Anda di halaman 1dari 13

PEMERIKSAAN TUBERCULOSIS IgG/IgM

METODE RAPID TES

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan tuberculosis IgG/IgM metode
Rapid Test
2. Untuk mendeteksi adanya antigen tuberculosis terhadap antibody IgG/IgM
pada sampel serum pasien

II. PRINSIP
Rapid Test TB Cassette menggunakan prinsip Immunokromatografi yang
mendeteksi antibody TB dalam serum/plasma manusia. Tes ini menggunakan
konjugat gold colloidal particle yang bergerak menuju area tes yang telah
dilapisi beberapa antigen TB rekombinasi 38 kDa, 16 kDa, dan 6 kD begitu
sampel diteteskan kedalam sumur sampel. Bila sampel pasien yang diperiksa
berwarna merah muda atau ungu diarea garis tes (T). Sisa dari kompleks yang
tidak terikat dengan antibodi TB tersebut akan terus bergerak kearah area
kontrol (C) sehingga terbentuk garis warna merah muda atau ungu di area
kontrol.

III. DASAR TEORI


a) Definisi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar
bakteri TB menyerang paru-paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.

b) Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah sejenis bakteri berbentuk
batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranula atau tidak mempunyai
selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipid
(terutama asam mikolat) berukuran kira - kira 0,5 – 4 um x 0,3 - 0,6 um.
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam alkohol, sehingga sering disebut basil tahan
asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman atau aerob.
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70 - 95%
selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1 – 2 jam di udara terutama di
tempat lembab dan gelap (bisa berbulan - bulan), namun tidak tahan terhadap
sinar matahari langsung.

c) Patogenesis
Tuberkulosis primer terjadi pada individu yang terpapar pertama kali
dengan bakteri tuberkulosis, sedangkan tuberkulosis paru kronik (reaktivasi
atau pasca primer) adalah hasil reaktivasi infeksi tuberkulosis pada suatu fokus
dormant yang terjadi beberapa tahun lalu.
Organ tubuh yang paling banyak diserang tuberkulosis adalah paru.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya kenaikan limfosit alveolar, netrofil
pada sel bronko alveolar pada pasien tuberkulosis paru. Patogenesis
tuberkulosis dimulai dari masuknya bakteri sampai timbulnya berbagai gejala
klinis yang digambarkan sebagai berikut :
Infeksi biasanya terjadi melalui debu atau titik cairan (droplet) yang
mengandung bakteri tuberkulosis. Bakteri yang berhasil masuk melalui inhalasi
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan selanjutnya akan terjadi
peradangan pada jaringan terinfeksi. Saluran limfe akan membawa
Mycobacterium tuberculosis ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, selanjutnya
bakteri akan menetap dan berkembang biak dalam paru, kelenjar limfe atau
organ lain. Perkembangan penyakit ditentukan oleh jumlah bakteri yang masuk
dan daya tahan serta hipersensitivitas hospes.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan
sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk
sebuah ruang di dalam paru - paru. Ruangan ini nantinya akan menjadi sumber
produksi sputum (dahak). Masa inkubasinya selama 3 – 6 bulan.

