PNEUMONIA
Oleh:
PUSKESMAS SIMPONG
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Pneumonia
sebagai persyaratan kenaikan pangkat Dokter Madya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Lebih dan kurang kami ucapkan
terima kasih, dan bila ada kesalahan kami minta maaf.
Penulis.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar isi................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………...1
BAB II Tinjauan Pustaka
Anatomi Pernafasan.......................................................................................2
Fisiologi Pernafasan....................................................................................... 5
Definisi Pneumonia.........................................................................................7
Etiologi Pneumonia........................................................................................7
Epidemiologi..................................................................................................9
Faktor Resiko.................................................................................................10
Patofisiologi....................................................................................................11
Klasifikasi Pneumonia....................................................................................13
Diagnosis Pneumonia.....................................................................................15
Penatalaksanaan..............................................................................................23
Komplikasi Pneumonia..................................................................................29
Prognosis Pneumonia.....................................................................................30
BAB III Kesimpulan..............................................................................................31
Daftar Pustaka.......................................................................................................32
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapatkan adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia)
dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Juga dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik dan
penyakit hati kronik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Larynx (Tenggorokan)
b. Trakea
c. Bronkus
2
udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.Bronchiolus terminal
kurang lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Diluar bronchiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius, yang kadang- kadang
memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal dari dinding
mereka. Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan
sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.
d. Paru-Paru
3
diameternya antara 0,2- 0,3mm. Letak paru dirongga dada di bungkus
oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua :1.) pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.2.) pleura parietal
yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura
ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara)sehingga paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah
kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau
udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru
tertekan atau kolaps.
4
2.2. FISIOLOGI PERNAFASAN
5
dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan
membrane yaitu membrane alveoli kapiler, memisahkan oksigen dari
darah, darah menembus dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri
kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada tekanan
oksigen mmHg dan pada tingkatan Hb 95% jenuh oksigen. Didalam
paru, karbondioksida salah satu buangan metabolsme menembus
membrane kapiler dan kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronchial dan trachea di lepaskan keluar melalui hidung dan
mulut.
6
Perubahan – perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam
alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan interna
atau pernafasan jaringan. Udara (atmosfer) yang dihirup: Oksigen :
20% , Karbondioksida : 0-0,4% . Udara yang masuk alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer. Udara yang
dihembuskan: Nitrogen :79% Oksigen :16% Karbondioksida :4-
0,4% . Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan
mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan
hilang untuk pemanasan uadra yang dikeluarkan ).
Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml- 5000 ml (4,5 – 5
liter). Udara diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%
kurang lebih 500 ml disebut juga udar a pasang surut (tidal air) yaitu
yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Pada
seorang laki- laki normal (4-5 liter) dan pada seorang perempuan (3-4
liter). Kapasitas (h) berkurang pada penyakit paru-paru dan pada
kelemahan otot pernafasan.
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang
semua umur terutama pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang
yang mempunyai penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif,
diabetes dan penyakit paru kronis.
7
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
b. Virus
c. Jamur
Candida albicans.
d. Aspirasi
8
2.5 EPIDEMIOLOGI
9
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas
angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %,
Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi
menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan
masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan
letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena
b. Riwayat merokokis
c. Paralisis laringeal
d. Malnutrisi
f. Diabetes Mellitus
h. Kanker
10
k. Fraktur tulang iga
2.7 PATOFISIOLOGI
penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,
berkolonisasi di orofaring.
Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
terjadi. Pada saluran nafas bagan bawah, kuman menghadapi dayatahan tubuh
berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit
bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral igA dan igG dari sekresi bronkial.
luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.Pneumonia
dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau
11
Respon yang di timbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya.Streptococus
bakteri, baik yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit.Di
atau saliva.Lobus bagian bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah
mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula
(hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit
demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.Ronki basah
dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh karena
eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan pleura.Hampir
selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau darah melalui daerah
12
paru yang tak mengalami ventilasi dan konsilodasi.Untuk membantu dalam
radiogram dada, hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri dari pemeriksaan
lebih lama perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non
bakteri seperti oleh jamur, mikobacterium atau parasit. Karena itu perlu
dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebihburuk dan
pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
H.Influenza
13
Mycoplasma pneumonia, virus Legionella pneumophila dan Clamidia
psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi karena ditemukan bahwa
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen atau lobus atau bercak
Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang
14
2.9 DIAGNOSIS PNEUMONIA
a. Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-
gejala meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya
serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
15
b. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara
lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau
segment paru secara anantomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ;
batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus
16
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
17
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.
18
Foto Thorax
2. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
19
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih
terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.
CT Scan
20
i. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN
yang kemungkinan penyebab infeksi.
ii. Diagnosis Banding Pneumonia
B. Atelektasis
tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru
dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga
21
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk
lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan
gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu
22
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax PA
C. Efusi Pleura
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.
Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi
pleura.
23
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA
b. PENATALAKSANAAN
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1
pneumonia.
1. Pemberian Antibiotik
24
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
25
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II
26
Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/
IV berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalosporin
-Jamur endemic generasi 3 +
kuinolon
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan
ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernapasan.1
dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
27
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
pneumonia adalah:
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
28
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan
obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi
biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan
secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi
sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien
beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan
perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki
c. KOMPLIKASI
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada
transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan
cairan eksudat.
29
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia
intrahepatik.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari
4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti
Pseudomonas aeruginosa.
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis
d. PROGNOSIS
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar
adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan
kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru
lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk.
30
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan
di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat
jalan kecuali:
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas >
>30.000)
BAB III
KESIMPULAN
31
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data Kesehatan.
Jakarta.
33