Anda di halaman 1dari 32

Referat

TB PARU PADA ANAK DAN MENINGITIS TB

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/KSM Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara

Oleh :

Farid Husaini, S.Ked


2106112005
Preseptor :

dr. Fajri Ismayanti, Sp.Rad

BAGIAN/KSM ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “TB Paru pada anak dan Meningitis TB” yang merupakan
salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior bagian Ilmu Radiologi
di Bagian/SMF Ilmu Radiologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Malikussaleh RSU Cut Meutia Aceh Utara dapat saya selesaikan.

Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Fajri Ismayanti, Sp. Rad sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberi arahan dan bimbingan
kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Ilmu Radiologi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Terima kasih juga saya ucapkan
kepada teman-teman sejawat dokter muda yang telah membertikan dorongan dan
motivasi kepada saya untuk menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan


laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan referat ini.
Semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Lhokseumawe, 6 Juni2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
BAB 2......................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
2.1 Anatomi......................................................................................................................3
2.1.1 Paru.................................................................................................................3
2.1.2 meningens........................................................................................................6
2.2 Definisi.......................................................................................................................8
2.3 Epidemiologi..............................................................................................................8
2.4 Etiologi.......................................................................................................................9
2.6 Patofisiologi.............................................................................................................11
2.7 Diagnosis..................................................................................................................12
2.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................14
2.9 Penatalaksanaan......................................................................................................32
2.10 Komplikasi........................................................................................................33
2.11 Prognosis...........................................................................................................33
BAB 3....................................................................................................................................34
KESIMPULAN....................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................35

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Pajanan infeksinya melalui perantaraan ludah
atau dahak dari individu penderita TB kepada individu lain yang memiliki
kerentanan (imunitas yang rendah). Pada umumnya TB menjangkiti jaringan dari
paru, tetapi dapat juga menjangkiti organ yang lain (1).
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus Tuberculosis yang
setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan insiden kasus
tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. Jumlah kasus baru TB
di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017.usia lanjut dan muda menjadi
kelompok populasi dengan faktor risiko yang tinggi sesuai dengan masa pajanan TB
dan kerentanan imunitas berlangsung (2).
TB secara umum digolongkan menjadi TB Paru dan ekstra Paru. Sistem
pernafasan meliputi Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB
melalu droplet nuclei, yang kemudian bisa menyerang organ lain juga.TB ekstra
Paru adalah istilah yang digunakan untuk tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, meningen, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-
lain(3).
Meningitis TB merupakan komplikasi terberat dari tuberculosis.Meningitis
TB juga merupakan bentuk tuberkulosis ekstra paru 5,2% dari kasus tuberkulosis
ekstra paru,70-80% dari seluruh tuberculosis neurologis dan 0,7% dari keseluruhan
kasus tuberculosis. Meningitis TB akan membuat inflamasi pada membran araknoid,
piamater, dan cairan serebrospinal(4). Meningitis juga memiliki tingkat mortalitas
yang tinggi pada anak,1 dari 3 pasien anak yang mengalami meningitis TB meninggal
karna terlambat mendapatkan perawatan(2).

1
2

Evaluasi pasien TB Paru dilakukan dengan faktor risiko memiliki terpapar


tuberculosis melalui anamnesis dilanjutkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
lanjutan bakteriologis dan foto thorak. Pada pasien dengan BTA positif dan dari
pemeriksan fisik ditemukan keadaan klinis nyeri pada tengkuk maka diduga pasien
juga menderita Meningitis TB,diperlukan pemeriksaan CT kepala(5).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Paru
Paru-paru adalah organ dengan struktur elastis yang dapat mengembang dan
juga mengempis. Paru-paru kanan memilki ukuran lebih besar dan terdiri dari 3
lobus, sedangkan paru kiri hanya memiliki 2 lobus,masing-masing terletak di sisi
kanan dan kiri mediastinum. Kedua paru oleh pleura visceralis yaitu membrane
serosa tipis transparan. Pleura visceralis terdiri dari 3 permukaan yaitu,facies costalis
yang terletak di bagian lateral dan berlanjut ke margo inferior sebagai fascies
diapraghmatika dan yang terakhir fascies mediastinalis yang terletak diantara margo
anterior dan margo posterior yang berlanjut ke mediastinum.

