Anda di halaman 1dari 33

Infeksi Pada Virus

RUBELLA

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Ira Arundina,drg, M.S

Oleh :

Roni Handayani
NIM: 091924353001

PROGRAM STUDI MAGISTER IMUNOLOGI

FAKULTAS SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Rubella”. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi
Infeksi

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Prof.
Dr. Ira Arundina,drg,M.S selaku dosen pengampu mata kuliah Imunologi Infeksi.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi
perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
maupun studi selanjutnya.

Surabaya, 15 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

1.4 Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan struktur virus Rubella ............................................... 4

2.2 Tanda dan gejala virus Rubella ......................................................... 6

2.3 Patogenesis Rubella .......................................................................... 8

2.4 Congenital Rubella Sindrome ........................................................ .10

2.5 Respon Imun Terhadap Rubella ............................................. .........10

2.5.1 Respon Imun Humoral Virus Rubella.....................................11

2.5.2 Dimensi sel..............................................................................11

2.5.3 Antigencity..............................................................................12

2.6 Manifestasi Klinis pada Rubella.......................................................13

2.7 Kriteria Klinis Congenital Rubella Syndrome..................................14

2.8 Klasifikasi kasus pada Rubella.........................................................14

2.9 Dignosis virus Rubella .................................................................... 16

ii
3.0 Pengobatan pada Rubella..................................................................20

3.1 Cara Mencegah Rubella pada Kehamilan..........................................21

BAB III PENUTUP

Kesimpulan .............................................................................................23

Saran........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................24

iii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar 1 Struktur virus Rubela. ............................................ 4

Gambar 2 Struktur Rubivirus.............................................. 5


5
Gambar 3 Struktur protein virus Rubella........................................

Gambar 4 Immune respon to Rubella infection in mother and child...................... .12

Gamabar 5 Manifestasi rubella congenital.................................................................13

Gambar 6 Defek dan manifestasi klinis CRS sesuai dengan umur kehamilan..........14

Gambar 7 Pedoman Diagnosis infeksi Rubella pada kehamilan................................17

Tabel 1 Jenis pemeriksaan & spesimen untuk menentukan virus rubella.....17

Tabel 2 Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella....................... 19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rubella adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Dikenal juga
sebagai campak Jerman, yang biasanya menyerang anak-anak dan remaja. Rubella sendiri
merupakan penyakit yang berbeda dari campak, tetapi memiliki kesamaan karena sama-
sama menyebabkan ruam kemerahan pada kulit.(13)

.Rubella berasal dari virus rubella yang bisa menyebar dengan begitu mudah dan biasanya
melalui saluran pernapasan. Prosesnya adalah ketika pengidap rubella bersin atau batuk,
kemudian percikan liurnya tanpa sengaja terhirup oleh orang-orang di dekatnya, sehingga
menjadi jalan penyebaran rubella.Rubella juga bisa ditularkan melalui berbagi makanan
atau minuman dengan pengidap. Menyentuh beberapa bagian tubuh, seperti mata, hidung,
atau mulut juga seharusnya jangan dilakukan setelah memegang benda yang sudah
terkena virus rubella.Rubella juga bisa menyebar dari ibu hamil ke anak dalam kandungan
melalui aliran darah.(13).

Masa inkubasi pengidap rubella berlangsung satu atau dua minggu sebelum
timbulnya ruam sampai sekitar satu atau dua minggu setelah ruam menghilang. Orang
yang terinfeksi dapat menularkan penyakitnya sebelum orang tersebut mengalami gejala
rubella.(13)

Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama
sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome. CRS mengakibatkan terjadinya
abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. Nama lain CRS
ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan (Congenital defect) yang paling sering
dijumpai ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan
kardiovaskular, dan retardasi mental(2).

Kejadian rubella tersebar di seluruh dunia, yang mana angka kejadiannya masih
terbilang tinggi. WHO pada tahun 2017 melaporkan angka kejadian rubella di dunia
mencapai 16.112 kasus. Negara dengan kasus rubella tertinggi pada tahun 2017 terjadi di
Indonesia yaitu sebanyak 4.327 kasus, selanjutnya India dengan jumlah kasus sebanyak
2.946, dan Cina dengan jumlah kasus sebanyak 1.601(10)
1
Indonesia salah satu negara penyumbang kasus Rubella terbesar di dunia. Menurut
data WHO pada tahun 2015 jumlah kasus rubella di Indonesia mencapergi 1.379 kasus,
kemudian pada tahun 2016 menurun menjadi 1.170 kasus, dan pada tahun 2017
meningkat menjadi 4.327 kasus. Hasil penelitian pada tahun 2008-2013 yang dilakukan
di rumah sakit Sardjito Jogja, diperkirakan sebanyak 201 bayi terkena CRS. Kasus CRS
di Jawa Timur diperkirakan sebanyak 0,77 per 1000 kelahiran bayi atau 700 bayi
dilahirkan dengan CRS per tahun(3,10)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Taksonomi & struktur Rubella ?


