Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN VIROLOGI PRAKTIKUM

PEMERIKSAAN HBsAg (Hepatitis B surface Antigen)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

FELIA A. AKASEH 85AK17044

JUWITA DJAILANI 85AK17049

REGITA CAHYANI SAURING 85AK17058

SAPRIN OTOLUWA 85AK17059

ULTRI SALEHANDRI LANIO 85AK17067

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

STIKES BINA MANDIRI GORONTALO

2019

16
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Virologi dengan judul praktikum “Pemeriksaan HBsAg”,

yang disusun oleh :

Kelompok : 4 (Empat)

Prodi : D-III Analis Kesehatan

Kelas : B / Angkatan 4

Pada hari ini .............. tanggal ........ bulan ........................ tahun 2019 telah

diperiksa dan disetujui oleh asisten, maka dengan ini dinyatakan diterima dan

dapat mengikuti percobaan berikutnya.

Gorontalo, ......................... 2019

Asisten 1 Asisten II

Agusriyanto Jusuf S.Pd., M,Pd Noveiling J. Pongoh

16
LEMBAR ASISTENSI

Laporan lengkap ini di susun sebagai salah satu syarat mengikuti praktikum
Virologi, T.A 2019/2020

KELOMPOK : 4 (Empat)

PRODI : D-III ANALIS KESEHATAN

KELAS : B / ANGKATAN 4

No. Hari/Tanggal Koreksi Paraf

16
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karna atas berkat dan

rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Imunoserologi yang

berjudul “Pemeriksaan HBsAg (Hepatitis B surface Antigen)”.

Dan tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada semua yang telah

membimbing agar dapat menyelesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa

laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang

bersifat membangun selalu kami harapkan untuk kesempurnaan laporan

berikutnya.

Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih, dan semoga laporan ini dapat

diterima dan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Gorontalo, September 2019

Penulis

16
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Praktikum .......................................................................... 2
1.4 Manfaat Praktikum ........................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Darah ................................................................................ 3
2.2 Komponen Darah ........................................................................... 3
2.3 Definisi Hepatitis ........................................................................... 4
2.4 Klasifikasi Hepatitis ....................................................................... 4
2.5 Definisi Hepatitis B ....................................................................... 7
2.6 Etiologi Hepatitis B ....................................................................... 8
2.7 Penularan Hepatitis B .................................................................... 9
2.8 Patogenesis Hepatitis B ................................................................. 9
2.9 Manifestasi Klinis Hepatitis B .................................................... 12
2.10 Diagnosis Hepatitis B .................................................................. 14
2.11 Metode Pemeriksaan Hepatitis B ................................................. 14
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan ................................................ 17
3.2 Metode ........................................................................................ 17
3.3 Prinsip ......................................................................................... 17
3.4 Pra Analitik ................................................................................. 17
3.5 Analitik ....................................................................................... 17
3.6 Pasca Analitik ............................................................................. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .......................................................................................... 19
4.2 Pembahasan ............................................................................... 19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 23
5.2 Saran ........................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi

hepatitis bias bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan

lebih asimtomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80%

anak – anak menularkan hepatitis pada anggota keluarga adalah asimtomatik,

sedangkan lebih dari tiga perempat orang dewasa yang terkena hepatitis A

adalah simtomatik. Sekitar dua miliar penduduk dunia pernah terinfeksi virus

hepatitis B dan 360 juta orang di antaranya terinfeksi kronis. Hepatitis B

berpotensi menjadi sirosis disertai gangguan fungsi hati berat dan karsinoma

hepatoselular dengan angka kematian sebanyak 250 ribu per tahun

(Wijayanti,2016)

Penyakit hepatitis pada dasarnya bias menyerang siapa saja. Hepatitis juga

tidak dibatasi oleh usia dan jenis kelamin. Meski begitu, patut diwaspadai

bahwa ikterus atau gejala kuning dapat terjadi akibat hepatitis virus. Di

negaranegara berkembang, wanita hamil cenderung lebih mudah terserang

hepatitis virus karena persoalan sanitasi dan juga nutrisi yang buruk. Hal

tersebut dapat dimengerti karena memang yang menjadi penyebab signifikan

seseorang terkena penyakit hepatitis virus ini ialah karena lingkungan yang

buruk dan juga persoalan nutrisi yang juga kurang memadai

(Wijayanti,2016).