Gambar 1. Paru kanan

3
4

Gambar 2. Paru kiri

Paru-paru bergerak bebas didalam cavita pleura,paru hanya melekat di


hilum,hilum adalah ruang masuk bagi Bronchus, Aa pulmonales dan Vv pulmonales
dari mediastinum. Paru kanan meiliki tiga lobus yang dipisahkan oleh fissure oblique
dan fissure horizontalis. Paru kiri hanya memiliki dua lobus yang dipisahkan oleh
fissure oblique. Paru kanan memiliki volume 2-3L yang bisa mencapai 5-8 L saat
inspirasi maksimal, sedangkan paru kiri memiliki volume yang lebih kecil 10-20%
dibandingkan paru kanan. Apeks paru adalah bagian paru yang terletak di bagian
kranial, sedangkan bagian caudal paru adalah basis paru.

Paru-paru memiliki fungsi utama sebagai temapat pertukaran CO2 dan


O2,Pertukaran ini terjadi antara aliran darah dan aliran udara. Struktur pertama
dinamakan conducting airways, yang memiliki lebih banyak struktur kartilago
berfungsi sebagai jalur yang mengarahkan udara kepada struktur respiratory zone.
Aliran udara tersebut melalui jalur udara yang terdiri dari kumpulan rongga
bercabang yang semakin memendek,bercabang lebih banyak yang menghujam lebih
5

dalam ke cavitas paru. Trakea membelah pada ketinggian vertebra thorakalis kelima
menjadi bronkus utama dan memiliki struktur dan dilapisi sel yang sama, kemudian
terbagi menjadi bronkus lobaris,kemudian bronkus segmental sehingga mencapai
bronchioles terminal yaitu jalur udara terkecil tanpa adanya pertukaran udara.
Struktur ini yang dinamakan sebagai conducting airways.

Terminal bronchioles berlanjut menjadi respiratory bronchioles,yaitu


bronchioles yang sudah mulai memiliki alveoli, struktur ini berlanjut duktus alveolar
yang pada sepanjang dinding ini terdiri oleh gelembung alveolus,area ini yang
dinamakan sebagai respiratory zone. Alveolus yang berjumlah 500 juta didalam paru
manusia dan memiliki diameter 1/3 mm. pada permukaan struktur ini terjadi
pertukaran udara dari aliran udara yang masuk dan aliran darah vena.

Gambar 3. Zona pada paru


6

2.1.2 meningens
Otak dan medulla merupakan organ yang lunak,sehingga membutuhkan
perlindungan. Meningens merupakan selaput yang melindungi otak yang terdiri dari
connective tissue. Meningens terdiri dari 3 lapisan(2):
1. Durameter
Terbagi menjadi dua yaitu endosteal yang merupakan periosteum yang
menutupi lapisan dalam tulang cranium dan juga lapisan meningeal, yang
terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan kuat dan juga disebut sebagai
durameter kranial. Durameter memililiki banyak cabang pembuluh darah dari
arteri carotis interna, arteri maxillaris,arteri pharingeous ascenden dan
sebagainya. Durameter juga memiliki banyak ujung saraf sensorik sehingga
apabila terjadi pereganngan oleh karna stimulasi akan menghasilkan nyeri.
Lapisan meningeal atau durameter cranium membentuk septum ke dalam
yang berfungsi menahan pergeseran otak, yaitu:
a. Falx cerebri lipatan durameter berbentuk bulan sabit, berada diantara
hemisfer kanan dan kiri dimulai dari bagian anterior crista galli hingga
menyatu ke belakang dengan tentorim cerebelli
b. Tentorium cerebelli,lipatan bulan sabit yang membatasi permukaan
atas cerebellum dan lobus occipital cerebri.
c. Falx cerebelli,merupakan lipatan kecil yang melekat pada
protuberantia occipitalis interna.
d. Diapraghma sellae,berbentuk circular yang menutupi fossa pituitary
dan memisahkan gland pituitary dan hipotalamus.
7

Gambar 4. Septum durameter

2. Arachnoid
Lapisan impermeable halus yang melindungi otak, dan berada diantara
piameter yang dpisahkan oleh ruang subarachnoid dan berisi cairan
cerebrospinal dan juga dipiisahkan oleh ruang spatium subdural dengan
durameter. Ruang sub arachnoid ditutupi oleh sel pipih mesothalial, dan pada
bagian tertentu menonjol ke sinos venosus membentu vili arachnoidales yang
juga diistilahkan sebagai granulation aracnoidales, yang berfungsi
perembasan cairan cerebrospinal kedalam aliran darah..

