Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM III

PEMERIKSAAN TITER ASTO (ANTI STREPTOLISIN-O)

I. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan ada tidaknya antibody terhadap Streptococcus 𝛽 hemolyticus yang
dikenal dengan nama Anti Streptolisin O (ASTO).
II. Prinsip Pemeriksaan
Aglutinasi indirek yaitu terjadi aglutinasi antara serum penderita yang mengandung
anti streptolisin O dengan partikel lateks yang telah dilapisi dengan antigen streptolisin
O apabila kadar ASTO > 200 IU/mL.
III. Dasar Teori
Demam rematik (RF) dan penyakit jantung rematik (RHD) adalah komplikasi
non-supuratif dari kelompok streptokokus A yang menyebabkan faringitis karena
respon imun tertunda. RF & RHD menimbulkan masalah kesehatan yang serius pada
masyarakat karena merupakan penyebab utama morbiditas pada anak-anak usia
sekolah dan satu dari jenis penyakit yang paling umum dari penyakit cardio-vascular
pada remaja. RF & RHD sering terjadi. Mengingat tingkat prevalensi 4-6 per 1.000
anak per tahun, ada sekitar 1,25 juta kasus RF dan RHD di India hingga kini.
Identifikasi gejala awal demam rematik / karditis adalah sangat penting, karena dengan
terapi antibiotik antistreptococcal dan profilaksis, gejala lebih lanjut atau kerusakan
jantung residual dapat dicegah jika diagnosis dan pengobatan yang cepat (Tarek, dkk.,
2014).
Streptokokus adalah bakteri gram positif; mereka memiliki beberapa
kelompok imunologi yang diberi kode huruf A-H dan K-O. Organisme ini
menghasilkan enzim dimana kelompok C, G, dan A menghasilkan enzim yang sama
yaitu streptolysin O, toksin hemolitik oksigen labil yang menyebabkan hemolisis sel
darah merah. Ketika tubuh terinfeksi dengan salah satu kelompok di atas (C, G, atau
A), tubuh akan menghasilkan antibodi terhadap racun streptolysin O, disebut
antistreptolisin O atau ASO.Tes ASO adalah tes yang mengukur antibodi dalam serum
darah. Antibodi akan mulai naik 1-3 minggu setelah infeksi streptokokus, puncaknya
adalah dalam 3-5 minggu, dan kemudian kembali ke tingkat yang tidak signifikan
selama 6-12 bulan, sehingga tes positif dapat mengindikasikan infeksi streptokokus
grup A, C, dan G serta dapat mendukung diagnosis pasca komplikasi infeksi
streptokokus. Meningkatnya titer dari waktu ke waktu menunjukkan infeksi yang
membutuhkan lebih dari satu tes tunggal,sehingga diperlukan tes ulang 10 hari setelah
tes sebelumnya (DR. D. M. Kulkarni, 2015).
Diagnosis RF melalui pemeriksaan streptococcus dari kultur swab
tenggorokan yang positif dan penggunaan tes imunologi seperti Anti-streptolisin O
(ASO) akan memberikan manfaat dalam diagnosis infeksi streptokokus. Tes ASO
menggunakan suspensi buffered stabil dari partikel lateks polistirena yang telah
dilapisi dengan streptolysin O. Ketika reagen latex dicampur dengan serum yang
mengandung ASO, aglutinasi terjadi. Sensitivitas reagen latex telah disesuaikan untuk
menghasilkan aglutinasi ketika tingkat ASO lebih besar dari 200 IU / ml. Hasil positif
pada tes ASO menegaskan infeksi sebelumnya sehingga berguna untuk mendukung
diagnosis penyakit poststreptococcal.Seperti glomerulonephritis, poststreptococcal
merupakan pediatrik gangguan neuropsikiatri autoimun yang terkait dengan
streptokokus dan demam rematik. Tingkat ASO pada pasien dinyatakan positif jika
ASO berkisar dari 400 IU / ml untuk 3200 IU / ml ( Ella,2015 ).
Ada dua prinsip dasar penetuan ASTO, yaitu:
1. Netralisasi/penghambat hemolisis
Streptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah, akan tetapi
bila Streptolisin O tersebut di campur lebih dahulu dengan serum penderita yang
mengandung cukup anti streptolisin O sebelum di tambahkan pada sel darah merah,
maka streptolisin O tersebut akan di netralkan oleh ASO sehingga tidak dapat
menibulkan hemolisis lagi (Fadhilah, dkk., 2010).
Pada tes ini serum penderita di encerkan secara serial dan di tambahkan
sejumlah streptolisin O yang tetap (Streptolisin O di awetkan dengan sodium
thioglycolate). Kemudian di tambahkan suspensi sel darah merah 5%. Hemolisis
akan terjadi pada pengenceran serum di mana kadar/titer dari ASO tidak cukup
untuk menghambat hemolisis tidak terjadi pada pengencaran serum yang