Untuk mengetahui adanya virus Hepatitis B dalam tubuh pasien diperlukan

pemeriksaan HBsAg. HBsAg merupakan salah satu jenis antigen yang

16
terdapat pada bagian pembungkus dari virus hepatitis B yang dapat dideteksi

pada cairan tubuh yang terinfeksi. Pemeriksaan HBsAg dapat dilakukan

dengan berbagai cara, yaitu: dengan metode RIA (Radio Immuno Assay),

ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay), RPHA (Reverse Passive

Hemagglutination) dan immune-cromatografi (Wijayanti, 2016).

Rapid test merupakan metode ICT untuk mendeteksi HBsAg secara

kualitatif yang ditampilkan secara manual dan memerlukan pembacaan

dengan mata. Tes ini sudah secara luas digunakan dalam mendiagnosis dan

skrining penyakit infeksi di negara berkembang. Prinsip dasar rapid test

adalah pengikatan antigen oleh antibodi monoklonal yang spesifik. Stik uji ini

menggunakan prinsip imunokromatografi yang telah banyak digunakan dan

beredar di masyarakat (Wijayanti, 2016).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada praktikum ini, yaitu :

1. Bagaimana prinsip pemeriksaan HBsAg menggunakan rapid test?

2. Bagaimana cara penularan virus Hepatitis B?

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana prinsip pemeriksaan HBsAg menggunakan

rapid test

2. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan virus Hepatitis B

1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat pada praktikum ini, yaitu :

1. Agar dapat mengetahui bagaimana prinsip pemeriksaan HBsAg

menggunakan rapid test

16
2. Agar dapat mengetahu bagaimana cara penularan virus Hepatitis B

16
BAB II

TINJAUAN PUSTKA

2.1 Definisi Darah

Darah adalah komponen esensial mahluk hidup yang berfungsi sebagai

pembawa oksigen dari Paru-Paru kejaringan dan Karbon dioksida dari

jaringan ke Paru-Paru untuk dikeluarkan, membawa zat nutrien dari saluran

cerna ke jaringan kemudian menghantarkan sisa metabolisme melalui organ

sekresi seperti Ginjal, menghantarkan hormon dan materi-materi pembekuan

darah (Oktari & Silvia, 2016).

2.2 Komponen Darah

Menurut Oktari & Silvia, (2016) Komponen Darah terdiri atas plasma dan

sel-sel darah :

1. Plasma : ialah cairan darah ( 55 % ) sebagian besar terdiri dari air ( 95%),

7% protein, 1% nutrien . Didalam plasma terdapat sel-sel darah dan

lempingan darah, Albumin dan Gamma globulin yang berguna untuk

mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan gamma globulin juga

mengandung antibodi (imunoglobulin) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, IgE

untuk mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme. Didalam plasma

juga terdapat zat/faktor-faktor pembeku darah, komplemen, haptoglobin,

transferin, feritin, seruloplasmin, kinina, enzym, polipeptida, glukosa,

asam amino, lipida, berbagai mineral, dan metabolit, hormon dan vitamin-

vitamin.

16
2. Sel-sel darah : kurang lebih 45 % terdiri dari Eritrosit ( 44% ), sedang

sisanya 1% terdiri dari Leukosit atau sel darah putih dan Trombosit. Sel

Leukosit terdiri dari Basofil, Eosinofil, Neutrofil, Limfosit, dan Monosit.

3. Serum

Serum darah adalah plasma tanpa fibrinogen, sel dan faktor koagulasi

lainnya. Fibrinogen menempati 4% alokasi protein dalam plasma dan

merupakan faktor penting dalam proses pembekuan darah. Plasmapheresis

adalah jenis terapi medis yang menyuling plasma darah keluar dari

kumpulan partikelnya untuk diolah lebih lanjut dan memasukkan kembali

plasma darah tersebut pada akhir terapi.

2.3 Definisi Hepatitis

Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi

hepatitis bisa bersifat asimtomatik (Wijayanti, Ika. 2016).

Hepatitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, meiliki

hubungan yang sangat erat dengan gangguan fungsi hati, dapat juga

digunakan sebagai tes screening peradangan pada hati (liver), berlanjut pada

sirosis hati dan rusaknya fungsi hati. Penularan hepatitis dapat melalui kontak

darah atau mukosa penderita, berhubungan seksual, bergantian pemakaina

jarum suntuk atau makanan yang terkontaminasi virus hepatitis ( Kemenkes.