3. Piameter
Piameter merupakan lapisan terdalam dari lapisan pelindung kepala dan
paling banyak dilalui pembuluh darah yang memberi nurtrisi ke otak.
Piameter berhubungan langsung dengan otak mengikuti kontur dari sulkus
dan gyrus otak. Astrosit susunan saraf pusat memiliki ujung yang mengarah
ke dalam piamater untuk membentuk selaput pia-glia, yang berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan kedalam susunan saraf
pusat.
8

Gambar 5. Meningens

2.2 Definisi
Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, semua bakteri itu digolongkan menjadi
Bakteri Tahan Asam(BTA). Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak
selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan(2). Meningitis TB merupakan penyakit inflamasi non
supuratif dari meninges duramater dan sumsum tulang belakang yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis dan merupakan komplikasi terberat dengan
mortalitas tertinggi pada anak-anak(6).

2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data tahun 2016,terdapat 10,4juta kasus tuberculosis atau 120
kasus per 100.000 penduduk. (2) TB memiliki angka kejadian yang tinggi pada jenis
kelamin lelaki dan perempuan pada setiap kelompok umur. Kejadian TB pada anak
adalah kasus TB yang terjadi pada kelompok usia dibawah 15 tahun, mencapai 11%
dari keseluruhan kasus TB. Asia tenggara menjadi region dengan estimasi insiden
9

tuberculosis tertinggi didunia yaitu 45%, diikuti Afrika 24% dan region kepulauan
pasifik 18%(7). Jumlah kasus Tuberculosis di Indonesia sebanyak 420.994 kasus
pada tahun 2017. Berdasarkan jenis kelamin, Prevalensi Tuberkulosis prevalensi
pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal yang sama juga terjadi
di negara-negara lain.

2.4 Etiologi
Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis, yang mejangkiti paru dan juga bisa menjangkiti organ
lain seperti meningens, tulang, pleura, pericardium, usus ginjal dan organ lainnya.
Meningens tuberculosis bisa terjadi sebagai salah satu komplikasi oleh kuman
TB(mycobacterium tuberculosis) tersebut(3).

2.5 Patofisiologi
Paru merupakan jalur masuk dari kuman TB(mycobacterium tuberculosis).
Kuman TB dalam bentuk droplet nuclei yang berukuran sangat kecil, terhirup
memasuki paru hingga mencapai alveolus. Pada keadaan normal, imunitas tubuh
berupa makrofag akan menghancurkannya. Pada keadaan tertentu kuman itu tidak
sepenuhnya bisa dihancurkan sehinggakuman yang tidak bisa dihancurkan tersebut
akan terus berkembang biak di makrofag,hingga makrofag menjadi lisis dan
membentuk lesi yang dinamakan Fokus Primer Gohn
Fokus primer Gohn menjadi muasal kuman TB menyebar melalui saluran
limfe ke kelenjar limfe regional,sehingga menjadi limfangitis dan limfadenitis.
Imflamasi pada saluran dan kelenjar limfe tersebut sesuai dengan letak Fokus Primer
Gohn. Gabungan Fokus Primer Gohn,limfangitis dan limfadenitis inilah yang disebut
sebagai kompleks primer, dan periode masuknya kuman TB hingga kompleks primer
terbentuk disebut sebagai masa inkubasi yang biasanya 4-8 minggu.dalam masa
tersebut terbentuk 1000-10000 kuman TB,jumlah yang cukup untuk meransang
imunitas selular.
10

