
pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran infeksi dan tumor dinding dada.
d. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Warna cairan
- Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien dengan adanya
keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh
tuberkolosis.
- Yellow exudates pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan
perikarditis konstriktif.
- Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.
2. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
3. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau dominasi
sel tertentu untuk melihat adanya keganasan.
4. Bakteriologi.
e. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi
trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan
secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang
terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.13

Gambar 3. 3 Algoritma Diagnosis Efusi Pleura

3.8 Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura adalah paliasi atau mengurangi


gejala. Pilihan terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi berulang,
dan keparahan gejala pada pasien.15
a. Thorakosintesis
Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang
tidak tau penyebabnya. Obeservasi dan optimal medical therapy
(OMT) tanpa dilakukan thorasentesis merupakan hal yang wajar dalam
penanganan efusi pleura karena gagal jantung atau setelah operasi
CABG.
b. Pemeriksaan laboratorium
Analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura
harus diperhatikan saat dilakukan thoracentesis, karena dapat
menegakkan diagnosis. Cairan bisa sifatnya serosa, serosanguineous
(ternoda darah), hemoragik, atau bernanah. Cairan berdarah
(hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli paru dengan infark
paru, trauma, efusi asbes jinak, atau sindrom cedera jantung. Cairan
purulen dapat dilihat pada empiema dan efusi lipid. 15
c. Kimia darah
Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam
cairan pleura berbanding lurus dengan kelainan patologi pada cairan
pleura. Asidosis cairan pleura (pH rendah berkorelasi dengan
prognosis buruk dan memprediksi kegagalan pleurodesis. Pada dugaan
infeksi pleura, pH kurang dari 7,20 harus diobati dengan drainase
pleura. Amilase cairan pleura meningkat jika rasio cairan amilase
terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan biasanya menunjukkan
penyakit pankreas, ruptur esofagus, dan efusi yang ganas.
d. Water Seal Drainage (WSD)
Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi
lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan
1 jam kemudian. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Dapat dibantu
dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
e. Pleurodesis
Tindakan untuk mengurangi penumpukan cairan pleura
dirongga pleura dengan menyatukan lapisan visceral dan lapisan
pariental pleura untuk mencegah pembentukan efusi berlebihan dan
mencegah pneumotoraks berulang.
f. Tirah baring adalah pasien berbaring dalam jangka waktu yang
lama (bed rest)
g. Biopsi dan aspirasi pleura untuk mengetahui adanya keganasan.
h. Antibiotik, bila mikroorganisme penyebabnya adalah bakteri.

3.9 Komplikasi

1. Fibrothoraks
Efusi pleura eksudat yang sudah tidak dapat ditangani oleh
tindakan drainase dengan baik maka akan menimbulkan perlekatan pada
fibrosa antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Jika fibrothoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-
jaringan yang berada dibawahnya dan harus segera dilakukan
pembedahan.
2. Atelektasis
Pengembangan paru tidak sempurna karena penekanan akibat efusi
pleura.
3. Fibrosis
Keadaan patologis yaitu jumlah jaringan ikat yang berlebih.
Fibrosis dapat timbul akibat proses perbaikan jaringan sebagai lanjutan
dari sebuah penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura atelaktasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan pergantian
jaringan baru yang terserang.
4. Kolaps Paru
Kolaps paru adalah tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.
5. Empiema
Infeksi yang menyebar dari paru dan menyebabkan akumulasi
nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu
gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak
napas dan rasa sakit.16
3.10 Prognosis

Prognosis tergantung pada penyebab efusi pleura. Efusi benign dapat


disembuhkan. Namun jika penyebabnya keganasan, maka prognosisnya akan
sangat buruk. Fitur lain dari efusi pleura adalah kekambuhan yang juga dapat
terjadi dengan gangguan jinak, seperti lupus, uremia, dan rheumatoid arthritis.
Jika efusi pleura tidak dilakukan pengeluaran cairan, maka dapat menyebabkan
dispnea dan bahkan empiema. Sebagian besar pasien (58,3%) dapat pulang
dengan prognosis baik. Sedangkan persentase pasien yang meninggal sekitar
(20,8%) dari kasus yang dilaporkan.1
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