2. Bagaimana Tanda dan gejala Rubella?
3. Bagaimana Patogenesis pada Rubella?
4. Apa dan bagaimana Congenital Rubella Syndrom terjadi?
5. Bagaimana Respon Imun terhadap Rubella?
6. Bagaimana Diagnosis pada Rubella?
7. Apa Saja Pemeriksaan Serologi dan Molekuler pada Rubella?
8. Bagaimana Pengobatan infeksi Rubella?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Struktur & Morfologi Rubella


2. Untuk Tanda dan gejala Rubella
3. Untuk Mengetahui Patogenesis Rubella
4. Untuk Mengetahui Apa dan bagaimana Congenital Rubella Syndrom
5. Untuk Mengetahui Respon Imun terhadap Rubella
6. Untuk Mengetahui Diagnosis pada Rubella
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Serologi dan Molekuler pada Rubella
8. Untuk Mengetahui Pengobatan pada infeksi Rubella

D. Manfaat
1. Dapat Mengetahui Struktur & Morfologi Rubella
2. Dapat Mengetahui Tanda dan gejala Rubella

2
3. Dapat Mengetahui Patogenesis Rubella
4. Dapat Mengetahui Apa dan bagaimana Congenital Rubella Syndrom

5. Dapat Mengetahui Respon Imun terhadap Rubella


6. Dapat Mengetahui Diagnosis pada Rubella
7. Dapat Mengetahui Pemeriksaan Serologi dan Biologi Molekuler pada Rubella
8. Dapat Mengetahui Pengobatan pada infeksi Rubella

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Struktur virus Rubella

Klasifikasi Rubella adalah sebagai berikut:


Kerajaan :Virus
Familia : Togaviridae
Genus : Rubivirus
Spesies : Rubella Virus

Virus rubella diisolasi pertamakali pada tahun 1962 oleh Parkman dan
Weller. Rubella merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus
Rubivirus, famili Togaviridae, dengan jenis antigen tunggal yang tidak
dapat bereaksi silang dengan sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus
rubella memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein envelope,
E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid. Secara morfologi, virus rubella
berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 50–70 mm dan memiliki inti
(core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang
mengandung glycoprotein E1 dan E2. Virus rubella dapat dihancurkan
oleh proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah,
panas dan amantadine tetapi relatif rentan terhadap pembekuan, pencairan
atau sonikasi.(2)

Gambar 1. StrukturVirus Rubella

4
Gambar 2 Struktur Rubivirus

Virus Rubella terdiri atas dua subunit struktur besar, satu berkaitan dengan
envelope virus dan yang lainnya berkaitan dengan nucleoprotein core
Virus Rubella terdiri dari lapisan glycoprotein, lemak & inti dengan
RNA(3)

Gambar 3. Stuktur protein virus rubella

C protein dalam virion rubella eksis sebagai homodimers disulfida-linked,


(meskipun dimerisasi tidak diperlukan untuk pembentukan partikel virus).
Analisis urutan asam amino dari protein C virus rubella segguests bahwa
setengah N-terminal dari protein ini berinteraksi dengan RNA, karena
hidrofilik dan kaya prolines dan arginines. The RNA- mengikat domain
utama dalam protein C telah ditemukan dalam residu asam amino 28-56,
tetapi daerah lain, termasuk C-terminus, mungkin juga terlibat dalam
5
meningkatkan interaksi. C terminus dari protein C. Oleh karena itu, protein
C di virion berlabuh ke amplop virus dan kemungkinan menghubungi
RNA. Karena protein C terikat pada membrance virus, nukleokapsid
perakitan / pembongkaran untuk virus rubella mungkin terjadi dengan jalur
yang berbeda dari orang-orang dari alphavirus. E1 dan E2 glikoprotein ada
sebagai heterodimers di virion rubella. E1 protein adalah kelas 1
transmembraane protein dengan tiga situs glikosilasi N-linked di babak N-
terminal dari protein. Meskipun glikosilasi E1 tidak mempengaruhi
pembentukan virus menular, mungkin karena glikosilasi diperlukan untuk
lipat yang tepat dari protein E1, glikosilasi tidak berperan dalam
antigenisitas dari virion. E1 protein mengandung domain fungsional
penting. Fusi membran virion dengan membran sel selama masuk ke dalam
sel, kemungkinan terletak pada asam amino 81-109 dari protein E1. residu
asam amino 81-109 dari E1 juga cenderung penting dalam antigenisitas
dari virion virus rubella; mengandung situs antigen, seperti yang
didefinisikan oleh antibodi monoklonal yang mengikat, tidak dapat
bereaksi silang dengan sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus rubella
memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan
E2 dan 1 protein nukleokapsid. Secara morfologi, virus rubella berbentuk
bulat (sferis) dengan diameter 60–70 mm dan memiliki inti (core)
nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang mengandung
glycoprotein E1 dan E2. Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
10 Virus rubella dapat dihancurkan oleh proteinase, pelarut lemak,
formalin, sinar ultraviolet, PH rendah, panas dan amantadine tetapi nisbi
(relatif) rentan terhadap pembekuan, pencairan atau sonikasi Di wilayah
antara asam amino 245 dan 284. Pada pasien yang memiliki rubella,
penghambatan hemaglutinasi dan peta epitop netralisasi asam amino 208-
239. E2 protein juga kelas 1 transmembran protein, yang sangat glikosilasi,
baik N-dan O-linked.

2.2 Tanda-tanda dan gejala Rubella

Anak-anak yang terinfeksi rubella dapat tidak menunjukkan gejala.