2012).

2.4 Klasifikasi Hepatitis

Menurut Wijayanti (2016), hepatitis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

yang ditularkan secara parental dan seksual dan yang ditularkan melalui Rute

Fekal – Oral.

16
2.4.1 Virus Hepatitis yang Ditularkan secara Parental dan Seksual

1. Hepatits A

Hepatitis B adalah virus yang sering dipelajari karena dapat diuji,

prevalensi dari penyakit. Morbiditas dan mortalitas berhubungan

dengan penyakit.

Infeksi hepatitis B terdapat diseluruh dunia, menyebabkan 250.000

kematian per tahun. Sejak 1982, vaksin efektif dari hepatitis B

tersedia dan adanya kampanye penurunan penyakit akan

memungkinkan penurunan dampak penyakit ini di masa depan.

2. Hepatitis C

Sampai saat ini, hepatitis Non- A, Non- B menunjukan gambaran

virus hepatitis yang bukan hepatitis A, B atau agens penyebab lain.

Banyak dari hepatitis Non- A, Non- B ditularkan melalui parenteral.

Hal ini sebelumnya tidak diketahui dan virus ini juga tidak diketahui

dan sekarang teridentifikasidan disebut hepatitis C. Kemudian, tes

antibodi untuk memeriksa pasien terhadap agens ini telah tersedia.

3. Hepatitis D

Hepatitis D adalah virus yang bergantung pada virus hepatitis B

yang lebih kompleks untuk bertahan. Hepatitis D hanya merupakan

risiko untuk mereka yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B

positif

Hepatitis D dicurigai ketika pasien sakit akut dengan gejala baru

atau berulang dan sebelumnya telah mengalami hepatitis B atau

sebagai carrier hepatitis B.

16
Tidak ada tindakan spesifik untuk hepatitis. Pencegahan untuk

virus ini dicapai sebagai keuntungan sekunder dari vaksin hepatitis

B. Perilaku preventif terhadap virus darah ini (tidak menggunakan

jarum bergantian dan menggunakan kondom pada saat berhubungan

seksual) harus ditekankan pada orang yang terinfeksi hepatitis B

yang tidak terinfeksi hepatitis D.

2.4.2 Virus hepatitis yang Ditularkan melalui Rute Fekal – Oral

1. Hepatitis A

Hepatitis A adalah virus yang hampir selalu ditularkan melalui rute

fekal – oral. Virus ini menimbulkan hepatitis akut tanpa keadaan

kronik atau menetap seperti yang ditunjukan oleh virus hepatitis

darah.

Pada anak, penyakit ini sering tidak dikenali atau tampak dengan

keluhan tidak parah. Gejala lebih terlihat pada orang dewasa dan

dapat berupa kelemahan sampai dengan demam, ikterik, mual dan

muntah. Penyakit ini baisanya berlangung 1 sampai 3 minggu.

Pasien jarang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan pada saat

gejala timbul, sangat kecil kemungkinan menular pada orang lain.

Karena dapat ditularkan dengan makanan dan air yang

terkontaminasi, hepatitis A dapat menjadi potensi epidemic di

Negara dengan penanganan yang buruk. Petugas penyiapan makanan

yang terinfeksi mempunyai potensi penularan penyakit pada orang

lain jika kebersihan diri tidak dilakukan dengan baik.

16
Tes antibodi hepatitis A yang tersedia mendeteksi IgM yang

menunjukan infeksi akut atau yang baru terjadi.atau IgG yang

menunjukan infeksi yang sudah sembuh.

2. Hepatitis E

Hepatitis E adalah infeksi virus yang menyebar melalui

kontaminasi makanan dan air melalui jalur fekal – oral. Sampai

dengan saat ini, infeksi disebut dengan hepatitis enteric Non- A Non-

B. Diagnosa dibuat dengan menyingkirkan hepatitis A, B, dan C dan

menentukan yang paling mungkin dari sumber makanan atau air

yang terkontaminasi. Sekarang tes untuk antibodi untuk hepatitis E

telah tersedia, studi epidemologi akan sangat terfasilitasi

Hepatitis E telah jarang ditemukan di Amerika Serikat, tetapi

berhubungan dengan epidemic dari air yang terkontaminasi di Asia,

Afrika, dan Republik Soviet. Di Amerika Serikat, hepatitis E harus

dipertimbangkan pada beberapa orang yang telah melakukan

perjalanan keluar negeri dan mempunyai gejala virus hepatitis tetapi

serologic negative untuk virus hepatitis lain.