Tn AS berusia dengan usia 47 tahun, didiagnosis dengan Efusi pleura sinistra et
causa malignancy. Pasien merasakan nyeri dada kanan yang dirasakan sejak 1
bulan SMRS, nyeri hilang timbul, nyeri memberat saat melakukan aktivitas berat.
Pasien juga mengeluhkan batuk yang dialami sejak 3 bulan yang lalu, batuk
kering, riwayat batuk berdarah tidak ada, batuk membaik apabila pasien minum
obat batuk. Pasien dengan riwayat sesak napas pada saat melakukan aktivitas
berat, sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca, udara, maupun debu. Pasien tidak
memiliki riwayat konsumsi OAT. Dari anamnesis, pasien mengatakan bahwa
dilingkungan tempat ia tinggal tidak ada yang sedang mengkonsumsi OAT atau
pun sedang batuk lama. Sehingga, diagnosis TB berdasarkan anamnesis dan
scoring Tuberculosis dapat disingkirkan.
Dari hasil anamnesis tersebut, pasien mengalami nyeri dada, batuk, dan
sesak napas akibat gangguan pada sistem respirasi yang dicurigai akibat adanya
cairan dan bukan karena alergi karena tidak dipengaruhi oleh cuaca dan debu.
Sesak napas juga tidak diakibatkan gangguan kardiovaskular karena tidak ada
tanda masalah pada jantung serta keluhan tidak membaik dengan istirahat. Pasien
mengatakan lebih nyaman tidur ketika menghadap ke kanan. Pasien dengan efusi
pleura akan lebih nyaman tidur ketika sisi yang sakit berada di bawah, batuk dapat
disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang
berlebihan, proses inflamasi ataupun massa pada paru-paru. Pasien diketahui tidak
mempunyai riwayat batuk & sesak napas disertai mengi sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan pergerakan dada asimetris dengan
dada kanan tertinggal dalam keadaan statis dan dinamis. Gerakan paru yang tidak
sama atau salah satu tertinggal umumnya menandakan adanya gangguan pada
daerah dengan gerakan dada yang tertinggal. Adanya keterlambatan
pengembangan satu sisi dinding dada dapat diakibatkan oleh fibrosis paru atau
pleura, efusi pleura, pneumonia lobaris dan obstruksi bronkus unilateral. Pada
palpasi dilakukan pemeriksaan fremitus taktil, didapatkan fremitus taktil kanan
menurun dibandingkan kiri. Apabila udara pada jaringan paru berkurang yang
dapat diakibatkan oleh adanya cairan ataupun massa, suara yang dihantarkan ke
dinding akan melemah. Penurunan fremitus taktil mengindikasikan adanya udara
atau cairan pada ruang pleura atau penurunan densitas jaringan paru, seperti pada
asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dikarenakan adanya gangguan
hantaran aliran udara dari paru ke dinding dada. Perkusi didapatkan suara paru
kanan pada lapangan tengah dan bawah redup sedangkan lapangan paru lainnya
sonor. Bunyi yang lemah dan redup selama perkusi akan terdengar dibagian tubuh
yang padat atau berisi cairan, dapat mengindikasikan adanya efusi pleura ataupun
pneumonia lobaris. Auskultasi didapatkan suara paru kanan vesikuler menurun,
tidak ada rhonki, dan tidak ada wheezing. Suara vesikuler menurun biasanya
akibat karena adanya massa atau cairan yang menghambat hantaran suara. Semua
abnormalitas pemeriksaan fisik paru di atas ditemukan dikarenakan adanya
penumpukan cairan pada cavum pleura kanan. Pemeriksaan fisik lainnya dalam
batas normal, tidak didapatkan sianosis, edema, dan tonus otot normal di
ekstremitas superior maupun inferior.
Pemeriksaan rontgen dan USG thorax menunjukkan kesan efusi pleura.
Pada hari rawatan ketiga di ruangan, dilakukan pengeluaran cairan pleura dengan
tindakan torakosintesis terapeutik yang merupakan salah satu cara
penatalaksanaan efusi pleura. Dari tindakan tersebut, didapatkan cairan berwarna
coklat kehitaman sebanyak 1L yang selanjutnya diantarkan ke laboratorium
patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi pleura. Pasien dengan
efusi pleura masif harus selalu dilakukan pengeluaran cairan karena cairan pleura
akan menekan organ intratoraks. Tindakan tersebut dilakukan pada sela iga ke
lima atau ke enam pada garis mid clavikula anterior. Pengeluaran cairan pleura
dianjurkan tidak sekaligus (maksimal 1,5 liter) karena akan terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan edema paru re-ekspansif.
Komplikasi lain adalah cedera paru, hematotoraks, pneumotoraks, emfisema
subkutis, reflek vasovagal, hipotensi, gagal jantung dan infeksi sekunder.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang berupa patologi anatomi (sitologi
pleura dan biopsi) ditegakkan diagnosis Adenocarcinoma Paru Dextra T4NXM1A
Stage III ecog 2. Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di
paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru itu sendiri (primer) maupun
keganasan dari luar paru (metastasis). Pembagian praktis berdasarkan hasil
histopatologik terdiri atas Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cell
Lung Cancer (NSCLC) yang terbagi atas karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma bronkoalveolar dan karsinoma sel besar (8). Pada
pasien ini ditentukan staging T4NXM1A.
Terapi diberikan berdasarkan temuan gejala klinis yang dilihat. Saturasi
oksigen pasien tanpa oksigen ialah 98%. Oleh karena itu, pasien tidak diberikan
alat bantu napas. Pasien diberikan PO kodein dengan IV ketorolac yang bertujuan
untuk mengurangi nyeri pada pasien. Pemberian furosemide bertujuan untuk
mengatasi penumpukan cairan pada paru, pasien juga mendapat PO valsartan
bertujuan untuk mengatasi tekanan darah tinggi pada pasien.
BAB V
KESIMPULAN