mengandung titer ASO yang tinggi (Fadhilah, dkk., 2010).
2. Aglutinasi pasif
Streptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar dapat menyebabkan
aglutinasi dengan ASO. Maka Streptolisin O perlu disalutkan pada partikel-partikel
tertentu. Partikel yangsering dipakai yaitu partikel lateks.Sejumlah tertentu
Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di tambahkan pada serum
penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O – anti Strepolisin O (SO – ASO)
(Pusponegoro, 2004)..
Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200 IU/ml, maka sisa
ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan menyebabkan aglutinasi dari
streptolisin O yang disalurkan pada partikel – partikel latex . Bila kadar ASO dalam
serum penderita kurang dari 200 IU / ml , maka tidak ada sisa ASO bebas yang
dapat menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel – partikel latex.
Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik, sedangkan tes
aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes aglutinasi latex hanya dapat
mendeteksi ASO dengan titer di atas 200 IU/ml (Pusponegoro, 2004).
IV. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Lempeng kaca/slide
2. Kartu reaksi
3. Mikropipet 50 𝜇𝐿
4. Tip Kuning
5. Batang Pengaduk
6. Rotator
B. Bahan
1. Serum
2. Plasma
3. Latex yang telah dilekati dengan streptolisin O
4. Kontrol Positif
5. Kontrol Negatif
V. Prosedur Kerja
1. Slide diletakkan pada bidang horizontal dan rata.
2. Botol reagen berisi latex digoyang pada rotator dengan kecepatan 80 rpm
selama 15 menit agar latex homogen.
7. Latex diambil sebanyak 50 𝜇𝐿, kemudian dimasukkan ke dalam slide.
8. Serum diambil sebanyak 50 𝜇𝐿 dan diteteskan disamping latex yang telah
diletakkan pada slide.
9. Serum dan latex dicampurkan dengan batang pengaduk secara perlahan
sampai homogen.
10. Slide digoyangkan pada rotator dengan kecepatan 100 rpm selama 15 menit.
11. Hasil dibaca dengan melihat ada tidaknya aglutinasi.
VI. Data Hasil Pengamatan
a. Identitas Sampel
- Jenis Sampel : serum
- Nama : x
- Jenis kelamin : x
- Umur : x
b. Hasil Pemeriksaan Sampel : Negatif
Tidak terdapat aglutinasi berwarna putih halus pada slide test
c. Gambar hasil pemeriksaan
VII. Pembahasan
Tes antibodi streptokokus digunakan untuk diagnosis infeksi yg disebabkan
oleh kelompok streptokokus A dan sangat berguna untuk diagnosis demam rematik
akut dan pasca infeksi streptokokus seperti glomerulonefritis. Pengujian yang paling
sering dilakukan adalah menentukan anti streptomisin O (ASO) titer dan anti-DNase
B (ADB) titer. Tes ASO titer direkomendasikan untuk menentukan titer dalam fase
akut dan kemudian ditentukan lagi dalam fase penyembuhan 2-4 minggu kemudian,
dengan hasil positif didefinisikan sebagai kenaikan titer dari dua kali lipat atau lebih.
Peningkatan ASO hampir spesifik membuktikan infeksi streptokokus. Tes ASO
mencapai puncaknya 3 sampai 6 minggu setelah infeksi, sedangkan anti DNase
mencapai puncaknya 6 sampai 8 minggu. Dalam kenyataannya tidak selalu
memungkinkan untuk mendapatkan kedua sampel untuk penentuan titer. Oleh karena
itu, secara umum diterima bahwa jika hanya menggunakan spesimen tunggal, dimana
titer yang lebih besar dari batas normal pada pengujian awal dapat dianggap bukti
dugaan dari infeksi streptokokus. Semakin tinggi titer semakin tinggi kemungkinan
pasien mengalami demam rematik (Dr Lalit Une,dkk. 2013)
Pada praktikum ini, dilakukan tes asto terhadap sampel yang diperoleh dari RS
Sanglah Denpasar. Tes asto dilakukan dimulai dari uji kualitatif dan kemudian
dilanjutkan dengan uji kuantitatif, namun karena beberapa hal pada praktikum ini
hanya dilakukan uji kualitatif. Pertama-tama disiapkan sampel yang akan diuji. Sampel
yang digunakan untuk tes asto ini haruslah berupa serum. Sebelum dilakukan
pemeriksaan, suspensi antigen atau reagen yang diambil dari lemari pendingin harus
dihomogenkan terlebih dahulu dan dibiarkan dalam suhu ruang 28-30°C (Mascia,
2015).
Hal pertama yang dilakukan praktikan untuk tes ASTO ini yaitu meneteskan
reagen ASTO latex ke 3 slide pemeriksaan berwarna hitam. Dalam penetesannya
dilakukan dengan hati-hati dan tidak menyentuhkan reagen yang keluar ke permukaan