2.5 Definisi Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus

Hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan

peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati

atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan

sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara

16
klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan

(Mustofa & Kurniawaty, 2013).

2.6 Etiologi Hepatitis B

Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil

berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-

42 nm. Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari

Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope lipoprotein, sedangkan

bagian dalam berupa nukleokapsid atau core (Sudoyo, dkk. 2009).

Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial

dengan 3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan

memiliki empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih

secara parsial protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti

large HBs (LHBs), medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen

S, yang merupakan target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada

asam amino 100-160. HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe

antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan

penanda epidemiologik tambahan (Asdie,dkk. 2012).

Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang

mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan

terakhir gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel

host secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus

ataupun host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya

kanker hati (Asdie, dkk. 2012).

16
Gambar 2.6.1 Struktur Virus Hepatitis B
(Sumber : Asdie, dkk. 2012)
2.7 Penularan Hepatitis B

Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus

membran mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012).

Penanda HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari

orang yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan

serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama

semen dan saliva) telah diketahui infeksius (Thedja, 2012). Jalur penularan

infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara parenteral yaitu

secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal (kontak antar

individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum

suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada semua sekret dan

cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum (Juffrie, dkk.

2010).

2.8 Patogenensis Hepatitis B

Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA

VHB terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap

dan semua antigen terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan sel

disertai dengan molekul MHC kelas I menyebabkan pengaktifan limfosit T

16
CD8+ sitotoksik. Selama fase integratif, DNA virus meyatu kedalam genom

pejamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi

virus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko

terjadinya karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian disebabkan

oleh disregulasi pertumbuhan yang diperantarai protein X VHB. Kerusakan

hepatosit terjadi akibat kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel sitotoksik

CD8+ (Kumar et al, 2012).

Gambar 2.8.1 Patogenesis Imun pada Virus Hepatitis B


(Sumber : Kumar et al, 2012)

Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 1010-1012 virion

dihasilkan setiap hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya

virion pada reseptor di permukaan sel hati. Setelah terjadi fusi membran,

partikel core kemudian ditransfer ke sitosol dan selanjutnya dilepaskan ke

dalam nucleus (genom release), selanjutnya DNA VHB yang masuk ke dalam

nukleus mula-mula berupa untai DNA yang tidak sama panjang yang

kemudian akan terjadi proses DNA repair berupa memanjangnya rantai DNA

yang pendek sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang atau

covalently closed circle DNA (cccDNA). Proses selanjutnya adalah

transkripsi cccDNA menjadi pre-genom RNA dan beberapa messenger RNA

(mRNA) yaitu mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs (Juffrie, dkk. 2010).

16
Gambar 2.8.2 Siklus Replikasi Virus Hepatitis B
(Sumber : Juffrie, dkk. 2010)

Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana proses

translasi menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X dan

pre-C, sedangkan translasi mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan

menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses selanjutnya adalah

pembuatan nukleo-kapsid di sitosol yang melibatkan proses encapsidation

yaitu penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg. Proses reverse

transcription dimulai, DNA virus dibentuk kembali dari molekul RNA.

Beberapa core yang mengandung genom matang ditransfer kembali ke

nukleus yang dapat dikonversi kembali menjadi cccDNA untuk

mempertahankan cadangan template transkripsi intranukleus. Akan tetapi,

sebagian dari protein core ini bergabung ke kompleks golgi yang membawa

protein envelope virus. Protein core memperoleh envelope lipoprotein yang

mengandung antigen surface L, M, dan S, yang selanjutnya ditransfer ke luar

sel (Juffrie, dkk. 2010).

2.9 Manifestasi Klinis Hepatitis B

Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung

ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa

16
adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis,

gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang

lebih berat (Juffrie et al, 2010).

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1. Fase Inkubasi

Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau

ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-

rata 60-90 hari.

2. Fase prodromal (pra ikterik)

Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala

ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,

mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.

Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan

menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan

aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.

3. Fase ikterus

Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan

dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi.

Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi

justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.

4. Fase konvalesen (penyembuhan)

Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi

hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan

sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus

16
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya Hepatitis B

kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari

enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis

B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi

Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus

tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti.

Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang

sangat tinggi.

2. Fase Imunoaktif (Clearance)

Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya

replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang

tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan

pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.

3. Fase Residual

Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya

sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut

akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada

kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer

HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang

menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal (Sudoyo, dkk. 2009).

2.10 Diagnosis Hepatitis B

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali

16
riwayat transmisi seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning

sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan

penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi

hepar (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB

terdiri dari pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler. Pemeriksaan

USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada biopsi

hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati (Mustofa

& Kurniawaty, 2013).

2.11 Metode Pemeriksaan Hepatitis B

Pemeriksaan immunologi sangat erat kaitannya dengan reaksi antara

antigen dan antibodi. Secara kualitatif hanya mengetahui ada tidaknya

antigen yang terdeteksi pada sampel, sedangkan secara kuantitatif untuk

mengukur kadar antigen dengan suatu indikator yang diletakkan pada

molekul indicator yang digunakan, misalnya adalah radioimmunoassay

(RIA) bila indikator yang digunakan adalah radioisotop dan enzyme linked

immunoabsorbent assay (ELISA) bila indikator yang digunakan adalah

enzim. Metode yang lebih sederhana misalnya immunopresipitasi dan

aglutinasi (Price dan Wilson. 2012).

2.11.1 Rapid Test

Rapid test merupakan uji kromatografi immunoassay dengan

menggunakan metode “direct sandwich”. Prinsip dasar rapid test

adalah pengikatan antigen oleh antibodi monoklonal yang spesifik.

Salah satu jenis rapid tes yang banyak digunakan adalah alat

16
diagnostik berupa stik uji untuk mendeteksi keberadaan antigen atau

pun antibodi dalam sampel berupa darah, plasma atau serum.

Gambar 2.11.1.1 Rapid Test


(Sumber : Price dan Wilson. 2012)
Secara umum metode Imunokromatografi untuk mendeteksi sebuah

spesimen dengan menggunakan dua antibodi. Antibodi pertama

berada dalam larutan uji atau sebagian terdapat pada membran

berpori dari alat uji. Antibodi ini dilabeli dengan lateks partikel atau

partikel koloid emas (antibodi berlabel). Keberadaan antigen akan

dikenali oleh antibodi berlabel dengan membentuk ikatan antigen-

antibodi . komplek ikatan ini kemudian akan mengalir karena adanya

kapilaritas menuju penyerap, yang terbuat dari kertas penyaring.

Selama aliran, kompleks ini akan dideteksi dan diikat oleh antibodi

kedua yang terdapat pada membran berpori, sehingga terdapat

kompleks pada daerah deteksi pada membran yang menunjukkan

hasil uji. Prinsip dasarnya adalah adanya pengikatan antara antigen

(HBsAg) dengan antibody (anti-HBs) pada daerah test line,

selanjutnya antibodi akan berikatan dengan colloidal gold-labeled

conjugate. Kompleks yang terbentuk akan bergerak pada membran

16
nitroselulosa. Tes kualitatif imunologi secara aliran lateral untuk

mendeteksi HbsAg pada serum atau plasma. Membran dilapisi

dengan anti antibodi berlabel di garis tes. Selama tes berlangsung

spesimen serum atau plasma bereaksi dengan partikel yang dilapisi

dengan anti-HBsAg antibodi monoklonal. Campuran tersebut akan

bergerak sepanjang membran secara kapilaritas menghasilkan garis

berwarna. Munculnya garis berwarna pada garis tes mengindikasikan

hasil positif dan jika tidak ada garis berwarna pada garis tes

menandakan hasil negatif. Sebagai prosedur kontrol, garis berwarna

harus selalu muncul pada garis kontrol yang menandakan volume

sampel cukup dan telah mengisi membran (Price dan Wilson. 2012).

16
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum yang berjudul “Pemeriksaan HBsAg” dilaksanakan pada

tanggal 24 September 2019 di Laboratorium Mikrobiologi Stikes Bina

Manidiri Gorontalo.

3.2 Metode

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan adalah imunokromatografi.

3.3 Prinsip

Serum diteteskan pada bantalan sampel akan bereaksi dengan partikel

yang telah dilapisi dengan anti-hbs (antibody). selanjutnya campuran ini akan

bergerak sepanjang membran strip untuk berikatan dengan antibodi spesifik

sehingga menghasilkan garis warna.