Laporan kasus ini memaparkan pasien laki-laki usia 47 tahun dengan


keluhan nyeri dada kanan. Anamnesis, dan pemeriksaan fisik mengarahkan
kepada diagnosis Efusi Pleura. Pemeriksaan penunjang awal yang dilakukan juga
mengarahkan kepada diagnosis Efusi Pleura.
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa:
- Efusi pelura merupakan suatu manifestasi umum dari penyakit pleura
primer dan sekunder. Efusi pleura terjadi karena adanya suatu cairan
berlebih dalam rongga pleura.
- Akumulasi cairan pada rongga pleura yang berlebih terjadi karena adanya
kondisi yaitu peningkatan tekanan hidrostatik, peningkatan permeabilitas
vaskuler, penurunan tekanan osmotik, peningkatan tekanan negatif
intrapleural, dan penurunan sistem drainase limfatik.
- Foto thoraks dan CT Scan thoraks sudah dilakukan pada pasien ini
sebaagai pemeriksaan penunjang
DAFTAR PUSTAKA
1. Krishna R, Antoine MH, Rudrappa M. Pleural Effusion. StatPearls Publ
Natl Libr Med [Internet]. 2023; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448189/

2. Yalcin NG, Choong CKC, Eizenberg N. Anatomy and pathophysiology of


the pleura and pleural space. Thorac Surg Clin. 2018;1(23):1–10.

3. Hayuningrum DF. Diagnosis Efusi Pleura. Jurnal Penelitian Perawat


Profesional [Internet]. 2020;2(4):529–36. Available from:
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

4. Surjanto E, Sutanto YS, Aphridasari J, Leonardo. Penyebab Efusi Pleura


pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. Jurnal Respirologi Indonesia.
2017;34:102–8.

5. Muttaqin A. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.

6. Black J, Hawks JH. Medical Surgical Nursing. 2nd ed. Jakarta: Salemba
Medika; 2014.

7. Anas T. Gangguan Pernafasan: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC;


2008.

8. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. Am J


Crit Care. 2011;20:119–28.

9. Halim H. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. 2nd ed. Sudoyo AW et al, editor. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI; 2007.

10. M R, Padley S. The Pleura in Textbook of Radiology and Imaging Volume


I. 7th ed. David Sutton, editor. Philadelphia: Churchill;

11. J B. Chest Radiograph, Atlas oral maxillofacial Surg Clin N Am. Lexingt
USA. 2002;166–77.

12. L J, Harrisons. Principles of Internal Medicine. 17th ed. Boston; 2010.

13. Ahmad R. Anatomi Fisiologi Pleura dan Mekanisme Efusi. Bandung Div
Pulmonologi Dep Ilmu Penyakit Dalam RSMH. 2012;

14. Djer MM, Advani N, Idris NS, Yanuarso PB, Sukardi R, Putra ST.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2nd ed.
Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011. 135–136 p.

15. Pranita NP. Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru Penyakit Pleura. Wellness
Heal Mag. 2020;2(1).

16. Berthold J, Welte T. Pleural Effusion in Adults. Etiology, Diagnosis, and.


Treatment’. 2019;

Anda mungkin juga menyukai