TESIS
Diajukan Oleh
JIHAN SAMIRA
1
DAFTAR ISI
2
3.1 Kerangka Teori.................................................................................................................... 40
3.2 Kerangka Konsep ............................................................................................................... 41
BAB IV ......................................................................................................................................... 42
METODE PENELITIAN .............................................................................................................. 42
4.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................................. 42
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 42
4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................................... 42
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................................... 42
4.5 Variabel Penelitian ........................................................................................................ 44
4.6 Definisi Operasional...................................................................................................... 44
4.7 Alat dan Bahan .............................................................................................................. 45
4.8 Alur Penelitian .............................................................................................................. 46
4.9 Etika Penelitian ............................................................................................................. 46
4.10 Pengolah Data .................................................................. Error! Bookmark not defined.
4.11 Analisis Data ............................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 47
3
LEMBAR PENGESAHAN
4
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
5
PRAKATA
6
DAFTAR TABEL
7
DAFTAR GAMBAR
8
DAFTAR SINGKATAN
TEM : Temoneira
9
BAB I
PENDAHULUAN
meningkat di berbagai belahan dunia.2-4 Infeksi ini memberikan dampak yang signifikan
bagi pasien rawat inap dikarenakan pilihan terapi infeksi untuk bakteri penghasil ESBL
sangat terbatas dan menyebabkan angka mortalitas yang lebih tinggi.3, 5-7
ESBL
merupakan enzim yang dapat menghidrolisis antibiotik beta laktam yang mengandung
grup oxyimino seperti sefalosporin generasi ketiga dan aztreonam. Enzim ini dapat
dihambat oleh beta laktamase inhibitor seperti asam klavulanat, sulbaktam, dan
tazobaktam. ESBL berasal dari beta laktamase yang termutasi. Enzim ini sering
ditemukan pada Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli dan basil Gram negatif
lainnya.8 Esherichia coli merupakan patogen opportunistik yang selain menduduki posisi
tertinggi penyebab insidensi infeksi saluran kemih9, serta tertinggi sebagai bakteri
Januari 1998 sampai Juni 2002 didapati 6,1% dari 6.101 isolat Klebsiella pneumonia
resisten terhadap sefalosporin generasi ke-tiga.14 Untuk wilayah Asia, isolat Klebsiella
pneumonia penghasil ESBL di China untuk pertama kali dilaporkan pada tahun 1988 dan
isolat Eschericia coli di Korea, Jepang, Malaysia, dan Singapura, serta mencapai 12%-
10
terutama di RSUP Dr. Kariadi Semarang, selama kurun waktu 2004-2005 didapatkan
proporsi bakteri penghasil ESBL sebesar 50,6% berdasarkan tes skrining awal.12 Hasil
cukup tinggi yakni 29% pada E. coli dan 36% pada K. pneumonia. Penelitian di Medan,
tahun 2012 oleh Mayasari melaporkan dari 282 sampel urin dengan kultur positif, diperoleh
kejadian ESBL E.coli 18,7%. Dari data di bagian Mikrobiologi RS H Adam Malik Medan,
dijumpai kejadian infeksi ESBL yang cukup tinggi. Pada tahun 2012 kejadian ESBL 16,9%
(12% ESBL K. pneumoniae dan 4,9% ESBL E.coli) meningkat menjadi 19,51% (12,24%
Faktor risiko terjadinya kolonisasi kuman ESBL pada manusia ialah lama
dilakukan oleh Center or Disease Control and Prevention (CDC) terdiri dari
empat bagian, yaitu deteksi dan pemetaan pola resistensi antibiotik, respon terhadap
infeksi dan penyebaran bakteri resisten serta penemuan antibiotik baru dan tes diagnostik
dalam mendeteksi ESBL. Dalam jurnal “Unacceptably High Error Rates in Vitek 2
Escherichia coli” dikatakan bahwa vitek 2 memiliki tingkat erorr rate yang tinggi untuk
11
cefepime, sehingga perlu berhati-hati bagi para klinisi dalam memberikan terapi
paling dapat diandalkan untuk identifikasi dan konfirmasi ESBL20 dan metode ini
memiliki peran yang signifikan dalam laboratorium mikrobiologi klinis serta penting
substrat yang dihidrolisis oleh antibiotik dengan mengetahui jenis gen penyandi
ESBL, seperti Temoneira (TEM), sulfhydryl variable (SHV) dan Cefotaxim Munich
(CTX-M) sehingga dapat diketahui antibiotik yang sesuai untuk digunakan sebagai
terapi empiris pada daerah tersebut. Gen pembawa ESBL seperti blaTEM-1, blaTEM-2,atau
blaSHV-1 didapat dari mutasi yang mengubah konfigurasi asam amino di sekitar daerah
mencapai 300 varian ESBL berbeda yang diketahui.8 ESBL yang bukan turunan TEM
memiliki struktur yang mirip, 68 % asam amino yang ada di blaSHV-1 juga terdapat di
terakhir, genotipe blaCTX-M banyak ditemukan pada Escherichia coli dan Klebsiella
pneumonia yang terisolasi secara klinis di seluruh dunia.21 Di Indonesia sendiri, sebuah
studi melaporkan bahwa blaCTX-M-15 merupakan gen beta laktamase dengan prevalensi
terapi menggunakan antibiotik beta laktam spectrum luas. Sebagian galur produsen
ESBL akan tampak over resistance terhadap expanded-spectrum -lactam antibiotic tetapi
27
sebagian lagi secara fenotip "tidak resisten" sesuai kriteria NCCLS. Penelitian ini
12
bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara vitek 2 dan hybridspot 24 dalam
penghasil ESBL serta karateristik gen penghasil ESBL pada pasien rawat inap di RSUP dr
Kariadi Semarang?