6
Umumnya, gejala muncul 2-3 minggu setelah paparan.Gejala rubella yang dapat muncul
adalah:

• Ruam kulit pada kepala menyebar ke tubuh, selama 2-3 hari. Biasanya muncul terlebih
dahulu pada wajah dan leher sebelum menyebar ke tubuh bagian bawah.
• Demam ringan (<39℃)
• Sakit kepala
• Hidung tersumbat atau beringus
• Muntah
• Kelenjar getah bening leher dan belakang telinga membengkak.

Gejala rubella pada remaja dan dewasa adalah:

• Hilang nafsu makan


• Konjungtivitis (infeksi kelopak mata dan bola mata)
• Sendi bengkak dan nyeri, pada wanita usia muda yang bertahan pada 3-10 hari.

Sekali seseorang terinfeksi, virus menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 5-7 hari.
Gejala biasanya muncul 2-3 minggu setelah terinfeksi. Periode paling berpotensi
terinfeksi biasanya 1-5 hari setelah munculnya ruam.

Ketika seorang wanita terinfeksi rubella di masa awal kehamilan, dia punya 90%
kemungkinan menularkan virus tersebut pada janin. Rubella adalah kondisi yang dapat
menyebabkan kematian janin, atau CRS.(14).

Kondisi yang dapat dialami anak dengan congenital rubella syndrome (CRS)
adalah gangguan pendengaran, cacat mata dan jantung, serta kelainan seumur hidup
lainnya, termasuk autisme, diabetes melitus, dan disfungsi tiroid. Kebanyakan dari
mereka membutuhkan terapi, operasi, dan perawatan terus-menerus seumur hidup.

Diperkirakan ada 100 ribu kasus CRS di seluruh dunia setiap tahun. Sering kali, seorang
anak dapat mengalami satu atau lebih cacat. Tuli adalah kondisi paling umum yang terjadi

Kondisi lain yang diakibatkan oleh congenital rubella syndrome adalah:

7
• Katarak
• Penyakit jantung
• Anemia
• Hepatitis
• Keterlambatan perkembangan
• Kerusakan retina, dikenal dengan retinopati
• Kepala, rahang bawah, atau mata yang berukuran kecil
• Masalah hati atau limpa, yang kadang-kadang hilang segera setelah lahir
• Berat badan lahir yang rendah.

2.3 Patogenesis Rubella


Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan yaitu melalui droplet yang
dikeluarkan oleh seseorang yang terinfeksi rubella, setelah terkena droplet, virus ini
akan mengalami replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia
terjadi antara

hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Dalam ruangan tertutup, virus
rubella dapat menular ke setiap orang yang berada di ruangan yang sama dengan
penderita. Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan 1
minggu sebelum dan 4 hari setelah onset ruam (rash). Pada episode ini, Virus rubella
sangat menular.(4)
Ketika infeksi virus rubella terjadi selama awal kehamilan, maka resiko resiko
serius lebih sering terjadi yaitu abortus, lahir mati dan sebagainya. Resiko infeksi
kongenital dan defek meningkat selama kehamilan 12 minggu pertama dan menurun
setelah kehamilan diatas 12 minggu dengan defek jarang terjadi pada kehamilan 20
minggu.7Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan, risiko terkena CRS sebesar
43 persen. Risiko tersebut meningkat menjadi 51 persen jika infeksi terjadi pada 3
bulan pertama kehamilan, Risiko menurun jika infeksi terjadi setelah 3 bulan pertama
kehamilan (23 persen.(1)
Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung.
Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan terhambat.
Dalam sekret faring dan urin bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah
banyak yang dapat menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi
dengan CRS dapat bertahan hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah
kelahiran.(5) 8
Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel akibat
virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi selama viremia
ibu, menyebabkan daerah nekrosis yang tersebar secara fokal di epitel vili korealis dan sel
endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, virus
rubella kemudian masuk ke dalam sirkulasi janin sebagai emboli sel endotel yang
terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan kerusakan organ janin. Selama
kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang dan gambaran khas
embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler tanpa disertai tanda
peradangan.(6)

Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin dan
bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang sehat.
Virus rubella juga dapat memicu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Jika
infeksi maternal terjadi setelah trimester pertama kehamilan, frekuensi dan beratnya
derajat kerusakan janin menurun drastis. Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung
oleh perkembangan respon imun janin, baik yang bersifat humoral maupun seluler, dan
adanya antibodi maternal yang ditransfer secara pasif.(8)
Pada infeksi rubella maternal, yang biasanya terjadi lima sampai tujuh hari
setelah inokulasi pada ibu, virus menyebar ke seluruh plasenta secara hematogen, yang
mengarah kepada infeksi bawaan yang potensial pada janin yang sedang berkembang.
Pada infeksi rubella maternal dengan ruam, frekuensi infeksi kongenital adalah lebih
dari 80% selama 12 minggu pertama kehamilan, sekitar 54% di 13-14 minggu, dan
sekitar 25% pada akhir trimester kedua. Setiap infeksi rubella maternal yang terjadi
setelah 16 minggu kehamilan, tidak ada risiko terjadi sindrom rubella kongenital pada
bayi yang baru lahir.(10)
Dari beberapa studi menunjukkan bahwa rute infeksi virus rubella adalah
melalui organ sistemik pada janin manusia. Fakta ini telah dikonfirmasi oleh tes
imunohistokimia dan deteksi langsung dari RNA virus di beberapa organ.
Perubahan histopatologi yang utama diamati dalam hepar. Hepar embrio
memiliki peran yang sangat penting dalam proses hematopoiesis selain sumsum tulang.
Temuan antigen virus di sel epitel glomerulus dan tubulus proksimal pada ginjal juga
menunjukkan ekskresi virus dalam urin.(6)
9
2.4 Congenital Rubella Syndrome (CRS)
adalah penyakit pada bayi oleh karena infeksi maternal dengan rubella virus
selama kehamilan. Ketika infeksi rubella terjadi selama awal kehamilan,
konsekuensi serius seperti abortus, IUFD dan cacat lahir yang parah pada bayi
dapat terjadi. Itu risiko infeksi kongenital dan kecacatan paling tinggi selama 12
minggu pertama kehamilan dan menurun setelah minggu ke 12 kehamilan; cacat
jarang terjadi setelah infeksi pada minggu ke-20 (atau sesudahnya) kehamilan.(3)
Congenital Rubella Syndrome (CRS) merupakan gabungan beberapa
keabnormalan fisik yang berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus
rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella
Syndrome. Cacat kongenital (congenital defect) yang paling sering dijumpai
ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular,
dan retardasi mental.(3)
Epidemiologi CRS pertama kali dilaporkan pada tahun 1941 oleh Norman
Gregg seorang spesialis mata Australia yang menemukan katarak kongenital
pada 78 bayi yang ibunya mengalami infeksi rubella di awal kehamilannya.
Berdasarkan data dari WHO sekitar 236.000 kasus CRS terjadi setiap tahun di
Negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemik.3 Selama
pandemi rubella global 1962–1965, diperkirakan 12,5 juta kasus rubella terjadi
di Amerika Serikat, mengakibatkan 2.000 kasus ensefalitis, 11.250 aborsi
spontan, 2.100 kematian neonatal, dan 20.000 bayi lahir dengan CRS. Rubela di
negara maju saat ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan dengan luasnya
cakupan imunisasi.(3)

2.5 Respon imun terhadap Virus Rubella

Respons imun terhadap Togaviridae adalah karakteristik respons imun klasik


terhadap antigen asing. Ada dua jalur utama untuk membersihkan virus dari
sistem: netralisasi virus yang bersirkulasi (humoral) dan penghapusan sel yang
terinfeksi (diperantarai sel).

10
2.5.1 Respon Imun Humoral Virus Rubella

Virus yang bersirkulasi dalam darah secara acak ditelan oleh makrofag, yang
mencerna virus dan menghadirkan antigen virus pada membran selnya sebagai
kompleks antara kompleks histokompabilitas utama (HPC) dan antigen. Antigen
utama yang dihilangkan oleh togaviridae adalah protein amplop. Ini juga
bertanggung jawab untuk spesifisitas tropisme jaringan virus.Kombinasi ini
dikenali oleh limfosit CD4, yang berproliferasi dan melepaskan limfokin untuk
memulai respons inflamatori.Limfosit mensekresi lymokine lain yang merangsang
pemilihan klon sel B, yang berdiferensiasi menjadi antibodi yang mensekresi sel
plasma. Antibodi yang bersirkulasi berikatan dengan, dan menetralkan virus yang
bersirkulasi, menghilangkan virus dari darah.

2.5.2 Dimediasi sel

Sel yang terinfeksi, seperti yang dikenali oleh penyajian antigen virus dalam
membran sel mereka, dikenali oleh sel T sitotoksik dan ditargetkan untuk
penghancuran. Sel T sitotoksik mensekresi perforin ke dalam membran sel yang
terinfeksi, meningkatkan permeabilitas sel, yang mengarah pada kematian sel dan
penghentian replikasi virus. Sel NK juga dapat melisiskan sel yang terinfeksi,
tetapi kekhususannya tidak sepenuhnya dipahami.Dua jalur di atas cukup mahir
dalam menangani Togavirus pada pria dewasa. Alfavirinae ensefalitis telah
berevolusi untuk menghindari sistem kekebalan melalui infeksi otak, di mana
sedikit aktivitas kekebalan hadir. Karena berkurangnya respons imun ensefalitis,
angka fatalitas kasus yang terkait dengan alphavirinae ensefalitis sangat besar (10-
70%). Rubivirinae ditangani oleh sistem kekebalan tubuh orang dewasa dengan
cukup efisien. Jarang virus membentuk segala bentuk infeksi besar, menunjukkan
tingkat kematian 0,05%. Setelah terinfeksi, sistem kekebalan tubuh dengancepat
kehilangan virus dan membentuk kekebalan seumur hidup.Janin manusia,
bagaimanapun, tidak memiliki sistem kekebalan yang matang untukmemerangi
rubivirinae.

