Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN MIKOLOGI PRAKTIKUM

PEMERIKSAAN JAMUR PADA KULIT METODE TIDAK LANGSUNG

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II

CYNDRA DINATA O. ABDULLAH 85AK17037

REGITA CAHYANI SAURING 85AK17058

SAPRIN OTOLUWA 85AK17058

SITI VATRIANI KADIR 85AK17062

SRI RAHMA A. SADINGO 85AK17065

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

STIKES BINA MANDIRI GORONTALO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Mikologi dengan judul praktikum Pemeriksaan Jamur Pada

Kulit yang disusun oleh :

Kelompok : 2 (Dua)

Prodi : D-III Analis Kesehatan

Kelas : B / Angkatan 4

Pada hari ini .............. tanggal ........ bulan ........................ tahun 2019 telah

diperiksa dan disetujui oleh asisten, maka dengan ini dinyatakan diterima dan

dapat mengikuti percobaan berikutnya.

Gorontalo, ......................... 2019

Asisten

................................................
LEMBAR ASISTENSI

Laporan lengkap ini di susun sebagai salah satu syarat mengikuti praktikum
Mikologi, T.A 2019.

KELOMPOK : 2 (Dua)

PRODI : D-III ANALIS KESEHATAN

KELAS : B / ANGKATAN 4

No. Hari/Tanggal Koreksi Paraf


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karna atas berkat dan

rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Mikologi yang berjudul

“Pemeriksaan Jamur Pada Kulit Metode Tidak Langsung”.

Dan tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada semua yang telah

membimbing agar dapat menyelesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa

laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang

bersifat membangun selalu penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan

berikutnya.

Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih, dan semoga laporan ini dapat

diterima dan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Gorontalo, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Praktikum .......................................................................... 3
1.4 Manfaat Praktikum ........................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Jamur............................................................................ 4
2.2 Klasifikasi Jamur ........................................................................... 4
2.3 Morfologi Jamur ............................................................................ 8
2.4 Reproduksi Jamur .......................................................................... 9
2.5 Fisiologi Jamur ..............................................................................11
2.6 Peranan Jamur ................................................................................12
2.7 Jamur Yang Terdapat Pada Kulit ...................................................13
2.8 Isolasi Pada Jamur .........................................................................14
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan ......................................................16
3.2 Tujuan ...............................................................................................16
3.3 Alat dan Bahan ..................................................................................16
3.4 Prosedur Kerja ...................................................................................16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................18
4.2 Pembahasan ......................................................................................19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................23
5.2 Saran ..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diindonesia merupakan salah satu negara beriklim tropisyang memiliki

suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan

jamur,sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Sebagian

jamur bersifat pathogen pada manusia dan selebihnya merupakan jamur

komensal yang hidup sebagai saprofit pada manusia. Pada manusia dapat

terjadi Mikosis yang disebabkan oleh jamur golongan. Dermatofita dan

Nondermatofita yang menginfeksi daerah Superfisialis kulit. Dermatofita

adalah sekelompok jamur yang memiliki kemampuan membentuk molekul

yang berikatan dengan keratin dan menggunakan sumber nutrisi dari keratin

untuk membentuk koloni (Yunita Purba, 2016).

Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia adalah dermatofit.

Dermatofit ialah penyakit pada jarigan yang mengandung zat tanduk,

misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. Jamur jenis ini

mempunyai sifat mencerna keratin (Djenuddin, 2005). Dermatofita

merupakan golongan jamur yang mempunyai sifat dapat mencernakan keratin

misalnya stratum korneum pada kulit (epidermis), rambut, kuku dan

menyebabkan dermatofitosis. Dermatofita terbagi dalam tiga genus yaiu

Trichophyton, Mycrosporum dan Epidermophyton (Perdoski. 2001).


Jamur sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian

eratnya sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenia-jenis fungi-fungian

ini bisa hidup dan tumbuh dimana saja, baik udara, tanah, air, pakaian,

bahkan ditubuh manusia sendiri. Jamur bisa menyebabkan penyakit yang

cukup parah bagi manusia. Penyakit tersebut antara lain mikosis yang

menyerang langsung pada kulit (Perdoski. 2001).

Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada

seseorang dari segala usia. Gangguan pada kulit sering terjadi karena ada

faktor penyebabnya, antara lain yaitu iklim, lingkungan, tempat tinggal,

kebiasaan hidup kurang sehat, alergi dan lain-lain (Hayati, 2014). Salah satu

contoh penyakit kulit adalah Pityriasis versicolor dengan sebutan panu. Panu

merupakan penyakit kulit yang sering terjadi, baik pada perempuan maupun

pada laki-laki terutama higienitas dan sanitasi yang buruk atau jelek. Panu

disebabkan oleh jamur Superfisialis Malassezia furfur (Sireger, 2005).

Panu adalah salah satu penyakit kuit yang dikarenakan oleh jamur,

penyakit panu ditandai dengan bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa gatal

pada waktu berkeringat. Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat atau

merah bergantung warna kulit sipenderita. Panu sangat banyak didapati pada

usia remaja, walaupun demikian panu juga dapat ditemukan pada usia berusia

tua (Putra dkk, 2015)

Isolasi merupakan suatu teknik yang dilakukan untuk nendapatkan kultur

yang murni. Hal ini berawal dari bahan yang mengandung mikroorganisme

misalnya jamur yang masih bercampur dengan yang lainnya dilakukan

penanaman dengan menggunakan media yang spesifik untuk memacu


pertumbuhan mikroorganisme yang kita inginkan. Setelah mikroorganisme

tersebut tumbuh maka didapatkan kultur murni dari suatu jamur. Sehingga

dalam teknik isolasi ini bertujuan agar penanaman mikroorganisme

mendapatkan yang spesifik (Waluyo, 2007).

Berdasarkan uraian diatas, maka untuk mengetahui yang menyebabkan

penyakit pada kulit dilakukan pemeriksaan laboratorium pada seseorang yang

terinfeksi penyakit kulit seperti panu atau kurap menggunakan metode isolasi.

Tes ini sudah digunakan dalam mengidentifikasi jamur pada kulit secara

morfologi dan jenis jamur yang menginfeksi kulit manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu bagaimana cara mengidentifikasi jamur

pada kulit dengan menggunakan metode tidak langsung dan bagaimana hasil

pemeriksaan yang didapatkan dalam mengidentifikasi jamur pada kulit?

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui bagaimana cara

mengidentifikasi jamur pada kulit dengan menggunakan metode tidak

langsung dan untuk mengetahui bagaimana hasil pemeriksaan yang

didapatkan dalam mengidentifikasi jamur pada kulit.

1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat parktikum yaitu agar dapat mengetahui bagaimana cara

mengidentifikasi jamur pada kulit dengan menggunakan metode pemeriksaan

isolasi dan agar dapat mengetahui bagaimana hasil pemeriksaan yang

didapatkan dalam mengidentifikasi jamur pada kulit.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jamur

Fungi atau jamur (cendawan) adalah organisme heterotrofik mereka

memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda

organic mati yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprotif menghancurkan

sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-

zat kimia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah,

dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat

menguntungkan bagi manusia. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan

bilamana mereka membusukan kayu, tekstil, makanan, dan bahan-bahan lain.

Pada manusia dan hewan sebagai “primary pathogen” maupun “opportunistic

pathogen”, juga dapat menyebabkan alergi dan keracunan (Irianto, 2014).

2.2 Klasifikasi Jamur

Klasifikasi jamur terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan

tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya.

Meskipun banyak jamur membentuk spora seksual dan tubuh buah hanya

dalam keadaan lingkungan tertentu. Ciri-ciri itu mencakup morfologi spora

aseksual dan miseliumnya. Oleh karena itu, berdasarkan pada ciri-ciri

reproduksinya terdapat empat kelas jamur sejati atau berfilamen di dalam

dunia fungi yaitu sebagai berikut : (Irianto, 2014)

2.2.1 Zygomycota
Zygomycota dikenal sebagai jamur zigospora (bentuk spora

berdinding tebal). Ciri-ciri zygomycota yaitu sebagai berikut :

1. Hifa tidak bersekat dan bersifat koenositik (mempunyai beberapa

inti).