3.4 Pra Analitik

1. Persiapan pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus

2. Persiapan alat dan bahan : Centrifuge, tabung reaksi, rak tabung,

dispo, tourniquet, strip HBsAg dan serum.

3.5 Analitik

1. Lakukan pengambilan darah vena.

2. Masukan kedalam tabung reaksi. Kemudian sentrifuge dengan kecepatan

3000 rpm selama 10 menit

3. Celupkan strip HBsAg kedalam tabung reaksi yang berisi serum

4. Tunggu sampai strip menimbulkan garis warna kemudian baca hasil.

16
3.6 Pasca Analitik

Positif (+) : Terdapat 2 garis pada strip

Negatif : Hanya terdapat 1 garis pada strip

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari Pemeriksaan HBsAg Menggunakan Metode Immunokromatografi,

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Sampel Gambar Hasil Keterangan

Non-Reaktif Muncul 1 garis


Serum
(-) (line test)

Tabel 4.1.Hasil Pemeriksaan HbsAg


(Sumber : Data Primer 2019)

4.2 Pembahasan

HBsAg (hepatitis B surface antigten) merupakan suatu tahap secara

kualitatif yang menggunakan serum atau plasma. Dalam sebuah artikel oleh

(Hidayat, 2017) tertulis bahwa penggunaan serum atau plasma dimana

bertujuan untuk mendeteksi adanya HBsAg dalam serum atau plasma

membrane yang dilapisi dengan anti HBsAg antibody pada daerah garis test

selama proses pemeriksaan, sampel serum atau plasma bereksi dengan

partikel yang ditutupi dengan anti HBsAg antibodi, campuran tersebut akan

meresap sepanjang membrane kromatografi dengan anti HBsAg, anti pada

membrane dan menghasilkan suatu hasil posotif pada daerah test, jika tidak

16
menghasilkan garis yang berwarna pada daerah test menunjukan hasil yang

negatif Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B,

baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-

unit transfusi darah, serta digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis.

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pemeriksaan HBsAg

menggunakan metode strip tes, pada praktikum ini menggunakan sampel

serum dari pasien Nn. FP. Pemeriksaan HBsAg yang dilakukan berdasarkan

prinsip Immunokromatografi dimana serum/plasma yang dicelupkan dalam

serum pada bantalan sampel akan bereaksi dengan partikel yang telah dilapisi

HBS (Antibody).

Adapun perlakuan yang dilakukan untuk cara penggunaan alat strip test

yaitu yang pertama dibuka strip dari kemasan secara hati-hati, kemudian

mengeluarkan strip dari kemasan tersebut, lalu mencelupkan strip pada serum

pasien sampai tanda batas, lalu hasilnya ditunggu 1-3 menit kemudian di

baca. Dan hasil yang didapatkan pada pemeriksaan HBsAg ini yaitu pasien

negatif mengidap penyakit hepatitis B. Sama halnya dengan yang dituliskan

dalam artikel oleh (Winata, 2017) jika hasil negative maka hanya akan timbul

satu garis merah pada bagian control hal tersebut dinyatakan bahwa bantalan

sampel tidak bereaksi dengan antibody spesifik. Sedangkan jika hasil

pemeriksaan positif akan terbentuk dua garis merah pada daerah C dan T.

Dari hasil pemeriksaan dapat diketahui bahwa sampel Nn. FP yang di ambil

dan diperiksa didapatkan hasil yang negatif (-) artinya tidak mengandung

HBsAg yaitu terbentuknya satu garis merah di daerah C saja. Hasil

pemeriksaan positif jika terbentuk dua garis merah pada daerah C dan T

16
sebagaimana pada kontrol positif. Pemeriksaan HBsAg secara

imunokromatografi merupakan pemeriksaan HbsAg secara kualitatif,

pemeriksaan menggunakan metode ini dinilai cukup efektif sebagai screening

test sebelum dilakukakn program vaksinasi hepatitis B. Screening test

terhadap infeksi Hepatitis B Merupakan metode pemeriksaan yang efektif

untuk deteksi dini adanya infeksi Hepatitis B yang disebabkan oleh virs

Hepatitis B.

Dalam sebuah artikel ilmiah oleh (Budi, 2017) tertulis bahwa Pemeriksaan

HbsAg rapid test screening test merupakan salah satu pemeriksaan

laboratorium yang berdasarkan prinsip atau metode immunokromatografi.