11
Gambar 4.Immune respon to rubella infection in mother and child

2.5.3 Antigenicity

Virus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan pembungkus


virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam yang baru lahir,
kambing, dan burung merpati pada suhu 4 oC dan 25 oC dan bukan pada suhu 37
oC. Baik sel darah merah maupun serum penderita yang terinfeksi virus rubella
memiliki sebuah nonspesifik b-lipoprotein inhibitor terhadap hemaglutinasi.
Aktivitas komplemen berhubungan secara primer dengan envelope, meskipun
beberapa aktivitas juga berhubungan dengan nukleoprotein core. Baik
hemaglutinasi maupun antigen complement-fixing dapat ditemukan (deteksi)
melalui pemeriksaan serologis. E. Replikasi Virus rubella mengalami replikasi di
dalam sel inang. Siklus replikasi yang umum terjadi dalam proses yang bertingkat
terdiri dari tahapan: 1. Perlekatan 2. Pengasukan (penetrasi) 3. Diawasalut
(uncoating) 4. Biosintesis, 5. Pematangan dan pelepasan.Meskipun ini merupakan
siklus yang umum, tetapi akan terjadi beberapa ragam siklus dan bergantung pada
jenis asam nukleat virus. Tahap perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau
partikel virus terikat di penerima (reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion
dalam beberapa hal, agar harus terjadi infeksi, dan pengasukan virus ke dalam sel
inang. Proses ini melibatkan beberapa mekanisme, yaitu: 1). Penggabungan
envelope virus dengan membrane sel inang (host) 2). Pengasukan langsung ke
dalam membrane 3). Interaksi dengan tempat penerima membrane sel 4. Viropexis
atau fagositosis F.

12
2.6 Manifestasi Klinis Rubella

Rubella merupakan penyakit infeksi diantaranya 20–50% kasus bersifat


asimptomatis. Gejala rubella hampir mirip dengan penyakit lain yang disertai ruam.
Gejala klinis untuk mendiagnosis infeksi virus rubella pada orang dewasa atau pada
kehamilan adalah:(3)

1. konjungtivitis. CRS yang meliputi 4


defek utama yaitu :
a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum
umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang
timbul.
b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis pulmonal.
c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.
d. Retardasi mental dan beberapa kelainan lain antara lain:
2. Infeksi bersifat akut yang ditandai oleh adanya ruam makulopapular.
3. Suhu tubuh >37,20C
4. Artralgia/artrhitis, limfadenopati, Purpura
trombositopeni ( Blueberry muffin rash )

- Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain.

Gambar 5. Manifestasi rubella congenital

13
Gambar 6. Defek dan manifestasi klinis CRS sesuai dengan umur kehamilan

2.7 Kriteria Klinis Congenital Rubella Syndrome


Risiko infeksi janin beragam berdasarkan waktu terjadinya infeksi maternal. Infeksi
terjadi pada 0–12 minggu usia kehamilan, maka terjadi 80–90% risiko infeksi janin.
Infeksi maternal yang terjadi sebelum terjadi kehamilan tidak mempengaruhi janin.
Infeksi maternal pada usia kehamilan 15–30 minggu risiko infeksi janin menurun yaitu
30% atau 10–20%.
Bayi di diagnosis mengalami CRS apabila mengalami 2 gejala pada kriteria A atau 1
kriteria A dan 1 kriteria B, sebagai berikut:
A. Katarak, glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital (paling sering adalah
PDA atau peripheral pulmonary artery stenosis), kehilangan pendengaran,
pigmentasi retina.
B. Purpura, splenomegali, jaundice, mikrosefali, retardasi mental,
meningoensefalitis dan
radiolucent bone disease (tulang tampak gelap pada hasil foto roentgen).
Beberapa kasus hanya mempunyai satu gejala dan kehilangan pendengaran
merupakan cacat paling umum yang ditemukan pada bayi dengan CRS. Definisi
kehilangan pendengaran menurut WHO adalah batas pendengaran ≥26 dB yang tidak
dapat disembuhkan dan bersifat permanen.

2.8 Klasifikasi Kasus Rubella


Berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, kasus CRS
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu(3)

14
1. Kasus kecurigaan (Suspected case)
Suspected case adalah kasus dengan beberapa gejala klinis tetapi tidak memenuhi
kriteria klinis untuk diagnosis CRS tetapi yang memiliki 1 atau
lebih banyak temuan berikut:
− Katarak,
− Glaukoma kongenital,
− Penyakit jantung kongenital (paling sering paten duktus arteriosus atau arteri
pulmonalis perifer
− Stenosis),
− Gangguan pendengaran,
− Retinopati pigmen,
− Purpura,
− Hepatosplenomegali,
− Sakit kuning,
− Mikrosefali,
− Keterlambatan pengembangan,
− Meningoencephalitis, atau
− Penyakit tulang radiolusen3
2. Kasus berpeluang (Probable case).
Pada kasus ini, hasil pemeriksaan laboratorik tidak sesuai dengan kriteria
laboratorium untuk diagnosis CRS, tetapi mempunyai 2 penyulit (komplikasi) yang
tersebut pada kriteria A atau satu penyulit pada kriteria A dan satu penyulit pada
kriteria B dan tidak ada bukti etiologi. Pada kasus berpeluang (probable case), baik satu
atau kedua kelainan yang berhubungan dengan mata (katarak dan glaukoma
kongenital), dihitung sebagai penyulit tunggal. Jika dikemudian hari
ditemukan/terkenali (identifikasi) keluhan atau tanda yang berhubungan seperti
kehilangan pendengaran, kasus ini akan digolongkan ulang.
3. Kasus hanya infeksi (Infection only-case)
Kasus hanya infeksi (Infection only-case) adalah kasus yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan laboratorik terbukti ada infeksi tetapi tidak disertai tanda dan gejala klinis
CRS.