2. Dinding sel tersusun dari kitin.

3. Reproduksi aseksual dan seksual.

4. Hifa berfungsi untuk menyerap makanan, yang disebut rhizoid.

Contoh :

1. Rhizophus stolonifer, tumbuh pada roti

2. Rhizophus oryzae, jamur tempe

3. Rhizophus nigricans, menghasilkan asam fumarat

4. Mucor mucedo, saprofit pada kotoran ternak dan makanan

2.2.2 Ascomycota

Anggota-anggota kelas ini dicirikan oleh pembentukan askus yang

merupakan tempat dihasilkannya askospora. Beberapa askomiset

membentuk tubuh buah atau askokarp yang melingkungi askus bersama

askosporanya. Ciri-ciri Ascomycota yaitu sebagai berikut :

1. Hifa bersekat-sekat dan di tiap sel biasanya berinti satu.

2. Bersel satu atau bersel banyak.

3. Ada yang brsifat parasit, saprofit, dan ada yang bersimbiosis dengan

ganggang hijau dan ganggang biru membentuk lumut kerak.

4. Mempunyai alat pembentuk spora yang disebut askus, yaitu suatu sel

yang berupa gelembung atau tabung tempat terbentuknya askospora.

Askospora merupakan hasil dari reproduksi generatif.


5. Dinding sel dari zat kitin.

6. Reproduksi seksual dan aseksual.

Contoh :

1. Sacharomyces cereviceae (ragi/khamir), untuk pembuatan

roti sehingga roti dapat mengembang, dan mengubah

glukosa menjadi alkohol (pada pembuatan tape).

2. Penicillium notatum, untuk pembuatan antibiotik penisilin.

3. Aspergillus fumigatus, penyebab Penyakit paru-paru pada

aves

2.2.3 Basidiomycota

Basidiomycota dicirikan oleh adanya basidiopora yang terbentuk

diluar pada ujung atau sisi basidium. Basidiomycota yang banyak

dikenal meliputi jamur, cendawan papan pada pepohonan dan

cendawan karat serta cendawan gosong yang menghancurkan serealia.

Ciri-ciri dari Basidiomycota :

1. Hifanya bersekat, mengandung inti haploid.

2. Mempunyai tubuh buah yang bentuknya seperti payung yang terdiri

dari bagian batang dan tudung. Pada bagian bawah tudung tampak

adanya lembaran-lembaran (bilah) yang merupakan tempat

terbentuknya basidium. Tubuh buah disebut basidiokarp.

3. Ada yang brsifat parasit, saprofit, dan ada yang bersimbiosis dengan

ganggang hijau dan ganggang biru membentuk lumut kerak.

4. Reproduksi secara seksual (dengan askospora) dan aseksual

(konidia).
Contoh :

1. Volvariela volvacea (jamur merang)

2. Auricularia polytricha (jamur kuping)

3. Pleurotus sp (jamur tiram)

4. Polyporus giganteus (jamur papan)

2.2.4 Deuteromycota

Sering dikenal sebagai fungi imperfecti (jamur yang tak

sebenarnya), karena belum diketahui perkembangbiakannya secara

seksual. Ciri-ciri Deuteromycota :

1. Hifa bersekat, tubuh berukuran mikroskopis

2. Bersifat parasit pada ternak dan ada yang hidup saprofit pada

sampah

3. Reproduksi aseksual dengan konidium dan seksual belum diketahui.

4. Banyak yang bersifat merusak atau menyebabkan penyakit pada

hewan-hewan ternak, manusia, dan tanaman budidaya

Contoh :

1. Epidermophyton floocosum, menyebabkan kutu air.

2. Epidermophyton, Microsporum, penyebab penyakit kurap.

3. Melazasia fur-fur, penyebab panu.

4. Altenaria Sp. hidup pada tanaman kentang.

5. Fusarium, hidup pada tanaman tomat.

6. Trychophyton tonsurans, menimbulkan ketombe di kepala.


2.3 Morfologi Jamur

Pada umumnya, sel khamir lebih besar dari pada kebanyakan bakteri,

tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri. Khamir sangat beragam

ukurannya, berkisar antara 1 sampai 5um lebarnya dan panjangnya dari 5

sampai 30um atau lebih. Biasanya berbentuk telur, tetapi beberapa ada yang

memanjang atau berbentuk bola. Khamir tidak dilengkapi flagellum atau

organ-organ perggerak lainnya (Irianto, 2014).