13
ESBL serta karateristik gen penghasil ESBL pada pasien rawat inap di RSUP dr
Kariadi Semarang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pemilihan terapi antibiotik bagi
para klinisi pada pasien dengan infeksi ESBL, dan diharapkan dapat menurunkan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya
Yulianto Ade Identifikasi gen CTX- Observasional sebesar 90% (27/30) isolat
Prasetya, 2014 M pada E.coli deskriptif E.coli penghasil ESBLs positif
penghasil ESBL di dengan mengandung gen CTX-M
RSUD Dr.Soetomo pendekatan dengan prevalensi tertinggi
14
Surabaya molekuler ditemukan di Ruang Interna
sebanyak 11 isolat dan
dilanjutkan di Ruang IRJ, ruang
Anakdan Ruang Bedah, Ruang
Jiwa, Ruang Kulit, dan Ruang
Saraf .
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini mengetahui
ESBL yang diambil dari rectal swab??? pasien yang dirawat di RSUP dr Kariadi
Semarang.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beta-laktamase
sefalosporin merupakan obat infeksi anti bakteri lini pertama karena potensinya yang
tinggi, spektrum anti-bakteri yang luas, dan efek samping yang minimal. Antibiotik ini
banyak digunakan dalam pengobatan berbagai infeksi, seperti paru, saluran kemih, dan
infeksi pada aliran darah. Namun, penggunaan antibiotik secara luas telah meningkatkan
unsur yang sama dalam struktur molekulnya yaitu 4 cincin atom dan disebut sebagai beta
lactam. Untuk mengatasi kerja dari antibiotik beta laktam, bakteri menghasilkan enzim,
yang disebut dengan enzim beta laktamase yang bekerja merusak cincin beta laktam dari
penisilin melalui proses hidrolisis (gambar 1). Sehingga bakteri tetap dapat membentuk
baru yang dikembangkan untuk melawan resistensi ini. Turunan dari antibiotik ini
16
Penggunaan antibiotik sefalosporin spektrum luas semakin banyak digunakan dalam dua
dekade terakhir. Penggunaan obat ini secara luas dan tidak tepat mengakibatkan
munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik, dengan menghasilkan enzim
extended spectrum beta lactamase (ESBL). ESBL adalah enzim yang dapat
substrat beta laktam oxyimino, tetapi tidak dapat menyerang sefamisin (sefoksitin,
klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. Enzim-enzim ESBL ini ditemukan secara khusus
pada bakteri gram negatif, terutama Klebsiella pneumonia, Klebsiella oxytoca, dan
spp.31
Kelompok dari enzim-enzim ESBL ini bersifat heterogenus. Enzim tipe SHV dan
TEM muncul dari pergantian asam amino yang memungkinkan enzim dengan spektrum
yang lebih sempit untuk menyerang beta laktam oxyimino baru. Kelompok lainnya, dari
luas, yang didapat dari plasmid, yang ditentukan oleh gen-gen kromosom. Famili enzim
ESBL yang lain yang telah cukup lama dikenal adalah OXA beta laktamase, agak jarang
ditemukan dan dimediasi oleh plasmid. OXA beta laktamase dapat menghidrolisis
oksasilin dan berhubungan dengan penisilin anti stafilokokus. Enzim beta laktamase
yang lain, seperti PER, VEB, dan GES telah dilaporkan tetapi sangat jarang dan terutama
ditemukan pada P. aeruginosa dan hanya didapati pada daerah geografis tertentu. Enzim
17
ESBL lainnya, yang juga cukup jarang, dan ditemukan di Enterobacteriaceae antara lain
Saat ini sudah ditemukan lebih dari 700 jenis beta laktamase sehingga perlu
dibuat suatu klasifikasi agar mempermudah identifikasi enzim ini. Terdapat banyak cara
yang digunakan untuk mengklasifikasikan beta laktamase, namun yang sering digunakan
asam amino), bukan karakteristik fenotipnya. Serine beta laktamase adalah dasar
klasifikasi beta laktamase kelas A, C, dan D, sebaliknya enzim kelas B adalah Metallo-
berdasarkan kesamaan fungsi (substrat dan profil inhibitor). Ada empat grup utama dan
beberapa subgrup dalam sistem ini. Klasifikasi ini lebih relevan untuk praktisi medis atau
Berikut merupakan tabel klasifikasi oleh Ambler yang dibagi menjadi empat kelas.
18
C Carbapenemases KPC
AmpC cephamycinases AmpC
(chromosomal encode)
AmpC cephamycinases CMY, DHA
(Plasmid encode)
D Broad spectrum beta OXA-1, OXA-9
laktamase OXA-2, OXA-10
ESBL-OXA-type OXA-48, OXA-23
Carbapenemases
Metallo beta B Metallo beta laktamase VIM, IMP
laktamase
metalloenzim yang membutuhkan satu atau dua ion zink untuk aktivitasnya.
19
Penisilinase (TEM-30, SHV-10), yang resisten terhadap asam klavulanat,
sefalosporin namun tidak aztreonam. Golongan ini dapat dihambat oleh asam
klavulanat.
klavulanat bervariasi.
Karbapenemase dengan ion zink pada daerah aktifnya. Golongan ini juga dikenal
aktivitas hidrolisisnya tidak berkembang pada aztreonam. Gen blaMBL berlokasi pada
Sefalosporinase dengan serine di daerah aktifnya. Golongan ini dikode oleh gen yang
ada pada kromosom bakteri, namun pengkodean oleh plasmid mulai banyak
ditemukan. Golongan ini secara kromosom dikode pada Enterobacter spp dan
20
Citrobacter spp namun pada Klebsiella spp, Salmonella spp dan Proteus spp lebih
dan seftriakson dan infeksi khususnya disebabkan oleh E.aerogenes dan E.cloacae.