15
4. Kasus terpastikan (Confirmed case). Dalam kasus ini dijumpai gejala klinis dan
didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorik yang positif.

2.9 Diagnosis virus Rubella

Diagnosis yang dilakukan bisa melalui pemeriksaan sampel liur (saliva sample) dan
juga memeriksa sampel darah (blood sample) yang bertujuan untuk memeriksa
keberadaan antibodi rubella.Jika setelah dilakukan pemeriksaan tersebut ditemukan antibodi
rubella, menunjukan bahwa orang tersebut pernah terinfeksi rubella,
atau sedang terinfeksi penyakit tersebut.Selain itu, adanya keberadaan akan antibodi rubella dalam
tubuh seseorang bisa saja menunjukan bahwa orang tersebut sudah melakukan vaksinisasi rubella

Untuk mendiagnosa rubella congenital maka harus ada riwayat terjadi rubella
pada ibunya, yang ditandai dengan gejala-gejala di atas.(7)
1. Pemeriksaan fisik
Untuk CRS dapat diidentifikasikan dari pemeriksaan fisik, yaitu dari kepala dapat
kita temukan adanya microcephali, pada mata biasanya ditemukan tanda kelainan di bola
mata berupa adanya katarak dan peningkatan tekanan intra okuler atau biasa disebut
glaucoma. Pada telinga terdapat kelainan pendengaran yaitu ketulian yang dapat
dideteksi setelah usia masa pertumbuhan. Kemudian pada pemeriksaan jantung dapat
ditemukan adanya kelainan berupa patent duktus arteriosus ditandai dengan adanya
murmur derajat I-IV. Namun tanda- tanda diatas tidak patoknomonik untuk diagnosis
klinis sering kali sukar dibuat untuk seorang penderita oleh karena tidak ada tanda atau
gejala yang patognomik untuk rubella.(9)
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menunjang diagnosis infeksi virus
rubella dan untuk status imunologis. Karena prosedur isolasi virus sangat lama dan
mahal serta respon antibodi inang sangat cepat dan spesifik maka pemeriksaan
serologis lebih sering dilakukan. Bahan pemeriksaan untuk menentukan adanya infeksi
virus rubella dapat diambil dari apusan (swab) tenggorok, darah, urin dan lain-lain.
Berikut tabel yang memuat jenis pemeriksaan dan spesimen yang digunakan untuk
menentukan infeksi virus rubella.

16
Gambar 7. Pedoman Diagnosis infeksi rubella pada kehamilan.(10)

Tabel 1. Jenis pemeriksaan & spesimen untuk menentukan virus rubella


No Jenis Spesimen
Jenis Pemeriksaan
Fetus/bayi Ibu
1 Isolasi Virus Sekret hidung, darah, Sekret hidung, darah,
apusan tenggorok, urin, apusan tenggorok,
cairan serebrospinal urin, cairan
serebrospinal.
2 Serologik Darah fetus melalui Darah
kordosintesis, serum,
ludah

3 RNA Cairan amnion fetus Darah


melalui amniosintesis,
vili korealis, darah, ludah

Secara garis besar, pemeriksaan laboratorik untuk menentukan infeksi virus rubella
dibagi menjadi 3 yaitu:

17
1. Isolasi virus
Virus rubella dapat diisolasi dari sekret hidung, darah, apusan tenggorok, urin,
dan cairan serebrospinalis penderita rubella. Virus juga dapat diisolasi dari faring 1
minggu sebelum dan hingga 2 minggu setelah munculnya ruam.Meskipun metode
isolasi ini merupakan diagnosis pasti untuk menentukan infeksi rubella, metode ini
jarang dilakukan

karena prosedur pemeriksaan yang rumit. Hal ini menyebabkan metode isolasi virus
bukan sebagai metode diagnostik rutin. Untuk isolasi secara primer spesimen klinis,
sering menggunakan kultur sel yaitu Vero; African green monkey kidney (AGMK)
atau dengan RK-13. Virus rubella dapat ditemui dengan adanya Cytophatic effects
(CPE).
2. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologis digunakan untuk mendiagnosis infeksi virus rubella
kongenital dan pascanatal (sering dikerjakan di anak-anak dan orang dewasa muda)
dan untuk menentukan status imunologik terhadap rubella.
Pemeriksaan terhadap wanita hamil yang pernah bersentuhan dengan penderita
rubella, memerlukan upaya diagnosis serologis secara tepat dan teliti. Jika penderita
memperlihatkan gejala klinis yang semakin memberat, maka harus segera
dikerjakan pemeriksaan imunoasai enzim (ELISA) terhadap serum penderita untuk
menetukan adanya IgM spesifik-rubella, yang dapat dipastikan dengan memeriksa
dengan cara yang sama setelah 5 hari kemudian. Penderita tanpa gejala klinis tetapi
terdiagnosis secara serologis merupakan sebuah masalah khusus. Mereka mungkin
sedang mengalami infeksi primer atau re-infeksi karena telah mendapatkan
vaksinasi dan memiliki antibodi. Pengukuran kadar IgG rubella dengan ELISA juga
dapat membantu membedakan infeksi primer dan re-infeksi.
Secara spesifik, ada 5 tujuan pemeriksaan serologis rubella, yaitu:
a. Membantu menetapkan diagnosis rubella kongenital. Dalam hal ini dilakukan
imunoasai IgM terhadap rubella
b. Membantu menetapkan diagnosis rubella akut pada penderita yang dicurigai.
Untuk itu perlu dilakukan imunoasai IgM terhadap penderita
c. Memeriksa ibu dengan anamnesis ruam “rubellaform” di masa lalu, sebelum
dan pada awal kehamilan.