Tubuh, atau talus, kapang pada dasarnya terdiri dari dua bagian :

miselium dan spora (sel resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan

kumpulan beberapa filament yang dinamakan hifa. Disepanjang hifa terdapat

sitoplasma bersama. Menurut Irianto (2014, ada tiga macam morfologi hifa

yaitu sebagai berikut :

1. Aseptat atau senosit. Hifa seperti ini tidak mempunyai dinding sekat atau

septum.

2. Septet dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang

atau sel-sel berisis nucleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori di

tengah-tengah yang memungkinkan perpindahan nucleus dan sitoplsma

dari suatu ruang keruang lain.

3. Septet dengan sel-sel multinukleat. Septum hifa terbagi menjadi sel-sel

dengan lebih dari satu nucleus dalam setiap ruang.

Muselium dapat vegetative (somatik) atau reproduktif. Beberapa hifa dari

miselium somatik menembus ke dalam medium untuk mendapat zat


makanan. Miselium reproduksi bertanggung jawab untuk pembentukan spora

dan biasanya tumbuh meluas keudara dari medium. Miselium suatu kapang

dapat merupakan jaringan yang terjalin lepas atau dapat merupakan sturuktur

padat yang terorganisasi, seperti pada jamur (Irianto, 2014).

2.4 Reproduksi Jamur

Bagian terbesar suatu kapang secara potensial mampu untuk tumbuh dan

berkembang biak. Inokulasi fragmen yang kecil sekali pada medium sudah

cukup untuk memulai individu baru. Hal ini diperoleh dengan menanampakan

inokulum pada medium segar dengan bantuan jarum stansfer, suatu cara yang

serupa dengan yang digunakan untuk bakteri (Irianto, 2014).

Secara alamiah cendawan berkembang biak dengan berbagai cara, baik

secra aksesual dengan pembelahan, pengucupan, atau pembentukan spora.

Dapat pula secara seksual dengan peleburan nucleus dari dua sel induknya.

Pada pembelahan, suatu sel mebagi diri untuk membentuk dua anak yang

serupa. Pada penguncupan, suatu sel anak tumbuh dari pada penonjolan kecil

pada sel inangnya. Spora aseksual, yang berfungsi untuk menyebarkan

spesies dibentuk dalam jumlah besar. Menurut Irianto (2014), ada banyak

macam spora aseksual, yaitu :

2.4.1 Kondispora atau konidium

Konidium yang kesil dan bersel satu disebut mikrokodium.

Konidium yang besr lagi bersel banyak dinamakan makrokonidium,

konidium dibentuk diujung atau sisi suatu hifa.

2.4.2 Sporangiospora
Spora bersel satu ini terbentuk didalam kantung yang disebut

sporangium diujung hifa khusus (sporaiosfor). Aplanispora ialah

sporangiospora nonmatil. Zoospore ialah sporangiospora yang motil,

motilitasnya disebabkan oleh adanya flagellum.

2.4.3 Didium atau arttospora

Spora ber satu terbentuk karena terpurusnya sel-sel hifa.

2.4.4 Klamisdopora

Spora bersel satu yang berdinding tepal ini sangat resisten terhadap

keadaan yang buruk, terbentuk dari sel-sel hifa sosmotik.

2.4.5 Blastospora

Tunas atau kucup pada sel-sel khamir disebut blastospora.. spora

seksual, yang dihasilkan dari peleburan dua nucleus, dan dalam jumlah

lebih sedikit dibandingkan dengan spora aseksual. Ada beberapa tipe

spora seksual, yaitu :

1. Askospora

Spora bersel satu ini terbentuk didalam pundi atau kantung yang

dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askospora didalam

setiap askus.

2. Basidiospora

Spora bersel satu ini terbentuk diatas sturuktur berbentuk ganda

yang dinamakan basidium.

3. Zigospora
Zigospora adalah spora besar berdinding tebal yang terbentuk

apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi, disebut juga

gametagia, pada beberapa cendawan melebur.

4. Oospora

Oospora ini terbentuk didalam struktur betina khusus yang

disebut ooginium. Pembuahan telur, atau oosfer, oleh garnet jantan

yang terbentuk didalam anteredium menghasilkan oospora. Dalam

setiap oogonium dapat ada suatu atau atau beberapa oosfer.