Enzim AmpC sangat buruk dalam menghidrolisis sefepim dan dihambat oleh
menghidrolisis okasilin pada kecepatan minimal 50% dari benzyl penisilin. Sehingga
enzim ini disebut beta laktamase tipe OXA. Pertama dilaporkan di Turki pada tahun
1991, enzim ini juga resisten terhadap penisilin dan sefalosporin. OXA-type ESBL
terdapat pengecualian pada OXA-2 dan OXA-32 yang dihambat tazobaktam namun
tidak sulbaktam dan asam klavulanat, dan OXA-53 dihambat oleh asam klavulanat.
Klasifikasi molekuler oleh Ambler ini lebih luas diterima dibandingkan dengan
klasifikasi fenotipik Bush karena lebih sederhana dan memiliki hubungan filogenetik
diantara enzimnya.
inhibitor). Skema klasifikasi ini lebih relevan untuk dokter atau ahli mikrobiologi dalam
21
diagnostik laboratorium karena mempertimbangkan beta-laktamase inhibitor dan substrat
Smc1-3
3 Metalloenzymes A - S.maltophilia
sefalosporinase, dapat dihambat oleh asam klavulanat, analogis dengan kelas molekul A
dan D menunjukkan gen TEM dan SHV. Selain itu, banyak kelas A TEM beta-laktamase
22
betalaktamase TEM dan SHV, kelas molekul ini dibagi menjadi dua subkelas yaitu 2a
Subkelompok 2be, dengan huruf "e" untuk spektrum aktivitas yang diperluas, mewakili
sefpodoksim juga aztreonam. Enzim 2br, dengan huruf "r" mnunjukkan penurunan ikatan
terhadap asam klavulanat dan sulbaktam, ini juga disebut sebagai enzim TEM-derivatif
substitusi asam amino ada pada posisi met69. Subkelompok 2c dipisahkan dari
kelompok 2 karena enzim ini menonaktifkan karbenisilin lebih dari benzyl penicillin,
lebih besar dari benzyl penicillin, serta beberapa aktivitas melawan karbenisilin dan
enzim-enzim ini tidak banyak dihambat oleh asam klavulanat, beberapa dari mereka
adalah ESBL istilah yang tepat adalah "Oksasillinase". Enzim ini berkapasitas untuk
sefalosporinase yang juga dapat menghidrolisis monobaktam, dan mereka dihambat oleh
molekul B, yang merupakan satu-satunya enzim yang bekerja dengan zinc ion logam.
maka carbapenems dihambat oleh kedua kelompok 2f (mekanisme berbasis serin) dan
23
kelompok 3 (mekanisme berbasis seng). Kelompok 4 adalah penisilinase yang tidak
mampu dihambat dengan asam klavulanat, dan mereka tidak memiliki kelas molekuler
yang sesuai.34
Ketika ESBL pertama kali ditemukan pada tahun 1980-an, para peneliti
menemukan enzim mutasi TEM dan SHV, yang menghasilkan resistensi terhadap
antibiotik golongan β-laktam.35 Mutasi dalam gen menghasilkan aktivitas katalitik yang
tinggi untuk beta-laktam karena afinitasnya yang tinggi untuk senyawa jenis TEM dan
SHV yang telah diakui di seluruh dunia dengan lebih dari 100 mutasi yang dilaporkan
seluruh dunia, pada 150 juta penderita infeksi saluran kemih per tahun dan sekitar 35%
dari mereka juga menderita infeksi nosokomial. Prevalensi bakteri yang memproduksi
1. Amerika Serikat
TEM-type dan enzim tipe TEM dan SHV, dengan angka resistensi tipe CTX-M
2. Eropa.
Eropa. Isolat pertama ditemukan di Jerman dan Inggris; Namun, wabah besar
pertama terlihat di Perancis pada tahun 1986, di mana lebih dari 50 pasien di unit
rumah sakit.
24
3. Timur Tengah (negara-negara Arab)
bagian dunia yang lain. Sebuah survei pada E.coli penghasil ESBL di Mesir yang
dilakukan pada tahun 1999 hingga 2000, menunjukkan bahwa 38% dari E. coli
dinyatakan positif ESBL. Dalam studi lain di Iran, yang dilakukan pada tahun
2007 dan 2008, 45% dari K.pneumoniae diisolasi dari infeksi saluran kemih
59,2% dari K. pneumoniae dari isolat klinis dari infeksi saluran pernafasan yang
diuji menunjukkan hasil positif penghasil ESBL. Pada 2007 dalam sebuah
di berbagai kota. Di Arab Saudi, sekitar 26% K. pneumniae diisolasi pada tahun
2008 menghasilkan ESBL. Pada sebagian besar isolat, gen SHV-12, CTX-M-15
dan TEM-1 bertanggung jawab atas terjadinya resistensi terhadap generasi ketiga
cephalosporin.37
4. Australia
Laporan pertama ESBL strain positif dari Klebsiella spp ditemukan di Australia
pada (resistensi gentamicin) sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1986
hingga 1988. Mereka menemukan bahwa SHV terdapat pada ESBL di Klebsiella
spp. Dalam dekade terakhir, strain positif ESBL juga diidentifikasi di semua
memproduksi ESBL.38
5. Asia
Isolat pertama K. pneumoniae dari SHV-2 dilaporkan di Cina pada tahun 1988.39
Akhir-akhir ini studi tentang ESBLs di Asia menunjukkan prevalensi yang tinggi
di antara strain klinis lainnya. Pada tahun 2001, strain positif CTX-M pertama
25
dilaporkan di New Delhi. Beberapa penelitian tentang isolasi terbatas yang
dikumpulkan pada tahun 1998 hingga 1999, menunjukkan bahwa 30,7% dari K.
pneumoniae dan 24,5% dari isolat E.coli adalah penghasil ESBL. Di Cina, antara
tahun 1997 hingga 1999, 27% E. coli dan K.pneumonia diidentifikasi sebagai
produsen ESBL. Diperkirakan bahwa 5 hingga 8% dari E. coli isolat dari negara-
negara di Asia seperti Korea, Jepang, Malaysia dan Singapura positif ESBL,
Perlu diperhatikan bahwa enzim utama ESBL, yaitu TEM-1, tersebar luas
kurun waktu 2004-2005 didapatkan proporsi bakteri penghasil ESBL sebesar 50,6%
tahun 2010-2011 menemukan bahwa kejadian ESBL cukup tinggi yakni 29% pada E.