18
d. Sebab ruam kulit semacam ini, dapat disebabkan oleh berbagai macam virus
yang lain
e. Memantau ibu hamil yang dicurigai terinfeksi rubella selama kehamilan sebab
seringkali ibu tersebut pada awal kehamilannya terpajan virus rubella (misalnya
di BKIA dan Puskesmas)
f. Mengetahui derajat imunitas seseorang pascavaksinasi.
Adanya antibodi IgG rubella dalam serum penderita menunjukkan bahwa
penderita tersebut pernah terinfeksi virus dan mungkin memiliki kekebalan
terhadap virus rubella. Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella
sebagai uji saring untuk

kehamilan adalah sebagai berikut:


sebelum kehamilan, bila positif ada perlindungan (proteksi) dan bila negatif
berarti tidak diberikan, kehamilan muda (trimester pertama). Kadar IgG ≥15 IU/ml,
umumnya dianggap dapat melindungi janin terhadap rubella.

Setelah vaksinasi; bila positif berarti ada perlindungan dan bila negatif berarti tidak
ada.

Tabel 2. Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella


IgM IgG Penafsiran
- - Tak ada perlindungan; perlu dipantau lebih lanjut
+ ≤15 IU/ml Infeksi akut dini (<1 minggu)
Baru mengalami infeksi
+ ≥15 IU/ml
(1–12 minggu)
- + Imun, tidak perlu pemantauan lebih lanjut

3. Pemeriksaan RNA virus


Jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengenali RNA virus
rubella
antara lain:
a. Polymerase Chain Reaction (PCR): PCR merupakan teknik yang paling
umum digunakan untuk menemukan RNA virus. Di Inggris, PCR digunakan
sebagai metode evaluasi rutin untuk menemukan virus rubella dalam
spesimen klinis.

19
b. Penemuan RNA rubella dalam cairan amnion menggunakan RT-PCR
mempunyai sensitivitas 87–100%. Amniosintesis seharusnya dilakukan
kurang dari 8 minggu setelah onset infeksi dan setelah 15 minggu konsepsi.
Uji RT-PCR menggunakan sampel air liur merupakan alternatif pengganti
serum yang sering digunakan untuk kepentingan pengawasan (surveillance).
c. Reverse Transcription-Loop-Mediated Isothermal Amplification (RT-
LAMP) RT- LAMP adalah salah satu jenis pemeriksaan untuk mengenali RNA
virus rubella. Dalam sebuah penelitian yang membandingkan sensitivitas antara
pemeriksaan RT-LAMP, RT-PCR dan isolasi virus yang dilakukan di
Jepang,ternyata didapatkan hasil 77,8% untuk RT-LAMP, 66,7% untuk RT-PCR
dan 33,3% untuk isolasi virus.Pemeriksaan RT-LAMP mirip dengan pemeriksaan
RT-PCR tetapi hasil pemeriksaan di RT-LAMP dapat diketahui dengan melihat
tingkat kekeruhan (turbidity) setelah dilakukan inkubasi di alat turbidimeter.

3.0 Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk CRS, pengobatannya hanya bersifat
suportif.
a. Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simptomatis.
Adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro dalam
menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan.
b. Upaya untuk mengobati anak yang sedang menderita CRS dengan obat ini tidak
berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penggunaannya
amat terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan hasil yang
terbatas.
c. Pada Bayi yang dilakukan tergantung kepada organ yang terkena:
-Gangguan pendengaran diatasi dengan pemakaian alat bantu dengar, terapi
wicara dan memasukkan anak ke sekolah khusus atau implantasi koklea
-Penyakit jantung bawaan diatasi dengan pembedahan
-Gangguan penglihatan sebaiknya diobati agar penglihatan anak berada pada
ketajaman yang terbaik seperti operasi
-keterbelakangan mentalnya diatasi dengan fisioterapi, terapi wicara, okupasi atau
jika sangat berat, mungkin anak perlu dimasukkan ke institusi khusus.(1)

20
3.1. Cara Mencegah Rubella Pada Kehamilan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap
serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang
sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal sebagai
vaksin MMR (Mumps, Measles,