d) Tuberkulosis Paru Serta Respon Imun


Bakteri Mycobacterium Tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran napas, bakteri tuberkulosis yang masuk kedalam tubuh akan
difagositosis oleh netrofil dan makrofag. Bakteri tidak mati di dalam netrofil
karena netrofil tidak mampu menghancurkan selubung lipid dinding bakteri,
bahkan tumbuh baik di dalamnya. Bakteri tersebut akan segera keluar lagi dan
masuk lebih dalam kemudian di fagosit oleh makrofag alveolar, selanjutnya
makrofag akan melakukan 3 fungsi penting, yaitu:
1. Menghasilkan enzim yang mempunyai efek bakterisidal
2. Menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap
Mycobacterium tuberculosis berupa IL-1, IL-6, TNF-a (Tumor Necrosis
Factor Alfa), dan TGF-(3 (Transforming Growth Factor Beta)
3. Memproses dan mempresentasikan antigen mikobakterial pada limfosit
Bakteri tuberkulosis di dalam makrofag mengalami endositosis dan
selanjutnya masuk kedalam sitoplasma membentuk kantong (fagosom).
Fagosom akan mengadakan fusi dengan lisosom membentuk fagolisosom yang
mengandung enzim-enzim proteinase dan hidrolase sehingga dapat
menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri-bakteri tuberkulosis.
Bakteri tuberkulosis mempunyai kemampuan menghalangi fusi tersebut
sehingga tidak terbentuk fagolisosom dan bakteri tetap dapat bertahan hidup
dalam makrofag.
Bila makrofag tidak mampu membunuh bakteri, maka bakteri-bakteri
tuberkulosis tersebut akan tumbuh dalam makrofag dan berakhir dengan
kematian makrofag. Selanjutnya bakteri-bakteri tuberkulosis tersebut akan
keluar dari makrofag dan difagositosis oleh makrofag-makrofag yang lain.
Perjalanan imunologis dimulai ketika makrofag bertemu dengan bakteri
tuberkulosis, memprosesnya lalu menyajikan antigen kepada limfosit. Dalam
keadaan normal, makrofag yang telah memfagosit bakteri tuberkulosis akan
melepaskan interleukin-1 (IL-1) yang akan merangsang limfosit T. Limfosit T
akan melepaskan interleukin-2 (IL-2) yang selanjutnya merangsang makrofag
agar lebih aktif dalam membunuh bakteri dan limfosit T lain untuk
memperbanyak diri, matang dan memberi respon lebih baik terhadap antigen.
Sel limfosit T adalah mediator utama pertahanan imun melawan
Mycobacterium tuberculosis. Secara imunofenotipik sel limfosit T terdiri dari
limfosit T helper, disebut juga clusters of differentiation 4 (CD4) karena
mempunyai molekul CD4+ pada permukaannya. Sel T helper (CD4)
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper 1 (Th1) dan sel helper 2
(Th2). Sel limfosit T tidak dapat dibedakan secara morfologrk tetapi dapat
dibedakan dari perbedaan sitokin yang diproduksinya atau dengan
flowcytometry yang menggunakan antibodi monoklonal berlabel fluoresen
dapat juga untuk membedakan limfosit T dan B. Sel Th1 membuat dan
membebaskan sitokin tipe 1 meliputi IL-2, IL-12, IFN-y dan tumor nekrosis
factor alfa (TNF-α). Sitokin yang dibebaskan oleh Th1 adalah aktivator yang
efektif untuk membangkitkan respon imun seluler. Sel Th2 membuat dan
membebaskan sitokin tipe 2 antara lain IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Sitokin tipe
2 menghambat proliferasi sel Th1, sebaliknya sitokin tipe 1 menghambat
produksi dan pembebasan sitokin tipe 2.
Berdasarkan fungsinya sel T CD4+, sel Th1 menghasilkan IFN-y, IL-2 dan
lainnya yang berfungsi meningkatkan aktivitas mikrobisidal makrofag serta
menimbulkan hipersensitifitas tipe lambat. Sedangkan sel Th2 menghasilkan
IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10 yang berfungsi merangsang deferensiasi dan
pertumbuhan sel limfosit B.
Sel Th2 yang memproduksi sitokin akan mengaktifkan sel limfosit B untuk