coli dan 36% pada K. pneumonia. Penelitian di Medan, tahun 2012 oleh Mayasari
melaporkan dari 282 sampel urin dengan kultur positif, diperoleh kejadian ESBL
E.coli 18,7%. Dari data di bagian Mikrobiologi RS H Adam Malik Medan, dijumpai
kejadian infeksi ESBL yang cukup tinggi. Pada tahun 2012 kejadian ESBL 16,9%
(12% ESBL K. pneumoniae dan 4,9% ESBL E.coli) meningkat menjadi 19,51%
(12,24% ESBL K. pneumoniae dan 7,17% ESBL E.coli) pada tahun 2013.
26
2.4 Jenis Extended-spectrum beta laktamase (ESBL)
1. SHV
ESBL SHV merupakan tipe yang sering ditemukan pada isolat klinis jika
dibandingkan jenis enzim ESBL lainnya. SHV mengacu pada variabel sulfhydril
(sulfhydril variable) dan termasuk dalam grup 2be. SHV-1 sering ditemukan dalam
organisme ini. Saat ini telah ditemukan ESBL golongan SHV pada
dari 100 jenis variasi dari tipe SHV. SHV-1 dan TEM-1 memiliki struktur yang
2. TEM
ESBL golongan ini merupakan turunan dari TEM-1 dan TEM-21. TEM-1 sering
dijumpai pada bakteri Gram negatif seperti E coli, H influenza, N gonorrhoeae dan K
pneumonia. TEM-1 dihasilkan oleh bakteri Gram negatif dan umumnya resisten
terhadap ampicillin.21 TEM-1 ini berasal dari isolat E. coli di Athena, Yunani dan
disebut ―Temoneira” sehingga sejak itu digunakan istilah TEM. TEM-1 memiliki
daya hidrolisis yang sangat kuat terhadap ampicillin, namun lemah terhadap
TEM-2 memiliki profil hidrolitik yang sama seperti TEM-1. Letak perbedaan
kedua TEM ini yaitu pada TEM-1 memiliki kemampuan alamiah yang lebih aktif dan
berbeda dalam titik isoelektrik. Saat ini telah dilaporkan lebih dari 100 TEM-type
beta laktamase dengan titik isoelektrik berkisar 5,2 – 6,5. Sebagian besar dari enzim
ini adalah ESBL. ESBL TEM juga telah ditemukan pada Enterobacter aerogenes,
27
Proteus mirabilis, Morganella morganii dan Salmonella species, P.aeruginosa
3. CTX-M
cefepime. Mutasi enzim ini memiliki hubungan erat dengan gen plasmid beta
mengkode ESBL KLUG-1, ternyata jenis ESBL ini memiliki 99% kesamaan asam
serovar typhimurium dan E. coli, juga dapat ditemukan di spesies lain golongan
beta laktamases memiliki kesamaan dengan ESBL TEM dan SVH, namun kesamaan
ini biasanya < 40 %. Saat ini ESBL jenis ini memiliki banyak tipe dan sudah
4. OXA
lactamases ini termasuk grup 2d dan class D karena struktur molekul dan fungsinya
berbeda jika dibandingkan dengan golongan TEM dan SHV. OXA-1 adalah jenis
telah dilaporkan bahwa ESBL golongan ini juga terdeteksi di bakteri Gram negatif
lainnya. Saat ini telah dilaporkan bahwa sekitar 10 % dari E. coli dapat menghasilkan
golongan cephalosporin, sehingga sering tidak dianggap sebagai ESBL, namun kini
28
telah dilaporkan bahwa OXA-10 ternyata mampu menghidrolisis cefotaxime,
5. PER
PER-type ESBL adalah ESBL yang memiliki kesamaan dengan TEM dan
dan cephalosporin, namun sensitif terhadap inhibisi clavulanic acid. PER-1 pertama
kali terditeksi dari isolat Pseudomonas aeruginosa, namun kini telah ditemukan di
isolat Salmonella enterica serovar Typhimurium dan Acinetobacter. Saat ini PER-1
baru dilaporkan di Turki, Prancis, Itali, Belgia dan Korea (khusus Korea, PER-1
disk diffusion dan dilution method. Disk Diffusion digunakan sebagai tes penyaring
untuk bakteri penghasil ESBL seperti Klebsiella, E. coli, dan Proteus mirabilis. dimana
ceftriaxone. Jika salah satu diameter zona menunjukkan kecurigaan adanya produksi
zona diameter ≤ 22 mm untuk 10 ug disk cefpodoxime sebagai tes penyaring yang cocok
untuk bakteri penghasil ESBL. Namun tes ini kurang spesifik bila digunakan untuk
E.coli, oleh karena itu kini CLSI merekomendasikan batas penyaring cefpodoxime
29
CLSI juga merekomendasikan metode dilusi sebagai uji penyaring bakteri
penghasil ESBL seperti E. coli dan klebsiella. Antibiotik yang digunakan adalah
penghasil ESBL. Jika bakteri diduga menghasilkan ESBL maka harus dilakukan uji
Resistance, The Indian Journal of Medical Microbiology, The British Society for
ESBL adalah phenotypic conformation test dengan menggunaan disk cefotaxime (30 ug)
atau ceftazidime (30 ug) dengan atau tanpa clavulanate (10 ug) pada bakteri Klebsiellae
dan E. coli. 21 Cara membuat disk ini yaitu larutan clavulanic acid ditambahkan pada disk
cephalosporin, kemudian diinkubasi selama 1 jam, setelah itu baru dapat digunakan. Tes
ini dilakukan pada agar Mueller- Hinton. Dikatakan phenotypic conformation ESBL
Penting untuk menggunakan cefotaxime dan ceftazidime dengan dan tanpa clavulanate
dalam melakukan phenotypic conformation test. Salah satu alasannya adalah bahwa
assay.