2.5 Fisiologi Jamur

Cendawan dapat lebih bertahan dalam keadaan alam sekitar yang tidak

menguntungngkan dibandingkan dengan jasad-jasad renik lainnya. Sebagai

contoh, khamir dapat tumbuh dalam suatu subrat atau medium berisiskan

kosentrasi gula yang dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri

inilah sebabnya mengapa selai, manisan, dan selai dapat dirusak oleh kapang

tetapi tidak oleh bakteri. Demikian pula, khamir dan kapang umumnya dapat

bertahan terhadap keaadaan yang lebih asam dari pada kebanyakan mikroba

yang lain (Irianto, 2014).

Khamir itu bersifat fakultatif artinya, artinya mereka dapat hidup baik

dalam keadaan aerobic maupun keadaan aneorobik. Kapang adalah

mikroorganisme aerobic sejati. Cendawan spesies dapat tubuh dalam kisaran

suhu yang luas, dengan suhu optimum bagi kebanyakan saprotif dari 22

sampai 300C. spesies patogenik optimum mempunyai suhu optimum lebih

tinggi, biasanya 30-370C (Irianto, 2014).


Cendawan mampu memanfaatkan berbagai macam bahan untuk gizinya.

Sekalipun demikian, mereka itu heterotrof. Berbeda dengan bakteri, mereka

itu tidak dapat menggunakan senyawa karbon organic, seperti misalnya

karbon dioksida (Irianto, 2014).

2.6 Peranan Jamur

Jamur sangat berperan dalam kehidupan manusia. Didalam ekosistem

jamur berperan sebagai pengurai (Decomposer). Beberpa jenis jamur dapat

dimanfaatkan di industry makanan dan minuman, disamping itu jamur ada

juga yang dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan dan manusia.

Menurut Zaraswati (2011), ada beberapa jamur yang menguntungkan dan

merugikan dalam kehidupan manusia yaitu sebagai berikut :

2.6.1 Jamur Yang Menguntungkan

1. Rhizopus Oryzae, untuk pembuatan roti.

2. Mucor Javanicus, untuk pembuatan tape.

3. Saccharomyces cereviceae, untuk pembuatan roti dan minuman

alcohol.

4. Arpegillus oryzae, untuk pembuatan roti.

5. Arpegillus wentil, untuk pembuatan kecap.

6. Penicillum notatum dan Penicillum chrysogenum, menghasilkan

antibiotik.

2.6.2 Jamur Yang Merugikan

1. Aspergillus flavus, menghasilkan racun aflatoksin.

2. Aspergillus fumigates, penyebab penyakit pada burung.

3. Exobasidium vexans, parasit pada tanaman tea.


4. Amanita phalloides, menghasilkan racun balin.

5. Epidermophyton flocosum, penyebab penyakit kaki atlet.

2.7 Jamur Yang Terdapat Pada Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang

melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan

alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kirakira 15% dari berat

tubuh dan luas kulit orang dewasa 1,5 m2. Kulit sangat kompleks, elastis dan

sensitif, serta sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga

bergantung pada lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis,

dan tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2 m. Paling tebal (6 mm) terdapat di

telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis. Kulit

merupakan organ yang vital dan esensial serta merupakan cermin kesehatan

dan kehidupan (Djuanda, 2007).

Pityriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang

disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan ditandai

dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi

ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis

versicolor biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha,

dan lipatan paha (Madani A, 2000).

Pityriasis versicolor adalah penyakit universal tapi lebih banyak

dijumpai di daerah tropis karena tingginya temperatur dan kelembaban.

Menyerang hampir semua umur terutama remaja, terbanyak pada usia 16-40
tahun. Pityriasis versicolor dapat terjadi di seluruh dunia, tetapi penyakit ini

lebih sering menyerang daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Penyakit

ini dapat terjadi pada pria dan wanita, dimana pria lebih sering terserang

dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 2 (Amelia, 2011).

Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superficial dan ditemukan

terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-

warni, bentuk tidak teratur samai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-

bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk

papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya

asimptomatik sehingga kadang penderita tidak mengetahui bahwa ia

berpenyakit tersebut. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan,

yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar

matahari atau kemungkinan pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan

pigmen, sering dikeluhkan penderita. Penyakit ini sering dilihat pada remaja,

walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi (Daili,

2015).