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan mengeluarkan
antibodi yang spesifik terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sitokin
yang dihasilkan makrofag mempunyai potensi untuk menekan efek
imunoregulator dan menyebabkan manifestasi klinis terhadap tuberkulosis.
lnterleukin-1 (IL-1) selain dapat merangsang sel limfosit T juga merupakan
penyebab demam sebagai karakteristik tuberkulosis. lnterleukin-6 (IL-6) akan
meningkatkan produksi immunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi. TGF-
berfungsi sama dengan IFN-y untuk membunuh bakteri serta diperlukan untuk
pembentukan granuloma dalam mengatasi infeksi mikobakteria. Selain itu
TNF-α juga dapat menyebabkan efek seperti demam dan nekrosis jaringan
yang merupakan ciri khas tuberkulosis.
Fungsi dari granuloma yaitu memblokade atau memagari infeksi untuk
mencegah penyebaran bakteri tuberkulosis ke bagian lain dari paru atau organ
lain dan untuk memfokuskan respon imun langsung pada tempat infeksi
Antibodi atau Immunoglobulin merupakan substansi pertama yang
diidentifikasi sebagai molekul dalam serum yang mampu menetralkan
sejumlah mikroorganisme penyebab infeksi. Molekul disintesis oleh sel B
dalam 2 bentuk yang berbeda, yaitu sebagai reseptor permukaan (untuk
mengikat antigen), dan sebagai antibodi yang disekresikan ke dalam cairan
ektraseluler.
Immunoglobulin terdiri atas molekul-molekul protein yang walaupun satu
dengan lain memiliki banyak persamaan dalam hal struktur dan sifat biologik,
berbeda dalam susunan asam amino yang membentuk molekul, sesuai kelas
dan fungsinya. Antibodi yang dibentuk sebagai reaksi terhadap salah satu jenis
antigen mempunyai susunan asam amino yang berbeda dengan antibodi yang
dibentuk terhadap antigen lain, dan masing-masing hanya dapat berikatan
dengan antigen yang relevan. Sifat inilah yang disebut spesifisitas antibodi.
Immunoglobulin merupakan molekul glikoprotein yang terdiri atas komponen
polipeptida sebanyak 82 - 96 % dan selebihnya karbohidrat. Fungsi utama
dalam respon imun adalah mengikat dan menghancurkan antigen. Opsonisasi
antigen oleh immunoglobulin sehingga meningkatkan fagositosis,
memudahkan Antigen Precenting Cell (makrofag) memproses dan menyajikan
antigen ke sel limfosit T.
Hingga sekarang Ig dikenal dalam 5 kelas utama dalam serum manusia,
yaitu IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE. Klasifikasi ini didasarkan atas perbedaan
dalam struktur kimia yang mengakibatkan perbedaan dalam sifat biologik
maupun sifat fisika immunoglobulin. Di laboratorium, kelas immunoglobulin
ini ditentukan berdasarkan sifat migrasi masing-masing pada elektroforesis dan
sifat-sifat serologik.
Antibodi yang pertama kali diproduksi oleh tubuh yaitu IgM yang
selanjutnya diikuti oleh IgG dan IgA. orang dengan kasus telah mendapat
vaksin akan mengalami pembentukan IgM lebih cepat dan diikuti dengan
kenaikan IgG dan IgA lebih cepat pula.
Berdasarkan struktur molekulnya, antibodi digolongkan pada golongan
protein globuler; yaitu protein berbentuk bulat atau elips dengan rantai
polipeptida yang berlipat. Umumnya, protein globular larut dalam air, asam,
basa, atau etanol.
Protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia,
sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan pada struktur
molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi adalah: panas, pH, dan adanya bahan kimia seperti
alkohol atau sabun. Proses denaturasi dapat berlangsung secara reversibel,
tetapi ada pula yang irreversibel, tergantung pada penyebabnya. Protein yang
mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas biologinya dan berkurang
kelarutannya.