TB primer dimulai ketika kompleks primer terbentuk, dan imunitas seluler


akan mulai bekerja,pada fase ini untu individu yang memiliki imunitas yang baik
maka proliferasi kuman TB akan berhenti. Pada fase ini ditandai dengan uji
tuberkulin yang positif,karna adanya hipersensivitas tuberkuloprotein. Imunitas
seluler spesifik yang terbentuk akan memusnahkan mycobacterium tuberculosis dan
akan membuat focus primer yang di paru kelenjal limfe regional untuk mengalami
kalsifikasi atau fibrosis. Penyembuhan pada kelenjar limfe regional akan terjadi tapi
tidak sesempurna penyembuhan di jaringan paru,kuman TB dapat menetap selama
bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala Tuberkulosis.
Komplikasi juga dapat terjadi pada focus primer yang membesar dan
menyebabkan pneumonitis dan bila terjadi nekrosis perjikuan yang berat bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga akan terbentuk kavitas
di paru. reaksi inflamasi juga akan terjadi pada kelenjar limfe paratrakeal atau hilus
sehingga membesar dan menyebabkan obstruksi parsial dari bronkus dan kemudian
segmen distal paru juga akan mengalami hiperinflasi. Obstruksi total pada bronkus
akan menjadi atelectasis yang lebih lanjut kelenjar yang mengalami nekrosis dapat
menimbulkan erosi dinding bronkus sehingga terjadinya TB Endobrakial,massa
nekrosis tersebut juga akan mengobstruksi bronkus sehingga gabungan pneumonitis
dan atelectasis yang terlihat dengan lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Penyebaran kuman TB tidak hanya terjadi secara limfogen dan dari kompleks
primer menjadi limfohematogen,tapi dapat juga terjadi secara hematogen langsung
dan menyebar melalui pembuluh darah. Jenis penyebaran tersebut bisa berupa occult
hematogenic spread,persebaran secara tersamar dan sporadic sehingga akan tidak
akan memunculkan gejala klinis. Persebaran di berbagai organ seperti apeks
paru,kelenjar limfe,otak hati, tulang gin jal dan organ lainnya, kuman TB ini akan
tetap hidup tapi tidak aktif.
Penyebaran juga bisa terjadi secara acute generalize hematogenic spread.
Terjadi karna persebaran kuman TB dalam jumlah besar sehingga memunculkan
gejala klinis secara akut,atau juga disebut sebagai TB disemenata. Kemunculan TB
11

disemenata ini biasanya 2-6 bulan setelah infeksi dan terjadi pada anak-anak dibawah
5 tahun terutama usia 2 tahun karna lemahnya imunitas(8).
2.6 Gejala
Tuberculosis sebagai penyakit sistemik memberi dampak pada berbagai
organ, beberapa gejala umum yang terjadi pada anak yaitu(8):
1. Berat badan tidak naik atau turun dalam 2 bulan,atau terjadi gagal
tumbuh.
2. Demam lebih dari 2 minggu dengan sebab yang tidak jelas(bukan
demam tifoid,infeksi saluran kemih, malaria dan lain-lain).
3. Batuk lebih 2 minggu,tidak mereda atau intensitas makin
tinggi,penyebab lain sudah disingkirkan tapi keadaan tidak membaik.
4. Kondisi anak lesu.

Gejala-gejala umum yang dialami pada meningitis TB pada anak bisa berupa
demam lama, sakit kepala, dikuti kejang dan kehilangan kesadaran. Gejala pada
meningitis TB juga dibagii dalam beberapa stadium(8):
1. Stadium 1,pada tahap ini muncul gejala yang masih tidak spesifik,
seperti demam,sakit kepala,mengantuk,malaise dan tingkat kesadaran
masih baik GCS:15. Stadium 1 berlangsung 1-2 minggu awal.
2. Stadium 2,gejala akan muncul secara tiba-tiba berupa muntah,kejang
kaku kuduk,hypertonia,penurunan kesadaran,gangguan saraf
otak,brudzinsky dan kernig(+). Tingkat kesadaran pada kisaran
GCS:11-14.
3. Stadium 3,hemiplagi atau paraplegi,hipertensi,deserebrasi dan sering
mengarah terhadap kematian. Tingkat kesadaran GCS:<11.
12

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Diagnosis untuk ditetapkan sebagai TB pada anak dengan cara melakukan
anamnesa terkait(5):
1. Riwayat terpapar Tuberculosis
2. Riwayat menderita HIV,atau kondisi lain yang mempermudah terinfeksi
Tuberculosis.
3. Demam lebih dari 2 minggu
4. Malaise
5. Berkeringat saat malam hari
6. Batuk lebih dari 2 minggu

