Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PNEUMONIA

Oleh:

NAMA : dr. Metania Osyca Fuisari

NIP : 19840217 200903 2 006

PUSKESMAS SIMPONG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Pneumonia
sebagai persyaratan kenaikan pangkat Dokter Madya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Lebih dan kurang kami ucapkan
terima kasih, dan bila ada kesalahan kami minta maaf.

Luwuk, Mei 2023

Penulis.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar isi................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………...1
BAB II Tinjauan Pustaka
Anatomi Pernafasan.......................................................................................2
Fisiologi Pernafasan....................................................................................... 5
Definisi Pneumonia.........................................................................................7
Etiologi Pneumonia........................................................................................7
Epidemiologi..................................................................................................9
Faktor Resiko.................................................................................................10
Patofisiologi....................................................................................................11
Klasifikasi Pneumonia....................................................................................13
Diagnosis Pneumonia.....................................................................................15
Penatalaksanaan..............................................................................................23
Komplikasi Pneumonia..................................................................................29
Prognosis Pneumonia.....................................................................................30
BAB III Kesimpulan..............................................................................................31
Daftar Pustaka.......................................................................................................32

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan


yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus berhubungan dengan
infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau didalam rumah sakit. Salah
satu infeksi saluran nafas yaitu pneumonia. Pneumonia merupakan bentuk infeksi
saluran pernafasan bawah akut pada parenkim paru yang serius yang dijumpai
sekitar 15-20%.

Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju, angka kejadian


pneumonia masih tinggi. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 dalam
perhimpunan dokter paru Indonesia tahun 2003 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. Di Indonesia sendiri,
insiden penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-
50%.

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapatkan adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia)
dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Juga dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik dan
penyakit hati kronik.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI PERNAFASAN

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari :

a. Larynx (Tenggorokan)

Larynx terletak di depan bagian terendah pharnyx yang memisahkan


dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.

b. Trakea

Trakea memiliki panjang kurang lebih 9 cm. Trakea berjalan dari


laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan
ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).

c. Bronkus

Bronkus yang terbentuk dari percabangan trachea pada ketinggian


kira-kira vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa
dengan trachea yang dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama
bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek,
lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut lancip.
Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang penting.
Tabung endotrachea terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk
saluran udara paten yang mudah masuk kedalam cabang bronchus
kanan. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang
lagi menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus.
Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil yang
dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran

2
udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.Bronchiolus terminal
kurang lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Diluar bronchiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius, yang kadang- kadang
memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal dari dinding
mereka. Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan
sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.

d. Paru-Paru

Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam


rongga toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh
mediastinum central yang mengandung jantung dan pembuluh-
pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas
paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf
dan pembuluh limfe memasuuki tiap paru pada bagian hilus dan
membentuk akar paru.Paru kanan lebih daripada kiri,paru kanan
dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronchusnya.

Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru dibagi 10


segmen.Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2
buah segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri.
Paru kiri mempunyai 5 buah 12 segmen pada lobus inferior dan 5
buah segmen pada lobus superior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi
menjadi belahanbelahan yang bernama lobules. Didalam lobolus,
bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang

3
diameternya antara 0,2- 0,3mm. Letak paru dirongga dada di bungkus
oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.

Pleura dibagi menjadi dua :1.) pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.2.) pleura parietal
yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura
ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara)sehingga paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah
kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau
udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru
tertekan atau kolaps.

4
2.2. FISIOLOGI PERNAFASAN

a. Pernafasan paru (pernafasan pulmoner)

Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada


pernafasan melalui paru / pernafasan eksternal, oksigen di pungut
melalui hidung dan mulut, pada waktu bernafas oksigen masuk
melalui trachea dan pipa bronchial ke alveoli, dan erat hubungan

5
dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan
membrane yaitu membrane alveoli kapiler, memisahkan oksigen dari
darah, darah menembus dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri
kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada tekanan
oksigen mmHg dan pada tingkatan Hb 95% jenuh oksigen. Didalam
paru, karbondioksida salah satu buangan metabolsme menembus
membrane kapiler dan kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronchial dan trachea di lepaskan keluar melalui hidung dan
mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner


(pernafasan eksterna):

1.) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara


dalam alveoli dengan udara luar.