30
FDA (Food and Drug Administration) telah menyetujui sebuah kartu khusus yang
ditujukan untuk menditeksi bakteri penghasil ESBL. The Vitek ESBL test (bioMerieux
Vitek, Hazelton, Missouri) menggunakan cefotaxime dan ceftazidime (0,5 ug/ml) secara
tunggal, serta kombinasi cefotaxime dengan clavulanic acid (4 ug /ml) dan ceftazidime
dengan clavulanic acid (4 ug /ml). Cara inokulasi kartu ini sama dengan cara yang
dilakukan untuk kartu Vitek biasa. Analisis seluruh sumur dilakukan secara otomatis
setelah pertumbuhan bakteri telah mencapai ambang batas yang telah ditetapkan (setelah
inkubasi 4 – 15 jam). Hasil positif ditetapkan jika terjadi penurunan dalam pertumbuhan
bakteri di sumur yang berisi cefotaxime atau ceftazidime yang mengandung clavulanic
Sensitivitas dan spesifisitas metode ini dapat melebihi 90 %. Sanders dkk melaporkan
sensitivitas metode ini dapat mencapai 99 %, namun sebaliknya Tzelepi dkk melaporkan
bahwa metode ini dapat gagal menditeksi ESBL yang dihasilkan oleh Enterobacter
spesies. Keunggulan Vitek ESBL Cards adalah dapat digunakan / diintegrasikan ke dalam
Pemeriksaan molekuler
Lebih dari 800 jenis beta laktamase telah ditemukan, sehingga para ahli mulai merancang
Saat ini tes PCR telah tersedia dan dapat digunakan untuk menditeksi bakteri penghasil
ESBL
2.6 Faktor Risiko Kolonisasi dan infeksi bakteri penghasil Extended-spectrum beta
lactamase (ESBL)
Pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami kolonisasi atau infeksi organisme
penghasil ESBL adalah pasien sakit parah yang dirawat inap dalam waktu yang lama di
31
rumah sakit dan menggunakan perangkat medis invasif (kateter urin, tabung endotrakeal,
saluran vena sentral) untuk durasi yang lama. faktor risiko lain telah ditemukan dalam
dan status gizi buruk. Faktor paling banyak penyebab resistensi adalah penggunaan
antibiotik yang tidak rasional. Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara
32
2.7 Terapi infeksi Organisme penghasil Extended-spectrum beta lactamase (ESBL)
sumber infeksi merupakan benda invasif seperti alat prostetik, penggantian atau
pengeluaran alat prostetik itu menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena infeksi
ESBL dihubungkan dengan tindakan operasi implan atau alat-alat lainnya, dengan
terbentuknya biofilm. Pertumbuhan bakteri yang lambat, yang diikuti dengan penetrasi
antibiotik yang terhalang oleh biofilm ini menyebabkan efektivitas terapi menurun.
Apabila pasien menggunakan alat invasif yang dicurigai menjadi salah satu sumber
menunjukkan bahwa pemberian antibiotik saja dalam infeksi ESBL yang terkait dengan
outcome yang buruk jika tidak diberikan terapi yang adekuat. Cephamycin (misalnya
cefoxitin, cefotetan) secara struktural lebih stabil daripada sefalosporin lainnya untuk
hidrolisis yang dimediasi ESBL dan beberapa Enterobacteriaceae penghasil ESBL tetap
sensitive untuk cephamycins dalam tes in vitro. Namun, masih terbatas informasi klinis
penggunaan sefamisin.
Terapi pada infeksi serius yang disebabkan ESBL merupakan tantangan karena sebagian
besar isolate resisten terhadap beberapa obat /multi drug resistant (terutama CTX-M-15).
menghasilkan ESBL juga dapat memproduksi beta laktamase lain dan mutasi pada gen
33
Tabel 4. Rekomendasi terapi untuk infeksi Organisme penghasil ESBL
Infection type Therapy of choice Secong-line therapy
Urinary tract infection Quinolone Amoxicilin/clavulanat
Bacteremia Carbapenem Quinolone
Hospital-acquired pneumonia Carbapenem Quinolone
Intra-abdominal infection Carbapenem Quinolone (+metronidazole)
Meningitis Meropenem Intrathecal polymyxin B
Beta-laktamase Inhibitor
Beta-laktamase Inhibitor merupakan antibiotik yang ideal untuk ESBL karena memiliki
kemampuan menghambat enzim beta laktamase, namun banyaknya mutasi yang terjadi
pada enzim beta laktamase mengakibatkan berkurangnya efektivitas antibiotik ini. Oleh
karena itu, antibiotik beta lactam/beta lactamase inhibitor dapat digunakan untuk ESBL
Tiga jenis beta laktamase inhibitor yang digunakan dalam klinis adalah asam
klavulanat, sulbaktam dan tazobaktam. Ketiga antibiotik ini memiliki sttruktur yang
sama dengan penisilin. Golongan ini efektif untuk beta laktamase kelas A.
a) Asam klavulanat
yang pertama kali digunakan. efektif untuk infeksi saluran kemih komunitas
34
akibat ESBL, dan efektif melawan penisilinase yang dihasilkan oleh S.aureus,
Klebsiella spp., dan P.mirabilis, biasa diberikan dalam bentuk peroral, untuk
ESBL.