Berdasarkan petunjuk teknis dan manajemen dan tatalaksana TB pada anak


maka mesti dipastikan anak mengalami 1 atau lebih gejala khas TB yang menetap
meskipun sudah diberikan tatalaksana. Gejalanya antara lain seperti batuk lebih dari 2
minggu,demam lebih dari 2 minggu,berat badan tidak naik atau turun selama 2 bulan
terakhir atau malaise. Gejala tersebut bisa juga terjadi pada pasien selain TB, seperti
bronkiektasis,bronchitis kronis,asma,kanker paru, dan lain sebagainya(8).
Mempertimbangkan pravalensi TB paru yang masih sangat tinggi di
Indonesia,semua pasien dengan gejala tersebut dianggap sebagai suspek TB. Untuk
penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan dahak secara mikroskopik pada anak,
remaja dan dewasa.
2.7.2 Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis adalah pemeriksaan yang penting untuk penegakan
diagnosis TB. Anak dengan usia diatas 5 tahun sputum biasanya dapat mengeluarkan
dahak. Cara untuk mendapatkan sputum pada anak yang tidak bisa berdahak bisa
dilakukan dengan cara bilas lambung, menggunakan nasogastric tube atau dilakukan
induksi sputum.
Pemeriksaaan bakteriologis yang bisa dilakukan yaitu:
13

1. Pemeriksaan mikroskopis sputum yang dilakukan sewaktu-pagi-


sewaktu(SPS).
2. Tes cepat molekuler, seperti test line probe assay dan nucleid acid
amplification test( XpertMTB/RIF. Merupakan teknologi baru yang
mendeteksi mycobacterium tuberculosis dalam 2 jam.
3. Pemeriksaan biakan, merupakan baku emas untuk menemukan
Mycobacterium Tuberculosis. Media yang digunakan yaitu media
padat,hasil bisa diketahui 4-8 minggu dan media cair,hasil bisa
didapatkan dalam 1-2 minggu, dengan biaya lebih mahal.

Pada suspek TB anak digunakan skoring.

Gambar 6. Sistem skoring gejala TB anak

Diagnosis skoring ditegakkan oleh dokter,beberapa hal mesti diperhatikan


seperti berat badan yang dinilai adalah berat badan saat datang,foto toraks bukanlah
14

alat diagnostik utama pada TB anak. Anak yang mendapatkan skor >6 dianggap
didiagnosis TB, dan pasien dengan skor 5 perlu evaluasi lebih lanjut.

Perlu perhatian khusus jika ditemukan keadaan sebagai berikut:


1. Tanda bahaya berupa kejang,kaku kuduk, penurunan kesadaran dan
sesak nafas.
2. Foto toraks menunjukan gambaran milier,kavitas, efusi pleura
3. Gibbus koksitis
Berdasarkan International Standards Tuberculosis Care edisi ketiga,untuk
semua pasien termasuk anak-anak yang diduga memiliki TB ekstra paru, mesti
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan juga pemeriksaan histologi. Pemeriksaan
Xpert MTB / RIF cerebrospinal fluid juga direkomendasikan sebagai tes
mikrobiologi awal yang lebih utama pada anak yang diduga menderita meningitis TB
untuk mendapatkan diagnosis yang cepat.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan untuk membantu diagnosis TB:
1. Uji Tuberkulin
Bermanfaat membantu penegakan diagnosis TB pada anak yang tidak
diketahui riwayat kontak dengan penderita TB. Tes Tuberkulin atau dikenal juga
sebagai tes Mantoux adalah 0,1 ml PPD (Purified Protein Derivative) yang
mengandung 5 unit tuberkulin yang diinjeksikan secara intradermal atau
intrakutan, biasanya pada lengan bawah dan dilakukan penilaian ukuran daerah
indurasi setelah 48 – 72 jam.
Hasil dari pemeriksaan uji tuberkulin adalah delayed type hypersensivity
hipersensivitas tipe 4. 48-72 jam pasca kuman TB disuntikan maka akan
terbentuk edema. Kuman TB yang disuntikan menyebabkan sel T tersentisasi dan
menggerakan Limfosit menuju tempat suntikan dan menjadi indurasi dan
vasoliditasi lokal.
15

Tuberkulin yang disarankan WHO disarankan untuk hanya memakai PPD –


RT 23. Yang merupakan tuberkulin murni. Tuberkulin disimpan dalam ruangan
dengan suhu dibawah 20 derajat Celsius. Uji tuberkulin dikatakan positif pada
diameter >10 mm. dikatakan positif meragukan untuk diameter 5-9mm,pada
keadaan tertentu berupa imunokompromais , maka hasil diatas 5 sudah dikatakan
positif(9).
Efektifitas untuk menemukan infeksi kuman TB menggunakan uji tuberkulin
lebih dari 90%. Penderita anak dengan usia kurang dari 1 tahun yang menderita
TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1 sampai 2 tahun 92%, 2 sampai 4
tahun 78%, dan 4 sampai 6 tahun 75%. Semakin besar usia anak hasil uji
tuberkulin juga akan semakin kurang spesifik.