IV. ALAT DAN BAHAN


a) Alat
1. Tes cassette TB
2. Pipet penetes
3. Timer
b) Bahan
1. Serum
V. PROSEDUR KERJA
1. Praktikan mencuci tangan dan menggunakan APD lengkap
2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
3. Dikeluarkan kaset uji dari kantong foil yang disegel dan gunakan sesegera
mungkin. Hasil terbaik akan diperoleh jika pengujian dilakukan dalam satu
jam.
4. Dipegang pipet penetes secara vertikal, dipipet sampel serum
5. Diteteskan 2-3 tetes serum ke kaset dan kemudian nyalakan timer.
6. Ditunggu sampai garis berwarna muncul.
7. Hasilnya harus dibaca dalam 15 menit. Tidak boleh menginterpretasikan
hasilnya setelah 15 menit

VI. INTERPRETASI HASIL


1. Positif : Tampak 2 garis warna merah di area test (T) dan area kontrol (C).
2. Grey Zona : Tampak 1 garis halus di garis test (T) dan 1 garis merah tepat di garis
kontrol (C).
3. Negatif : Hanya tampak 1 garis warna merah di area kontrol (C).
4. Invalid : Tidak tampak garis di area kontrol (C).

VII. HASIL
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Identitas probandus :
Nama : I Wayan Ika Giri Swastika
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Hasil : Negatif
No Pemeriksaan dan Hasil Gambar
1 TB IgM, IgG
Hasil : Negatif (-)
Hanya tampak 1 garis warna
merah di area kontrol (C).

VIII. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum pemeriksaan pemeriksaan tuberculosis IgG/IgM
yang telah dilakukan, didapatkan hasil negatif. Pemeriksaan tuberculosis
IgG/IgM merupakan pemeriksaan yang digunakan dalam mendiagnosa
ataupun memantau Tuberculosis. Pada pratikum ini dilakukan pemeriksaan
tuberculosis IgG/IgM menggunakan metode tes Imunokromatografi. Prinsip
dari pemeriksaan ini, yaitu mendeteksi antibody TB dalam serum/plasma
manusia. Tes ini menngunakan konjugat gold colloidal particle yang bergerak
menuju area tes yang telah dilapisi beberapa antigen TB rekombinasi 38 kDa,
16 kDa, dan 6 kD.
Adapun tahapan dari pemeriksaan tuberculosis IgG/IgM yaitu
dikeluarkan kaset uji dari kantong foil yang disegel dan gunakan sesegera
mungkin. Hasil terbaik akan diperoleh jika pengujian dilakukan dalam satu
jam.Dipegang pipet penetes secara vertikal, dipipet sampel serum. Diteteskan
2-3 tetes serum ke kaset dan kemudian nyalakan timer. Ditunggu sampai garis
berwarna muncul. Hasilnya harus dibaca dalam 15 menit. Tidak boleh
menginterpretasikan hasilnya setelah 15 menit.
Berdasarkan pemeriksaan tuberculosis IgG/IgM yang dilakukan pada
sampel serum probandus I Wayan Ika Giri Swastika diperoleh hasil negatif (-).
Karena hanya tampak 1 garis warna merah di area kontrol (C). Hal ini
mengindindikasikan bahwa tubuh tidak memberikan respon imun sebagai
wujud perlawanan tubuh terhadap serangan bakteri sehingga ketika tubuh
terinfeksi oleh M. tuberculosis secara spontan sitokin diproduksi untuk
mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibodi, sehingga pada pemeriksaan
serologis kuman tersebut tidak dapat terdeteksi dan menunjukkan hasil negatif
pada rapid tes TB.
Berdasarkan literatur dimana M. tuberculosis menyebar dari organ ke
organ melalui rute aerosol, dimana paru merupakan tempat infeksi pertama.
Bakteri yang berasal dari percikan batuk penderita TB menyebar dan terhirup
oleh orang sehat kemudian masuk ke paru-paru dan mengalami diingesti oleh
makrofag, Namun bakteri M. tuberculosis dapat lolos dari fagolisosom untuk
kemudian bermultiiplikasi dalam sitoplasma. Selanjutnya terjadi pelepasan
sitokin membentuk antibodi sebagai respon tubuh terhadap benda asing yang
masuk, jika makrofag teraktivasi maka M. tuberculosis berhenti tumbuh dan
akan terjadi supresi imun lebih lanjut yang menyebabkan reaktivasi penyakit.
Bakteri yang tidak mengalami reaktivasi akan terus membentuk granula dalam
proses perkijuan menyebabkan terjadi respon imun yang hebat yang
menyebabkan destruksi jaringan setempat dan efek sistemik yang diperantarai
oleh sitokin (demam dan penurunan berat badan). Bakteri yang mengalami
leukefaksi ada yang menyebar kealiran darah dan ada yang dilepaskan kedalam
bronkus membentuk tuberkel. Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh
rendah menyebabkan bakteri berkembangbiak dengan baik sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini akan membentuk sebuah ruang
didalam paru-paru yang menjadi sumber produksi sputum (dahak) dan
menyebabkan penderita batuk. Ketika tuberkel pecah maka sputum yang
mengandung antigen M. tuberculosis akan terdeteksi dengan pewarnaan Ziehl
Neelsen.
Pemeriksaan serologis dengan rapid tes TB merupakan pemeriksaan
dengan menggunakan prinsip Immunokromatografi yang mendeteksi adanya
antibodi didalam serum/plasma pasien. Pasien yang telah mendapat vaksin
Bacillus Calmette-Guerin (BCG) memungkinkan memberikan hasil positif
pada pemeriksaan serologis rapid tes TB atau dapat dikatakan memberikan
hasil positif palsu, dimana pada saat pemberian vaksin BCG tubuh pasien akan
mengakifkan sel limfosit T-CD4 helper (Th2). Sel Th2 yang telah aktif ini,
akan memproduksi sitokin yaitu IL4, IL5, IL10 yang dapat mengaktifkan sel
limfosit B dalam bentuk rangkaian reaksi biokimia dengan cepat melibatkan
enzim tyrosin kinase dan mengakibatkan reproduksi/ multiplikasi bentuk
serupa serta memperbanyak diri menjadi plasma yang akan mengeluarkan
antibodi dan membentuk sel memori. Antibodi yang pertama diproduksi yaitu
IgM yang selanjutnya diikuti oleh IgG dan IgA. Antibodi ini akan
menmberikan signal pada makrofag atau sel fagosit untuk menghancurkan
bakteri tersebut dan mengakhiri infeksi.
Jika kadar immunoglobulin yang dihasilkan oleh sel plasma telah
mencukupi kebutuhan sehingga infeksi dapat diatasi, akan dikeluarkan signal
untuk sel T suppressor yang akan memproduksi sitokin yang dapat menekan
sel plasma sehingga produksi immunoglobulin dapat dikurangi atau tidak
terjadi produksi immunoglobulin yang berlebihan. Bila pasien tersebut terpapar
kembali oleh kuman Mycobaterium tuberculosis pathogen yang sama, maka
dengan adanya sel memori, akan terjadi respon imun sekunder, dengan
pembentukan antibodi kelas IgG yang terjadi lebih cepat (segera setelah IgM
terbentuk) dan dalam kadar yang jauh lebih tinggi daripada IgM pada respon
imun primer. IgG inilah yang akan berikatan dengan antigen yang ada pada
bantalan konjugat dalam alat rapid tes TB.
Dari hasil praktikum yang dilakukan terhadap pemeriksaan serologis
metode rapid tes TB, diperoleh hasil sesuai dengan yaitu memberikan hasil
negatif atau tidak terdapat antibodi terhadap bakteri M. Tuberculosis pada
sampel probandus.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
diperoleh hasil pemeriksaan TB pada sampel serum probandus yaitu Negatif
ditandai dengan tidak terdapat garis warna pada daerah Tes (T) hanya pada
daerah Control (C).
DAFTAR PUSTAKA