Klavulanat merupakan obat yang poten terhadap AmpC beta laktamase dimediasi
pemberian dosis dan jenis enzim. Beberapa TEM β-laktamase resisten terhadap
β-laktamase inhibitor.
selama 5-7 hari pada indeksi saluran kemih tanpa komplikasi memiliki angka
b) Sulbaktam
35
Sulbaktam merupakan inhibitor penisilinase dan ESBL yang lebih baik
baik bila diberikan secara peroral dan harus diberikan dalam bentuk parenteral.
c) Tazobaktam
lactam lainnya dan sulbaktam lebih baik terhadap SHV dan TEM, namun pada
Muharrmi dkk memperoleh 64,4% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 43,6%
diperoleh 72,5% sensitif ESBL E.coli dan 38,5% terhadap ESBL K.pneumonia,
sedangkan di Eropa 80% ESBL E.coli dan 42,1 % terhadap ESBL K.pneumonia.
dikombinasikan dengan amikasin 98,1% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 93,1
dengan gentamisin 73,1% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 61,4% terhadap
36
ESBL K.pneumonia. Penelitian Aminzadeh dkk, Piperasilin-tazobactam 100%
sensitif terhadap ESBL. Adapun dosis standar pada dewasa 4,5 gr setiap 8jam
intravena
Karbapenem
Saat ini, karbapenem umumnya dianggap sebagai agen pilihan utama untuk
resisten terhadap hidrolisis yang dimediasi ESBL dan menunjukkan aktivitas in vitro
yang sangat baik terhadap strain Enterobacteriaceae yang menghasilkan ESBL. Data
antibitik golongan lain dibandingkan karbapenem tunggal diperoleh hasil yang tidak
berbeda. Penelitian oleh Paterson, penggunaan karbapenem sebagai terapi inisial untuk
memiliki profil yang hampir sama. Pada meningitis meropenem merupakan pilihan.
Ertapenem pada beberapa penelitian lebih baik dari pada meropenem dan imipenem dan
terbaru yang lebih poten dan dapat digunakan untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa.
meropenem) 100% sensitif terhadap ESBL. Hasil serupa juga diperoleh pada penelitian
oleh Kulkarni dkk, Aminzadeh dkk, imepenem 100% sensitif terhadap ESBL.23,25
Chien Lye dkk meneliti pada 47 pasien ESBL dengan sumber infeksinya saluran kemih,
hepatobilier dan akses vaskular yang diterapi dengan ertapenem, memiliki respon yang
37
baik pada 96% pasien.26 Penelitian Auer dkk, ertapenem 100% sensitif terhadap infeksi
saluran kemih ESBL E.coli. Adapun dosis standar pada dewasa meropenem 1 gram
setiap 8 jam intravena, imipenem 500 mg 4 kali sehari intravena, ertapenem 1 gr setiap
24 jam intravena. Resistensi terhadap karbapenem mulai muncul dengan nama Klebsiella
Producing Carbapenemases (KPC) dan New Delhi Metalo Beta Lactamase (NDM)
Aminoglikosida
gentamisin dan amikasin. Gentamisin memiliki kerja bakterisidal yang cepat, namun
bervariasi. Penelitian Muharrmi dkk, memperoleh 38,3% sensitif terhadap ESBL E.coli
dan 37,6% terhadap ESBL K.pneumonia. Penelitian Kulkarni dkk, gentamisin 19,4%
kerentanan 94% terhadap ESBL (95,2% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 90,1%
Adapun dosis standar pada dewasa 15 mg/KgBB perhari terbagi dalam dua dosis
intravena.
Sefalosporin
terhadap seftazidim dan dapat digunakan sebagai agen terapi yang efektif. Meskipun
38
beberapa isolate ESBL sensitive terhadap sefalosporin generasi keempat seperti sefepim,
studi klinis tidak banyk menggunakan golongan ini. Cefepime tidak boleh digunakan
sebagai lini pertama terapi terhadap organism penghasil ESBL, jika digunakan harus
Antibiotik golongan ini yang masih mungkin digunakan adalah cefepime, tetapi data
klinis tidak mendukung hal ini dengan angka kegagalan lebih tinggi dibandingkan
memberikan hasil yang buruk walaupun hasil kultur masih sensitif, sehingga tidak
39
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Gen SHV
Gen CTX-M
Gen OXA
Gen PER
40
3.2 Kerangka Konsep
Fenotip Genotip
Vitek2 HYBRISPOT 24
Gen SHV
Gen TEM
Non ESBL ESBL
Gen CTX-M
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
Semarang
2019.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain Cross Sectional.
Kriteria Inklusi
ESBL
42
Kriteria Eksklusi
penghasil ESBL
1. Menentukan besar sampel yang didiagnosis positif oleh baku emas Besar sampel
dihitung dengan rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan interval
kepercayaan 95%. Sensitivitas metode uji vitek2 95,9%. Untuk uji sensitivitas
𝑁 = Z𝛼2PQ
d2
N= besar sampel minimal
Sehingga, 𝑁 = (1,96)2𝑥0,96𝑥0,19
(0,1) 2
𝑁 = 70,1
𝑁′ = N
𝑃𝑟
N’ : Besar sampel untuk uji diagnostik
43
N : Besar sampel yang didiagnosis positif oleh baku emas
𝑁′ =70,1
0.79
𝑁′ = 88,7 = 89
Variabel Prediktor
vitek 2 untuk deteksi gen CTX-M, SHV dan TEM pada Enterobacteriaceae
vitek 2 untuk deteksi gen CTX-M, SHV dan TEM pada Enterobacteriaceae
44
baku emas maupun pada metode yang diuji
dibandingkan dengan seluruh hasil positif
pada metode baku emas saja
2 Spesifisitas Proporsi hasil pemeriksaan Enterobacteriaceae Numerik
penghasil ESBL yang
menunjukkan hasil negatif baik pada
metode baku emas maupun pada metode
yang diuji dibandingkan dengan seluruh
hasil negatif pada metode baku emas saja
3 Nilai prediksi Probabilitas pasien pembawa ESBL pada Numerik
positif pasien yang memiliki hasil positif pada
metode diagnosis vitek2
4. Nilai prediksi Probabilitas pasien tidak pembawa ESBL Numerik
negatif pada pasien yang memiliki hasil positif
pada metode diagnosis vitek2
4.7.1 Alat
4.7.2 Bahan
45
4.8 Alur Penelitian
Analisis Data
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf pengajar fakultas kedokteran universitas indonesia. buku ajar mikrobiologi kedokteran
edisi revisi. jakarta: binarupa aksara, 1994.