Gambar 7. Pemeriksaan uji Tuberkulin

2. Pemeriksaan darah .
Pemeriksaan darah rutin tidak menunjukkan hasil sebagai indikator yang
spesifik untuk TB. Laju endapan darah (LED) kerap kali meningkat pada proses
aktif. Pengendapan ini terjadi pada proses inflamasi yang terjadi di jaringan.pada
saat proses pengendepan terjadi maka maka akan diawali proses
agregrasi(perlekatan) antar eritrosit yang diikuti pembentukan formasi roleaux
16

yang mana rasio dan volume dari eritrosit semakin kecil. Metode yang umum
dilakukan adalah metode westergreen(10). Nilai normalnya adalah:
1. Laki-laki: 0-10 mm/jam
2. Perempuan 0-15 mm/jam

Proses tersebut dipercepat oleh globulin dan fibrinogen. Laju endap darah
(LED) jam pertama dan kedua dapat dijadikan sebagai indikator penyembuhan
pasien, meskipun laju endap darah yang normal tidak bisa menyingkirkan dugaan
tuberkulosis.

3. Pemeriksaan histopatologi jaringan


Pemeriksaaan histopatologi juga bisa digunakan untuk membantu penegakan
diagnosis TB. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi didapatkan melalui biopsi,
yaitu:
1. Biopsi jarum halus(BJH) kelenjar getah bening.
2. Biopsi pleura,melalui toraskopi.
3. Biopsi jaringan paru(trans bronchial lung biopsy),melalui bronkoskopi.
4. Biopsy paru terbuka(trans thoracal needle aspiration).

2.9 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaaan foto thorak menjadi salah satu pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis TB pada anak. Pemeriksaan foto thorak posisi PA adalah
posisi paling umum untuk membantu diagnosis TB,dan bila diperlukan foto pada
posisi lain semisal lateral.
Jenis tuberculosis berdasarkan gambaran radiologis terbagi menjadi 2,yaitu
infeksi primer yang terjadi karna infeksi kuman TB melalui jalan pernafasan dan
biasanya terjadi pada anak-anak dan infeksi sekunder ataupun bersifat kronik pada
orang dewasa.
17

Gambar 9. Gambaran paru TB primer

Kelainan rontgen akibat TB primer dapat mengambil lokasi dimana saja di


lapang pandang paru. gambaran paling utama adanya pembesaran hilus dan juga
terdapat konsolidasi atau bayangan berawan(11). Konsolidasi terjadi sebagai
bentuk komplikasi yang berasal dari penyebaran bronkogenik dan erosi bronkial
dari penyakit TB paru karena bronkus yang terdesak akibat kelainan parenkim
termasuk akibat perubahan volume yang terlihat seperti batas-batas yang agak
kabur dan dapat ditemukan juga air-bronchogram. Konsolidasi biasanya
melibatkan sebagian besar paru bagian atas atau bawah(12).
18

Gambar 9. Gambaran paru TB primer

Komplikasi yang bisa saja timbul adalah pleuritis yang terjadi karna invasi
infiltrate primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah
atelektasis(kolaps paru) yang disebabkan stenosis bronkus yang terjadi karna
perforasi bronkus. Stenosis bronkus sering menduduki lobus kanan(sindroma
lobus medius).

Gambar 10. Gambaran paru TB primer yang disertai dengan pleuritis dan atelektasis
19

Gambar 11. Gambaran infiltrate pada paru kanan lobus superior

Gambaran rontgen paru pada anak tidak khas kecuali pada tahapan TB millier
sebagai akibat penyebaran hematogen yang sudah menyebar di kedua belah
lapang pandang paru. gambaran tersebut berupa sarang-sarang kecil 1-2mm.
gambaran paling sering ditemukan pembesaran kelenjar hilus dan paratrakeal(1).
Infiltrat merupakan gambaran berupa benang- benang halus radioopak bisa
ditemukan di bagian lapangan paru tetapi paling sering didapatkan di apeks paru.
temuan gambaran infiltrate mencapai 54% dari penderita TB paru(12).
20