Penggunaan metode imunokromatografi karena selain dapat menentukan

HBsAg secara kualitatif metode ini juga spesifik untuk mendeteksi HBV dan

merupakan cara pemeriksaan yang praktis, cepat dan mudah dikerjakan.

Kekurangan metode imunokromatografi ini yaitu pemeriksaan bersifat

kualitatif dan bersifat mahal. Dengan mengetahui adanya HBsAg dalam

serum, atas dasar reaksi antigen (HBsAg) dengan antibodi spesifik yang ada

dalam serum setelah diteteskan serum pada lubang alat rapid test. Pembacaan

hasil HBsAg metode imunokromatografi, jika dalam sampel mengandung

HBsAg hasl menunjukan uji positif: maka akan terbentuk dua garis merah

pada ttik daerah C dan T, jika dalam sampel tidak mengandung HBsAg hasl

menunjukan uji negatif maka akan terbentuk satu garis merah pada Control

(C. Terbentuknya garis merah merupakan reaksi anatar HBsAg dengan anti-

HBs yang sudah dilapisi dengan konjugat koloidal. Konjugat koloidal yang

semula tidak berwarna akan berwarna merah bila terjadi ikatan anatar

16
antigen-antibodi secara kapilaritas denngan serum yang mengandung HBsAg

sebagai antigen dan imunokromatografi stik yang sudah terdapat anti- HBs

sebagai antibody.

16
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pemeriksaan HBsAg dengan menggunakan rapid test dilakukan dengan

pengambilan sampel darah terlebih dahulu kemudian sampel darah

disentrifuge. Tujuan dari sentrifuge yaitu agar mendapatkan serum/plasma.

Setelah itu, diteteskan 3 tetes serum/plasma kedalam sumur specimen alat tes.

Tunggu hasil dalam 15 menit. Prinsip pemeriksaan menggunakan rapid test

yaitu imunokromatografi dengan prinsip serum atau plasma yang diteteskan

pada bantalan sampel bereaksi dengan partikel yang telah dilapisi dengan anti

HBs (antibody). Campuran ini selanjutnya akan bergerak sepanjang strip

membrane untuk berikatan dengan antibodi spesifik pada daerah test (T)

sehingga akan menghasilkan garis warna.

5.2 Saran

Saran dapat diberikan yaitu pada saat pemeriksaan diharapkan agar

praktikan memperhatikan serum yang digunakan karena serum yang lisis

dapat mempengaruhi hasil dan juga lebih memperhatikan kedaluarsanya strip

pemeriksaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Asdie 2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta:
EGC. hlm.1638-63.

Budi wijayanti, Ika. 2017. Efektivitas HBsAg – Rapid Screening Test Untuk
Deteksi Dini Hepatitis B. Prodi D-III Kebidanan, STIkes Kusuma
Husada Surakarta. Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016

Hidayat, Sarah, dkk. 2017. Proposal Program Kreativitas Mahasiswa Efektvitas


Metode Rapid Tes Hbsag Dalam Mendeteksi Penyakit Hepatitis B.
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Juffrie, dkk. 2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan


Penerbit IDAI.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

Kumar, dkk. 2012. Buku ajar patologi Robbins, edisi ke-7. Jakarta: EGC.

Mustofa. 2013. Manajemen gangguan saluran serna : Panduan bagi dokter


umum. Bandar Lampung: Aura Printing & Publishing. hlm.272-7

Oktari dan Silvia. 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode Slide
dengan Reagen Serum Golongan Darah A , B , O. Sekolah Tinggi
Analis Bakti Asih Bandung. Jurnal Teknolab, 5(2), 49–54.

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.

Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Thedja MD. 2012. Genetic diversity of hepatitis B virus in Indonesia:


Epidemiological and clinical significance. Jakarta: DIC creative.

Wijayanti, B, I. 2016. Efektivitas Hbsag – Rapid Screening Test Untuk Deteksi


Dini Hepatitis B. Prodi D-III Kebidanan: STIkes Kusuma Husada
Surakarta. Jurnal KesMaDaska

Winata, Arya. 2017. Identifikasi Hasil Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg)


Pada Perawat Yang Bekerja Di Ruang Infeksi Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Kendari

16
16

Anda mungkin juga menyukai