2.8 Isoloasi Pada Jamur

Teknik isolasi mikroorganisme adalah suatu usaha untuk menumbuhkan

mikro diluar dari lingkungan alamiahnya. Pemisahan mikroorganisme dari

lingkungannya ini bertujuan untuk memperoleh biakan mikroorganisme yang

sudah tidak bercampur lagi dengan mikroorganisme lainnya, dan ini disebut

dengan biakan murni. (Zaraswati, 2011)

Di alam, populasi mikroorganisme tidak terpisah sendiri menurut

jenisnya, tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Dalam


laboratorium, populasi mikroorganisme ini dapat di isolasi dari ekosistem

tanah, air, maupun udara. Selain itu, isolasi mikroorganisme dapat dilakukan

dari berbagai sampel bahan atau jaringan tubuh menjadi kultur murni yang

terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat, dan kemampuan

biokimiawinya (Sinta, dkk. 2016).

Mikroorganisme dapat diperoleh dari lingkungan air, tanah, udara,

substrat yang berupa bahan pangan, tanaman dan hewan. Jenis

mikroorganismenya dapat berupa bakteri, khamir, kapang dan lain-lain.

Populasi mikroba dilingkungan sangat beraaneka ragam sehingga dalam

mengisolasi diperlukan beberapa tahap penanaman sampai berhasil diperoleh

koloni tunggal (Zaraswati, 2011).

Pengambilan sampel untuk isolasi mikroorganisme perlu dilakukan

dengan teknik yang dapat meminimalisir kontaminasi dari mikroorganisme

sekitarnya. Setelah sampling, sampel yang telah diambil kemudian

disuspensikan dalam aquadest steril atau NaCl fisiologis. Tujuan teknik ini,

pada prinsipnya dari substrat ke dalam air sehingga lebih mudah

penanganannya pada tahap selanjutnya (Sinta, dkk. 2016).

Isolasi jamur pada kulit, suspensi dituangkan pada permukaan medium

PDA (Poteto Dextrose Agar). Kultur diinkubasi selama 5 hari - 1 minggu

pada suhu ruang. Koloni yang telah bersporulasi diambil menggunakan ose

steril kemudian dipindahkan ke objek glass untuk diamati secara mikroskopik

(Zaraswati, 2011).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktikum Mikologi yang berjudul “Pemeriksaan Jamur pada kulit

secara tidak langsung (isolasi) ” dilaksanakan pada hari jumat, 11 Oktober

2019 bertempat di Laboatrium Mikrobologi STIKES Bina Mandiri

Gorontalo.

3.2 Tujuan

Adapun tujuan dari dilakukan pemeriksaan ini yaitu untuk melihat bentuk

jamur yang menyerang pada kulit dengan metode secara tidak langsung.

3.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu

sampel pasien yang dicurigai menderita penyakit yang disebabkan atau

berhubungan dengan infeksi jamur (Panu), larutan KOH 20%, larutan eosin,

tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, kaca objek, cover glass, mikroskop,

cawan petri.

3.4 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada pemeriksaan jamur secara

tidak langsung (isolasi) yaitu dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan

digunakan. Tuang media kedalam cawan petri sebanyak 5 ml. Tunggu hingga

memadat. Sampel panu dimasukkan kedalam aquadest yang telah disterilkan.

Vortex agar jamur yang ada pada sampel tercampur dengan aquadest. Tuang
1 ml kedalam media PDA yang telah memadat. Inkubasi pada incubator

selama 5-7 hari dengan suhu 37°C. Lakukan pembacaan pada hari ke 7 dan

lakukan pengamatan secara mikroskopis koloni – koloni yang tumbuh pada

media.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No. Gambar Keterangan

1.
Koloni jamur

Ditemukan koloni jamur jenis

(Tampak Depan) khamir dengan warna putih

krem kekuningan, ukuran

koloni kecil.