Gambar 12. Gambaran TB millier

Meningitis TB didahului dengan infeksi primer di paru sehingga dapat


ditemukan gambaran TB paru pada pasien meningitis TB, pada penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin 60% dari pasien meningitis TB
memiliki gambaran TB pada rontgen TB,meskipun begitu pemeriksaan foto
rontgen bukanlah gold standar dari pemeriksaaan meningitis TB(13).
Pemeriksaan CT scan menjadi modalitas yang digunakan untuk mengevaluasi
meningitis TB. Temuan berupa hidrosefalus,infark dan penebalan warna kontras
pada mengingeal basal menjadi temuan yang lebih spesifik terhadap meningitis
TB. Beberapa pola kontras meningeal basal pada meningitis TB :
1. Kontras memenuhi sisterna, Ruang CSF yang mengelilingi
peningkatan vaskular normal dilenyapkan oleh media kontras
21

2. Gambaran double atau triple lines ,garis tersebut pada sisterna arteri
cerebral media. Terletak berdekatan dengan lobus media dan frontal.

3. Penebalan garis kontras di arteri cerebral media yang berbentuk linear


22

4. Y sign,terlihat pada sambungan arteri suprasellar dan arteri serebral


media. Normalnya,lengan “Y” tidak terlihat karna arteri
communicating posterior tidak sering terlihat pada gambaran
CT,karna ukurannya yang kecil.

5. Garis-garis dari pembuluh darah terlihat bersambung. Menjadi


linear,normalnya hanya terlihat berupa titik-titik,karna percabangan
pembuluh darah sylvian tersebut pada potongan horizontal.
23

6. Gambaran nodular,bentuk menunjukan gambaran yang patologis.

7. Gambaran asimetris.bentuknya asimetris antara bagian kanan dan kiri.

Hidrosefalus merupakan temuan yang paling sering ditemukan pada


meningitis TB,gambaran yang ditemukan adalah dilatasi dari ventrikel baik yang
24

masih simetris atau yang sudah asimetris, hal ini terjadi karna obstruksi jalur
cairan serebrospinal oleh eksudat pada cisterna.

Gambar 13. Pembesaran ventrikel karena hidrosefalus(14)

Eksudat inflamasi paling sering ditemukan di sekitar circle of willis,pada


anak-anak pembuluh darah yang kerap kali terdampak adalah pembuluh darah
dibagian basal otak atau percabangan arteri lenticulostriate. Eksudat tersebut
menjelaskan alasan terjadinya infark iskemik pada bagian basal otak,
gambarannya berupa area hypoatenuasi.
25

Gambar 14. Arteri lanculostriat

Peningkatan derajat pewarnaan kontras tidak spesifik terhadap dugaan


meningitis TB jika tidak disertai hidrosefalus,gambaran infark dan temuan TB
sebelumnya(15).
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksaan medikamentosa TB diberikan dalam paduan obat, yang
dikenal sebagai OAT(obat anti tuberculosis) yaitu:
1. Isoniazid(H) dosis harian 7-15mg/kgBB dengan dosis maksimal
300mg/hari.
2. Rifampisin (R) dosis harian 10-20mg/kgBB dengan dosis maksimal
600mg/hari.
3. Pirazinamid(Z) 30-40mg/kgBB.
4. Etambutol (E) 15-25mg/kgBB.

Paduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak:


26

Penggunaan kombinasi dosis tetap bisa dilakukan untuk mempermudah


keteraturan pemberian obat. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket KDT untuk pasien anak intensif terdiri dari Rifampisin(R),INH(H)
dan pirazinamid(Z). Paket lanjutan terdiri dari rifampisin(R) dan isoniazid(H).

Pemberian kortikosteroid dipertimbangkan dalam kondisi, meningitis


TB,tersumbatnya jalan nafas(endotrakial TB),pericarditis TB,TB millier dengan
gangguan nafas yang berat. Pada meningitis TB Dosis yang bisa diberikan adalah 2-
4mg/kg/hari.dosis maksimal 60mg/hari yang diberikan selama 4 minggu sebelum
tapering off.

Untuk memaksimalkan penyembuhan status gizi juga mesti


diperhatikan,penilaiian dilakukan dengan mengukur tinggi badan,berat badan, lingkar
lengan dan memperhatikan tanda malnutrisi seperti edema dan muscle wasting(8).
27

2.10 Komplikasi
TB merupakan penyakit sistemik yang dapat berpindah secara hematogen ke
seluruh organ tubuh dan disebut sebagai TB ekstra paru seperti endotrakial TB,akibat
inflamasi pada dinding bronkus, tuberculosis pada system skeletal,mata,kulit,ginjal
dan juga pada system saraf pusat seperti Meningitis TB.