2. B. E. Bali, L. Acik and N. Sultan, "Phenotypic and Molecular characterization of SHV,
TEM, CTX-M and exteded spectrum beta laktamases produced by Esherichia coli,
Acinetobacter baumanii, and Klebsiella isolates in Turkish Hospital," African Journal of
Microbiology Research, vol. 8, no. 4, pp. 650-654, 2010.
3. T. Sana KR, B. Racha, D. Fouad, A. Marcel, M. Hasan, H. Sani and H. Monzer. Detection of
genes TEM, OXA, SHV, and CTX-M in 73 clinical isolates of Escherichia coli producers of
extended spectrum beta laktamases and determination of thieir suscpectibility to antibiotics.
iMedPub Journals 2011; 1.
4. Pitout JD, Laupland KB. Extended-spectrum beta-laktamase-producing enterobacteriaceae:
an emerging public-health concern. Lancet Infect Dis. 2008;8(3):159–166. doi:
10.1016/S1473-3099(08)70041-0.
5. chamberlain NR. The big Picture Medical Microbiology. united states: Mc Graw Hill Lange,
2009.
6. Mangeney N, Niel P, Paul G, Faubert E, Hue S, Dupeyron C, Louarn F, Leluan G. A 5-year
epidemiological study of extended-spectrum beta-laktamase-producing Klebsiella
pneumoniae isolates in a medium- and long-stay neurological unit. J Appl Microbiol.
2000;88:504–511. .
7. Giske CG, Monnet DL, Cars O, Carmeli Y. Clinical and economic impact of common
multidrug-resistant gram-negative bacilli. Antimicrob Agents Chemother. 2008;52(3):813–
821. .
8. Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Bailey & Scott's Diagnostic Microbiology, 12 ed.
united states: Elsevier, 2009.
9. Jan N, Kulkarni A, Meshram SU. Plasmid profile analysis of multidrug resistant E. coli
isolated from UTI patients of Nagpur City, India. Romanian Biotechnological Letters 2009;5
10. Kluytmans JA1 OI, Willemsen I, Kluytmans-van den Bergh MF, van der Zwaluw K, Heck
M, Rijnsburger M, Vandenbroucke-Grauls CM, Savelkoul PH, Johnston BD, Gordon D,
Johnson JR. Extended-spectrum beta laktamase-producing Escherichia coli from retail
chicken meat and humans: comparison of strains, plasmids, resistance genes, and virulence
factors. Clinical Infectious Disease 2013;4.
11. Voets GM, Fluit AC, Scharringa J, Schapendonk C, van den Munckhof T, Leverstein-van
Hall MA, et al.Identical plasmid AmpC beta-laktamase genes and plasmid types in E. coli
isolates from patients and poultry meat in the Netherlands. Int J Food Microbiol. 2013; 167:
359±362.
12. Pajariu A. Infeksi oleh Bakteri Penghasil Extended-Spectrum Beta-Laktamase (ESBL) di
RSUP Dr Kariadi Semarang : Faktor Risiko terkait Penggunaan Antibiotik. Semarang:
Universitas Diponegoro, 2010.
13. Lautenbach E, Patel JB, Bilker WB, Edelstein PH, Fishman NO. Extended-spectrum beta-
laktamase-producing Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae: risk factors for infection
and impact of resistance on outcomes. Clin Infect Dis. 2001;32:1162–1171.
14. National Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) System Report, data summary from
January 1992 through June 2003, issued August 2003.
47
15. Munday C. J., Xiong J., Li C., Shen D., Hawkey P. (2004). Dissemination of CTX-M type
beta laktamases in Enterobacteriaceae isolates in the people's republic of China. Int. J.
Antimicrob. Agents. 23, 175–180. .
16. Hawkey, P. M. 2008. Prevalence and clonality of extended-spectrum beta-laktamases in
Asia. Clin. Microbiol. Infect. 14(Suppl. 1):159-165.
17. Vidhya Natarajan SSS. Prevelance of bla TEM gene in uropathogenic Escherichia coli
isolated from tertiary care hospitals in Coimbator, South India. . International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 2013;Vol 5, , Suppl 3.
18. Karim MH, Md S, Alam D, Yeasmin T. Molecular Identification of TEM and SHV Genes in
Extended Spectrum Beta-laktamase Producing Escherichia coli and Klebsiellae pneumoniae
Isolates in a Tertiary Care Hospital, Bangladesh. Journal of Pure and Applied Microbiology
2017; 11(2):1189-1198.
19. Severin JA1 LE, Kloezen W, Lemmens-den Toom N, Mertaniasih NM, Kuntaman K,
Purwanta M, Duerink DO, Hadi U, van Belkum A, Verbrugh HA, Goessens WH;
“Antimicrobial Resistance in Indonesia, Prevalence and Prevention” (AMRIN) study group.
Faecal carriage of extended-spectrum beta laktamase-producing Enterobacteriaceae among
humans in Java, Indonesia, in 2001-2002. Trop Med Int Health 2012 Apr;17(4):455-61.
20. Grover S. S, Sharma M, Chattopadhya D, Kapoor H, Pasha ST, Singh G. Phenotypic and
genotypic detection of ESBL mediated cephalosporins resistance in Klebsiella
pneumoniae:Emergence of high resistance against cefepime, the fourth generation
cephalosporins. J Infect 2006; 54: 279-88. .
21. Paterson DL, Bonomo RA. Extended-spectrum beta-laktamases: a clinical update. Clin
Microbiol Rev 2005;18:657-86.
22. Colodner R, Raz R. Extended-spectrum beta-laktamases: the end of cephalosporins? Isr Med
Assoc J 2005;7:336-8.