Annisah,S. 2010. Analisis Hasil Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA)


Dengan Pewarnaan Ziehl Neelsen Dan Pemeriksaan Serologis
Metode Rapid Tes TB. Pada Penderita Suspek Tuberkulosis Paru.
(online). Diakses tanggal 27 Mei 2019, jam 21.00 WITA).

Pamella.2016. Pemeriksaan Tuberculosis metode Imunokromatografi. (online)


. https://www.scribd.com/doc/296137711/Pemeriksaan-
Tuberculosis-Metode-Imunokromatografi . Diakses tanggal 27 Mei
2019, jam 21 WITA.)

Pratiwi,C. 2017. Laporan Praktikum Imunologi Percobaan III “Pemeriksaan


TB”. (online) .
(https://www.scribd.com/document/353883182/LAPORAN-
PRAKTIKUMTBC-docx. Diakses tanggal 27 Mei 2019, jam 21
WITA.)

Rujito,L. 2009. Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Imunokromatografi


Tuberkulosis Dibandingkan dengan Kultur Lowenstein-Jensen.
(online).
https://www.academia.edu/27719315/Sensitivitas_dan_Spesifisitas_
Pemeriksaan_Imunokromatografi_Tuberkulosis_Dibandingkan_den
gan_Kultur_Lowenstein-Jensen. Diakses tanggal 27 Mei 2019, jam
21.00 WITA).

Praktikan Dosen Pengampu

(I Gusti Ayu Dwari Rusita Dewi ) (Anggraeni Suarsana, S.ST)

Anda mungkin juga menyukai