Komplikasi Meningitis TB yaitu endikrinopati seperti diabetes


insipidus,gangguan pertumbuhan dan juga obesitas.komplikasi tersebut terjadi
dikarnakan eksudat yang menekan bagian basal sisterna dan juga melibatkan
hipotalamus. Kompilasi yang sering terjadi jika sudah mencapai stadium 3
adalah,gangguan visual, pendengaran,hemiparesis dan kejang.Pada anak penderita
meningitis TB,sepertiga akan mengalami mengalami infark pada middle cerebral
artery sehinga menyebabkan stroke(6).

2.11 Prognosis
Prognosis tuberkulosis paru pada anak tergantung pada usia saat terpajan, stat
imunitas dan kepatuhan terhadap terapi. Diagnoasa terlambat dan tatalaksana yang
tidak adekuat juga akan mengarahkan pada kompilasi menjadi TB inseminataatau
berkembang menjadi TB ekstra paru ,salah satunya meningitis TB. Penderita
meningitis TB pada anak memiliki prognosis yang buruk, angka kematian nya
mencapai 10-20%. Pasien dengan meningitis tuberkulosis yang bertahan hidup
sebagian besar mengalami sekuele neurologis(4).

BAB 3
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Tuberculosis dapat menyerang paru dan
menyerang organ lain,salah satunya adalah meningitis TB sebagai komplikasi yang
paling sering pada anak. Diagnosis Tuberculosis pada anak, baku emasnya adalah
pemeriksaahn serologis yang didukung dengan pemeriksaan tuberkulin, foto polos
28

paru dan pemeriksaan imaging CT scan dilakukan pada anak yang diduga meningitis
TB. Penatalaksaan TB dengan OAT pada fase intensif dan lanjutan dan juga
pemberian kortikosteroid pada meningitis TB.
DAFTAR PUSTAKA

1. Safithri F. Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC (International


Srandard for TB Care). Saintika Med. 2017;7(2).
2. KemenkesRI. Tuberkulosis ( TB ). Tuberkulosis [Internet]. 2018;1(april):2018.
Available from: www.kemenkes.go.id
3. Werdhani R. Patofisiologi,Diagnosis, Dan Klasifikasi Tuberkulosis. Dep ilmu
Kedokt komunitas,okupasi dan Kel FKUI. 2014;180:15–22.
4. Pemula G, Azhary R, Apriliana E, Dwi P. Penatalaksanaan yang Tepat pada
Meningitis Tuberkulosis. J Unila. 2016;6(1).
5. Keliat EN, Abidin A. Diagnosis Tuberkulosis. Fak.Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.2016;1–23. 6. Elvina F. Faktor Risiko Mortalitas Pada Pasien
Meningitis TB Anak. 2016;
7. WHO. Global Tuberculosis Report 2019. Paris; 2019.
8. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Manajemen dan tatalaksana TB Anak. Ministry
of Health of the Republic of Indonesia. 2016. p. 3.
9. TB CARE I. International Standards For Tuberculosis Care. 2014;1(7):317–8.
10. Andriani R. Gambaran nilai laju endap darah pada penderita tuberkulosis paru.
2019;45(45):95–8.
11. Rasad S. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
2005.
12. Yan Marvellini R, Petronella Izaak R. GAMBARAN RADIOGRAFI FOTO
THORAX PENDERITA TUBERKULOSIS PADA USIA PRODUKTIF DI
RSUD PASAR MINGGU (Periode Juli 2016 Sampai Juli 2017). J Kedokt
Univ Palangka Raya. 2021;9(1):1219–23.
13. Rozak H. Gambaran Pasien Meningitis TB Pada Anak Di RS Hasan Sadikin.
2016;
14. Afdhalurrahman. Gambaran Neuroimaging Hidrosefalus Pada Anak. J Kedokt
Syiah Kuala. 2013;13(2):117–22.
15. Andreas M, Austine J, Maricar Reyes-Paguia. Tuberculous meningitis basal
cistern enhancement pattern on CT imaging. Wftpi [Internet]. 2016;2(5):1–9.
Available from: http://www.wfpiweb.org/Portals/7/Outreach/TB Meningitis
Article.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai