A. Awal infeksi
Transmisi M.tuberkulosis dilakukan melalui droplet udara yang kemudian
dihirup oleh orang sehat. Sebagian besar bakteri terbuang oleh silia dari epitel
respiratorius,
namun
terdapat
beberapa
kuman
yang
masuk
ke
dalam
alveolus.1 Infeksi TB terjadi bila jumlah bakteri mencapai 5 basil.2 Kuman yang
masuk ini kemudian difagositosis oleh makrofag yang belum teraktivasi secara
spesifik. Fagositosis ini terjadi melalui interaksi dengan molekul permukaan
makrofag, seperti reseptor komplemen, reseptor mannosa, reseptor igGFc, dan
reseptor type A scavenger. Setelah fagositosis terjadi dan terbentuk fagosom, dinding
bakteri menghasilkan LAM (glikolipid lipoarabinomannan) yang menghambat ion
Ca2+ intrasel. Hal ini membuat fungsi fusi fagosom-lisosom yang dipicu oleh
Ca2+/calmodulin terhambat dan bakteri dapat bertahan di dalam fagosom tersebut.
Jika bakteri dapat menghentikan maturasi fagosom, bakteri tersebut dapat memulai
replikasi dan melepaskan hasil replikasinya dengan membuat makrofag ruptur.1
Makrofag dapat memfagositosis bakteri secara efektif bila jumlah bakteri
yang masuk ke alveolus sedikit. Namun, ketika jumlah bakteri menjadi banyak, hal
ini menyebabkan makrofag yang memfagositosis bakteri tersebut tidak optimal.
Fungsi yang tidak optimal ini menyebabkan bakteri tersebut dapat bereplikasi dan
menyebabkan infeksi TB lokal. Namun, ketika sistem pertahanan tubuh mulai bekerja
dan mengatasi infeksi tersebut, terjadi pembentukan fokus parenkim yang
terkalsifikasi, yang disebut lesi Ghon. Jika terdapat juga kalsifikasi pada nodus limfa
di hilus, kedua lesi tersebut dinamakan kompleks Ranke.2
B. Respons tubuh
Prinsip utama respons imun terhadap bakteri ini melibatkan dua sel, yaitu
makrofag dan sel limfosit T. Bakteri yang difagositosis makrofag kemudian
hipersensitivitas
ini
dapat
menyebabkan
kerusakan jaringan paru, akibat pembesaran lesi. Pada reaksi ini, terjadi invasi bakteri
ke dinding bronkial dan pembuluh darah dan menyebabkan kerusakan. Hal ini
menimbulkan kavitas di mana terjadi multiplikasi bakteri. Nekrosis perkejuan yang
semakin banyak kemudian dikeluarkan melalui bronkus. Melalui hal tersebut, kavitas
yang mengandung banyak bakteri dikeluarkan melalui jalan napas dengan manuever
ekspirasi, seperti batuk dan berbicara.1Hipersensitivitas ini kemudian digunakan
sebagai pengukuran ada tidaknya infeksi M.tuberkulosis pada individu pada tes
tuberkulin.2
Pada awal infeksi bakteri, makrofag yang berisi antigen bakteri bermigrasi
menuju nodus limfa regional. Namun, melalui jalur ini, bakteri juga dapat
bertransmisi ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.1Berdasarkan
penelitian, tempat paling sering bakteri yang menyebar secara hematogen untuk
berkumpul yaitu organ yang memiliki tekanan O2 paling tinggi untuk pertumbuhan
bakteri. Bagian apeks paru merupakan bagian yang paling sering terkena infeksi
karena PO2nya tinggi.2
Pada anak-anak yang memiliki imunitas yang rendah, penyebaran secara
hematogen menyebabkan TB miliar yang fatal atau TB meningitis. 1 Hal ini dapat
diakibatkan granuloma yang kurang sehingga sistem pertahanan tubuh kurang
optimal dalam mencegah penyebaran TB.2
D. Pembentukan granuloma
Limfokin dan sitokin dapat membentuk granuloma yang kemudian
menghancurkan dinding sel bakteri, menekan pertumbuhan, atau membunuh bakteri,
dan membatasi pergerakan dan penyebaran infeksi ke seluruh tubuh. 2 Granuloma ini
terdiri atas makrofag yang banyak sehingga dapat menimbulkan tuberkel. Tuberkel
ini terdiri atas kelim limfosit, sel epiteloid, sel datia Langhans, dan nekrosis
perkejuan. Sel limfosit T tersebut diaktivasi oleh makrofag yang teraktivasi antigen
untuk mensekresikan sitokin, seperti IFN-. Makrofag yang berkumpul di sekitar lesi
berperan untuk menjaga lesi supaya tidak menyebar lebih jauh. Nekrosis perkejuan
berada di tengah lesi, dan terjadi akibat dari respons kerusakan jaringan. Respons ini
menghambat pertumbuhan M.tuberkulosis, namun juga membuat adanya fibrosis dan
kalsifikasi pada parekim paru dan nodus limfa di hilus.1
E. Peran makrofag dan monosit
Imunitas humoral berperan dalam proteksi namun tidak sebanyak peran CMI.