Rubella). Vaksin Rubella diberikan pada usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat
ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun,
harus tetap diberikan umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak dapat
diberikan pada ibu yang sudah hamil.
1. Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya
memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi
TORCH lainnya.
2. Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti pernah terinfeksi atau sudah
divaksinasi terhadap Rubella,tidak mungkin terkena Rubella lagi.
3. Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan anti-Rubella IgG
positif, berarti baru terinfeksi Rubella atau baru divaksinasi terhadap Rubella.
Dokter akan menyarankan untuk menunda kehamilan sampai IgM menjadi negatif,
yaitu selama 3-6 bulan.
4. Jika anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM negatif berarti tidak mempunyai
kekebalan terhadap Rubella. Bila belum hamil, dokter akan memberikan vaksin
Rubella dan menunda kehamilan selama 3-6 bulan. Bila tidak bisa mendapat
vaksin, tidak mau menunda kehamilan atau sudah hamil, yang dapat dikerjakan
adalah mencegah terkena Rubella.
5. Bila ibu sedang hamil mengalami demam disertai bintik-bintik merah, pastikan
apakah benar Rubella dengan memeriksa IgG dan IgM Rubella setelah 1 minggu.
Bila IgM positif, berarti benar infeksi Rubella baru.
6. Bila ibu hamil mengalami Rubella, pastikan apakah janin tertular atau tidak.
7. Untuk memastikan apakah janin terinfeksi atau tidak maka dilakukan pendeteksian
virus Rubella dengan teknik PCR. Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban
(cairan amnion). Pengambilan sampel air ketuban harus dilakukan oleh dokter ahli
kandungan & kebidanan, dan baru dapat dilakukan setelah usia kehamilan lebih
dari 22 minggu.

21
8. Bagi wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan serologi untuk Rubella.
Vaksinasi sebaiknya tidak diberikan ketika si ibu sedang hamil atau kepada orang
yang mengalami gangguan sistem kekebalan akibat kanker, terapi kortikosteroid
maupun penyinaran. Jika tidak memiliki antibodi, diberikan imunisasi dan baru
boleh hamil 3 bulan kemudian.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rubella adalah penyakit sejenis campak yang berbahaya bila terkena pada ibu
hamil karena adapat menyebabkan kecacatan pada janin yang di kandungnya (congenital
rubella syndrome/CRS).
1. Agen penyakit: Virus rubella (famili togaviridae; genus rubivirus)
2. Reservoir penyakit: manusia
3. Faktor host: Resiko tinggi pada wanita hamil dapat menyebabkan congenital rubella
syndrome
4. Periode masa waktu penularan: Sekitar 1 minggu sebelum atau 4 hari setelah terjadi rash
pada kulit
5. Faktor lingkungan: Tidak ada hal yang spesifik

3.2 Saran
Rubella adalah penyakit yang berbahaya untuk itu di harapkan kepada pemerintah
agar tidak terjadi KLB rubella maka harus ada tindakan-tindakan pencegahan yang harus
di lakukan sebulum terjadinya wabah dan dapat merugikan banyak masyarakat.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI, 2016. Handryastuti,S, Sindrom Rubela Kongenital, Diakses 4 Juni 2018,


Avaible from http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/sindrom-rubela-
kongenital
2. Ezike E, Steele RW, 2013. Pediatric Rubella, diakses 4 Juni 2018. Available
from URL: http://emedicine.medscape.com/article/968523.
3. Kadek, Darmadi S, 2007. Gejala Rubela Kongenital (Kongenital) berdasarkan
Pemeriksaan Serologis dan RNA Virus. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory :13(2):63-71.
4. Sugishita Y, Akiba T, Sumitomo M, Hayata N, Hasegawa M, Tsunoda T,
Okazaki T, Murauchi K, Hayashi Y, Kai A, Seki N, Kayebeta A, Iwashita Y,
Kurita M, Tahara N, 2015. Shedding of rubella virus in congenital rubella
syndrome: study of affected infants born in Tokyo, Japan, 2013–2014. Japanese
Journal of Infectious Diseases.
5. Nguyen TV, Pham VH, Abe K, 2015. Pathogenesis of congenital rubella virus
infection in human fetuses: viral infection in the ciliary body could play an
important role in cataractogenesis. EbioMedicine, 2: 59–63.
6. McLean H, Redd S, Abernathy E, Icenogle J, Wallace G,2012. Chapter 15:
Congenital
Rubella Syndrome. In: VPD Surveillance Manual.Ed 5th
7. Lin C, Shih S, Tsai P, Liang A,2015. Is birth cohort 1985/9-1990/8 a
suspceptibility window for congenital rubella syndrome in Taiwan?. Taiwanese
journal of Obstetrics & Gynecology.
8. Tian C, Ali SA and Weitkamp JH, 2010. Congenital Infections, Part I:
Cytomegalovirus, Rubella and Herpes simplex. Neoroviews 11(8):e436-45.
9. Quintana EM, Solórzano CC, Torner N, González FR, 2015. Congenital rubella
syndrome: a matter of concern. Pan American Journal of Public Health, 37 (3):
179- 186.
10. Soegeng Soegijanto.Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di
Indonesia/Soegeng Soegiyanto-cet 1-Surabaya.Airlangga University Press 2016

24
11. Kemenkes RI,2016,Pedoman Surveilans Congenital Rubella Syndrome(CRS)
Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesi
12. Kemenkes RI,2017,Petunjuk teknis Kampanye MR(Measles-Rubella) 2017
Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
13. Dr. Rizal Fadli, 2020. Rubella dan cara pencegahannya, diakses 20 Januari
2020. Available from URL: https://www.halodoc.com Kesehatan Rubella
14. Nadiyah kamila Buku Vaksin dan janin 2018

25

Anda mungkin juga menyukai