2.) Arus darah melaui paru, darah mengandung oksigen masuk


keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk
paru.

3.) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga


jumlahnya yang bisa dicapai untuk semua bagian.

4.) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler, karbondioksida


lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

b. Pernafasan jaringan (pernafasan interna)

Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen


(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler,
dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen
dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah
menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu
karbondioksida.

6
Perubahan – perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam
alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan interna
atau pernafasan jaringan. Udara (atmosfer) yang dihirup: Oksigen :
20% , Karbondioksida : 0-0,4% . Udara yang masuk alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer. Udara yang
dihembuskan: Nitrogen :79% Oksigen :16% Karbondioksida :4-
0,4% . Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan
mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan
hilang untuk pemanasan uadra yang dikeluarkan ).

c. Daya muat paru

Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml- 5000 ml (4,5 – 5
liter). Udara diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%
kurang lebih 500 ml disebut juga udar a pasang surut (tidal air) yaitu
yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Pada
seorang laki- laki normal (4-5 liter) dan pada seorang perempuan (3-4
liter). Kapasitas (h) berkurang pada penyakit paru-paru dan pada
kelemahan otot pernafasan.

2.3 DEFINISI PNEUMONIA

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang
semua umur terutama pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang
yang mempunyai penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif,
diabetes dan penyakit paru kronis.

2.24 ETIOLOGI PNEUMONIA

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu


bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,

7
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pembagian penyebab-penyebab dari pneumonia yaitu :


a. Bakteri

Bakteri adalah penyebab paling umum pneumonia pada orang dewasa,

terutama pada orang tua. Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan

pneumonia adalah Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus

hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza.

b. Virus

Virus yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Respiratory syncytial

virus, virus influenza, Adenovirus, Cytomegalovirus.

c. Jamur

Beberapa jenis jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah

Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidiodes immitis, Aspergillus,

Candida albicans.

d. Aspirasi

Beberapa contoh aspirasi seperti makanan, kerosene (bensin, minyak

tanah), cairan amnion, dan benda asing.

8
2.5 EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang


terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di
seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih
banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab
kematian urutan ke 15. pada pasien yang dirawat di rumah sakit, 25-50% pada
pasien ICU.
Di Amerika Serikat insiden penyakit pneumonia mencapai 12 kasus tiap
1000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kuang dari 1%, tetapi
kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu 14%. Di
negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di
rumah sakit dan angkat kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu
sekitar 30-40%. Di Indonesia sendiri, terdapat 5-11 kasus pneumonia per 1.000
orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10%
diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia
lanjut dengan ortalitas 5-12%

9
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas
angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %,
Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi
menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan
masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan
letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.

2.6 FAKTOR RESIKO

Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena

pneumonia antara lain :

a. Usia lebih dari 65 tahun

b. Riwayat merokokis

c. Paralisis laringeal

d. Malnutrisi

e. Pasien dengan penyakit paru seperti asma, PPOK dan emfisema

f. Diabetes Mellitus

g. Penyakit pernapsan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)

h. Kanker

i. Trakeostomi dan pemakaian endotrakeal tube

j. Tindakan Bedah pada regio abdominal atau toraks

10
k. Fraktur tulang iga

l. AIDS, pengobatan immunosuppresan dan pasien immunocompromised.

2.7 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme

penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,

mikroorganisme penyebab pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer :

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah

berkolonisasi di orofaring.

2. Inhalasi aerosol yang infeksius

3. Penyebaran hematoge'n dari bagian ekstrapulmonar

Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang

menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang

terjadi. Pada saluran nafas bagan bawah, kuman menghadapi dayatahan tubuh

berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit

bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral igA dan igG dari sekresi bronkial.

Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi MO, tingkatan kemudahan dan

luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.Pneumonia

dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada

kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau

lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.

11
Respon yang di timbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya.Streptococus

pneumonla (pneumococus), adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia

bakteri, baik yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit.Di

antara semua pneumonia bakteri, pneumonia pneumokokus merupakan yang paling

banyak diselidiki.Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus

atau saliva.Lobus bagian bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah

mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4

tahap berurutan yaitu:

1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama):eksudat serosa masuk ke dalam

alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.

2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula

(hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit

PMN mengisi alveoli.

3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit

dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

4. Resolusi (7 sanrpai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula.

Awitan pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai menggigil,

demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.Ronki basah

dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh karena

eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan pleura.Hampir

selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau darah melalui daerah

12
paru yang tak mengalami ventilasi dan konsilodasi.Untuk membantu dalam

menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan pneumonia dapat dilakukan

radiogram dada, hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri dari pemeriksaan

dengan mata telanjang dan mikroskopik serta biakan.

Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2-3 minggu. Bila

lebih lama perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non

bakteri seperti oleh jamur, mikobacterium atau parasit. Karena itu perlu

penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab pneumonia Pada umumnya pasien

dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebihburuk dan

kemungkinan rekurensi yang lebih besar.

2.8 KLASIFIKASI PNEUMONIA

Klasifikasi pneumonia didasarkan pada faktor lingkungan pasien, keadaan pasien

dan mikroorganisme, atau mengaitkannya dengan data-data klinis, epdemiologi dan

pemeriksaan penunjang.

Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:

1. Pneumonia tipikal yang bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris klasik.

Gambaran radiologisnya berupa opasitas lobus atau lobaris yang

disebabkan oleh kuman tipikal terutama S.pneumonia, K.pneumonia, atau

H.Influenza

2. Pneumonia Atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang lambat dengan

gambaran infiltrate paru bilateral yang difus. Penyebabnya adalah

13
Mycoplasma pneumonia, virus Legionella pneumophila dan Clamidia

psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi karena ditemukan bahwa

gambaran radiologis atau laboratorium saling tumpang tindih dan tidak

mencakup pneumonia gambaran yang khas.

- Klasifikasi secara radiologis sesuai dengan lokasi anatomisnya:

1. Pneumonia alveolar. Misalnya Pneumonia pneumococal. Eksudat pada

alveolar memberi gambaran konsolidasi homogen pada perifer yang

terbentang menuju hilus dan cenderung memotong garis segmental. air-

bronkogram biasanya di temukan pada pneumonia jenis ini.

2. Pneumonia lobular (bronkopneumonia) sering ditemukan pada pneumonia

yang disebabkan oleh infeksi stapilococus pada paru, terlihat gambaran

konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen atau lobus atau bercak

yang mengikut sertakan alveoli yang tersebar

3. Pneumonia interstisial yang dapat ditemukan pada infeksi virus dan

Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang

lazim dipakai. Mengingat gambaran pneumonia nosokomial yang khas berbeda

dtri pneumonia komunitas, maka diagnosis pneumonia jenis ini menggunakan

kriteria Centre for Disease and Preventoin, USA.

14
2.9 DIAGNOSIS PNEUMONIA

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

a. Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-
gejala meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya
serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

15
b. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara
lain:
 Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau
segment paru secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ;
batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus

16
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

17
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.

1. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

18
Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang


dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak
homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak


menjalar sampai perifer.

2. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax

19
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih
terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

 Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria berusia 19


tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan
peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up
selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut
berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

20
i. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN
yang kemungkinan penyebab infeksi.
ii. Diagnosis Banding Pneumonia

A. Tuberculosis Paru (TB)

B. Atelektasis 

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang

tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru

yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan

gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun

terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit

karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit

dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga

akan tampak thorax asimetris.