slide secara langsung,melainkan membiarkannya jatuh langsung ke permukaan
sehingga volume yang dikeluarkan dari botol reagen sesuai dan konstan. Kemudian
diteteskan kontrol positif (+) dan negatif (-) serta sampel serum masing-masing
sebanyak 50 µL. Penetesannya dilakukan disamping reagen ASTO latex tadi sehingga
antara reagen,kontrol dan serum tidak tercampur langsung,sebab jika saat penetesan
reagen dan control atau serum tercampur langsung maka dapat menyebabkan reagen
langsung bereaksi dengan control atau serum tersebut sehingga waktu dalam
penghomogenannya tidak sesuai dan dapat menyebabkan hasil positif palsu.Setelah
itu,dihomogenkan campuran tadi dengan tusuk gigi bersih hingga membentuk
lingkaran berdiameter 3 cm selama 5 detik.Lalu digoyangkan slide secara konstan
selama 2 menit dan diamati hasilnya dengan cara membandingkan hasil yang dibentuk
oleh serum dengan kontrol ( positif dan negatif ). Pada praktikum,didapatkan hasil
negatif yang ditandai dengan tidak terbentuknya aglutinasi ( penggumpalan ) berupa
pasir-pasir halus yang sesuai dengan hasil pada kontrol positif (Abdulbaset,
Abusetta,dkk. 2014).
Titer ASO yang lebih dari 200 IU / ml dengan metode uji lateks dianggap
sebagai titik screening. Peningkatan titer ASO mendukung tetapi tidak membuktikan
diagnosis demam rematik. Titer tinggi palsu ASO dapat dilihat pada kondisi yang
berhubungan dengan hyperlipedemias seperti hati, obstruksi empedu, nephrosis dan
myeloma karena monoclonal immunoglobulins. Selain itu, titer streptokokus
bervariasi sesuai dengan sejumlah faktor, termasuk usia dan status sosial ekonomi
populasi (Chiarot ,Emiliano,dkk.2013).
Titer ASTO perlu disesuaikan dengan pola epidemiologi yang ada. Dalam
negara maju, dimana kejadian impetigo yang disebabkan oleh Streptokokus Grup A
jarang terjadi, titer pada orang sehat menunjukkan angka yang rendah pada anak usia
dini, naik ke puncak pada anak usia 5 sampai 15 tahun, penurunan pada akhir remaja
dan dewasa awal. Sebaliknya, pada populasi dengan tingkat impetigo tinggi, titer anti-
streptokokus sering sangat tinggi, terutama pada anak-anak. Dikarenakan ASTO
berlangsung selama 4 sampai 6 bulan, ada kemungkinan bahwa orang yang sehat di
daerah endemik mungkin memiliki titer tinggi terus-menerus karena paparan berulang.
Dengan demikian perlu untuk mengumpulkan data dalam populasi masing-masing
untuk interpretasi yang lebih tepat. (Alexandre B. Merlini,dkk. 2014).
Apabila ditemukan kadar ASTO yang tinggi, hal ini dapat dikarenakan ketika
terjadi infeksi streptococcus secara berulang kali, tidak dilakukan pengobatan, infeksi
berulang biasanya menghasilkan titer berkelanjutan atau terus meningkat. Selain itu
kadar ASTO yang tinggi dapat pula disebabkan oleh populasi yang berbeda di lokasi
geografis yang berbeda terdapat perbedaan yang signifikan dalam titer antibodi
sehingga hal ini dapat dikaitkan dengan kondisi iklim masing- masing. Kadar ASTO
tinggi dapat terlihat pada karditis rematik akut yang dikarenakan selang waktu antara
infeksi streptococcus dan terjadinya karditis yang memungkinkan ASTO untuk
mencapai tingkat puncaknya. Di sisi lain, pada pasien dengan chorea ketika gerakan
choreic, antibodi ASTO menurun karena periode latency lebih panjang antara infeksi
streptococcus dan manifestasi klinis. Kadar ASTO yang tinggi tidak cukup untuk
mendiagnosa terjadinya demam rematik akut sehingga harus dipertimbangkan ketika
mendiagnosis gejala rematik berulang (Kotby, Alyaa Amal, dkk, 2012).
Berdasarkan keadaan ini, jika didapat hasil yang positif pada suatu tes asto,
seseorang tidak dapat begitu saja dikatakan sedang mengalami demam rematik. Maka
tes asto ini hanya digunakan sebagai tes penunjang, tidak dapat digunakan sebagai
suatu dasar diagnosis.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pemeriksaan kadar ASTO, dengan sampel yang diperoleh dari
RS Sanglah Denpasar diperoleh hasil negative (-) pada pemeriksaan dengan metode
aglutinasi. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa sampel tidak terdeteksi
memiliki kadar ASTO yang tinggi didalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulbaset M.E. Abusetta,dkk. 2014. Detection of Anti-streptolysin O

antibodies among Rheumatic fever patients in Tripoli. [online] tersedia


:http://www.sciencepub.net/newyork/ny0702/010_23156ny070214_73_76.p
df (Diakses: 22 Maret 2016 ; 21:47)

Alexandre B. Merlini,dkk. 2014. Prevalence of Group A Beta-Hemolytic

Streptococcus Oropharyngeal Colonization in Children and Therapeutic


Regimen Based on Antistreptolysin Levels: Data from a City From Southern
Brazil [online] tersedia :http://benthamopen.com/contents/pdf/TORJ/TORJ-8-
13.pdf. Diakses pada 17 Desember 2019.

Chiarot ,Emiliano,dkk.2013. Targeted Amino Acid Substitutions Impair Streptolysin O

Toxicity and Group AStreptococcus Virulence.[online].tersedia


:http://mbio.asm.org/content/4/1/e00387-12.short. Diakses pada 17 Desember
2019

Dr Lalit Une,dkk. 2013. Epidemiology of streptococcal infection with reference

to Rheumatic fever. [online] tersedia:


http://www.ijmrr.in/~AuthorUpload/24PA.pdf. Diakses pada 18 Desember
2019.

Ella,dkk.2015. Anti -Streptolysin O Titre In Comparism To Positive Blood Culture In

Determining The Prevalence Of Group A Streptococcus Infection In Selected


Patients In Zaria, Nigeria.[online].tersedia : http://www.eajournals.org/wp-
content/uploads/Anti-Streptolysin-O-Titre-in-Comparism-to-Positive-Blood-
Culture-in-Determining-the-Prevalence-of-Group-a-Streptococcus-infection-
in-Selected-Patients-in-Zaria-Nigeria.pdf Diakses pada 16 Desember 2019.

Fadhilah Mindarti, Sutji Pratiwi Rahardjo, Linda Kodrat, A. Baso Sulaima. 2010.

Hubungan antara Kadar Anti Streptolisin-O dan Gejala Klinis pada Penderita
Tonsilitis Kronis. Jurnal Kedokteran Yarsi 18 (2) : 121-128 (2010)
Hammad ,Tarek ,dkk.2014. Antistreptolysin O Titer [ online ].tersedia :
http://emedicine.medscape.com/article/2113540-overview#a4 Diakses pada
17 Desember 2019.

Kotby, Alyaa Amal, dkk. 2012. Antistreptolysin O Titer In Health And Disease: Levels

And Significance. [online]. tersedia:


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3357621/. Diakses pada 18
Desember 2019.

Kulkarni,DR. D. M.,dkk.2015. Aso Titre In Acute Rheumatic Fever/Rheumatic Heart

Disease In Pediatric Age Group (online). Tersedia di :


www.ijpbs.net/cms/php/upload/4360_pdf.pdf Diakses pada 16 Desember
2019.

Mascia Brunelli S.p.A. 2015. Qualitative determination of Anti-streptolysin or (ASO).

[online] tersedia : http://www.biolifeitaliana.it/public/cartellina-allegati-


schede-certificazioni/schede-tecniche-inglese/TS-UA80315.pdf Diakses pada
18 Desember 2019.

Pusponegoro, HD. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Badan
Penerbit IDAI; Jakarta; hal 149-153
LAMPIRAN

Gambar 1.
Hasil Pemeriksaan ASTO setelah dihomogenkan pada rotator
Nomor 1 adalah Sampel, nomor 2 adalah Kontrol Negatif dan Nomor 3 adalah Kontrol Positif

Gambar 2. Data Laporan Sementara.

Anda mungkin juga menyukai