23. Tumbarello M, Spanu T, Sanguinetti M, et al. Bloodstream infections caused by extended-
spectrum-beta-laktamase-producing Klebsiella pneumoniae: risk factors, molecular
epidemiology, and clinical outcome. Antimicrob Agents Chemother 2006;50:498-504.
24. Chaudhary U, Aggarwal R. Extended spectrum -laktamases (ESBL) - an emerging threat to
clinical therapeutics. Indian J Med Microbiol 2004;22:75-80.
25. Canadian Committee on Antibiotic R. Antimicrobial resistance: An update from the
Canadian Committee on Antibiotic Resistance. Can J Infect Dis Med Microbiol
2005;16:309-11.
26. Dakh F; Mutation frequency of non-ESBL phenotype SENTRY(Asia-Pasific) Isolates of
Klebsiella pneumonia Conversion to ESBL Positive Phenotype; Queensland University of
Technology School of Life Science; QUT December 2008; downloaded at
http://eprints.qut.edu.au/28413/1/Farshid_Dakh's_Thesis.pdf; 05.01-2010.
27. Taslima Y. Prevalence of ESBL among E. coli and Klabsiella Sp in a Tertiary Care Hospital
and Molecular Detection of Important ESBL Producing Genes by Multipex
PCR.Departement Microbiology and Immunology Mymensingh Medical College.
Mymensingh Banglades 2012: 66-85.
28. Rani S, .I.Jahnavi, K.Nagamani. Phenotypic and Molecular Characterization of ESBL
producing Enterobacteriaceaein A Tertiary Care Hospital. IOSR Journal of Dental and
Medical Sciences (IOSR-JDMS) 2016;15:27-34.
29. Biedenbach DJ BS, Hoban DJ, Hackel M, Phuong DM, Nga TT, Phuong NT, Phuong TT,
Badal RE. Antimicrobial susceptibility and extended-spectrum beta-laktamase rates in
aerobic gram-negative bacteria causing intra-abdominal infections in Vietnam: report from
48
the Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends (SMART 2009-2011). Diagnostic
Microbiology Infectious Disease 2014;79(4):463-7.
30. D'Angelo RG JJ, Bork JT, Heil EL. Treatment options for extended-spectrum beta-laktamase
(ESBL) and AmpC-producing bacteria. . Expert Opinion Pharmacotherapy 2016;17(7):953-
67.
31. Chandra V and Goswami PN. Detection of TEM & SHV Genes In Extended Spectrum Beta
Laktamase (ESBL) Producing E. Coli &KlebsiellaPneumoniae Isolated From A Tertiary
Care Cancer Hospital. Natl J Med Res., 2014; 4(3): 201-04.
32. Saroj Kumar Sah et al /Int.J. PharmTech Res.2014-2015, 7(2), pp 303-309.
33. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J. Medical Microbiology. new york: Thieme publisher, 2005.
34. Livermore D.M. and Hawkey P.M., CTX-M: changing the face of ESBLs in the UK, J.
Antimicrob.Chemothe., 2005, 56,3, 451–454.
35. Fam N., Leflon-Guibout V., Fouad S., Aboul-Fadl L., Marcon E., Desouky D., CTX-M-15-
producing Escherichia coli clinical isolates in Cairo (Egypt), including isolates of clonal
complex ST10 and clones ST131, ST73, and ST405 in both community and hospital settings,
Microb. Drug. Resist., 2011, 17,6773.
36. Khalaf NG, Eletreby MM, Hanson N.D., Characterization of CTX-M ESBLs in Enterobacter
cloacae,Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae clinical isolates from Cairo, Egypt,
BMC Infect. Dis.,2009, 9, 84.
37. Bell J.M., Turnidge J.D., Gales A.C., Pfaller M.A. And Jones R.N., Prevalence of extended
spectrum beta-laktamase (ESBL)-producing clinical isolates in the Asia-Pacific region and
South Africa, Diagn.Microbiol. Infect. Dis., 2002, 42, 193–198.
38. Rossi F., Baquero F. and Hsueh, P.R., In vitro susceptibilities of aerobic and facultative
Gram-negative bacilli isolated from patients with intra-abdominal infections worldwide, J.
Antimicrob. Chemother.,2006, 58, 205-210.
39. Ensor V.M., Shahid M., Evans J.T. and Hawkey P.M., Occurrence, prevalence and genetic
environment of CTX-M beta-laktamases in Enterobacteriaceae from Indian hospitals, J.
Antimicrob.Chemother., 2006, 58, 6, 1260-3.
40. Tenover FC, P. M. Raney, P. P. Williams, J. K. Rasheed, J. W. Biddle, A.Oliver, S. K.
Fridkin, L. Jevitt, and J. E. McGowan, Jr. Evaluation of the National Committee for Clinical
Laboratory Standards extended-spectrum beta-laktamase confirmation methods for
Escherichia coli with isolates collected during Project ICARE. J. Clin. Microbiol. 41:3142–
3146. 2003.
41. Asensio A1 OA, González-Diego P, Baquero F, Pérez-Díaz JC, Ros P, Cobo J, Palacios M,
Lasheras D, Cantón R. Outbreak of a multiresistant Klebsiella pneumoniae strain in an
intensive care unit: antibiotic use as risk factor for colonization and infection.Clin Infect Dis.
2000 Jan;30(1):55-60.
42. Ho PL1 CW, Tsang KW, Wong SS, Young K. Bacteremia caused by Escherichia coli
producing extended-spectrum beta-laktamase: a case-control study of risk factors and
outcomes.Scand J Infect Dis. 2002;34(8):567-73.
43. Lee SO1 LE, Park SY, Kim SY, Seo YH, Cho YK. Reduced use of third-generation
cephalosporins decreases the acquisition of extended-spectrum beta-laktamase-producing
Klebsiella pneumoniae. Infect Control Hosp Epidemiol. 2004 Oct;25(10):832-7.
49