2. Koloni jamur

(Foto Sebalik)
Spora jamur

Hifa jamur
Ditemukan jamur berhifa

3. pendek dengan spora yang

bulat dan berkelompok

(Pengamatan Secara Mikroskopis)

4.2 Pembahasan

Panu adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya

makula di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis

yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang

stratum korneum dari epidermis. Penyakit kulit panu disebabkan oleh

jamur. Biasanya diderita oleh seseorang yang sudah mulai banyak beraktifitas

dan mengeluarkan keringat. Apakah ia itu anak kecil, orang muda atau orang

tua. Panu, atau biasa disebut Pityriasis versicolor banyak disebabkan oleh

jamur Pityrosporum ovale dan merupakan penyakit kronis yang sering

berulang (Partogi, 2008).

Tinea versicolor atau yang dikenal oleh orang awam sebagai penyakit

panu. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malassezia furfur.Malassezia

furfur yang merupakan mikroflora normal berada pada fase hifa mempunyai

sifat invasif, dan patogen. Bagian tubuh yang diserang jamur ini meliputi

badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan,

tungkai atas, leher dan kulit kepala yang berambut. Infeksi ini bersifat

menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan (Budimulja, 2009).


Penyakit panu ditandai dengan bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa

gatal pada waktu berkeringat.Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat

atau merah bergantung warna kulit si penderita. Infeksi karena jamur

Malassezia furfur akan menimbulkan penyakit tinea versikolor atau panu.

Gejalanya berupa bercak-bercak putih, kadang kemerahan atau cokelat

(Budimulja, 2009).

Tinea versikolor timbul ketika fungi Malassezia furfur yang secara normal

mengkoloni kulit berubah dari bentuk yeast menjadi bentuk miselia yang

patologik, kemudian menginvasi stratum korneum kulit. Beberapa kondisi

dan faktor yang berperan pada patogenesis pitiriaris versikolor (tinea

versikolor) antara lain lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi,

produksi kelenjar keringat yang berlebih. Jamur yang ditemukan sebenarnya

normal ditemukan di kulit manusia. Namun dalam keadaan tertentu, misalnya

kulit berkeringat, jamur ini akan membuat kulit menjadi berubah warna.

Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan.

Penyakit ini termasuk penyakit menular, karena jamur bisa berpindah dari

bagian yang satu ke bagian yang lain. Terutama dari rambut ke kulit di

bawahnya (Partogi, 2008).

Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari

aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui

oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak

di permukaan kulit] secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan

dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula


hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat

oleh melanosit di lapisan basal epidermis (Indonesian Children, 2009).

Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium

dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi.Asam dikarboksilat, yang

dibentuk oleh oksidasi enzimatis asam lemak pada lemak di permukaan kulit,

menghambat tyrosinase pada melanosit epidermis dan dengan demikian

memicu hipomelanosis.Enzim ini terdapat pada organisme (Malassezia)

(Indonesian Children, 2009).

Pemeriksaan metode tidak langsung menggunakan media PDA (Potato

Dexrose Agar). Media PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah

cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa. PDA

merupakan media yang cocok digunakan untuk pertumbuhan ragi dan jamur.

Media ini mengandung kentang yang dapat mempercepat proses sporulasi dan

pigmentasi bagi jamur. Disamping itu juga mengandung antibiotik yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga diharapkan tidak terjadi

kontaminasi oleh bakteri dan hanya jamur serta ragi saja yang dapat tumbuh

di dalamnya. Isolasi atau penanaman jamur dilakukan dengan menggunakan

metode spread plate. Teknik spread plate (cawan sebar) adalah suatu teknik

di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara

menuangkan stok kultur mikroorganisme atau menghapuskannya di atas

media agar yang telah memadat (Indonesian Children, 2009)..

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil

pemeriksaan yaitu ditemukan koloni jamur jenis khamir dengan warna putih

krem kekuningan, ukuran koloni kecil sedangkan pada pemeriksaan secara


mikroskopis Ditemukan jamur berhifa pendek dengan spora yang bulat dan

berkelompok. Hal ini bila sesuai dengan hasil penelitian Tuti Alawiya (2016)

dalam penelitiannya M. furfur yang ditemukan berhifa pendek, bercabang,

terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan spora yang bulat dan

berkelompok serta hasil penelitian Yuniar Prayitno (2015) karakterisasi

makroskopik menunjukkan koloni Malassezia furfur terlihat cembung, lembut

dengan sedikit koloni yang berkerut, berwarna krem kekuningan, dan bersifat

menyebar.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam mengidentifikasi jamur menggunakan metode tidak langsung