Makrofag alveolar mensekresikan sitokin-sitokin yang berperan dalam menimbulkan
pembentukan granuloma, demam, atau penurunan berat badan. Selain itu, sitokin ini
dapat menarik monosit dan makrofag ke tempat lesi. Peran utama dari makrofag dan
monosit
ini
yaitu
melepaskan
nitrit
oksida
yang
memiliki
efek
antimikobakteri.1Senyawa ini diaktivasi oleh dua sitokin, yaitu IFN- yang dihasilkan
sel T CD4+ dan TNF- yang dihasilkan makrofag yang memfagositosis bakteri.
Makrofag juga menghasilkan senyawa oksigen reaktif, yaitu hidrogen peroksida dan
radikal hidroksil.2,5,6 Selain itu, terjadi pelepasan sitokin, seperti TNF- dan IL-1 yang
kemudian meregulasi nitrogen reaktif. Makrofag juga dapat memicu apoptosis yang
berfungsi untuk mencegah pelepasan bakteri yang bermultiplikasi.1 Makrofag yang
distimulasi IFN- kemudian menghasilkan TNF yang menarik monosit yang akan
menjadi sel epiteloid.3,6
F. Peran sel limfosit T
Sel limfosit T yang teraktivasi melalui antigen bakteri menyebabkan
proliferasi sel tersebut.1Sel T CD4+ mensekresikan limfokin, seperti IL-2 (berperan
dalam menstimulasi pertumbuhan sel T) dan IFN- (mediator aktivasi makrofag dan
penting dalam efek bakterisidal dari makrofag).2,5,6 Aktivasi sel T CD4+ kemudian
berkembang menjadi sel Th1 atau Th2.1,6 Adanya diferensiasi sel Th1 bergantung
pada IL-12 yang diproduksi oleh APC yang memiliki komponen bakteri. Sel Th1
matur ini kemudian mensekresikan IL-2 dan IFN-. Senyawa IFN- ini menstimulasi
pembentukan fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan menstimulasi ekspresi
iNOS (inducible nitric oxide synthase) yang kemudian menghasilkan NO. Namun,
respons
terhadap
Th1
ini
juga
menghasilkan
nekrosis
perkijuan
dan
Sumber: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease. Ed ke-8. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.
J. Vaksin BCG
Bayi baru lahir dan anak-anak, terutama pada negara yang memiliki
prevalensi tuberkulosis yang tinggi1
individu dengan penyakit defisiensi imun, seperti HIV dan defisiensi reseptor
IFN-
luka bakar
adenitis regional
osteomyelitis
limfadenopati regional
limfadenitis supuratif
hepatomegali, splenomegali4
Daftar Pustaka
1Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed ke-17. Philadelphia: McGraw-Hill;
2008.
2Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA. Murray & Nadels Textbook of
Respiratory Medicine. Ed ke-4. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2005.
3Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. Ed ke-8. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.
4Sanofi Pasteur. BCG Vaccine (Freeze-Dried) [internet]. 2011 [diunduh 27 Agustus
2015].Diunduh dari https://www.vaccineshoppecanada.com/secure/pdfs/ca/BCG_V
accine_E.pdf.
5Riadi A. Tuberkulosis dan HIV-AIDS. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI, RS Persahabatan, Jakarta
2012; 8: 24-29
6Borgdorff M, et al. Immune Responses in TB. The International Journal of
Tuberculosis and Lung Disease,. The Official Journal of the International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease. 2014; 18 (11): S100-S105.
Tugas
IMUNOPATOLOGI TUBERKULOSIS
Oleh :
Pritami
G99141112
Penguji :
dr. Jatu Aphridasari Sp. P(K)
BAGIAN PULMONOLOGI
DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015