21
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis

adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk

lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan

gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu

makan dan penurunan berat badan.

22
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax PA

C. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air

bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan

jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.

Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi

pleura.

23
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

b. PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme

dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.

Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat

dilihat sebagai berikut : 1,2,3

1. Pemberian Antibiotik

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


􀂃 Golongan Penisilin
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
􀂃 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
􀂃 Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
􀂃 Marolid baru dosis tinggi
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
􀂃 Aminoglikosid

24
􀂃 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
􀂃 Tikarsilin, Piperasilin
􀂃 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
􀂃 Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
􀂃 Vankomisin
􀂃 Teikoplanin
􀂃 Linezolid
Hemophilus influenzae
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Azitromisin
􀂃 Sefalosporin gen. 2 atau 3
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Legionella
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
􀂃 Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
􀂃 Doksisiklin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
􀂃 Doksisikin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon

Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 3

25
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia Klaritrom - Siprofloksasin


penderita -M.pneumonia isin 2x500mg atau
< 65 tahun -C.pneumonia 2x250 mg Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit -H.influenzae - - - Levofloksasin
Penyerta (-) -Legionale sp Azitromisin 1x500mg atau
-Dapat -S.aureus 1x500mg Moxifloxacin
berobat jalan -M,tuberculosis - Rositrom 1x400mg
-Batang Gram (-) isin 2x150 mg - Doksisiklin 2x100mg
atau 1x300 mg
Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid
penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) S.aures -Betalaktam
-Dapat M.catarrhalis
berobat jalan Legionalle sp

Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +


III berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
- Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason
dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +
RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat
perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase
-S.aureus +makrolid
M.pneumoniae

26
Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/
IV berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalosporin
-Jamur endemic generasi 3 +
kuinolon

2. Terapi Suportif Umum

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%

berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan

napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan

ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan

pernapasan.1

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,

dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat

27
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,

termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk

maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 3

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini

tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila

terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada

pneumonia adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan

penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi.

Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi

dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.3

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan

atau didapat asidosis respiratorik.

c. Respiratory arrest.

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang

didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan

CO2 yang berlebihan.3

3. Terapi Sulih (switch therapy)

28
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan

obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi

biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan

secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi

sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien

beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan

perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki

saluran pencernaan berfungsi normal. 4

Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 3

1. Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate≤ 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

c. KOMPLIKASI

1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada

infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar

60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob

35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya

transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan

cairan eksudat.

29
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia

berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia

pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang

terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis

intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi

oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari

4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti

Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi

dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis

atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia

d. PROGNOSIS

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya

antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar

dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus

adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan

kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru

obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau

lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk.

Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10

30
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan

di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat

jalan kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN Meliputi banyak lobus

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas >

30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500-

>30.000)

BAB III

KESIMPULAN

Dewasa ini, kasus pneumonia masih merupakan tantangan bagi bidang


kesehatan terlepas dari perkembangan teknologi dan temuan-temuan terbaru. Hal
ini tentu saja berhubungan dengan tingginya angka kasus dan resistensi antibiotik
yang semakin meningkat. Diagnosa awal dan administrasi antibiotik segera
merupakan prioritas utama dapat mengurangi angka mortalitas secara signifikan.

Pemeriksaan radiologi berupa foto toraks dapat digunakan untuk


membantu menegakan diagnosis bahkan juga dapat membantu membedakan
berbagai jenis pneumonia berdasarkan temuan yang didapatkan dari hasil foto
tersebut.

Dengan berpegangan pada prinsip-prinsip diatas diharapkan dokter-dokter


dapat memberikan perawatan optimal dan efektif untuk pasien dan menekan
angka morbiditas dan mortalitas serendah mungkin.

31
32
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data Kesehatan.
Jakarta.

2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru FK UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007.
5. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ.
Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in
adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
6. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of
community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
7. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,
007;132:1348
8. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia
inpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205

33

Anda mungkin juga menyukai