dimana memakai media Potato Dextrose Agar (PDA) sebagai nutrisi yang

menumbuhkan jamur. Dilakukan buat suspensi sampel kerokan pada kulit

yang terinfeksi dengan mencampurkan sampel tersebut dengan larutan NaCl

fisiologis dan difortex, Setelah media padat, masukkan suspensi sampel pada

media Potato Dextrose Agar (PDA) dan inkubasi pada inkubator dengan suhu

370C selama 3-5 hari.

Berdasarkan pemeriksaan jamur yang telah dilakukan maka didapatkan

hasil pemeriksaan metode tidak langsung yaitu pada media Potato Dextrose

Agar (PDA) koloni jamurnya berbentuk seperti kapas berwarna putih,

kemudian dilakukan pengamatan pada mikroskop didapatkan morfologi

jamur sempurna dengan spora dan hifa yang tidak bersepta.

5.2 Saran
Pada pemeriksaan jamur dapat disarankan, dalam melakukan isolasi atau

penanaman jamur bisa lebih steril agar tidak terkontaminasi dengan jamur

lainnya dan pada praktikan lebih mendalam mengetahui jenis-jenis jamur.

DAFTAR PUSTAKA

ADHI, Djuanda. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta :
Balai Penerbit FKUL.
Amelia, 2011. Pengantar Epidemiologi. Jakarta. Rineka Cipta.
Budimulja U. 2009. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Mikosis. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.89-105.
Daili, dkk. 2015. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia. Jakarta : Medical
Multimedia Indonesia.
Djenuddin, G. 2005. Penyakit Kulit Oleh Kapang Dermatofit Pada Kelinci. Balai
Penelitian Veteriner ; Bogor
Dwyana, Zaraswati. 2011. Bahan Ajar Mikrobiologi Dasar. Universitas
Hasanudin : Makasar.
Hayati, Inayah. 2014. Identifikasi Jamur Malassezia furfur Pada Nelayan
Penderita Penyakit Kulit Di RT 09 Jelurahan Malabro Kota
Bengkulu. Bengkulu : Akademi Analis Kesehatan Harapan Bangsa
Bengkulu, Indonesia
Indonesian Children. 2009. Penyakit kulit Panu atau Pityriasis versicolor.
(Online). Jakarta: Koran Indonesia Sehat Yudhasmara Foundation.
Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi, Mikologi Dan Virologi. Bandung : Alfabeta.
Lestari, Lita, dkk. 2015. Uji Aktivitas Antifungal Ekstrak Kulit Buah Semangka
(Citrullus Vulgaris) Dan Manggis (Garcinia Mangostana L) Terhadap
Jamur Penyebab Ketombe. Jurnal Kesehatan Vol 2, No. 2.
Madani A, Fattah. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Partogi, Donna. 2008. Pityriasis Versikolor dan Diagnosis Bandingnya. E-
repository Universitas Sumatera Utara.
Perdoski. 2001. Dermatofitosis Superfisialis. Balai penerbit FK UI : Jakarta
Putra, M. Ferry Satrya, Nasip, Muhammad & Budiastutik, Indah. 2016. Hubungan
Antara Kebiasaan Mandi, Penggunaan Handuk Dan Mengganti
Pakaian Dengan Kejadian Penyakit Panu Pada Masyarakat Yang
Berusia 15-44 Tahun Di Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten
Mempewah. Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan. Pendidikan
Kesehatan & Ilmu Perilaku Universitas Muhammadiyah Pontianak
Saskia, Sinta, dkk. 2016. Praktikum Mikrobiologi Dasar. Makasar.
Sireger, R.S. 2005. Penyakit Jamur Kulit Jakarta : Buku Kedoteran
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press
Yunita Purba. 2016. Analisa Jamur Penyebab Infeksi Pada Kuku Kaki Pekerja
Tukang Cuci Di Kelurahan Rengas Pulau Lingkungan 23 Kecamatan
Medan Marelan. Akademi Analis Kesehatan Sari Mutiara Medan

Anda mungkin juga menyukai